• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pewilayahan

Data untuk penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari kegiatan Survei Struktur Ongkos Usahatani Tanaman Pangan Tahun 2011

(SOUT-TP 2011) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Survei SOUT-TP 2011 tersebut mencakup 16 provinsi sentra produksi tanaman pangan di Indonesia, yaitu: Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Cakupan data pada penelitian ini hanya dibatasi untuk komoditas padi sawah yang datanya diperoleh dari data survei SOUT-TP 2011 pada 13 provinsi, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Indonesia selain dikenal sebagai negara agraris, juga mendapat julukan sebagai negara kepulauan. Karakteristik gugusan kepulauan yang menyebar dengan wilayah terluas berupa lautan, menyebabkan masing-masing wilayah secara geografis memiliki keunikan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 8, berdasarkan hasil survei SOUT-2011 yang dilakukan oleh BPS, 13 provinsi lokasi survei yaitu provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan dikelompokkan menjadi 4 wilayah yang ditandai dengan arsiran yang berbeda.

Sesuai dengan tujuan penelitian terkait dengan analisis kesenjangan teknologi antar kelompok wilayah, maka pengelompokan wilayah diarahkan untuk memperoleh keragaman teknologi yang sebesar mungkin terjadi antar kelompok. Pengelompokan wilayah didasarkan pada kesamaan hamparan pulau di mana provinsi-provinsi lokasi survei usahatani padi sawah berada dan dikaitkan dengan fokus penelitian terkait dengan kebijakan intensifikasi. Pengelompokan berdasarkan kesamaan hamparan karena pada wilayah yang berada pada satu

Tabel 2 Jumlah observasi menurut wilayah

Wilayah Provinsi Jumlah sampel

petani Jumlah observasi Sumatera Aceh 199 1352 Sumatera Utara 306 Sumatera Barat 195 Sumatera Selatan 343 Lampung 309 Jawa Jawa Barat 522 1788 Jawa Tengah 485 Jawa Timur 473 Banten 308 Bali Bali 367 367 Lainnya

Nusa Tenggara Barat 220

695

Kalimantan Barat 77

Sulawesi Selatan 398

hamparan akan memiliki karakteristik lahan yang relatif sama terkait dengan penggunaan lahan dalam usahatani padi sawah, sehingga diduga pada wilayah di hamparan pulau yang sama akan memiliki karakteristik yang relatif sama, sementara antar pulau akan memiliki karakteristik yang relatif berbeda. Berdasarkan pengelompokan ini, wilayah pertama dinamakan wilayah

Sumatera” yang merupakan gabungan data dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung yang berada di satu hamparan

pulau Sumatera. Wilayah kedua dinamakan wilayah “Jawa” yang merupakan gabungan data dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten yang berada di satu hamparan pulau Jawa. Wilayah ketiga dinamakan wilayah

Bali”, dan provinsi lokasi survei sisanya yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan digabungkan dan dinamakan wilayah

Lainnya”. Sebaran jumlah observasi menurut wilayah disajikan pada Tabel 2. Pengelompokan/pewilayahan didasarkan pada fokus penelitian yang terkait dengan kebijakan intensifikasi, karena pada ketiga wilayah tersebut yaitu wilayah Sumatera, Jawa dan Bali inilah wilayah-wilayah yang dianggap lebih tepat untuk diterapkan kebijakan intensifikasi. Menurut data BPS (2016b), 58 juta ton dari 75 juta ton (77.2 persen) produksi padi nasional berada di ketiga wilayah ini. Lahan pertanian untuk usahatani padi sawah di wilayah Sumatera, Jawa dan Bali bersaing ketat dengan lahan pertanian komoditas lainnya yang relatif lebih menguntungkan. Lahan pertanian untuk usahatani padi di ketiga wilayah ini juga bersaing ketat dengan industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang menuntut penyediaan lahan. Sementara wilayah Lainnya yaitu selain wilayah Sumatera, Jawa dan Bali relatif lebih longgar untuk kebijakan ekstensifikasi. Karenanya dalam penelitian ini, analisisnya hanya akan difokuskan pada ketiga wilayah tersebut.

Definisi dan Pengukuran Variabel

Terkait dengan analisis fungsi produksi dan efisiensi teknis usahatani padi sawah di Indonesia, berdasarkan ketersediaan data SOUT-TP 2011, variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Variabel input: luas panen sebagai proksi luas lahan, tenaga kerja, benih (hibrida, unggul, lokal), dan pupuk (Urea, TSP/SP36, ZA, KCL, NPK). 2. Variabel Output berupa jumlah produksi padi sawah.

3. Karakteristik petani: Jenis kelamin, usia petani, pendidikan.

4. Karakteristik usahatani: periode tanam (sub-round) sebagai proksi musim tanam, status kepemilikan lahan, pembiayaan, bantuan usahatani.

5. Teknologi mekanisasi: penggunaan traktor.

6. Kelembagaan: penyuluhan, keanggotaan kelompok tani

Definisi dan pengukuran data yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Pada proses spesifikasi model yang akan digunakan dalam penelitian ini, beberapa variabel yang tersedia pada data SOUT-TP 2011 tidak disajikan secara parsial atau bahkan tidak dapat diikutsertakan dalam analisis. Variabel tersebut diantaranya adalah penggunaan pestisida padat dan cair tidak digunakan dalam penelitian. Variabel pupuk yang digunakan adalah pupuk komposit yaitu gabungan antara pupuk Urea, TSP/SP36, ZA, KCL dan NPK. Variabel benih yang terdiri dari benih hibrida, benih unggul, dan benih lokal juga tidak dapat digunakan secara parsial, bahkan akhirnya variabel benih hanya bisa digunakan dalam bentuk variabel dummy yang bernilai 1 jika petani menggunakan benih non-lokal (benih hibrida atau benih unggul) dan bernilai 0 jika petani menggunakan benih lokal.

Tabel 3 Definisi dan pengukuran variabel fungsi produksi

Variabel Konsep/definisi Pengukuran

Luas lahan Luas panen padi sawah yang digunakan sebagai proksi luas lahan

Hektar (ha) Tenaga kerja Orang yang melakukan pengolahan lahan

(mencangkul, membajak), penanaman dan penyulaman, pemeliharaan/penyiangan, pemupukan, pengendalian hama/OPT, pemanenan sampai dengan produksi kualitas standar baik dibayar maupun yang tidak dibayar

Hari orang kerja (hok)

Pupuk Bahan yang diberikan pada tanah, air, atau daun dengan tujuan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung, atau menambah unsur hara.

Kilogram (kg)

Dummy benih Benih non-lokal adalah benih hibrida atau unggul yang digunakan petani, sedangkan benih lokal adalah benih selain benih hibrida atau unggul

1-benih non lokal 0-benih lokal

Metode Pengolahan dan Analisis

Penggolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 22, FRONTIER 4.1, SHAZAM dan MsEXCEL. Tahapan operasional pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Definisi dan pengukuran variabel fungsi inefisiensi

Variabel Konsep/definisi Pengukuran

Jenis kelamin Dummy jenis kelamin petani. 1-laki-laki 0-perempuan Umur Umur dihitung sampai bulan dan tahun

terakhir dengan pembulatan ke bawah atau umur menurut ulang tahun yang terakhir.

Tahun

Pendidikan Pendidikan formal petani dilihat berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki yang dikonversi ke dalam rata-rata lama sekolah.

0-tidak/belum tamat SD 6-tamat SD 9-tamat SLTP 12-tamat SLTA 13-tamat D1/D2 15-tamat D3/akademi 17-tamat D4/S1 23-tamat S2/S3 Dummy penggunaan traktor

Alat/sarana pengolahan lahan yang utama digunakan

1-menggunakan traktor 0-tidak menggunakan traktor

Dummy sumber pembiayaan

Sumber pembiayaan usahatani, biaya sendiri jika 100% pembiayaan tanpa pinjaman dari pihak lain.

1-menerima pinjaman 0-biaya sendiri

Dummy bantuan usaha

Bantuan (hibah/gratis atau subsidi) untuk usaha tani

1-menerima bantuan 0-tidak menerima bantuan Dummy

penyuluhan

Memperoleh penyuluhan/bimbingan mengenai pengelolaan usahatani 1- memperoleh penyuluhan 0-tidak memperoleh penyuluhan Dummy keanggotaan poktan

Menjadi anggota kelompok tani 1-anggota poktan 0-bukan anggota poktan Dummy

musim tanam

Periode tanam (sub-round) sebagai proksi musim tanam, sub-round 1periode tanam bulan Januari- April sebagai proksi musim hujan dan sub-round

2 periode tanam bulan Mei-Agustus sebagai proksi musim kemarau

1-musim hujan 0-musim kemarau

Dummy status lahan

Status kepemilikan lahan 1-milik sendiri 0-bukan milik sendiri

1. Untuk menjawab tujuan pertama, mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi dan melakukan pendugaan parameter fungsi produksi frontier padi sawah, dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak SPSS 22. Sementara untuk menganalisis fungsi produksi frontier dan fungsi inefisiensi teknis pada masing-masing wilayah usahatani padi sawah di Indonesia digunakan perangkat lunak FRONTIER 4.1 (hasil pengolahan di sajikan pada Lampiran 4). Pada tahap ini akan diperoleh dugaan fungsi produksi frontier dan nilai-nilai efisiensi teknis (Technical Efficiency/TE) setiap petani di masing-masing wilayah.

2. Tujuan kedua yaitu mengukur dan menganalisis kesenjangan teknologi usahatani padi sawah di Indonesia, dilakukan dengan melakukan pendugaan parameter fungsi produksi meta-frontier dengan bantuan perangkat lunak SHAZAM (hasil pengolahan di sajikan pada lampiran 5). Agar bisa menjamin hasil estimasi fungsi produksi meta-frontier bisa melingkupi semua fungsi produksi frontier setiap wilayah, maka pada penelitian ini digunakan pendekatan dengan meminimumkan simpangan absolut pada masalah pemrograman linear (linear programming/LP) seperti pada persamaan ( 22 ). Pada tahap ini akan diperoleh dugaan fungsi produksi meta-frontier dan nilai- nilai rasio kesenjangan teknologi (Technology Gap Ratio/TGR) yang akan digunakan untuk menghitung nilai-nilai efisiensi teknis yang sudah mempertimbangkan adanya kesenjangan teknologi pada masing-masing wilayah (TE*) yang berlaku hubungan TE*=TE/TGR.

3. Tujuan ketiga yaitu mengukur dan menganalisis efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi usahatani padi sawah di Indonesia dimulai dengan menghitung efisiensi ekonomi (Economic Efficiency/EE) terlebih dahulu. Berdasarkan koefisien dugaan parameter fungsi produksi frontier masing-masing wilayah dan informasi harga input yang ada, dengan bantuan perangkat lunak MsExcel dihitung efisiensi ekonomi yang merupakan rasio biaya optimal terhadap biaya aktual, EE=C*/C. Dilanjutkan dengan menghitung nilai efisiensi alokatif (Allocative Efficiency/AE) setiap petani di masing-masing wilayah, yaitu rasio antara nilai efisiensi ekonomi dengan efisiensi teknis, AE = EE/TE.

Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Beberapa alasan penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah karena bentuknya relatif sederhana, dapat ditranformasi menjadi bentuk linier additif, dan jarang menimbulkan masalah. Banyak dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan Meta-frontier Production Function yang merekomendasikan penggunaan fungsi produksi Cobb- Douglas. Sesuai dengan Battese et al. (2004), untuk sejumlah N petani pada suatu wilayah yang berusahatani padi sawah dengan menggunakan berbagai input, maka bentuk umum fungsi produksi stochastic frontier petani ke-i di wilayah ke-j adalah:

dengan i = 1, 2, ..., dan j=1, 2,..., 4 ... ( 24 ) Bentuk tersebut mengasumsikan bahwa fungsi produksi frontier adalah linier dalam vektor parameter , dengan adalah output petani ke-i di wilayah ke-j; adalah vektor input (atau logaritma naturalnya) yang digunakan oleh petani ke-i di wilayah ke-j; adalah vektor dugaan parameter variabel input pada fungsi produksi stokastik frontier untuk wilayah ke-j; adalah random variabel yang diasumsikan secara identik dan independen berdistribusi normal ; adalah random variabel yang berdistribusi normal terpotong di nol dengan didefinisikan sebagai model inefisiensi. Untuk empat variabel input yang digunakan dalam penelitian ini, bentuk fungsi produksi Cobb- Douglas setelah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linier untuk wilayah ke-j adalah:

( 25 .... ( 25) dengan:

= jumlah produksi padi sawah (ton) = luas lahan (ha)

= jumlah tenaga kerja (HOK) = jumlah pupuk (kg)

= dummy penggunaan benih (1-non-lokal 0-lokal) 0 = intersep

1, 2, 3, dan 4 adalah koefisien dugaan parameter

vi – ui = error term (vi adalah noise effect, dan ui adalah efek inefisiensi teknis dalam model)

i = petani ke-i j = wilayah ke-j

Sesuai dengan teori ekonomi, maka koefisien parameter masing-masing variabel tersebut diharapkan bernilai positif, artinya setiap penambahan satu satuan luas lahan, tenaga kerja, dan pupuk, akan meningkatkan jumlah produksi padi sawah. Variabel vi adalah efek gangguan (noise effect) yang tidak dapat dikendalikan petani seperti cuaca, bencana alam, hama atau penyakit tanaman. Variabel ini merupakan variabel acak yang berdistribusi normal secara identik dan independen (independently and identically distributed normal random variable) dengan rata-rata bernilai nol dan ragam konstan serta bebas dari ui. Efek random tersebut tidak dianalisis pada peneletian terkait efisiensi dan kesenjangan teknologi ini. Sementara ui adalah efek inefisiensi yang relatif dapat dikendalikan oleh petani seperti tingkat pendidikan, penggunaan traktor, penyuluhan, akses pinjaman kredit, keanggotaan kelompok tani, dan lain-lain. Variabel ini merupakan variabel acak yang berdistribusi setengah-normal secara identik dan independen (independently and identically distributed half-normal random variable), (u~|N(µi,σ2u)|).

Fungsi Produksi Meta-Frontier

Bentuk umum model fungsi produksi meta-frontier untuk semua petani di 4 wilayah di Indonesia adalah sebagai berikut:

( 26 dengan i = 1, 2, ..., N; N = ... ( 26 ) dengan adalah vektor parameter dari fungsi meta-frontier sedemikian sehingga

( 27 ... ( 27 ) Fungsi produksi meta-frontier ini merupakan fungsi yang melingkupi (envelope function) fungsi-fungsi stochastic frontier dari 4 wilayah yang dibangun dari data seluruh petani di semua wilayah penelitian. Agar bisa menjamin fungsi meta- frontier ini melingkupi fungsi-fungsi frontier setiap wilayah, pada penelitian ini menggunakan teknik linear programming seperti yang digunakan pada penelitian Battese et al. (2004) dan O’Donnell et al. (2008) yaitu dengan pendekatan simpangan absolut yang merupakan masalah pemrograman linear (linear programming/LP):

( 28 ... ( 28 )

( 29 ... ( 29 ) Menurut Battese et al. (2004) fungsi ini merupakan bentuk fungsi parametrik deterministik yang nilai-nilainya tidak lebih kecil dibanding komponen deterministik dari fungsi produksi stokastik frontier yang ada, kurvanya halus (smooth) dan melingkupi secara tidak tersegmentasi (not a segmented envelope) semua fungsi frontier dari wilayah yang berbeda seperti diilustrasikan pada Gambar 6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai efisiensi fungsi produksi meta- frontier tidak akan lebih kecil dibanding nilai efisiensi masing-masing frontier wilayah. Untuk empat variabel input yang digunakan dalam penelitian ini, bentuk fungsi produksi meta-frontier setelah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linier adalah:

( 30 ... ( 30 ) dengan:

= jumlah produksi padi sawah (ton) = luas lahan (ha)

= jumlah tenaga kerja (HOK) = jumlah pupuk (kg)

= dummy penggunaan benih (1-non-lokal 0-lokal) = intersep

, , , dan adalah koefisien dugaan parameter i = petani ke-i

Efisiensi Teknis dan Kesenjangan Teknologi

Fungsi produksi stochastic frontier petani ke-i seperti persamaan ( 24 ), bisa disajikan dalam bentuk alternatif yang melibatkan bentuk fungsi produksi meta- frontier pada persamaan ( 26 ) sebagai berikut:

( 31

... ( 31 )

dengan bentuk pertama pada sisi kanan adalah efisiensi teknis relatif dari fungsi produksi stokastik frontier wilayah ke-j,

( 32 ... ( 32 )

Besaran nilai efisiensi teknis berada pada kisaran nol dan satu, 0 ≤ TEi ≤ 1. Efisiensi teknis berlawanan dengan inefisiensi teknis, sehingga nilai inefisiensi teknis besarnya 1 - TEi. Untuk 10 variabel sosial ekonomi yang memengaruhi inefisiensi dalam usahatani padi sawah, maka bentuk fungsi inefisiensi teknis petani ke-i pada suatu wilayah adalah:

( 33

... ( 33 ) dengan:

= efek inefisiensi teknis

= dummy jenis kelamin petani (1-Laki-laki 0-Perempuan) = umur (tahun)

= lama sekolah diproksi dengan ijazah tertinggi yang dimiliki (0-Tidak/belum SD 6-SD 9-SLTP 12-SLTA 14-D1/D2 15-Akd/D3 17-D4/S1 20-S2/S3) = dummy pengolahan lahan (1-Menggunakan traktor 0-Tidak menggunakan

traktor)

= dummy akses pinjaman (1-mendapat pinjaman 0-tidak mendapat pinjaman) = dummy menerima bantuan hibah atau subsidi (1-ya 0-tidak)

= dummy memperoleh penyuluhan (1-ya 0-tidak) = dummy keanggotaan poktan (1-ya 0-tidak)

= dummy musim tanam/sub-round (1-jan - apr (MH) 0-mei - agt (MK)) = dummy status kepemilikan lahan (1-milik sendiri 0-bukan milik sendiri)

= variabel acak

, ..., = parameter dugaan dari variabel inefisiensi

Adanya variasi antar wilayah yang berbeda dalam penggunaan input, teknik produksi, kondisi lingkungan dan lain-lain akan menyebabkan tingkat efisiensi produksi padi sawah yang berbeda. Diduga rata-rata efisiensi produksi padi sawah dengan analisis fungsi produksi stochastic frontier dari semua wilayah nilainya lebih kecil dibandingkan tingkat efisiensi yag dihasilkan melalui analisis meta- frontier.

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi inefisiensi teknis, hipotesisnya adalah:

1. Jenis kelamin; hasil penelitian terdahulu memiliki beragam pemikiran terkait pengaruh jenis kelamin petani terhadap inefisiensi usahatani. Sebagian penelitian menyatakan bahwa petani perempuan cenderung inefisien karena

secara fisik relatif tidak lebih kuat dibanding petani laki-laki, namun sebagian besar penelitian memiliki hipotesis justru petani perempuan yang lebih efisien dibanding petani laki-laki karena faktor tingkat ketekunan dan kesabaran dalam berusahatani lebih dominan memengaruhi efisiensi dibanding kekuatan fisik.

2. Usia; menurut BPS (2011) 47.57 persen petani padi sawah berusia di atas 50 tahun, sehingga secara fisik kemampuan mengelola lebih terbatas dibanding petani muda. Diduga semakin tua usia petani, akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis.

3. Pendidikan; BPS (2011) menunjukkan bahwa sebanyak 75 persen petani berpendidikan maksimal tamat SD. Semakin tinggi pendidikan petani diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena dengan pendidikan tinggi diduga petani akan lebih berwawasan luas dan memiliki pengetahuan yang tinggi dalam pengelolaan usahataninya dan juga lebih adaptif terhadap informasi dan teknologi baru.

4. Penggunaan traktor: mekanisasi seperti penggunaan traktor telah banyak diteliti mampu memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan efisiensi teknis usahatani, karena penggunaannya bisa lebih menghemat waktu dan tenaga dalam pengolahan lahan. Dalam penelitian inipun, diduga penggunaan traktor dapat mendorong peningkatan efisiensi teknis usahatani padi sawah. 5. Akses ke lembaga keuangan; fakta menunjukkan bahwa sebanyak 81.95

persen petani menggunakan biaya sendiri dalam pengelolaan usahataninya, sisanya ada yang sebagian atau seluruh usahataninya dibiayai melalui pinjaman dari berbagai pihak. Fakta juga menunjukkan bahwa tiga alasan utama petani tidak meminjam ke bank untuk pembiayaannya karena tidak punya agunan, proses berbelit-belit atau karena tidak tahu prosedurnya. Hal ini menunjukkan bahwa petani mengalami kendala akses ke lembaga keuangan. Sementara kemudahan akses ke lembaga keuangan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi, karena bank sebagai sumber modal eksternal dapat membantu penggunaan input yang optimal.

6. Penerimaan bantuan; bantuan berupa hibah ataupun subsidi untuk usahatani padi sawah bisa berasal dari pemerintah, lembaga non pemerintah ataupun perorangan. Bantuan bisa berbentuk bibit, pupuk, pestisida, alat/mesin pertanian ataupun pembiayaan. Adanya bantuan bisa mendukung dan meringankan alokasi penggunaan input bagi petani. Karenanya, diduga penerimaan bantuan dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani padi sawah.

7. Penyuluhan; peningkatan kapasitas petani melalui penyuluhan ataupun pelatihan ditengarai mampu mendorong tingkat efisiensi dalam berusahatani, karena disamping mampu menambah pengetahuan bagi petani, juga meningkatkan penggunaan teknologi dalam usahatani.

8. Keanggotaan dalam kelompok tani; sebagian besar petani tergabung dalam kelompok tani, keanggotaan dalam kelompok tani diduga dapat meningkatkan managerial skill dan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena keanggotaan dalam kelompok tani dapat menambah wawasan, pengetahuan, informasi, jaringan dan teknologi baru tentang usahatani padi mulai dari penggunaan input hingga masalah pemasaran.

9. Musim tanam: musim tanam pertama dimulai dari bulan Januari hingga April. Pada masa tanam ini diperkirakan masih tersisa musim hujan. Musim tanam kedua dimulai pada bulan Mei hingga Agustus yang diperkirakan terjadinya musim kemarau. Karena karakteristik padi sawah yang memerlukan ketersediaan air yang cukup, maka diduga pada musim tanam Januari-April bisa meningkatkan efisiensi usahatani padi sawah.

10.Status kepemilikan lahan; sebagian besar petani menggarap lahan milik sendiri dengan luasan yang kecil. Status kepemilikan lahan milik sendiri akan

meningkatkan “rasa memiliki” petani, sehingga akan memengaruhi tingkat

efisiensi. Sebaliknya jika petani penggarap lahan “non milik” akan cenderung

lebih mengeksploitasi lahannya (over-use) karena faktor oportunity cost. Jika perluasan lahan harus dicapai dengan perluasan kepemilikan lahan, maka akan sulit bagi petani untuk memperluas lahannya, sementara untuk memperoleh produksi yang tinggi membutuhkan lahan yang luas. Diduga status hak milik akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis.

Bentuk kedua di sisi kanan dari persamaan ( 31 ) merupakan rasio kesenjangan teknologi (technology gap ratio=TGR) untuk petani ke-i,

( 34 ... ( 34 ) TGR ini mengukur rasio output untuk fungsi produksi frontier wilayah ke-j relatif terhadap output potensial yang diperoleh dari fungsi meta-frontier dengan sejumlah input yang ada. TGR memiliki nilai antara nol dan satu, 0 ≤ TGR ≤ 1. Semakin tinggi nilai TGR (semakin mendekati 1) maka semakin kecil kesenjangan teknologi usahataninya, karena produktivitasnya sudah hampir sama dengan produktivitas usahatani praktik terbaik. Jika nilai TGR=1, maka usahatani tersebut sudah sepenuhnya menggunakan teknologi yang sama dengan usahatani praktik terbaik dan posisinya sudah berada tepat pada kurva fungsi produksi meta- frontier.

Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Sawah di Indonesia

Efisiensi alokatif (efisiensi harga) mengukur tingkat keberhasilan petani dalam memilih proporsi input yang optimal dengan mempertimbangkan harganya, yaitu memenuhi kondisi ketika rasio dari marjinal produk untuk setiap pasang input adalah sama dengan rasio harga-harganya di pasar (Bravo-Ureta et al. 2007). Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan bagaimana kombinasi input yang optimal sedemikian sehingga output yang dihasilkan menggunakan biaya yang minimum, selanjutnya seberapa besar keuntungan yang diperoleh bisa ditingkatkan hanya dengan merealokasikan sumber daya atau input-inputnya secara optimal.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa petani tidak mudah dalam membuat keputusan produksi. Ketika petani membuat keputusan produksi, jika tidak terjadi adanya ketidakpastian terkait berapa harga output yang akan diterima petani dan/atau adanya ketidakpastian terkait berapa banyak jumlah produksi yang akan dihasilkan, maka tentunya petani bisa berorientasi memaksimumkan keuntungan.

Karenanya akan lebih tepat jika petani berorientasi meminimumkan biaya produksinya.

Bentuk fungsi biaya stokastik frontier menurut Coelli et al. (1998) adalah:

( 35 , i=1,2,...,N ... ( 35 ) dengan ci adalah biaya produksi petani ke-i; C(.) adalah bentuk fungsi yang sesuai (dalam penelitian ini bentuk fungsi Cobb-Douglas); yi adalah jumlah produksi padi; ri adalah vektor biaya input; adalah vektor estimasi parameter; dan ui adalah efek inefisiensi biaya yang non-negatif (diasumsikan berdistribusi setengah normal). Berdasarkan fungsi produksi frontier yang ada, fungsi biaya optimum (minimum) ini bisa diperoleh dengan mencari fungsi biaya dual-nya (cara menurunkan fungsi biaya dual selengkapnya disajikan pada Lampiran 2). Dengan menggunakan fungsi produksi pada persamaan ( 25 ), fungsi biaya minimum dual- nya adalah: ( 36 ... ( 36)

dengan: = Biaya produksi minimum (Rp) Yi = Produksi padi (ton)

= Biaya sewa lahan (Rp/ha)

= Upah tenaga kerja (rupiah/HOK) = Biaya pembelian pupuk (Rp/kg)

Dokumen terkait