• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial

Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi terhadap contoh-contoh nata de coco sebelum proses, ketika proses dan setelah proses (produk). Analisis cemaran yang dilakukan meliputi analisis cemaran Angka Lempeng Total (ALT/TPC), Kapang, Khamir dan Koliform. Hal ini sesuai dengan yang distandarkan dalam Standar Nasional Indonesia No 01-4317-1996, Nata dalam Kemasan.

Hasil analisis cemaran mikroba nata de coco pada contoh nata de coco sebelum proses (potongan nata de coco ketika perendaman/over flow), nata de coco ketika proses yang terdiri dari (1) Nata de coco sebelum perebusan dengan asam sitrat (perebusan II), (2) Produk nata de coco setengah jadi (setelah pencampuran sirup dan penutupan/sealing, sebelum dipasteurisasi) dan nata de coco setelah proses (produk nata de coco) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Cemaran mikroba pada nata de coco di beberapa tahap proses produksi Parameter Nata de coco SNI Selama Perendaman Sebelum perebusan II Setelah penutupan Setelah Pasteur isasi Angka Lempeng Total

(cfu/g)

3.0 x 107 5.0 x 106 5 < 1 Maks 200 Kapang (cfu/g) 150 10 1 < 1 Maks

50 Khamir (cfu/g) 50 10 1 < 1 Maks

50 Coliform (APM/g) < 1 < 1 < 1 < 1 < 3

Jumlah mikroba sebelum perebusan II (perebusan dengan asam sitrat) masih tinggi, hal ini disebabkan setelah perebusan I, nata de coco direndam kembali dengan air baku (mentah) selama maksimal 12 jam dengan tujuan (1) pendinginan sebelum penyortiran (2) sebagai stok, karena perbedaan kapasitas perebusan I (penghilangan asam) dengan perebusan II (perebusan dengan asam sitrat). Apabila kapasitas perebusan I dengan perebusan II sama, penyederhanaan proses dapat

dilakukan dengan melakukan penyortiran lebih awal yakni sebelum perebusan I, kemudian perebusan I dan II dilakukan secara berurutan sehingga tidak lagi kontak dengan air baku. Dengan demikian pengawasan jumlah mikroba dapat dilakukan setelah perebusan II atau cukup pada produk setengah jadi.

Hasil pengujian cemaran mikroba pada contoh ketika proses (setengah jadi) dan produk (Tabel 5) menunjukkan bahwa proses panas yang dilakukan telah cukup mencapai standar yang digunakan (SNI) bahkan sebelum proses panas terakhir (pasteurisasi) diterapkan. Dengan demikian untuk memenuhi standar SNI, proses panas yang telah diterapkan pada nata de coco dalam kemasan polietilen sudah lebih dari cukup.

Proses pasteurisasi tetap dilakukan sebagai tahapan proses panas akhir, karena penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi sampai seberapa jauh proses pasteurisasi yang dilakukan adalah benar-benar efektif dan dapat menghilangkan kemungkinan terkontaminasinya/terdapatnya mikroba patogen yang memungkinkan terdapat dalam produk.

Jenis mikroba yang tumbuh pada proses ataupun produk nata de coco diketahui dengan melakukan pengumpulan data-data pengamatan morfologis yang pernah dilakukan. Hasil pengamatan morfologis pada nata sebelum proses pemanasan menunjukkan bahwa mikroba yang terdapat pada nata de coco terdiri dari bakteri, kapang dan khamir. Gambar-gambar pengamatan morfologis mikroba pada nata de coco sebelum dilakukan pemanasan (nata de coco mentah) disajikan dalam Lampiran 1.

Data-data hasil pemeriksaan morfologis pada nata de coco yang belum mengalami proses pemanasan menunjukkan bahwa, bakteri yang ditemukan di antaranya adalah berbentuk batang dan termasuk bakteri gram negatif. Ini merupakan ciri-ciri dari bakteri Acetobacter yang digunakan dalam pembentukan serat selulosa/nata selama fermentasi. Sedangkan kapang dan khamir merupakan mikroba alami yang umum terdapat dalam lingkungan fermentasi nata de coco atau produk nata de coco karena lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kedua jenis mikroba tersebut, yaitu pH yang rendah dan mengandung gula yang tinggi.

Studi lain yang pernah dilakukan menggunakan metode Denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE), mikrorganisme yang ditemukan ketika fermentasi nata de coco teridentifikasi dari jenis-jenis khamir, bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat. Khamir yang teridentifikasi adalah Saccharomyces cereviseae dan Candida sp., bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus paracasei, Lactobacillus amyloliticus dan Lactobacillus nagelli dan bakteri asam asetat Acetobacter syzygii dan Acetobacter pasteurianus (Nurhayaty et al 2006).

Walaupun dari studi tersebut tidak ditemukan terdapatnya bakteri patogen, nilai P proses pasteurisasi dihitung juga terhadap mikroba-mikroba tersebut, untuk itu informasi nilai D dan Z untuk mikroba-mikroba tersebut tetap diperlukan.

Hasil studi literatur Nilai D dan nilai Z beberapa mikroba, termasuk mikroba patogen yang memungkinkan tumbuh pada lingkungan yang sesuai dengan karakteristik produk (pH < 4.0) dan apabila produk memiliki pH 4.0-4.5 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Ketahanan Panas (nilai D dan Z) untuk beberapa jenis bakteri (Toledo (1991), Towsend et al. (1954) di dalam Holdsworth (1992) dan Splittstoesser et.al. (1994) di dalam Silva dan Gibbs (2001))

Organisme Suhu Standar ( o Nilai D C) (menit) Nilai Z (oF) Bahan pangan asam (pH 4.0-4.5)

Termofil (spora) • B. coagulans 100 0.01-0.07 14-18 Mesofil • B. polymixaB. maceransC. pasteurianum 100 100 100 0.1-0.5 0.1-0.5 0.1-0.5 12-16 12-16 12-16

Bahan pangan asam tinggi (pH < 4) Lactobacillus sp., Leuconostoc sp.Mycobacterium tuberculosisBrucella spp.Coxiella burnettiSalmonella spp.Salmonella seftenbergStapyillococcus aureusStreptococcus pyrogennes

• Mikroorganisme pembusuk (sel vegetatif, kapang, khamir) • Alicyclobacillus acidoterrestris 65 65.5 65.5 65.5 65.5 65.5 65.5 65.5 65.5 95 0.5-1.0 0.20-0.30 0.10-0.20 0.50-0.60 0.03-0.25 0.80-1.00 0.20-2.00 0.30-2.00 0.50-3.00 2.4 8-10 4.4-5.5 4.4-5.5 4.4-5.5 4.4-5.5 4.4-6.7 4.4-6.7 4.4-6.7 4.4-6.7 13

Beberapa mikroba lain yang diidentifikasi dapat tumbuh dan dapat merusak bahan pangan seperti Byssoclamys fulva dan B. nivea, sudah disinggung di bab tinjauan pustaka memiliki nilai D 1-2 menit pada suhu standar 90oC dan nilai Z 7.8 o

Mikroba Alicyclobacillus acidoterrestris memiliki nilai suhu standar 95 C. Nilai Z mikroba yang diambil dari kisaran nilai Z yang tercantum pada Tabel 5 diatas adalah nilai Z yang memberikan nilai pasterurisasi tertinggi dengan maksud untuk mendapatkan ketahanan panas maksimal. Sehingga kondisi proses panas yang diterapkan merupakan kondisi terburuk proses panas.

o C dan nilai Z 7.2o

Dari studi literatur yang dilakukan, mikroba yang berpotensi tumbuh karena mendekati kondisi lingkungan tumbuhnya dengan spesifikasi produk, atau dapat menyebabkan infeksi atau merusak produk dan dijadikan mikroba target evaluasi kecukupan panas proses pasteurisasi yang dilakukan adalah : (1) Bacillus coagulan dengan suhu standar (referensi) 100

C dijadikan salah satu mikroba target karena direkomendasikan oleh pelanggan.

o

C dan nilai Z 7.8oC (Toledo 1991) (2) Bacillus pasteurianum, Bacillus polymyxa, Bacillus butyricum dengan suhu standar (referensi) 100oC dan nilai Z 6.7oC (Toledo 1991) (3) Byssoclamys fulva dan B. nivea dengan suhu standar (referensi) 90oC dan nilai Z 7.8oC (Haryadi 2000) (4) Sel vegetatif, kapang, khamir termasuk Lactobacillus sp. dengan nilai suhu standar (referensi) 65.5oC dan nilai Z 3.4oC (Nurhayati et al 2006 dan Toledo 1991) dan (5) Alicyclobacillus acidoterrestris dengan nilai suhu standar 95oC dan nilai Z 7.2o

Evaluasi kecukupan proses panas dilakukan juga pada mikroba yang tumbuh pada bahan pangan asam (pH 4.0-4.5) seperti yang disebutkan pada poin (1), (2) dan (3) diatas, yang memiliki karakteristik berbeda dengan karakteristik produk yang diteliti, dimaksudkan untuk menguji proses pasteurisasi terhadap mikroba yang memiliki ketahanan panas yang lebih dan mengantisipasi kemungkinan disesuaikannya pH produk menjadi pH 4.0-4.5.

C (Splittstoesser et.al. 1994 di dalam Silva dan Gibbs 2001).

Terdapatnya perbedaan suhu referensi terhadap bakteri yang sama dimungkinkan terjadi karena kinetika inaktivasi mikroba sangat dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik bahan pangan. Oleh karena itu, pengalaman empiris dan

masalah-masalah yang pernah terjadi dijadikan dasar untuk menentukan suhu referensi yang mana yang akan digunakan.

Profil Distribusi Panas Dalam Pasteurizer

Hasil pengamatan suhu media air panas pada bak konveyor pasteurisasi menunjukkan tidak ada perbedaan dengan data-data sebelumnya yang dijadikan acuan ketika produksi. Setelah pemanasan media air selama satu jam dan dilanjutkan dengan pasteurisasi produk, dari 9 titik pengamatan suhu, titik A menunjukkan suhu minimum 97.5 oC, titik B menunjukkan suhu minimum 98.4oC, titik C menunjukkan suhu minimum 98.6oC dan titik D menunjukkan suhu minimum 99.7oC, sedangkan titk E, F, G, H dan I kesemuanya menunjukkan suhu 100oC. Hasil lengkap pengamatan suhu disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Suhu media air panas pada bak konveyor pasteurisasi (distribusi panas media Posisi Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A 97.6 97.5 97.6 97.5 97.5 97.5 97.6 97.5 97.6 97.6 B 98.4 98.4 98.5 98.5 98.4 98.6 98.5 98.4 98.5 98.6 C 98.7 98.8 98.7 98.6 98.8 98.7 98.7 98.6 98.7 98.7 D 99.8 99.8 99.8 99.7 99.8 100 99.9 100 99.9 100 E 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 F 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 G 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 H 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 I 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Perbedaan suhu pada bak konveyor pasteurisasi terutama pada titik A, disebabkan karena titik ini merupakan titik terjauh dari sumber panas (titik uap masuk dalam koil). Hal ini mengakibatkan sebagian uap telah berubah menjadi air, sehingga panas yang diberikan pada media (air dalam bak pasteurize) menjadi berkurang. Penggunaan perangkap uap, yang berfungsi memisahkan dan membuang cairan agar panas yang diberikan tetap disalurkan, tidak dapat menyamakan suhu di titik ini dengan titik lainnya. Akibat perbedaan ini, titik terdekat dengan titik A, yaitu titik B, C dan D ikut terpengaruhi suhunya menjadi lebih rendah dari 100oC.

Dengan diketahuinya titik A sebagai titik yang memiliki suhu terendah pada bak konveyor pasteurizer, maka lokasi titik A berada yakni titik A, D dan G dijadikan titik pengambilan sample pengamatan penetrasi panas. Dari data diatas dapat dilihat terdapat 2 titik memiliki suhu dibawah 100o

Kecepatan konveyor bak pasteurisasi diperhitungkan sebagai kemampuan bak menampung beban pasteurisasi, untuk itu kapasitas penampungan dalam bak pasteurisasi ditetapkan, kapasitas pasteurisasi adalah 608 kg/pasteurisasi (20 menit) atau 1824 kg per jam. Kapasitas ini sesuai dengan kapasitas perebusan, kecepatan mesin dan kecepatan inpseksi pengemasan. Proses penetrasi panas dilakukan dengan beban pasteurisasi tersebut dan diatur selalu tetap selama pengamatan penetrasi panas berlangsung dengan cara menggantikan sample produk yang diambil untuk diukur suhunya dengan produk lain.

C. Hal ini dimaksudkan agar penetrasi panas dan perhitungannya dilakukan pada situasi terburuk.

Profil Penetrasi Panas

Hasil pengukuran pH nata de coco, sirup dan campuran selama pengukuran penetrasi panas menunjukan nilai yang relatif stabil dan sesuai dengan kisaran yang ditetapkan yaitu 3.3 – 3.9. Hasil pengukuran pH disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai pH nata de coco, sirup dan campuran

Pengamatan pH Nata de coco pH Sirup pH Campuran

1 3.60 3.70 3.64 2 3.58 3.72 3.63 3 3.60 3.66 3.61 4 3.62 3.63 3.62 5 3.54 3.65 3.60 6 3.58 3.68 3.60 7 3.62 3.65 3.62 8 3.68 3.64 3.67 9 3.56 3.64 3.61 10 3.57 3.67 3.60

Berdasatrkan data pH pada Tabel 8 produk nata de coco yang diproduksi termasuk dalam bahan pangan asam tinggi dan mikroba yang memungkinkan dijadikan referensi adalah mikroba dengan pH lebih kecil dari 4.0 seperti yang

disebutkan pada Tabel 6 di atas. Namun demikian dengan pertimbangan permin- taan dan evaluasi serta validasi proses pasteurisasi, mikroba referensi dengan kisaran pH 4.0–4.5 dilakukan.

Penahanan produk selama tiga menit untuk mengantisipasi terjadinya penu- runan suhu akibat waktu jeda antara pengisian dan pasteurisasi menunjukkan ter- jadinya penurunan suhu antara 1.1oC hingga 1,4oC pada suhu ruangan berkisar 30oC. Sementara itu penetrasi panas menunjukkan perubahan suhu berkisar 0oC hingga 2.7o

Perubahan suhu setelah penahanan hingga akhir pasteurisasi berkisar 12.9 C setiap menit proses pasteurisasi. Kenaikan tertinggi terjadi pada awal pemanasan dan makin kecil ketika mendekati akhir proses pasteurisasi atau mendekati titik maksimum.

o C hingga 13.9oC. Dari hasil tersebut, kenaikan 12.9oC terjadi pada produk dengan suhu awal 84.7oC yang merupakan suhu awal tertinggi sedangkan kenaikan sebanyak 13.9oC terjadi pada produk dengan suhu awal 80.7oC, 80.8oC, dan 80.9o

Dari pengukuran penetrasi panas selama pasteurisasi dengan sepuluh kali pengamatan, seperti tergambar pada Gambar 5, suhu maksimal terendah adalah 93.4

C yang merupakan suhu awal terendah. Hal ini menunjukkan makin tinggi suhu awal selisih kenaikan yang terjadi akan semakin rendah dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan prinsip proses termal yang membentuk garfik trapesium dalam prosesnya. Hasil penetrasi panas proses pasteurisasi nata de coco disajikan pada Gambar 5.

o

C dicapai oleh produk bersuhu awal 80.7oC yang merupakan produk suhu awal terendah, sedangkan suhu maksimal tertinggi adalah 96.5oC dengan suhu awal 84.7oC yang merupakan produk dengan suhu awal tertinggi.

Gambar 5. Penetrasi panas selama pasteurisasi

Kecukupan Proses Pasteurisasi

Seluruh hasil penetrasi panas dilakukan evaluasi kecukupan panasnya terhadap 5 (enam) suhu referensi standar mikroba target. Hasi evaluasi kecukupan panas proses pasteurisasi nata de coco selama 20 menit dalam sepuluh kali pengamatan ditampilkan pada Tabel 9.

Hasil yang ditunjukkan Tabel 9, menjelaskan bahwa nilai P80 proses pasteu- risasi nata de coco yang dilakukan dengan konsep proses 6D telah mencukupi untuk mikroba target Bacillus coagulan dengan suhu referensi 100oC dan nilai Z 7.8oC, Byssoclamys fulva dan B. nivea dengan suhu referensi 90oC dan nilai Z 7.8oC, dan Sel vegetatif, kapang, khamir. Namun belum cukup untuk mikroba target Bacillus polymyxa, Bacillus macerans dan Bacillus pasteurianum dengan suhu referensi 100oC dan nilai Z 6.7oC dan belum cukup untuk bakteri Alicyclo- bacillus acidoterrestris dengan suhu referensi 95oC dan nilai Z 7.2o

Proses pasteurisasi dengan konsep 6D didasarkan atas populasi Clostridium botulinum non proteolitik untuk menghasilkan daya awet tergantung cara produksi

C. 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu Pasteurisasi (menit)

S u h u ( C ) Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Pengamatan 4 Pengamatan 5 Pengamatan 6 Pengamatan 7 Pengamatan 8 Pengamatan 9 Pengamatan 10

pangan yang baik (CPPB/GMP). Nilai D untuk C. Botulinum non-proteolitik adalah 1.7 menit, sehingga untuk target reduksi 6 desimal (6D) ekivalen dengan nilai P=10 menit yang didapat dari 6 x 1.7 menit (Holdsworth 1992). Menurut Fellow (2000) proses panas dengan target reduksi 2 sampai 12 D bisa dilakukan dan mencukupi disesuaikan dengan CPPB yang diterapkan dan karakteristik produknya. Industri pengalengan komersial umumnya melakukan pasteurisasi untuk menghasilkan nilai pasteurisasi yang ekivalen dengan target reduksi 2D dan 3D untuk mikroba target yang direkomendasikan (Silva dan Gibbs 2001).

Proses pasteurisasi nata de coco yang dilakukan belum cukup untuk mikroba target Bacillus polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus pasteurianum dan Alicyclobacillus acidoterrestris, untuk konsep 6D. Proses pasteurisasi mencukupi untuk mikroba target Bacillus polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus pasteurianum pada suhu awal lebih besar 80 oC untuk konsep 2D dan 3D namun tidak cukup bila suhu awal produk lebih kecil dari 80 oC. Pasteurisasi mencukupi untuk bakteri Alicyclobacillus acidoterrestris konsep 2D namun belum cukup untuk konsep 3D pada suhu awal produk lebih kecil dari 82 o

Pemastian kecukupan nilai pasteurisasi yang dilakukan untuk mikroba target Bacillus polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus pasteurianum dan Alicycloba- cillus acidoterrestris, dapat diambil berdasarkan data empiris dan pengalaman terhadap masalah-masalah yang mungkin pernah terjadi. Evaluasi yang bisa dilakukan seperti kemungkinan tumbuhnya spora bakteri tersebut selama penyim- panan dalam waktu tertentu dan pengamatan kualitas produk selama penyimpanan atas proses pasteurisasi yang dilakukan dalam berbagai perlakuan.

C.

Apabila data-data empiris membuktikan bahwa bakteri-bakteri tahan panas yang potensial tumbuh tersebut tidak pernah ditemukan, dengan nilai pasteurisasi yang sangat besar, produktifitas dan efesiensi produksi bisa dipertimbangkan untuk ditingkatkan dengan mempercepat waktu pasteurisasi atau mengurangi suhu yang berarti pengurangan biaya energi.

Tabel 9. Hasil evaluasi nilai P pasteurisasi nata de coco terhadap nilai P mikroba target Mikroba Target B coagulan B pasteurianum,

B polymyxa, B. macerans

Byssochlamus fulfa B. Nivea

Sel Vegetatif, Kapang, Khamir Alicyclobacillus acidoterrestris Suhu standar ( o Nilai Z ( C) o Nilai D (menit) C) Nilai D80 100 (menit) 7.8 0.07 25.66 100 6.7 0.5 483.11 90 7.8 2 38.29 65.5 3.7 3 0.0004 95 7.2 2.4 290.77 Nilai P80 Konsep 6D (menit) Standar (Po) 153.94 2898.22 229.74 0.002 1744.60 Nilai P80 Konsep 3D (menit Standar (Po) 76.97 1449.33 114.87 0.001 872.30 Nilai P80 Konsep 2D (menit) Standar (Po) 51.31 966.22 76.58 0.001 581.53

Pengamatan Nilai P80 Nilai P80 Nilai P80 Nilai P80 Nilai P80

1 438.24 770.58 438.24 21221.17 582.96 2 1084.35 2225.92 1084.35 149,403.44 1560.10 3 898.38 1794.43 898.38 104,194.08 1274.61 4 787.33 1527.74 787.33 75,834.18 1100.78 5 1076.08 2203.91 1076.08 144,943.76 1546.51 6 621.69 1170.95 621.69 48,661.81 856.15 7 890.76 1759.82 890.76 98,169.37 1256.76 8 807.73 1558.24 807.73 72,320.25 1126.31 9 490.05 868.42 490.05 24,820.31 654.54 10 474.34 834.29 474.34 22,782.19 631.17

Variasi nilai P terjadi karena pengamatan dilakukan pada kondisi aktual produksi dengan tetap memenuhi standar proses produksi sesuai yang dijelaskan pada diagram alir proses produksi nata de coco (Gambar 4). Kondisi tersebut menghasilkan hubungan antara suhu awal dan nilai P, dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan suhu awal dan nilai P lainnya yang dikehendaki.

Suhu awal sebelum pasteurisasi, perubahan suhu/penetrasi panas selama pasteurisasiasi dan nilai P yang dihasilkan berubah terhadap waktu. Begitu pula dengan perubahan suhu akhir yang terjadi terlihat dipengaruhi juga oleh suhu awal menunjukkan penetrasi panas proses pasteurisasi yang dilakukan dapat dijadikan metode validasi untuk menentukan waktu, suhu dan nilai P pasteurisasi lainnya.

Dokumen terkait