• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, bangsa, latihan, keadaan gizi, laktasi, kebuntingan, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, temperatur lingkungan, ketinggian dan faktor lainnya. Faktor – faktor tersebut tidak hanya mempengaruhi jumlah eritrosit tetapi juga kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan konsentrasi kandungan darah lainnya (Swenson 1984). Jumlah eritrosit hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Rata-rata jumlah eritrosit (juta/µL)sebelum dan sesudah infeksi

Perlakuan Sebelum Infeksi Sesudah Infeksi Rata-rata P0 Pi 1 Pi 2 K0 2.42±0.38a 2,38±0,39a 2,53±0,33a 2,44±0,35ab K(-) 2,50±0,28a 2,08±0,37a 2,10±0,37a 2,22±0,38b P1 2,57±0,19a 2,44±0,19a 2,61±0,38a 2,54±0,26a P2 2,52±0,05a 2,37±0,54a 2,37±0,54a 2,42±0,42ab K(+) 2,56±0,14a 2,36±0,40a 2,50±0,34a 2,48±0,31ab Rata-rata 2,51±0,22a 2,33±0,39a 2,42±0,41a

Keterangan : 1. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

2. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

K0 (Pakan basal), K(-) (Pakan basal + diinfeksi ), P1 (Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), P2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), K(+) (Pakan basal + antibiotik +diinfeksi )

P0 : umur 3 minggu (sebelum diinfeksi), Pi 1 : seminggu, dan Pi 2 : dua minggu setelah ditantang.

Jumlah eritrosit pada kelompok perlakuan P1 (pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 180 ppm) meunjukkan nilai tertinggi yaitu 2,54±0,26 x106 /µL, sedangkan nilai terendah dijumpai pada kelompok K(-) dengan nilai sebesar 2,22±0,38 x 106/µL. Secara statistik menunjukkan kedua perlakuan berbeda secara nyata (p < 0,05). Pengamatan yang dilakukan pada umur 3 minggu menunjukkan bahwa rataan jumlah eritrosit sebelum di infeksi (P0) semua perlakuan sebesar 2,51 ± 0,22 x 106/µL. Nilai tertinggi dijumpai pada perlakuanP1 sebesar

walaupun keduanya tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Jain (1993) melaporkan bahwa jumlah eritrosit normal pada ayam berkisar antara 2.50 – 3.50 x 106 /µL. Tingginya jumlah eritrosit pada perlakuan P1 diduga karena eritrosit mampu bertahan lebih lama dalam sirkulasi dengan adanya Zn, dan kunyit yang mengandung kurkumin memberikan efek antioksidan terhadap membran sel sehingga mencegah terjadinya destruksi (Regar 2009). Menurut Underwood (2001), defisiensi zink secara tidak langsung menyebabkan ketidakstabilan komposisi membran eritrosit dan mengganggu metabolisme asam lemak essensial.

Gambar 8 Jumlah eritrosit sebelum dan sesudah infeksi

Penurunan jumlah eritrosit terlihat seminggu setelah infeksi (Pi 1), terjadi pada hampir semua perlakuan kecuali kontrol (Gambar 8). Rataan jumlah eritrosit seminggu setelah infeksi pada semua perlakuan adalah 2,33 ± 0,39 x 106/µL. Nilai

tertinggi dijumpai pada perlakuan P1 sebesar 2,44 ± 0,19 x 106 /µL dan jumlah

eritrosit terendah pada K(-) 2,08 ± 0,37 x 106 /µL, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (p > 0,05). Penurunan eritrosit seminggu setelah infeksi

diduga akibat adanya peradangan pada usus atau organ lain. Infeksi

secara oral diduga berakibat pada adanya gangguan pada saluran pencernaan terutama usus. Widhyari (2008) melaporkan kerusakan akibat infeksi dapat menyebabkan peradangan, serta penebalan dinding usus, edema dan diare. Gaastra and Graaf (1982) melaporkan bersifat patogen enterik mampu menempel pada permukaan usus halus melalui perantaraan antigen perlekatan (adhesin) dan

1.9 2.1 2.3 2.5 2.7 2.9 P0 Pi 1 Pi 2 E ri tr o si t x 1 0 6/ µ l K0 K(-) P1 P2 K(+)

selanjutkan kuman mampu memproduksi enterotoksin yang dapat mengakibatkan diare.

Jumlah eritrosit meningkat kembali dijumpai dua minggu setelah infeksi (Pi 2). Jumlah eritrosit pada kelompok K0, K(-), P1, P2 dan K(+) secara berturutan adalah sbb: (2,53 ± 0,33 x 106 /µL); (2,10 ± 0,37 x 106 /µL); (2,61 ± 0,38 x 106 /µL), (2,37 ± 0,54 x 106 /µL) dan (2,50±0,34 x 106 /µL). Semua perlakuan tidak berbeda secara nyata (p > 0,05). Nilai tertingggi dijumpai pada perlakuan P1, hal ini disebabkan karena zat aktif kurkumin pada kunyit mampu mengeliminasi bakteri dan dapat berfungsi sebagai antibakteri. Selain itu meningkatnya jumlah eritrosit disebabkan karena status kesehatan ayam membaik. Winarto ( 2003) melaporkan kunyit mampu meningkatkan berat badan ayam broiler, menjaga kesehatan ayam broiler dari penyakit dan dapat memberikan efek anti mikroba. Kunyit juga dapat berfungsi sebagai obat luka (secara topikal), pengobatan diare dan peradangan pada usus yang muncul pada penderita kolibasillosis sehingga proses persembuhan lebih baik. Chattopadhyay . (2004) melaporkan bahwa kurkumin berperan sebagai gastroprotektan dan melindungi sel hepatosit dari senyawa-senyawa yang dapat merusak sel hepatosit seperti karbon tetraklorida dan peroksida. Aktivitas kurkumin tersebut diharapkan dapat mencegah proses peradangan pada gastrointestinal dan hati.

Penelitian Thakare (2004) tentang efek anti bakteri dari beberapa familia Zingiberaceae yaitu dan 8 menunjukkan bahwa

pada konsentrasi 5% – 10% ternyata cukup efektif dengan lama perendaman 1 – 4 hari dalam menghambat pertumbuhan bakteri , $ ' , ,

atau . Organ tumbuhan yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri di atas adalah bagian rimpang. Kunyit memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi dan senyawa kurkumin merupakan komponen utama yang menyebabkan aktivitas antioksidan tersebut. Kurkumin juga merupakan antioksidan biologis untuk hemolisis dan peroksidasi lemak pada eritrosit tikus yang diinduksi dengan hidrogen peroksida (Toda . 1988).

Pada perlakuan P2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 180 ppm) jumlah eritrosit 2,37 x 106/µL, nilai tersebut berada dibawah kisaran normal. Hal ini menandakan bahwa pemberian kombinasi herbal bawang putih dan zink

belum dapat meningkatkan jumlah eritrosit pada ayam broiler yang diinfeksi Hal tersebut diduga karena kandungan bawang putih tidak efektif mempertahankan stabilitas dinding eritrosit. Menurut Juwita (2009) efek samping dari pemberian bawang putih yang menyebabkan dinding eritosit mudah pecah. Jumlah eritrosit yang menurun tersebut tidak diikuti kemampuan untuk mempertahankan keberadaannya dalam darah. Kerja enzimatis dari enzim katalase dan karbonik anhidrase belum mampu mempertahankan membran eritrosit sehingga eritrosit mudah lisis dan bertahan sementara.

Pemberian antibiotik Colimas® yang mengandung Trimethoprim dan Sulfadiazin pada kelompok K(+) memperlihatkan profil yang sangat mirip dengan perlakuan P1. Kandungan sulfadiazine mampu menghambat kerja Para Amino Benzoic Acid (PABA) dan Trimethoprim menghambat reduksi

menjadi yang berguna untuk pertumbuhan bakteri. Hal yang mirip dijumpai pada kunyit. Kandungan kurkumin pada kunyit juga memiliki sifat antibakteri, karena kurkumin adalah suatu senyawa fenolik maka mekanisme kerjanya sebagai antimikroba akan mirip dengan senyawa fenol lainnya. Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 338,

diduga gugus aktif pada kurkuminoid terletak pada gugus metoksi. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur kurkuminoid kemungkinan menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas antibakteri. Zat ini mampu menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba, juga bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan menghambat germinasi spora bakteri (Fardiaz 1982). Beberapa kelompok senyawa kimia yang bersifat antimikroba adalah fenol, alkohol, halogen, logam berat, senyawa amonium kuarterner, asam dan basa serta gas kemosteril (Pelczar 1993). Karena kurkumin adalah suatu senyawa fenolik maka mekanisme kerjanya sebagai antimikroba akan mirip dengan senyawa fenol lainnya.

Kadar Hemoglobin

Hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yag tersusun atas protein konjunggasi dan protein sederhana (Swenson 1984). Hemoglobinberada didalam

eritrosit memiliki kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menyebabkan warna merah pada darah (Frandson 1992). Kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Rata-rata kadar hemoglobin (g/dl) sebelum dan sesudah Infeksi

Keterangan : 1. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

2. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

K0 (Pakan basal), K(-) (Pakan basal + diinfeksi ), P1 (Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), P2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), K(+) (Pakan basal + antibiotik +diinfeksi )

P0 : umur 3 minggu (sebelum diinfeksi), Pi 1 : seminggu, dan Pi 2 : dua minggu setelah ditantang.

Kadar hemoglobin seminggu setelah infeksi (Pi 1) sekitar 7,28 ± 1,06 g/dl nyata lebih rendah (p < 0,05) dibanding awal pengamatan (P0) Menurunnya kadar hemoglobin setelah infeksi diduga ada peradangan pada organ tubuh seperti pada kantong hawa ( ), sehingga berpengaruh terhadap kemampuan tubuh dalam menyediakan oksigen. Organ pernapasan seperti kantung hawa hanya memiliki sedikit pembuluh darah. Kerusakan sistem pernapasan pada ayam menyebabkan ayam menjadi relatif mudah terserang penyakit. Akibatnya saat organ pernapasan ayam sudah rusak, maka pengobatannya menjadi relatif lebih sulit dan kasusnya tidak bisa diatasi secara tuntas. Penurunan kadar hemoglobin juga diduga akibat menurunnya jumlah sel eritrosit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Swenson (1984) bahwa penurunan kadar hemoglobin akibat adanya gangguan pembentukan eritrosit ( ' ).

Perlakuan Sebelum Infeksi Sesudah Infeksi Rata-rata P0 Pi 1 Pi 2 K0 7,62±0,59abcd 8,10±0,41ab 8,10±0,91ab 7,93±0,67a K(-) 8,32±0,59a 6,87±0,68cde 6,70±0,57de 7,29±0,94b P1 8,45±0,29a 7,77±0,34abc 8,00±0,46ab 8,07±0,45a P2 7,63±0,41abcd 7,23±1,71bcde 6,57±1,32e 7,14±1,27b K(+) 7,93±0,69ab 6,43±0,82e 7,20±0,61bcde 7,18±0,91b Rata-rata 7,99±0,60a 7,28±1,06b 7,31±1,00b

Gambar 9 Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah infeksi

Kadar hemoglobin pada akhir pengamatan atau 2 minggu setelah infeksi (Pi 2) sedikit meningkat, akan tetapi masih berada dibawah nilai pre infeksi (PO). Kadar hemoglobin berkisar antara 6,43 ± 0,82 g / dl sampai 8,45 ± 0,29 g / dl (Tabel 4) dan profil hemoglobin dapat dilihat pada Gambar 9. Profil kadar hemoglobin pada perlakuan P2 cenderung mengalami penurunan sampai akhir penelitian. Nagpurkar . (1998), melaporkan konsumsi serbuk bawang putih yang tidak dilapisi ( & ) menyebabkan diubah menjadi

dalam lambung. Perubahan ini terjadi pada kondisi keasaman lambung (pH) yang berada di atas 1 - 3, jika tidak mencapai pH tersebut maka enzim alliinase menjadi inaktif sehingga fungsi bawang putih menjadi kurang efektif. Senyawa pelapis ini mampu melindungi sediaan dari keasaman lambung sehingga sediaan akan diabsorbsi secara maksimal di usus halus Perlakuan P1 (kunyit dan Zn) memberikan efek yang serupa dengan pemberian antibiotik setelah dilakukan infeksi Stabilnya kadar hemoglobin pada perlakuan P1 disebabkan oleh adanya kurkumin yang terkandung dalam kunyit yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi hemoglobin dari oksidasi. Reaksi oksidatif dapat merusak hemoglobin (Meyer dan Harvey 2004). Zink juga berperan sebagai antioksidan yang berfungsi membuang radikal bebas pada plasma membran

4 5 6 7 8 9 10 P0 Pi1 Pi2 H b ( g /d L) Waktu Pengamatan K0 K(-) P1 P2 K(+)

(Gropper . 2005). Keberadaan zink dalam serum dan plasma dapat menekan bakteri $ dan endotoksin yang dihasilkan .

Endotoksin dapat meningkatkan konsentrasi zink pada hati ayam (Park 2004).

Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit atau Packed Cell Volume menunjukkan perbandingan sel darah merah terhadap volume darah (Meyer dan Harvey 2004). Nilai hematokrit bervariasi tergantung dari tingkat keaktifan tubuh, adanya anemia dan ketinggian tempat tinggal (Guyton 1995). Kadar hematokrit tergantung pada jumlah sel eritrosit, ukuran eritrosit serta volume darah.

Tabel 5 Rata-rata nilai hematokrit (%) sebelum dan sesudah infeksi

Perlakuan Sebelum infeksi Setelah infeksi Rata-rata P0 Pi 1 Pi 2 K0 27,83±3,66a 30,33±3,20a 30,83±5,82a 29,66±4,32a K(-) 27,50±4,23a 23,83±3,43a 23,50±3,73a 24,94±4,03b P1 27,33±1,21a 26,83±1,17a 29,83±4,58a 28,00±2,97ab P2 27,00±0,89a 27,33±7,58a 29,00±8,85a 27,77±6,40ab K(+) 28,67±3,20a 28,00±4,60 27,00±3,79a 27,88±3,74ab Rata-rata 27,66±2,80a 27,26±4,70a 28,03±5,89a

Keterangan : 1. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

2. Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah baris menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

K0 (Pakan basal), K(-) (Pakan basal + diinfeksi ), P1 (Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), P2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZinkO 180 ppm + diinfeksi ), K(+) (Pakan basal + antibiotik +diinfeksi )

P0 : umur 3 minggu (sebelum diinfeksi), Pi 1 : seminggu, dan Pi 2 : dua minggu setelah ditantang.

Nilai hematokrit tertinggi dijumpai pada kelompok yang tidak diinfeksi, sedangkan terendah dijumpai pada kelompok yang hanya diberi pakan basal dan diinfeksi . Nilai hematokrit pada awal pengamatan (P0) sekitar 27,66 ± 2,80 %. Nilai tertinggi dijumpai pada perlakuan K(+) sebesar 28,67 ± 3,20 %, sedangkan terendah pada kelompok P2 sekitar 27,00 ± 0,89 %, walaupun nilai tersebut masih dalam kisaran normal. Menurut Jain (1993) nilai normal hematokrit ayam antara 22 - 35 %.

Gambar 10 Nilai hematokrit sebelum dan sesudah infeksi

Nilai hematokrit seminggu setelah infeksi atau pada umur 4 minggu (Pi 1) sebesar 27,26 ± 4,70 % sedikit menurun dibanding awal pengamatan (PO) sebesar 27,66 ± 2,80 % , walaupun penurunan tidak berbeda secara nyata (p > 0.05). Nilai hematokrit pada umur 5 minggu (Pi 2) sebesar 28,03 ± 5,89 % sedikit meningkat, walaupun peningkatan tidak berbeda secara nyata (p > 0.05). Hasil penelitian Emadi . (2006) dan Sugiharto (2011) melaporkan bahwa pemberian ekstrak kunyit pada ayam broiler tidak meningkatkan nilai hematokrit.

Hematokrit atau ' (PCV) adalah persentase sel darah

merah dalam 100 ml darah. Hewan normal memiliki nilai hematokrit sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Penurunan kadar hematokrit dapat terjadi pada beberapa kondisi tubuh, seperti anemia kehilangan darah akut, leukemia, kehamilan, malnutrisi, gagal ginjal. Sedangkan peningkatan nilai hematokrit dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti dehidrasi, diare berat, luka bakar, pembedahan (Kee 1997). Menurut Frandson (1992) nilai hematokrit yang tinggi menunjukkan terjadinya dehidrasi. Dehidrasi merupakan suatu keadaan dimana keseimbangan cairan tubuh terganggu karena hilangnya cairan tubuh baik cairan ekstraseluler maupun cairan interseluler tanpa diimbangi asupan cairan yang cukup. Cunningham (2002)

15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 P0 Pi1 Pi2 N il ai H e m at o k ri t (% ) K0 K(-) P1 P2 K(+) Waktu pengamatan

melaporkan peningkatan nilai hematokrit memiliki manfaat sedikit karena viskositas darah akan meningkat, diikuti dengan memperlambat aliran darah pada kapiler dan meningkatkan kerja jantung.

Dokumen terkait