• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Bulit Barisan Selatan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu taman nasional yang memiliki keanekaragaman ekosistem serta flora dan fauna yang tinggi. Taman nasional ini melindungi berbagai tipe ekosistem, mulai ekosistem pegunungan sampai ekosistem laut. Setiap tipe ekosistem merupakan habitat berbagai flora dan fauna yang beberapa diantaranya merupakan flora dan fauna khas dan atau langka.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada awalnya ditetapkan tahun 1935 sebagai Kawasan Suaka Marga Satwa, melalui Besluit Van der Gouvernour-General Van Nederlandsch Indie No 48 stbl. 1935, dengan nama SS I (Sumatra Selatan I). Selanjutnya, pada 1 April 1979 kawasan Bukit Barisan

Selatan memperoleh status sebagai Kawasan Pelestarian Alam. Pada tanggal 14 Oktober 1982 status kawasan ini dikukuhkan sebagai Taman Nasional melalui

Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982. Kemudian pada tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997, dengan nama Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS 2010).

Kawasan TNBBS terletak di ujung Selatan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera. TNBBS memiliki topografi yang cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit, curam dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 - 1.964 m dpl. Bagian lereng di sebelah Timur dan Utara cukup curam dan semakin landai pada bagian Selatan dan Barat ke arah Samudera Hindia.

Secara geografis Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS) terletak pada 4°29’ – 5o57’ LS dan 103o24’ – 104o44’ BT, meliputi areal seluas ±356.800 hektar (BTNBBS 2010). Kawasan ini membentang dari ujung Selatan Bagian Barat Provinsi Lampung hingga wilayah Provinsi Bengkulu bagian Selatan. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TNBBS termasuk ke dalam provinsi Lampung yaitu di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tangamus, serta Provinsi Bengkulu yaitu di Kabupaten Kaur. Berikut adalah tabel luasan kawasan TNBBS di dua provinsi tersebut:

Tabel 9 Distribusi luas kawasan TNBBS

Provinsi Kabupaten Luas

(ha) Persentase Terhadap Luas Total Kawasan (persen) Lampung 1. Tanggamus 10.500 3,02 2. Lampung Barat 272.645 78,38

Bengkulu 3. Bengkulu Selatan 64.711 18,60

Kawasan TNBBS dikelompokkan menjadi dua zona iklim. Bagian Barat Taman Nasional mempunyai curah hujan antara 3000-3500 per tahun dan bagian Timur Taman Nasional antara 2500-3000 mm per tahun dengan suhu berkisar 20o-28oC. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, bagian Barat Kawasan TNBBS termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari 9 (sembilan) bulan basah per tahun dan di bagian timur termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A dan mempunyai 7 (tujuh) bulan basah per tahun. Curah hujan rata-rata per tahun 2.500-3.000 mm per tahun di bagian Barat dan 3.000-4.000 mm per tahun di bagian Timur, dengan suhu berkisar 20o-28oC (BTNBBS 2010).

Kawasan TNBBS memiliki banyak fungsi, antara lain, sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan TNBBS memiliki nilai manfaat ekonomi, sosial, budaya, dan estetika, baik dirasakan secara langsung maupun tidak. Secara hidrologi, merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air (catchment area) dan melindungi sistem tata air.

Kawasan TNBBS merupakan daerah tangkapan air dan pelindung sistem tata air di dua provinsi (Lampung dan Bengkulu). Kawasan TNBBS merupakan bagian hulu sungai-sungai yang mengalir ke daerah pemukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air

(catchment area) dan melindungi sistem tata air (hidro-orologis).

Sebagian besar dari sungai-sungai yang ada mengalir ke arah Barat Daya dan bermuara di Samudera Indonesia sementara sebagian lagi bermuara ke Teluk Semangka. Sungai-sungai yang mengalir di bagian Utara taman nasional terdiri dari Air Nasal Kiri, Air Sambat, Air Nasal Kanan, Way Menula, Way Simpang dan Way Laai. Sungai-sungai yang mengalir di bagian Tengah taman nasional terdiri dari Way Tenumbang, Way Biha, Way Marang, Way Ngambur Bunuk, Way Tembuli, Way Ngaras, Way Pintau, Way Pemerihan, Way Semong, dan Way Semangka. Sementara di bagian Selatan taman nasional mengalir Way Canguk, Way Sanga, Way Menanga Kiri, Way Menanga Kanan, Way Paya, Way Kejadian, Way Sulaeman dan Way Blambangan.

Di bagian ujung Selatan taman nasional terdapat danau yang dipisahkan hanya oleh pasir pantai selebar puluhan meter yaitu Danau Menjukut (150 ha). Di bagian Tengah yaitu di daerah Suoh terdapat 4 (empat) buah danau yang letaknya berdekatan yaitu Danau Asam (160 ha), Danau Lebar (60 ha), Danau Minyak (10 ha), dan Danau Belibis (3 ha). Sementara bagian Tenggara, selatan dan Barat taman nasional dikelilingi oleh lautan yaitu perairan Teluk Semangka, Tanjung Cina dan Samudera Indonesia.

TNBBS tersusun atas berbagai tipe ekosistem yang lengkap mulai ekosistem rawa, estuari, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan hujan bukit, hutan hujan pegunungan bawah dan hutan hujan pegunungan tinggi. Hutan hujan dataran rendah (0 - 500 m dpl) seluas ±44,04 persen (160.560 ha) dari luasan total kawasan, hutan hujan bukit (500 - 1000 mdpl) ±34.34 persen (121.312 ha). Sementara itu hutan hujan pegunungan dengan ketinggian di atas 1000 mdpl yang terdiri dari hutan hujan pegunungan bawah ±20.20 persen (60.656 ha), dimana ±3 persen (10.704 ha) merupakan hutan hujan pegunungan tinggi. Hutan hujan rawa dan atau perairan seluas 1,42 persen luas total kawasan (BTNBBS

2011). Dari keseluruhan tipe ekosistem tersebut, hutan hujan tropis dataran rendah merupakan tipe ekosistem terbesar, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan semakin terancam kelestariannya akibat berbagai aktivitas manusia. Selain itu dari Tanjung Cina sampai Way Pemerihan merupakan satu-satunya ekosistem hutan pantai yang kering yang terdapat di kawasan konservasi di Sumatera.

Hutan hujan dataran rendah didominasi oleh Shorea sp., Dipterocarpus

sp., dan Hopea sp. dengan jenis tumbuhan bawah diantaranya Urophyllum sp.,

Phrynium sp., Korthalsi sp., Calamus sp., Famili pohon yang dominan pada hutan hujan bukit adalah dipterocarpaceae, lauraceae, myrtaceae, dan annonaceae dengan tumbuhan bawah diantaranya Neolitsea cassianeforia, Psychotria rhinocerotis, Areaca sp., dan Globba pendella. Sedangkan vegetasi yang umum dijumpai di lahan basah dan pesisir adalah Terminalia cattapa, Hibiscus sp.,

Baringtonia asiatica, Callophyllum inophyllum, Casuarina sp., Pandanus sp.,

Ficus septica.Spesies pohon dari famili lauraceae, myrtaceae, dipterocarpaceae dan fagaceae khususnya Magnolia sp., Quercus sp., Garcinia sp., hidup di hutan hujan pegunungan bawah sementara Eugenia sp., dan Castanopsis sp dominan di hutan hujan pegunungan tinggi (BTNBBS 2010).

Secara umum telah teridentifikasi paling sedikit 514 jenis pohon dan tumbuhan bawah, 128 jenis anggrek, 26 jenis rotan, dan 25 jenis bambu, 137 jenis tanaman obat, dan 2 jenis tumbuhan langka yang hidup di kawasan TNBBS (BTNBBS 2011). Jenis pohon dan tumbuhan bawah didominasi oleh dari famili lauraceae, myrtaceae, dipterocarpaceae dan fagaceae, annonaceae, rosaceae, zingibberaceae. Jenis-jenis rumput laut (sea weed) ditemukan di Pesisir Selatan Sumatera diantaranya Sargassym gracillum, Acnthopora specifesa, Hypnea musciformis, Sargassum echinocarpum dan Turbinaria ornate sementara jenis

Thallasis sp hidup di sepanjang Teluk Belimbing.

Kawasan TNBBS juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis tumbuhan yang memiliki nilai pemanfaatan tradisional seperti jenis-jenis penghasil getah diantaranya Damar Mata Kucing (Shorea javanicia), Damar Batu

(Shorea ovalis) dan Jelutung (Dyera sp). Selain itu kawasan TNBBS juga merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga Rafflesia (Rafflesia sp) dan 2 jenis bunga bangkai yaitu bunga bangkai jangkung (Amorphophallus decus-silvae), bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) dan anggrek raksasa (Grammatophylum speciosum).

Kawasan TNBBS memiliki nilai penting bagi upaya konservasi beberapa satwa langka dan terancam punah. Secara umum telah teridentifikasi 122 jenis mamalia termasuk 7 jenis primata, 450 jenis burung termasuk 9 jenis burung rangkong, 123 jenis herpetofauna (reptil dan amphibi), 53 jenis ikan dan 221 jenis serangga. Terdapat 15 jenis satwa yang termasuk dalam appendix 1 menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang berarti jenis satwa tersebut dilarang dari segala bentuk perdagangan internasional (BTNBBS 2011). Tercatat 6 jenis binatang mamalia terancam punah menurut Red Data Book IUCN (International Union for Conservation of Nature), yaitu Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Beruang Madu (Helarctos malayanus),

dan Ajag (Cuon alpinus). Hal inilah yang menjadikan TNBBS ditetapkan sebagai kawasan prioritas utama konservasi satwa langka tersebut.

Di kawasan TNBBS diperkirakan sedikitnya terdapat 100 – 130 ekor gajah terdiri dari beberapa kelompok tersebar masing-masing di sekitar Sekincau, Lemong, Bengkunat, Sumberejo, Pemerihan, Way Haru, Belimbing, Tampang, Way Nipah, dan Sukaraja. Sedangkan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) pada mulanya tersebar di seluruh Pulau Sumatera, namun karena fragmentasi hutan maka habitatnya terpisah dalam kantong-kantong diantaranya adalah kawasan TNBBS. Di kawasan TNBBS diperkirakan populasi badak 30 – 40 ekor. Penyebarannya terdapat di bagian Tengah Selatan kawasan TNBBS yaitu mulai dari Marang sampai Belimbing.

Jenis fauna lain di TNBBS adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis) yang merupakan salah satu jenis mamalia langka yang memiliki daya jelajah paling luas dibandingkan mamalia lainnya. Populasi satwa di kawasan TNBBS diperkirakan 45-60 ekor. Kerbau Liar (Bubalus bubalus) terdapat di bagian selatan kawasan TNBBS di Belimbing (Blambangan dan Way Sleman), Kalong (Pteuropus vampyrus) banyak ditemukan di sepanjang Muara Way Sleman. Sedangkan jenis kelelawar kecil menempati bagian-bagian Gua Way Paya dan Way Nenok. Beberapa jenis penyu yang juga langka antara lain Penyu Sisik, Penyu Hijau dan Penyu Blimbing dapat dijumpai antara Danau Menjukut, Blambangan, Penerusan. Satwa penting lainnya adalah Kambing Hutan, Rusa, dan Kelinci Sumatera (BTNBBS 2010).

Di kawasan TNBBS terdapat 7 (tujuh) jenis primata yaitu Siamang (Symphalangus syndactylus), Owa (Hylobates agilis), Lutung (Presbytis cristata

dan Presbytis melalophos), Beruk (Macaca nemestrina), Kera (Macaca fascicularis), dan Binatang Hantu (Tarsius bancanus). Jenis burung yang terdapat di TNBBS antaralain Kuau Kerdil Sumatera (Polyplectron chalcurum), Pita Raksasa (Pitta caeurella) dan Tokhtor Sumatera (Carposossyx viridis). Jenis burung Tokhtor Sumatera dilaporkan tidak pernah lagi ditemukan sejak tahun 1916 namun ditemukan di TNBBS (BTNBBS 2010).

Dalam pengelolaan taman nasional, sebagaimana definisi dan fungsinya, TNBBS dikelola berdasarkan zonasi yang terdiri dari zona inti (159.464 ha), zona rimba (104.887 ha), zona pemanfaatan (8.039 ha), dan zona penyangga yang dikembangkan berdasarkan potensi dan kepentingan konservasi sumberdaya hutan dan ekosistemnya terdiri dari zona rehabilitasi (75.732 ha), pemanfaatan tradisional (7.242 ha), zona religi (4 ha) dan pemanfaatan khusus (142 ha) (BTNBBS 2011). Peta pembagian zona/mintakat di TNBBS dan penataan zonasi di desa lokasi pemberdayaan masyarakat MDK di Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu sebagaimana dalam Lampiran 5 - 6.

Masyarakat di sekitar kawasan TNBBS

Masyarakat di sekitar kawasan merupakan potensi penting sebagai pelaku utama dalam menjaga kelestarian TNBBS. Keterlibatan masyarakat tersebut sangat mungkin untuk dikembangkan mengingat merekalah yang akan merasakan dampak positif dengan terjaganya kelestarian kawasan TNBBS yang berada di sekitar mereka.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan kawasan konservasi yang dikelilingi oleh 210 desa yang tersebar pada tiga Provinsi, yaitu Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan (tabel 9). Diantara desa-desa tersebut, sekitar 53 desa merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS termasuk Sukaraja dan Kubu Perahu. Bagi wilayah sekitar ini, kawasan TNBBS memiliki nilai penting dan strategis tidak hanya secara ekonomi, ekologi, tetapi juga sosial budaya (BTNBBS 2010).

Tabel 10 Desa di Sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Provinsi Kabupaten Jumlah Desa Jumlah Penduduk (jiwa)

Lampung a. Lampung Barat

b. Tanggamus 150 38 418.560 534.595 Bengkulu Kaur 19 107.267

Sumatera Selatan Ogan Komering Ulu 13 318.428

Jumlah Total 1.379.210

Sumber: BTNBBS (2011)

Banyaknya desa di sekitar kawasan TNBBS berimplikasi pada banyaknya batas buatan antara kawasan dengan desa-desa di sekitarnya tersebut. Total panjang batas kawasan baik alam maupun buatan adalah +893,39 km. dari total batas tersebut, +797,95 km atau hampir 90 persen adalah batas buatan.

Jumlah penduduk yang bermukim di sekitar kawasan TNBBS adalah +1.379.210 jiwa (BTNBBS, 2011). Berdasarkan hasil kajian BPS Tahun 2007 sebagaimana diacu dalam BTNBBS (2010) jumlah penduduk miskin yang berada di kecamatan–kecamatan tersebut berjumlah 13.978 KK (69,18 persen). Sebagian besar masyarakat ini bermata pencaharian sebagai petani (BTNBBS 2010).

Disamping masyarakat asli, masyarakat yang berada di sekitar TNBBS merupakan sekumpulan suku-suku (Sunda, Jawa, dan Semendo) yang mendiami beberapa wilayah di dalam dan sekitar kawasan. Pada umumnya suku Jawa dan Sunda merupakan masyarakat transmigran yang kemudian karena keterbatasan lahan garapan dan kesempatan berusaha, sebagian besar dari mereka mencari tempat baru dengan membuka hutan. Masyarakat di sekitar TNBBS tinggal di desa-desa sekitar kawasan baik di daerah penyangga maupun enclave.

Dalam upaya pelibatan masyarakat, salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah pemberdayaan masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) yang berlokasi di Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu.

Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu sebagai lokasi pemberdayaan Masyarakat Model Desa Konservasi (MDK)

Letak wilayah

Pekon Sukaraja secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Secara administratif

pengelolaan TNBBS, wilayah ini termasuk dalam Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Sukaraja.

Secara administratif pekon Kubu Perahu termasuk dalam Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Dalam pengelolaan taman nasional, Kubu Perahu termasuk dalam Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Wilayah Kubu Perahu.

Sebagian besar wilayah kedua pekon baik Sukaraja maupun Kubu perahu, berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS. Pekon Sukaraja dengan luas wilayah ± 723 ha ini terdiri dari 10 dusun yaitu dusun Sukaraja Pasar, Poncol, Way Tebing, Mojoroto, Klaten, Sukaraja, Wonorejo, Wonosari, Sumberejo dan Gunung Pete. Sebagian besar wilayah Pekon Sukaraja berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS, sebelah Utara berbatasan dengan Pekon Sedayu; sebelah Selatan berbatasan dengan Pekon Kacapura; sebelah Timur berbatasan dengan Pekon Bangunsari; dan sebelah Barat berbatasan dengan kawasan hutan TNBBS.

Pekon Kubu Perahu terdiri dari 4 (empat) dusun yakni Dusun Taman Indah, Kampung Baru dan Taman Jaya yang letaknya berdekatan dengan ibukota Kabupaten Lampung Barat di Liwa dan Dusun Kubu Perahu yang letaknya paling jauh dibandingkan dusun yang lain yaitu sekitar 7 km dari ibukota Kabupaten. Pekon Kubu Perahu terutama di sebelah barat berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNBBS dengan topografi berbukit dan tingkat kelerengan relatif tinggi. Kubu Perahu merupakan wilayah enclave kawasan Taman Nasonal Bukit Barisan Selatan. Secara geografis, Kubu Perahu terletak di dalam kawasan taman nasional, pekon ini telah ada sebelum kawasan ditetapkan sebagai taman nasional. Sebagai wilayah enclave, Kubu Perahu dikelilingi oleh kawasan taman Nasional, sehingga hampir semua batas wilayahnya merupakan kawasan taman nasional. Ilustrasi batas antara Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS sebagaimana dalam Lampiran 7.

Jumlah penduduk

Penduduk Pekon Sukaraja relatif homogen dalam strata sosial, budaya termasuk latar belakang pendidikan. Mayoritas penduduk beragama Islam (99,2 persen), hanya 4 KK atau 0,8 persen yang memeluk agama Katolik. Jumlah penduduk ±3431 jiwa (715 KK). Dari jumlah penduduk tersebut, penduduk laki laki berjumlah 1572 orang atau 46 persen, lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan yakni 1859 orang atau 54 persen.

Penduduk Pekon Kubu Perahu terdiri dari 1.941 jiwa yang terdiri dari 515 KK dengan kepadatan 44,6 jiwa per km2. Dari jumlah penduduk tersebut, penduduk laki-laki berjumlah 954 orang (54,2 persen). Jumlah ini sedikit lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan yakni dan 805 orang (45,8 persen), namun secara umum dapat dikatakan dalam kondisi seimbang (BTNBBS 2010).

Berdasarkan komposisi umur, penduduk Kubu Perahu termasuk dalam piramida penduduk yang ideal, dimana usia produktif ( 16 – 60 tahun) merupakan piramida terbesar sebanyak 62,26 persen diikuti usia anak-anak (0 – 15 tahun) sebesar 34,25 persen dan piramida puncak dengan prosentase terkecil adalah usia tua (> 60 tahun) sebesar 3,49 persen.

Etnis Pemukim

Etnis pemukim Pekon Sukaraja selain penduduk asli (Lampung) yang sudah turun temurun mendiamiwilayah tersebut, banyak pendatang dari berbagai wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Palembang. Sebagian besar masyarakat berasal dari etnis Jawa yang melakukan perpindahan ke wilayah Sumatera. Etnis Jawa mendominasi kehidupan sosial budaya masyarakat sebesar 91 persen sedangkan etnis lainnya adalah Lampung dan Palembang sebesar 9 persen. Suku Jawa mendominasi hampir di seluruh dusun sedangkan suku Lampung dan Palembang berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan suku Jawa sehingga umumnya mereka mengikuti budaya masyarakat mayoritas terutama bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa Jawa. Komposisi penduduk Pekon Sukaraja berdasarkan etnis pemukim disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 4 Komposisi penduduk Pekon Sukaraja berdasarkan etnis pemukim

Demikian pula masyarakat Pekon Kubu Perahu, selain penduduk asli yang sudah turun temurun mendiami wilayah tersebut, cukup banyak pendatang dari berbagai wilayah. Pendatang umumnya berasal dari Jawa Barat (etnis Sunda) sebesar 60 persen, sebagian berasal dari Jawa Tengah (10 persen). Sedangkan etnis asli Lampung sebanyak 20 persen dan sisanya sebesar 10 persen merupakan etnis pendatang dari Padang dan Batak. Komposisi penduduk Pekon Kubu Perahu berdasarkan etnis pemukim disajikan dalam diagram berikut:

Berbeda dengan dusun-dusun lain, lokasi penelitian di Dusun Kubu Perahu mayoritas penduduk adalah etnis asli Lampung, sedangkan di dusun lainnya didominasi oleh pendatang.

Potensi Pekon

Pekon Sukaraja merupakan daerah penyangga yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS. Kondisi demikian menjadikan Pekon Sukaraja merupakan daerah strategis sebagai penyangga kelestarian kawasan. Kawasan Sukaraja Atas merupakan bagian hulu sungai Pemerihan. Demikian pula dengan Pekon kubu perahu, pekon ini sangat strategis sebagai model desa konservasi. Potensi Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu sebagaimana dalam Tabel berikut:

Tabel 11 Potensi Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu sebagai lokasi pemberdayaan MDK

Jenis Potensi Sukaraja Kubu Perahu

Lanskap Lanskap berbukit, daerah

pertanian dan permukiman.

Lanskap pegunungan rendah, daerah pertanian, pemukiman

Tipe ekosistem Hutan Hujan Bukit yang relatif masih asli, habitat penting bagi jenis-jenis tumbuhan unik dan langka

Hutan hujan pegunungan tengah yang relatif masih asli. Merupakan habitat penting bagi berbagai jenis anggrek alam dan berbagai jenis burung.

Jenis vegetasi (flora) Terdapat jenis langka dan dilindungi yaitu Bunga Rafflesia (Rafllesia sp), Bunga Bangkai (Amorphophallus sp)

Terdapat sedikitnya 59 jenis anggrek alam. Dua di antaranya merupakan jenis yang dilindungi, yaitu Anggrek Hitam (Gramatophlum sp) dan Anggrek Bulan Sumatera (Phalaenopsis sumatranus). Jenis fauna Terdapat jenis fauna langka

dan dilindungi yaitu Harimau dan Badak Sumatera

Terdapat sedikitnya 136 jenis burung, seperti Rangkong (Buceros sp) dan Kuau (Argusianus argus). Terdapat sedikitnya 49 jenis mamalia, diantaranya siamang (Hylobates syndactyllus), owa (Hylobates agilis) dan simpai (Presbytis melalophos) dan mamalia besar, seperti beruang madu (Helarctos malayanus), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).

Wisata Pemandangan perairan Teluk

Semangka, sungai dan hutan. Wilayah ini sangat potensial bagi wisata alam, berkemah, foto hunting, pengamatan flora dan fauna. Di Sukaraja Atas, terdapat beberapa obyek ekowisata yaitu air terjun bumi perkemahan, sarana out-bound, dan pengembangan museum ekowisata (arboretum flora dan fauna)

Pemandangan indah strata tajuk hutan hujan pegunungan yang masih asli, hawa sejuk dan segar, juga penjelajahan hutan, pengamatan flora dan fauna, foto hunting, berkemah, memancing, dan rekreasi air terjun yaitu Sepapa Kanan (20 m) dan Sepapa Kiri (60 m). Di Kubu Perahu, mengalir sebuah sungai utama, yaitu Way Sindalapai dengan ratusan anak sungai. Sungai-sungai mengalir relatif stabil karena didukung banyaknya flora penutup tanah dan belum terganggunya air tanah dangkal sebagai sumber mata air.

Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS, masyarakat Sukaraja memiliki hubungan erat dengan TNBBS, demikian pula dengan Kubu Perahu. Hasil kuesioner dan observasi lapangan baik di Sukaraja maupun di Kubu Perahu menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk pertanian dan keperluan lainnya tergantung pada kondisi kawasan TNBBS di daerah hulu. Bahkan di Sukaraja, sebagian masyarakat yang berada di wilayah hulu (Wonorejo dan Wonosari) pada saat-saat tertentu sangat kesulitan air sehingga mereka masuk kawasan TNBBS untuk mencari sumber-sumber air.

Potensi hasil hutan non kayu di Sukaraja adalah bambu. Namun untuk kebutuhan kayu lokal belum terpenuhi sehingga upaya mengembangkan tanaman kayu di lahan masyarakat sangat perlu dilakukan sebagai upaya mengurangi gangguan terhadap kawasan. Selain itu, sebelum adanya kegiatan pemberdayaan, masyarakat melakukan kegiatan berburu, mengambil damar dan rotan dari kawasan untuk dijual pada penampung. Selain itu mereka juga melakukan aktivitas perambahan sebagai upaya memperluas lahan garapan untuk ditanami komoditas pertanian/perkebunan. Belum adanya fasilitas penerangan (listrik) juga merupakan permasalahan utama masyarakat di Sukaraja.

Berdasarkan tata guna lahan, penggunaan lahan di Pekon Kubu Perahu adalah untuk tanaman pangan dengan menggunakan pengairan yang berasal dari dalam kawasan. Lahan pertanian tersebut ada hanya dapat dijumpai di dusun Kubu Perahu yang merupakan enclave. Selain digunakan untuk pertanian, lahan tersebut digunakan pula untuk kegiatan perikanan. Meskipun terdapat keterbatasan lahan di Pekon Kubu Perahu khususnya di dusun Kubu Perahu, namun terdapat potensi belum dioptimalkan pemanfataannya yaitu ketersediaan air sebagai unsur penting dalam kegiatan pertanian, perkebunan, dan perikanan sangat melimpah dari kawasan TNBBS. Potensi lain yang dimiliki oleh Pekon Kubu Perahu adalah potensi sumberdaya alam berupa kekayaan tanaman hias seperti beragam jenis anggrek. Masyarakat Pekon Kubu dapat mengembangkan budidaya tanaman hias dalam hal ini anggrek yang merupakan tanaman hias yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Pendidikan dan mata pencaharian

Pada umumnya, tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pendidikan masyarakat Pekon Sukaraja yang didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar bahkan banyak juga yang tidak tamat

Dokumen terkait