• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Petani dan Usahatani Padi Sawah

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa di semua wilayah di Indonesia mayoritas petani masih tergolong sebagai petani gurem dengan luas lahan rata- rata kurang dari setengah hektar. Wilayah terbanyak persentase petani guremnya

adalah wilayah Bali sebesar 95.1 persen diikuti kemudian dengan wilayah Jawa sebesar 88.7 persen. Di wilayah Jawa dan wilayah Bali terjadinya fragmentasi/pemecahan lahan sawah menjadi lahan yang lebih sempit terjadi akibat tekanan jumlah penduduk terhadap kebutuhan lahan non pertanian yang semakin kuat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat. Adanya kewajiban pewarisan di wilayah Jawa yang mayoritas berpenduduk muslim berimplikasi pada terjadinya pemecahan lahan sawah menjadi lahan yang semakin

Tabel 6 Persentase petani padi sawah menurut kelompok umur dan wilayah

Kelompok Umur Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya

< 30 4.14 2.35 1.63 5.90 30 - 35 7.62 4.08 4.09 11.22 35 - 40 13.39 10.35 10.90 16.40 40 - 45 14.57 14.04 13.90 18.56 45 - 50 19.01 18.46 15.53 16.40 > 50 41.27 50.73 53.95 31.51 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 Rata-rata umur petani (th) 49 51 52 46 Tabel 5 Persentase petani padi sawah menurut luas lahan dan

wilayah Kelompok Luas Lahan

(ha)

Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya < 0,25 47.86 65.55 68.94 31.08 0,25 - 0,50 31.36 23.15 26.16 35.68 0,50 - 0,75 9.76 6.66 3.27 11.51 0,75 - 1.00 7.25 2.24 1.63 11.65 > 1.00 3.77 2.40 0.00 10.07 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 Rata-rata luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

sempit atau bahkan terjadi mutasi lahan karena dijual untuk kemudian hasil penjualannya dibagikan kepada ahli warisnya.

Struktur umur petani padi sawah di Indonesia tergolong petani tua. Seperti tersaji pada Tabel 6, pada umumnya di semua wilayah persentase terbesar (sekitar 50 persen) petaninya adalah petani usia tua yang berumur lebih dari 50 tahun. Rata-rata umur petani padi sawah di wilayah Bali (52 tahun) relatif paling tua dibandingkan wilayah lain. Jika pola struktur umur petani konsisten dan diasumsikan tidak terjadi perpindahan lapangan kerja dari petani padi sawah dan petani akan berhenti bertani di usia 60 tahun, maka sepuluh tahun mendatang Indonesia akan kehilangan hampir separuh petani padi sawah. Hal ini tentu tidak bisa diabaikan oleh pemerintah, karena bisa mengancam ketersediaan pangan nasional. Karenanya diperlukan kebijakan bagaimana menumbuhkan kecintaan berusahatani padi sawah dan menumbuhkan minat generasi muda untuk bersedia menjadi petani padi sawah.

Persentase petani laki-laki seperti ditunjukan pada Tabel 7 jauh lebih besar jumlahnya (lebih dari 85 persen) dibandingkan petani perempuan di seluruh wilayah penelitian, bahkan di wilayah Bali persentase petani laki-laki mencapai 98.91 persen. Secara umum rata-rata luas lahan yang dikuasi oleh petani laki-laki lebih luas dibandingkan luas lahan yang dikuasi petani perempuan, kecuali di Wilayah Bali rata-rata luas lahan yang dikuasi petani perempuan justru lebih luas dibanding petani laki-laki. Produktivitas lahan sawah yang dikuasi petani laki-laki di Wilayah Sumatera dan Bali relatif lebih tinggi dibanding produktivitas lahan sawah yang dikuasi petani perempuan, sebaliknya produktivitas lahan sawah yang dikuasai petani perempuan di Wilayah Jawa dan Wilayah Lainnya relatif lebih tinggi dibandingkan produktivitas lahan sawah yang dikuasai petani laki-laki di wilayah tersebut.

Tabel 7 Persentase petani padi sawah menurut jenis kelamin dan wilayah

Jenis Kelamin Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Petani perempuan

Persentase petani 14.28 8.95 1.09 7.77

Luas lahan (ha) 0.27 0.24 0.26 0.45

Produktivitas (ton/ha) 5.08 5.23 3.31 4.66 Petani laki-laki

Persentase petani 85.72 91.05 98.91 92.23

Luas lahan (ha) 0.44 0.28 0.24 0.60

Produktivitas (ton/ha) 5.12 5.07 4.49 4.65 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Pendidikan yang ditamatkan petani padi sawah seperti terlihat pada Tabel 8 di semua wilayah umumnya masih rendah. Lebih dari 60 persen petani hanya berpendidikan maksimal tamat SD/sederajat, bahkan di wilayah Jawa mencapai 83.44 persen. Walaupun tingkat pendidikan formal ini tidak dapat serta merta ditingkatkan, namun hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mempersiapkan calon petani padi sawah di masa mendatang agar memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna tentang penggunaan input-input produksi. Berarti semakin tinggi tingkat pendidikan akan berdampak pada kemauan dan kemampuan petani dalam mengakses informasi tentang penggunaan faktor produksi. Peningkatan pendidikan baik formal maupun non formal dapat meningkatkan kualitas pengelolaan usahatani karena dengan peningkatan pendidikan akan terjadi peningkatan pengetahuan, wawasan,

Tabel 9 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut pembiayaan usahatani dan wilayah

Pembiayaan usahatani Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Biaya

sendiri

Persentase petani 79.44 84.12 73.30 71.37

Luas lahan (ha) 0.38 0.26 0.23 0.52

Produktivitas (ton/ha) 5.13 5.07 4.55 4.50 Menerima

pinjaman

Persentase petani 20.56 15.88 26.70 28.63

Luas lahan (ha) 0.56 0.36 0.28 0.75

Produktivitas (ton/ha) 5.05 5.12 4.26 5.05 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Produktivitas (ton/ha) 5.11 5.08 4.47 4.65 Tabel 8 Persentase petani padi sawah menurut pendidikan dan

wilayah

Pendidikan Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Tidak/belum tamat SD 20.27 31.26 33.24 33.67 Tamat SD/sederajat 39.28 52.18 40.33 32.95 Tamat SLTP/sederajat 24.04 9.84 11.99 17.41 Tamat SLTA/sederajat 13.98 4.87 13.08 12.95 Tamat D1/D2 0.52 0.45 0.27 1.15 Tamat Akademi/D3 0.30 0.28 0.00 0.00 Tamat D4/S1 1.55 1.06 1.09 1.73 Tamat S2/S3 0.07 0.06 0.00 0.14 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

keterampilan, sikap positif, logis dalam berfikir, adaptif, inisiatif, lebih risk taker, serta meningkatkan rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal yang baru.

Sumber pembiayaan usahatani bisa bersumber dari biaya sendiri ataupun dari pinjaman. Pinjaman bisa berupa pinjaman berbunga maupun pinjaman tidak berbunga. Pinjaman bisa berasal dari bank, BPR, lembaga keuangan lain, koperasi ataupun perorangan. Menurut BPS (2011), 64.77 persen sumber pembiayaan petani yang melakukan pinjaman bersumber dari perorangan. Beberapa alasan mengapa petani tidak meminjam di bank karena petani merasa prosesnya berbelit- belit (20.90 persen), tidak punya agunan (20.13 persen), karena suku bunga tinggi (18.90 persen) serta tidak tahu prosedur (18 persen). Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi sawah tidak menerima pinjaman dalam pembiayaan usahataninya. Dari hasil pengolahan ini diketahui juga bahwa petani penerima pinjaman memiliki luas lahan yang relatif lebih luas dibandingkan petani yang tidak menerima pinjaman. Produktivitas petani yang menerima pinjaman di wilayah Jawa relatif lebih tinggi dibandingkan produktivitas petani yang tidak menerima pinjaman usahatani, dan berlaku sebaliknya di wilayah Sumatera dan Bali.

Sebagian besar petani padi sawah di Indonesia menggunakan traktor dalam membantu pengolahan lahannya seperti tersaji pada Tabel 10, dan penggunaan traktor tersebut masih didominasi oleh pemilik lahan yang relatif lebih luas dibanding petani yang tidak menggunakan traktor. Sebagai contoh di wilayah Jawa yang secara umum rata-rata luas lahan sawahnya 0.28 ha, petani yang menggunakan traktor sebanyak 63.65 persen dengan rata-rata luas lahan sebesar 0.33 ha. Sementara rata-rata luas lahan petani yang tidak menggunakan traktor hanya sebesar 0.19 ha saja. Hasil pengolahan juga menunjukkan bahwa secara umum petani yang menggunakan traktor relatif lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan petani yang tidak menggunakan traktor.

Tabel 10 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut penggunaan alat bantu pengolahan lahan dan wilayah

Alat bantu pengolahan lahan Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Tidak

menggunakan traktor

Persentase petani 23.08 36.35 33.79 18.99

Luas lahan (ha) 0.31 0.19 0.23 0.35

Produktivitas (ton/ha) 4.95 4.84 3.86 4.27 Menggunakan

traktor

Persentase petani 76.92 63.65 66.21 81.01

Luas lahan (ha) 0.45 0.33 0.25 0.64

Produktivitas (ton/ha) 5.16 5.22 4.78 4.74 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pengolahan seperti traktor dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani. Namun penggunaan traktor hanya akan efektif pada luas lahan yang relatif luas, karena untuk penggunaan di lahan sempit justru lebih sulit digunakan

dan tidak efektif. Sehingga petani dengan luas lahan sempit lebih memilih penggunaan tenaga hewan seperti sapi dan kerbau atau juga tenaga manusia untuk melakukan pengolahan lahan sawahnya.

Penyuluhan usahatani dinilai penting dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi sawah. Melalui penyuluhan petani bisa mendapatkan informasi terkini bagaimana cara berusahatani yang lebih baik, bagaimana cara menggunakan teknologi yang lebih baik sesuai anjuran dan standar yang ada, dan bagaimana cara mengalokasikan anggarannya untuk pembelian input sehingga petani bisa lebih efisien dalam usahataninya. Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa sinergi antara keaktifan anggota kelompok tani dan tingginya peranan lembaga penyuluhan dalam membantu dan mendampingi petani mengelola usahataninya sangat penting dalam mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani. Tabel 11 menunjukkan bahwa hanya petani di wilayah Bali yang mayoritas memperoleh penyuluhan (58 persen). Hasil pengolahan juga menunjukkan bahwa petani-petani dengan rata-rata lahan yang relatif lebih luas yang memperoleh penyuluhan. Petani yang memperoleh penyuluhan di wilayah Jawa dan Bali memiliki produktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak menerima penyuluhan.

Fakta bahwa petani di wilayah Sumatera dan Jawa banyak yang tidak memperoleh penyuluhan masih perlu dikaji lebih lanjut, karena terkait dengan apakah tidak memperoleh penyuluhan disebabkan oleh tidak adanya kegiatan penyuluhan dari lembaga penyuluhan yang ada, atau tidak mendapatkan penyuluhan karena ketidakhadiran petani saat kegiatan penyuluhan dilakukan. Biasanya penyuluhan diberikan kepada kelompok tani yang ada di wilayah tersebut agar lebih mudah dalam memobilisasi petani, sehingga perolehan penyuluhan sangat bergantung pada keaktifan anggota kelompok tani tersebut.

Tabel 11 Persentase petani dan rata-rata luas lahan padi sawah menurut perolehan penyuluhan dan wilayah

Penyuluhan Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Tidak memperoleh

penyuluhan

Persentase petani 66.35 54.03 41.96 55.83

Luas lahan (ha) 0.39 0.25 0.23 0.49

Produktivitas (ton/ha) 5.13 4.97 3.92 4.67 Memperoleh

penyuluhan

Persentase petani 33.65 45.97 58.04 44.17

Luas lahan (ha) 0.47 0.31 0.25 0.70

Produktivitas (ton/ha) 5.09 5.22 4.87 4.64

Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Produktivitas (ton/ha) 5.11 5.08 4.47 4.65

Fakta bahwa mayoritas petani padi sawah di seluruh Indonesia menjadi anggota kelompok tani seperti tersaji pada Tabel 13 menimbulkan pertanyaan terkait dengan fakta bahwa ternyata tidak banyak petani tersebut yang mendapatkan penyuluhan terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Bisa jadi memang tidak ada korelasi antara keberadaan kelompok tani dengan perolehan penyuluhan. Namun biasanya lembaga penyuluhan memanfaatkan keberadaan kelompok tani sebagai saranya untuk melakukan diseminasi terkait usahatani. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak petani yang menjadi anggota kelompok tani, namun tidak aktif dalam kelompok tani sehingga merasa tidak mendapatkan penyuluhan usahatani.

Bantuan usaha yang dimaksud pada Tabel 12 adalah bantuan usahatani berupa hibah (gratis) atau subsidi yang berasal dari pemerintah, lembaga non pemerintah ataupun dari perorangan. Bantuan bisa berbentuk benih, pupuk, pestisida, alat/mesin pertanian maupun pembiayaan. Terlihat pada tabel hasil

Tabel 12 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut bantuan usahatani dan wilayah

Bantuan usaha Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Tidak

menerima bantuan

Persentase petani 51.04 51.51 13.35 31.37

Luas lahan (ha) 0.40 0.24 0.23 0.41

Produktivitas (ton/ha) 5.07 5.14 3.79 4.57 Menerima

bantuan

Persentase petani 48.96 48.49 86.65 68.63

Luas lahan (ha) 0.44 0.32 0.25 0.67

Produktivitas (ton/ha) 5.16 5.02 4.58 4.69 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Produktivitas (ton/ha) 5.11 5.08 4.47 4.65 Tabel 13 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut keanggotaan kelompok tani dan wilayah

Keanggotaan poktan Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Bukan

anggota poktan

Persentase petani 32.62 42.79 22.62 25.76

Luas lahan (ha) 0.33 0.25 0.23 0.33

Produktivitas (ton/ha) 5.11 4.88 4.09 4.63 Menjadi

anggota poktan

Persentase petani 67.38 57.21 77.38 74.24

Luas lahan (ha) 0.46 0.30 0.25 0.67

Produktivitas (ton/ha) 5.12 5.24 4.58 4.66 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

pengolahan ini bahwa sekitar 51 persen petani di wilayah Sumatera dan Jawa tidak menerima bantuan, sebaliknya 86.65 persen petani di wilayah Bali menerima bantuan. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa petani yang mendapat bantuan adalah petani yang memiliki lahan relatif lebih luas daripada petani yang tidak menerima bantuan, dan petani penerima bantuan di wilayah Sumatera dan Bali memiliki produktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan petani di wilayah Jawa.

Persentase petani yang berusahatani pada saat musim hujan relatif lebih banyak dibandingkan petani yang berusahatani pada saat musim kemarau, kecuali Wilayah Bali yang justru lebih banyak berusahatani saat musim kemarau. Bali terkenal dengan penataan jaringan irigasi yang terorganisir dengan cukup baik yang disebut Subak. Hal ini menyebabkan petani tetap berusahatani dengan baik walaupun pada kondisi musim kemarau. Sebaliknya di wilayah selain Bali harus menjadi perhatian pemerintah dalam hal rehabilitasi dan pemeliharaan irigasinya, agar pada saat musim kemaraupun petani tetap bisa berusahatani dengan baik.

Tabel 15 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut status kepemilikan lahan dan wilayah

Status kepemilikan lahan Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Lahan

bukan milik sendiri

Persentase petani 30.77 21.03 41.14 25.04

Luas lahan (ha) 0.37 0.32 0.29 0.71

Produktivitas (ton/ha) 5.03 5.11 3.92 4.63 Lahan milik

sendiri

Persentase petani 69.23 78.97 58.86 74.96

Luas lahan (ha) 0.44 0.27 0.21 0.55

Produktivitas (ton/ha) 5.15 5.07 4.86 4.66 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Produktivitas (ton/ha) 5.11 5.08 4.47 4.65 Tabel 14 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas

padi sawah menurut musim tanam dan wilayah

Musim tanam Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Musim

kemarau

Persentase petani 45.49 34.62 52.32 49.78

Luas lahan (ha) 0.38 0.27 0.26 0.60

Produktivitas (ton/ha) 5.13 5.01 4.50 4.77 Musim

hujan

Persentase petani 54.51 65.38 47.68 50.22

Luas lahan (ha) 0.45 0.28 0.23 0.57

Produktivitas (ton/ha) 5.10 5.12 4.44 4.54 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

Mayoritas petani di Indonesia mengelola lahan milik sendiri seperti tersaji pada Tabel 15, namun jika dilihat dari rata-rata luas lahannya dapat diketahui bahwa kepemilikan lahan di Sumatera relatif lebih luas. Wilayah Jawa dan Bali yang relatif padat penduduknya dibandingkan wilayah Sumatera, kepemilikan lahannya cenderung lebih sempit dibandingkan di wilayah Sumatera. Semakin luas lahan sawah, tentunya semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan. Karena kepemilikan lahan penting bagi petani dari sisi prestise dan sense of belonging yang akan mendorong produktivitas, maka perlu dipertibangkan oleh pemerintah bagaimana cara memperluas kepemilikan lahan petani. Namun untuk wilayah Jawa dan Bali yang relatif padat penduduknya, tentunya penambahan luas lahan milik sangat sulit diwujudkan, karena lahan sawah yang ada saat inipun sedang menghadapi tantangan alih fungsi lahan menjadi lahan bukan sawah atau bahkan menjadi lahan non pertanian yang secara ekonomis lebih menjanjikan.

Lebih dari 80 persen petani di seluruh wilayah menggunakan benih non- lokal yang relatif lebih baik dan dianjurkan oleh pemerintah. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa petani sudah semakin sadar dengan penggunaan teknologi benih yang lebih unggul, sehingga diharapkan produktivitasnya semakin meningkat. Fakta hasil pengolahan seperti terlihat pada Tabel 16 ternyata terbukti bahwa petani yang menggunakan benih non-lokal rata-rata produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan petani yang menggunakan benih lokal. Fakta juga menunjukkan bahwa umumnya petani yang menggunakan benih lokal adalah petani yang memiliki luas lahan relatif lebih kecil dibandingkan petani yang menggunakan benih non-lokal.

Analisis Produksi dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Indonesia

Beras merupakan komoditas yang strategis secara ekonomi maupun politik. Selama 95 persen rakyat Indonesia masih dan akan mengonsumsi beras, maka peningkatan produksi beras merupakan keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan

Tabel 16 Persentase petani, rata-rata luas lahan dan produktivitas padi sawah menurut penggunaan benih dan wilayah

Penggunaan benih bermutu Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Benih lokal

Persentase petani 13.83 4.87 2.18 13.96

Luas lahan (ha) 0.40 0.24 0.17 0.53

Produktivitas (ton/ha) 4.50 4.61 3.34 4.23 Benih non-

lokal

Persentase petani 86.17 95.13 97.82 86.04

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.25 0.59

Produktivitas (ton/ha) 5.21 5.11 4.50 4.72 Total

Persentase petani 100.00 100.00 100.00 100.00

Luas lahan (ha) 0.42 0.28 0.24 0.59

ketersediaan pangan nasional. Bagi pemerintah target tercapainya kebijakan swasembada pangan terutama beras tentunya bisa diraih dengan meningkatkan produktivitas dan tidak bergantung pada impor. Peningkatan produktivitas bisa dicapai dengan pengunaan teknologi yang lebih baik dan peningkatan efisiensi usahatani.

Tabel 17 menyajikan rata-rata produksi, produktivitas dan penggunaan input menurut wilayah. Rata-rata produktivitas padi sawah di wilayah Sumatera (5.02 ton/ha) relatif paling tinggi, diikuti wilayah Jawa (5.08 ton/ha). Sementara jika dibandingkan wilayah lain, penggunaan tenaga kerja per hektar lahan di wilayah Jawa (113 hok/ha) menunjukkan bahwa usahatani padi sawah di wilayah Jawa sangat padat tenaga kerja. Penggunaan pupuk per hektar paling banyak juga terjadi di wilayah Jawa sebesar 587.77 kg/ha, jumlah pupuk ini merupakan penggabungan pupuk Urea, TSP, ZA, KCL dan NPK. Demikian halnya dengan penggunaan benih non-lokal yang relatif tinggi di wilayah Jawa. Penggunaan input yang berlebihan selain disebabkan oleh harganya yang relatif murah, juga ditengarai karena kebiasaan lama petani terutama di wilayah Jawa ketika terjadinya revolusi hijau yang mencapai puncaknya dengan keberhasilan Indonesia dalam swasembada pangan. Namun banyak penelitian membuktikan bahwa penggunaan input berlebihan dalam jangka panjang dianggap justru akan merusak kesuburan tanah. Sehingga penggunaan input-input yang relatif tinggi ini tidak dapat menjamin tingginya produktivitas dan tingkat efisiensi produksi.

Pengujian Hipotesis

Sebelummelakukananalisis terkait efisiensi teknis,merujuk padapenelitian Battese et al. (2004), Kokkinou (2012) dan peneliti lainnya, perlu dilakukan uji hipotesis apakah terdapat efek inefisiensi pada fungsi produksi stokastik frontier

Tabel 17 Produksi, produktivitas dan penggunaan input usahatani padi sawah menurut wilayah

Variabel Wilayah

Sumatera Jawa Bali Lainnya Jumlah petani (orang) 1 352 1 788 367 695 Produksi padi sawah (ton) 2 840.66 2 535.47 389.91 1 906.49 Luas lahan (ha) 565.48 499.12 89.51 407.20 Produktivitas lahan (ton/ha) 5.02 5.08 4.36 4.68 Jumlah benih (kg) 31 626 24 633 4 224 26 153 Jumlah benih per-hektar (kg/ha) 55.93 49.35 47.19 64.23 Jumlah tenaga kerja (hok) 49 378 56 590 6 735 29 390 Jumlah tenaga kerja per-hektar (hok/ha) 87 113 75 72 Jumlah pupuk (kg) 235 731 293 370 38 619 166 035 Jumlah pupuk per-hektar (kg/ha) 416.87 587.77 431.47 407.75

disetiapwilayah, danapakahdisetiap wilayahterdapatperbedaanteknologi. Hal ini diperlukan karena jika di semua wilayah tidak terdapat efek inefisiensi dan juga ternyata tidak terdapat perbedaan teknologi, maka analisis kesenjangan teknologi dengan aplikasi fungsi produksi meta-frontier tidak tepat untuk dilakukan. Dengan menggunakan hipotesis H0: = δ1= δ2= δ3=...= δ10=0 yang artinya tidakadaefekinefisiensidalammodelstokastik frontier, berdasarkanhasil pengolahanseperti disajikan pada Tabel 18,semua wilayah sentrausahatani padi sawah dapat dikutsertakan dalam analisis, karena nilai LR test of the one-sided error-nya pada semua wilayah nilainya lebih besar dibandingkan nilai χ2 yang diperoleh dari tabel 1 Kodde dan Palm (1986) pada tingkat signifikansi α = 5 persen. Sehingga hipotesis nol bahwa tidak ada efek inefisiensi dalam model stokastik frontier dapat ditolak yang artinya pada semua wilayah terdapat efek inefisiensiyangsignifikan.

Merujuk pada penelitian Battese et al. (2004), uji hipotesis selanjutnya adalah menguji apakah terdapat kesenjangan teknologi pada masing-masing wilayah terhadap meta-frontier. Hipotesis ini diuji dengan menjumlahkan semua nilai log likelihood function ln[L(H1)] setiap wilayah dan dibandingkan dengan ln[L(H0)] dari fungsi produksi gabungan seluruh wilayah (pooled). Hasilnya adalah denganpenjumlahannilai log likelihood function semuawilayah(-753.17) dan nilai log likelihood function gabungan semua wilayah (-863.08) maka nilai statistik uji λ = -2(ln[L(H0)] - ln[L(H1)]) = 222.31 sangat signifikan lebih besar dari nilai χ2, berarti hipotesis nol bahwa tidak ada kesenjangan teknologi pada masing-masing wilayah dapat ditolak, artinya terdapat kesenjangan teknologi pada masing-masing wilayah terhadap meta-frontier.

Hasil pengolahan seperti disajikan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa secara umum semua koefisien variabel fungsi produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi sawah, kecuali di wilayah Bali dan di wilayah Lainnya koefisien dummy penggunaan benih non-lokal yang berpengaruh positif terhadap produksi padi sawah walaupun secara statistik tidak signifikan. Luas lahan (ha) di semua wilayah sangat dominan dalam memengaruhi produksi padi sawah ditunjukkan dengan rata-rata elastisitas yang lebih besar dari 80 persen dibandingkan elastisitas penggunaan tenaga kerja dan pupuk. Banyak penelitian terdahulu yang sudah membuktikan bahwa variabel luas lahan berpengaruh sangat responsif terhadap produksi, sehingga luas lahan sering digunakan sebagai ukuran usahatani. Penelitian Okoruwa et al. (2006) tentang efisiensi teknis produksi padi varietas tradisional dan varietas unggul di Niger State Nigeria membuktikan bahwa faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi adalah perluasan lahan. Bukti lain juga ditunjukkan oleh Harianto dan Susila (2008) bahwa luas lahan memberikan kontribusi paling besar terhadap peningkatan produksi yaitu setiap terjadi peningkatan luas lahan sebesar 100 persen akan berpengaruh pada peningkatan hasil produksi sebesar 87.99 persen.

Fakta hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa produksi padi sawah responsifterhadapluas lahan, dankondisitersebut lumrahkarenapada umumnya semakin luas areal tanam akan semakin meningkatkan jumlah produksi padi sawah, sehingga secara logika jika pemerintah ingin membuat kebijakan peningkatanproduksipadi sawahmaka salahsatu fokusutamanya adalahdengan menambahluasarealtanam. Namun kebijakan penambahan luas areal tanam jelas bukanlah kebijakan yang mudah jika diterapkan di wilayah Sumatera, Jawa dan

Bali karena selain mahal dan perlu waktu lama, penambahan luas areal tanam akan bersaing dengan kebutuhan penambahan areal lahan pertanian lain yang lebih menguntungkan, pemukiman, industrialisasi dan modernisasi. Seperti disajikan di Tabel 1, yang menjadi tantangan utama bagi pemerintah dalam jangka pendek adalah justru mencegah atau mengendalikan terjadinya mutasi lahan sawah.

Tenaga kerja memiliki peranan penting dalam usahatani padi sawah yang umumnya bersifat padat karya (labor intensive). Dalam usahatani padi sawah, tenaga kerja berperan saat pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengobatan hingga pemanenan. Hasil pengolahan pada Tabel18 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap produksi padi sawah di semua wilayah, walaupun besaran elastisitasnya masih relatif kecil dibandingkan luas lahan. Wilayah Bali memiliki elastisitas tenaga kerja terbesar (7.1 persen), sementara wilayah Sumatera memiliki elastisitas tenaga kerja terkecil (4.4 persen). Elastisitas tenaga kerja sebesar 7.1 persen di wilayah Bali berarti setiap penambahan jumlah tenaga kerja menjadi 2 kali lipat (100 persen), maka akan meningkatkan jumlah produksi padi Tabel18 Fungsiproduksidaninefisiensiwilayah, pooled dan meta-frontier

Para

meter Sumatera Jawa Bali Lainnya Pooled meta

Variabel Produksi

Intersep β0 0.6983 0.9108 1.0697 0.3950 0.7394 0.8995 Luas Lahan (ha) β1 0.828*** 0.875*** 0.917*** 0.827*** 0.856*** 0.8420 Jumlah Tenaga Kerja (hok) β2 0.044*** 0.064*** 0.071** 0.084*** 0.062*** 0.0590 Jumlah Pupuk (kg) β3 0.102*** 0.058*** 0.044* 0.137*** 0.082*** 0.0840 Penggunaan Benih Non-Lokal β4 0.121*** 0.086*** 0.086 0.027 0.086*** 0.0173

Variabel Inefisiensi Petani Laki-laki 1 -0.085 0.075*** 0.502* 0.004 0.045** 0.0000 Usia Petani 2 0.004*** 0.002*** 0.002 0.0001 0.002*** 0.0000 Pendidikan Petani 3 -0.023*** -0.0001 0.0003 0.019*** -0.004* 0.0000 Menggunakan Traktor 4 -0.380*** -0.073*** -0.172*** -0.131*** -0.134*** 0.0000 Menerima Pinjaman 5 0.227*** -0.015 0.014 -0.536** 0.003 0.0000 Menerima Bantuan 6 -0.010 0.062*** -0.116 -0.179*** 0.076*** 0.0000 Mendapatkan Penyuluhan 7 0.139*** -0.029** -0.089* -0.183*** -0.038** 0.0000 Menjadi Anggota Poktan 8 -0.232*** -0.066*** -0.012 0.120** -0.066*** 0.0000 Musim Hujan 9 0.058* -0.029* 0.003 0.238*** 0.016 0.0000 Lahan Milik Sendiri 10 -0.069** 0.021 -0.134*** -0.159*** -0.044** 0.0000

sigma-squared ( σ² ) 0.095*** 0.082*** 0.099*** 0.096*** 0.088*** gamma ( ) 0.157 0.001 0.018 0.170*** 0.009

Σβ 0.97 1.00 1.03 1.05 1.00

log likelihood function = -224.39 -316.88 -86.71 -122.93 -863.08 LR test of the one-sided error = 24.58 60.81 52.88 42.18 97.20

χβ Kodde & Palm α = 5% 19.0450 19.0450 19.0450 19.0450 19.0450 Technical Efficiency (TE) = 0.9571 0.9209 0.7847 0.9321 0.9568 Keterangan: ***: sig. α=1%, **: sig. α=5%, *: sig. α=10%

sawah sebesar 7.1 persen saja. Sementara elastisitas tenaga kerja sebesar 4.4 persen di wilayah Sumatera berarti setiap penambahan jumlah tenaga kerja

Dokumen terkait