• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1 Alur pikir pendekatan masalah Intensitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan daerah tingkat II di Propinsi DKI Jakarta yang baru dibentuk melalui UU No. 34 tahun1999 dan PP No. 55 tahun 2001. Wilayah kepulauan Seribu adalah sebuah kecamatan yang ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Administratif dengan 2 kecamatan dan 6 kelurahan. Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau kecil di perairan laut sebelah utara DKI Jakarta. Luas Kepulauan Seribu (daratan dan perairan) 6 997,50 km2 sekitar 10 kali luas daratan Propinsi DKI Jakarta dengan luas 864,59 ha dan jumlah pulau sebanyak 110 buah.

Keadaan angin di Kepulauan Seribu terbagi menjadi angin musim barat (Desember-Maret) dan angin musim timur (Juni-September). Musim pancaroba terjadi pada April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot bertiup dari barat laut dan musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot bertiup dari timur laut. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember - April dengan hari hujan rata-rata 20 hari/bulan dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei-Oktober yang kadang-kadang masih terdapat hujan antara 4-10 hari per bulan dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Laju pertambahan penduduk rata-rata 2,92% per tahun dengan laju pertumbuhan pada periode 1998-1999 cukup tinggi yaitu 5,65%. Pertambahan penduduk dibeberapa pulau diantaranya pulau Pari cukup tinggi karena didorong oleh aktivitas perekonomian (Bapeda DKI 2001).

Dalam pembagian kelurahan, pulau Pari termasuk kecamatan Kepulauan Seribu selatan yang terdiri dari 10 buah pulau. Lokasi penelitian berada pada pulau Pari sekitar 35 km (± 3,5-5 jam ) dari Jakarta. Transportasi laut yang terdekat adalah melalui Rawasaban (Tangerang) ± 1,5-2 jam perjalanan menggunakan kapal motor. Pada musim barat dan musim timur terjadi pergerakan arus dari timur ke barat, sehingga membawa banyak kotoran (sampah- sampah) dari darat yang membahayakan kelangsungan organisme perairan. Penelitian tentang karang diperoleh hasil bahwa sebagian karang mengalami stress

akibat kondisi perairan yang kurang mendukung bersamaan dengan kematian masal algae laut yang menjadi sumber penghasilan utama nelayan pulau Pari (Johan 2001). Perairan yang bersifat open access terjadi dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut yang dilakukan dengan cara mematok sendiri oleh petani. Kondisi ini mengakibatkan semakin padat lahan budidaya, sehingga banyak sampah yang masuk dan tertahan pada lahan maupun tanaman budidaya. Akibat dari padatnya lokasi perairan dengan tanaman rumput laut, sehingga jalur transportasi keluar masuk pulau Pari pun mengalami kesulitan.

Jumlah pembudidaya dan produksi pada tahun 1997 berjumlah 164 orang dengan produksi 642 ton, sedangkan tahun 1998 jumlah pembudidaya 876 orang dengan produksi 3.432 ton. Beberapa tahun ini rumput laut K. alvarezii merupakan sumber penghasilan utama dari masyarakat kepulauan Seribu mulai memperlihatkan infeksi penyakit yang cukup serius terutama di pulau Pari, sehingga kegiatan budidaya mulai terhenti. Kondisi ini perlu diperhatikan untuk pengembangan budidaya rumput laut dimasa yang akan datang, sehingga budidaya rumput laut K. Alvarezii di pulau Pari dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Kondisi Lingkungan Perairan

Kehidupan rumput laut atau algae dalam kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh faktor dalam maupun faktor dari luar. Gambaran tentang biofisik air laut penting diketahui karena dapat mempengaruhi perkembangan rumput laut. Faktor luar yang mempengaruhi perkembangan rumput laut adalah faktor fisika, kimia dan biologi perairan.

Hasil pengukuran dan pemantauan parameter kualitas air di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari selama penelitian dan parameter ideal dirincikan pada Tabel 4 dan Lampiran 1 & 2.

Tabel 4 Perbandingan parameter kualitas air di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari dengan parameter ideal.

Parameter Satuan Barat Utara Ideal Sumber Pustaka

Arus cm/dtk 2,50-5,56 1,62-2,14 20 - 30 Atmadja et al. (1996)

Kecerahan m 2,25-2,52 2,15-2,25 1,5 - 5 Direktorat Jenderal Perikanan (1997)

Suhu ºC 27-30 30-31 27 - 29 Mubarak dan

Wahyuni (1981) pH - 8,0-8,4 7,1-7,4 7 - 9 Zatnika (1988) Salinitas ppm 31,2-32,8 31,3-32,5 32 – 34 Atmadja et al. (1996) Oksigen terlarut mg/l 3,96-6,96 3,90-4,86 4,8 - 6,2 Zatnika (1988) Nitrat mg/l 0,152 - 0,272 0,1097 - 0,1114 1,0 - 3,2 Zatnika & Angkasa, 1994) Ortho- pospat mg/l 0,0060 - 0,0080 0,0041- 0,0054 0,021 - 0,10 Zatnika & Angkasa (1994) Faktor fisika Arus

Kecepatan arus merupakan faktor penentu lama waktu keberadaan substansi gas, unsur hara terlarut dan padatan partikel berada pada suatu habitat dan kolom air. Kecepatan arus secara tidak langsung menjadi penentu suplai unsur hara, pembersih / pengangkut padatan partikel yang dapat menempel pada rumput laut dan mengatasi kenaikan tempratur air laut yang tajam.

Kecepatan arus di lokasi barat berkisar antara 2,50-5,56 cm/det dengan rata- rata 4,5 cm/det dan standar deviasi 1,20, sedangkan lokasi budidaya utara kecepatan arus berkisar antara 1,62-2,14 cm/det dengan rata-rata 1,88 cm/det dan standar deviasi 0,179. kecepatan arus di lokasi barat mulai minggu kesatu sampai minggu keempat hampir sama dengan kecepatan arus + 5 cm/det kemudian menurun sampai minggu kedelapan. Kecepatan arus di lokasi utara dari minggu kesatu sampai minggu kedelapan terus terjadi penurunan yaitu dari 2,10 cm/det menjadi 1,66 cm/det (Gambar 5 Lampiran 1 & 2).

0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (minggu)

K e c A rus ( c m /d e t) Barat Utara

Gambar 5 Rata-rata kecepatan arus di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari.

Secara statistik kecepatan arus di kedua lokasi berbeda sangat nyata. (Lampiran 3). Kondisi arus di kedua lokasi budidaya selama pemeliharaan tidak memenuhi kriteria budidaya, sehingga kondisi rumput laut berada pada kondisi tidak sehat. Menurut Admadja et al. (1996) kecepatan arus yang baik untuk budidaya K. alvarezii adalah 20-30 cm/det. Kondisi arus di kedua lokasi tidak memenuhi kriteria lahan budidaya, namun lokasi budidaya di sebelah barat lebih baik dari lokasi budidaya sebelah utara.

Kecerahan

Kecerahan perairan merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan algae, sebab rendahnya kecerahan mengakibatkan cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan berkurang. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis, tetapi

sebaliknya adanya cahaya matahari yang berlebihan mengakibatkan tanaman menjadi putih, karena hilangnya protein. Kecerahan di lokasi budidaya barat berkisar antara 2,25-2,52 m dengan rata-rata 2,34 m dan standar deviasi 0,102, sedangkan di lokasi budidaya utara berkisar antara 2,15-2,25 m dengan rata-rata 2,23 m dan standar deviasi 0,035 (Gambar 6 Lampiran 1 & 2).

1 2 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8

w aktu pengamatan (minggu)

Ke c e ra h a n ( m ) barat Utara

Gambar 6 Rata-rata kecerahan di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari

Kecerahan perairan di lokasi barat dan utara secara statistik berbeda sangat nyata (Lampiran 3), dimana kecerahan tertinggi di lokasi budidaya barat. Kecerahan pada lokasi barat dari minggu kesatu sampai minggu kelima berfluktuasi kemudian stabil. Kecerahan di lokasi utara dari minggu kesatu sampai minggu kedelapan dapat dikatakan stabil. Tingkat kecerahan di kedua lokasi masih di atas 1,5 m dan bila dibandingkan dengan kriteria kesesuaian lahan budidaya, maka tergolong cukup baik. Berdasarkan pemantauan, lokasi budidaya barat tergolong lebih baik dari lokasi utara karena masih terdapat kondisi air yang jernih. Hal ini didukung oleh Direktorat Jenderal Perikanan (1997) bahwa kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 m cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut dan yang terbaik adalah 5 m ke atas.

Suhu

Rumput laut mempunyai kisaran suhu yang spesifik karena adanya enzim pada rumput laut yang tidak dapat berfungsi pada suhu yang terlalu dingin maupun terlalu panas Dawes (1981). Suhu perairan mempengaruhi laju

fotosintesis dan dapat merusak enzim serta membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, membran protein dan lemak dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal didalam sel, sehingga mempengaruhi kehidupan rumput laut, seperti kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis dan respieasi (Laning, 1990).

Kisaran suhu di lokasi budidaya sebelah barat berkisar antara 27-30 °C dengan rata-rata 28,6 °C dan standar deviasi 1,59, sedangkan suhu di lokasi utara berkisar antara 30-31 °C dengan rata-rata 30,2 °C dan standar deviasi 0,67 (Gambar 7 Lampiran 1 & 2).

26 27 28 29 30 31 32 33 34 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (minggu)

S uhu ( oC ) Barat utara

Gambar 7 Rata-rata suhu perairan di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari

Secara statistik suhu di kedua lokasi budidaya berbeda sangat nyata (Lampiran 3). Suhu di lokasi barat pada minggu kesatu sampai minggu kelima berkisar antara 27 - 28 °C dan meningkat pada minggu keenam sampai minggu kedelapan menjadi 30 °C. Suhu di lokasi utara pada minggu kesatu sampai minggu kedelapan mempunyai kisaran suhu yang tinggi yaitu 30 - 31 °C. Kisaran suhu di lokasi barat masih cukup baik bagi peruntukan budidaya Eucheuma dengan kisaran. Hal ini didukung oleh Mubarak dan Wahyuni (1981) bahwa kisaran suhu antara 27-29 °C memberikan laju pertumbuhan Eucheuma, rata-rata di atas 5%. Kisaran suhu di lokasi utara yang cukup tinggi antara 30-31 °C sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman uji. Perbedaan suhu di kedua lokasi diduga karena letak lokasi dimana lokasi barat agak terbuka yaitu

berhadapan dengan laut lepas. Sementara di lokasi utara (gobah) agak tertutup karena terhalang oleh pulau, sehingga lokasi barat lebih baik daripada lokasi utara. Hal ini didukung oleh Nontji (1993) bahwa di gobah (lagoon) yang terperangkap dijumpai suhu yang panas dan apabila air surut pada siang hari kadang-kadang bisa mencapai 35 °C. Suhu perairan yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut pucat kekuning- kuningan yang menyebabkan rumput laut tidak sehat dan inilah salah satu kondisi bisa terinfeksi bakteri ice ice (Sulistijo 1996).

Faktor kimia pH

pH merupakan faktor penting dalam kehidupan rumput laut diantara faktor-faktor lingkungan lainnya. Setiap organisme mempunyai toleransi tertentu terhadap pH, sama halnya dengan rumput laut yang memerlukan kondisi pH perairan yang khas untuk kehidupannya. Nilai pH di lokasi barat berkisar antara 8,0-8,4 dengan rata-rata 8,2, dan standar deviasi 0,1455, sedangkan di lokasi utara berkisar antara 7,1-7,4 dengan rata-rata 7,3 dan standar deviasi 0,0807 (Gambar 8 Lampiran 1 & 2). Kadar pH selama masa pemeliharaan di kedua lokasi budidaya tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman uji. Menurut Chapman (1962) hampir seluruh algae menyukai kisaran pH 6,8-9,6, sehingga pH bukanlah masalah bagi pertumbuhannya. pH yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan Eucheuma sp. berkisar antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,3-8,2. (Zatnika 1988).

6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (minggu)

pH

Barat utara

Gambar 8 Rata-rata pH di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari.

Oksigen terlarut

Oksigen dihasillkan dari tanaman rumput laut dan menjadi kelanjutan kehidupan biota perairan karena dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air, termasuk bakteri untuk respirasi. Fitoplankton juga membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan diwaktu siang hari sebagai hasil dari proses fotosintesis. Proses pertukaran oksigen antara udara dan laut dipengaruhi oleh difusi, pergantian air yang ada di permukaan dan oleh gelembung udara yang terjadi pada saat turbulensi (Sijabat 1973 in Kusdi 2005).

Kandungan oksigen terlarut di lokasi budidaya barat berkisar antara 3,96- 6,96 mg/l dengan rata-rata 5,59 mg/l dan standar deviasi 0,10, sedangkan di lokasi budidaya sebelah utara kisaran oksigen terlarut antara 3,90-4,86 mg/l dengan rata- rata 4,63 mg/l dan standar deviasi 0,03 (Gambar 9 Lampiran 1 & 2). Perbedaan kandungan oksigen kedua lokasi tersebut secara statistik berbeda nyata. Oksigen terlarut di lokasi barat dari minggu kesatu sampai minggu keempat berkisar antara 6,52-6,78 mg/l kemudian menurun pada minggu kelima sampai minggu kedelapan dengan kisaran 3,96-4,5 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi utara pada minggu kesatu sampai minggu kedelapan tidak ada perbedaan yang menyolok dari rata-rata 4,6 mg/l. Perbedaan oksigen pada kedua lokasi budidaya ini diduga karena gerakan air di lokasi utara sangat rendah, sehingga lokasi budidaya barat masih lebih baik. Hal ini diacu dengan pernyataan Zatnika (1988) bahwa oksigen terlarut untuk lahan budidaya berkisar antara 4,8 - 6,2 mg/l (Tabel 4).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (minggu)

O k s igen t e rl a rut ( m g/ l) Barat Utara

Gambar 9 Rata-rata kandungan oksigen terlarut di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari.

Peranan unsur hara

Unsur hara (N dan P) diperlukan diperlukan rumput laut untuk pertmbuhan, reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa kandungan zat-zat organik seperti karbohidrat, protein dan lemak. Masuknya unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut. Bila difusi makin banyak akan mempercepat proses metabolisme, sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Apabila perairan mengalami kekurangan unsur hara, maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lambat dan tidak sehat. Hal ini sangat nampak pada kegiatan budidaya di perairan pulau Pari.

Nitrogen

NO3-, NO2- dan NH3

Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia di lokasi budidaya barat berturut-turut berkisar antara 0,152-0,272 mg/l dengan rata-rata 0,1998, nitrit 0,0102-0,0113 mg/l dengan rata - rata 0,0105 dan amonia 0,1706-0,1821 mg/l dengan rata-rata 0,1772 mg/l, sedangkan lokasi budidaya utara berkisar antara 0,1097-0,1114 mg/l dengan rata-rata 0,1105 mg/l, nitrit 0,0108-0,0110 mg/l dengan rata-rata 0,0109, dan amonia 0,1714-0,1814 mg/l dengan rata-rata 0,1802. Konsentarasi nitrat di lokasi budidaya barat berfluktuasi dan tertinggi pada minggu ketiga yaitu 0,27 mg/l kemudian menurun sampai minggu kedelapan yaitu 0,170, sedangkan konsentrasi nitrat di lokasi budidaya utara selama masa pemeliharaan dari minggu kesatu sampai minggu kedelapan lebih rendah dan relatif sama (Gambar 10 Lampiran 1 dan 2). Rata - rata konsentrasi nitrat di kedua lokasi budidaya rendah sekali bila dibandingkan dengan konsentrasi yang ideal 1,0 - 3,2 (Tabel 4), namun lokasi budidaya sebelah barat masih lebih baik daripada lokasi budidaya sebelah utara.

Gambar 10 Rata-rata nitrat, nitrit dan amonia di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari.

Pospat

Total pospat dan ortho pospat

Pospat merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam transformasi energi metabolik yang perannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Kuhl 1974). Unsur P di perairan terdapat dalam senyawaan pospat dalam bentuk organik dan anorganik, namun hanya ortho pospat yang terlarut dalam air dan dapat langsung digunakan oleh organisme nabati (Haryadi et al. 1992).

Kandungan total pospat di lokasi budidaya sebelah barat berkisar antara 0,116-0,136 mg/l dengan rata- rata 0,1225 dan lokasi budidaya sebelah utara berkisar antara 0,0056-0,0062 mg/l dengan rata-rata 0,0060. Ortho pospat di lokasi budidaya barat berkisar antara 0,0060-0,0080 mg/l dengan rata-rata 0,0074 dan lokasi utara 0,0041-0,0054 mg/l dengan rata-rata 0,0049 (Gambar 11 Lampiran 1 dan 2). Secara statistik kandungan orhto pospat di kedua lokasi budidaya berbeda nyata. Kandungan orhto pospat berada pada konsentrasi sangat rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi ortho pospat yang ideal (Tabel 4). namun di lokasi budidaya barat masih lebih baik daripada lokasi budidaya sebelah utara. 0.155 0.165 0.175 0.185 0.195 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu pengamatan (mg/l) A m on ia ( m g/ l) Barat Utara 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0 1 2 3 4 5 6 7 8

w aktu pengamatan (minggu)

N itr at (m g/ l) Barat Utara 0.005 0.008 0.011 0.014 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (minggu)

N itr it ( m g /l) Barat Utara

Kekurangan pospat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk tanaman algae dibandingkan dengan kekurangan nitrogen di perairan karena walaupun ketersediaan pospat sering melimpah dalam bentuk berbagai senyawa pospat namun hanya dalam bentuk ortho pospat (PO4) yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman akuatik.

Gambar 11 Rata-rata kandungan total pospat dan ortho pospat di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari.

Faktor biologi

Algae yang dibudidayakan tidak terlepas dari pengaruh biologi perairan seperti predator, pencemaran dan penyakit. Fungsi ekologis dari rumput laut sebagai pendukung kehidupan akuatik di laut yaitu sebagai makanan dan pelindung binatang akuatik selalu mempengaruhi persporaan rumput laut. Binatang-binatang ini pada awalnya hanya memakan tumbuhan penempel di sekitar tanaman tetapi kemudian memakan Kappaphycus. Saat pengamatan dilakukan, banyak ditemukan benih ikan baronang dan algae penempel di kedua lokasi penelitian barat dan utara hal ini diduga sedang terjadi musim pemijahan ikan baronang di perairan pulau Pari. kepulauan Seribu pada bulan Mei dan Oktober-Nopember merupakan musim ikan baronang dalam jumlah besar yang dapat merugikan nelayan rumput laut ( Sulistijo 2002).

Selain predator ikan, ada juga tumbuhan yang menjadi pesaing bagi pertumbuhan K. alvarezii dan tumbuh pada rakit penelitian. Di samping itu tumbuhan penempel seperti tunikata yang menutupi thallus rumput laut akan menyerap nutrisi dan menghalangi proses fotosintesis. Gangguan ini dapat mengakibatkan tanaman menjadi tidak sehat dan dengan mudah terinfeksi bakteri penyebab ice ice pada bagian yang tertutup total oleh koloni tunikata.

Tumbuhan penempel di lokasi barat mulai kelihatan pada minggu ketiga, sedangkan ikan baronang yang memakan thallus mulai menyerang pada minggu kelima. Kondisi tanaman uji menunjukkan adanya serbuk putih pada luka bekas gigitan ikan dan mulai menjalar ke bagian thallus sekitar bekas gigitan karena infeksi bakteri ice ice (Gambar 12).

Gambar 12 Luka bekas gigitan ikan pada tanaman uji.

Sementara di lokasi utara mulai dari minggu kedua sudah banyak terdapat tumbuhan penempel dan luka bekas gigitan ikan pada tanaman uji serta sampah disekitar rakit (Gambar 13).

Gambar 13 Kotoran dan algae penempel pada tanaman uji

Perbedaan tingkat keberhasilan di kedua lokasi budidaya diduga karena pengaruh dari kondisi kualitas lingkungan budidaya, sehingga tanaman di lokasi barat masih ada pernambahan bobot sedangkan pada lokasi utara tidak ada pernambahan bobot. Tumbuhan pengganggu dan sampah di kedua lokasi berupa limbah rumah tangga seperti plastik, dedaunan dan ranting yang menyangkut pada rakit penelitian di lokasi budidaya ( gambar 14).

Gambar 14 Sampah dan tumbuhan pengganggu di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari

Secara historis lahan budidaya rumput laut di pulau Pari lebih efisien dibanding lahan budidaya di gugusan pulau Pari. Namun dari parameter- parameter kualitas lingkungan yang diamati selama masa pemeliharaan diacu dengan hasil pengukuran biofisik kualitas perairan dari penelitian IPB (1997) menunjukkan kualitas lingkungan perairan semakin menurun hampir tidak sesuai untuk lahan budidaya (Tabel 4).

Tabel 5 Perbandingan kualitas perairan di pulau Pari tahun 1997 dan 2002

Parameter Satuan Tahun 1997 Tahun 2002

Fisika a. Arus cm/det 10 < 10 b. Suhu °C 29 30-32 Kimia a. pH 7 8-8.03 b. Salinitas ‰ 32 30 c. Nitrat mg/l 0.003 0.001-0.002 d.Phosphat mg/l 0.007 0.001-0.006 e.Timah hitam (Tb) mg/l 0.005 0.012-0.027 Biologi

a. Komunitas makro alga banyak sedang

b. Hewan-herbivor sedang banyak

Lingkungan

c.Pencemaran tidak ada ada/tinggi

Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama dilakukan untuk menggambarkan korelasi karakteristik fisika - kimia perairan pada setiap stasiun pengamatan. Terlihat bahwa informasi penting terpusat pada tiga sumbu utama (Fl, F2 dan F3) baik di lokasi budidaya sebelah barat maupun utara. Di lokasi budidaya sebelah barat masing-masing sumbu mempunyai kontribusi sebesar 56,34%, 16,12% dan 12,91% dari total ragam sebesar 85% (Lampiran 9B). Sedangkan di lokasi budidaya sebelah utara masing-masing sumbu (F1, F2 dan F3) mempunyai kontribusi sebesar 44,87%, 20,80% dan 14,62% dari total ragam sebesar 80,28%, (Lampiran 10B).

Korelasi antar variabel terlihat bahwa di lokasi budidaya sebelah barat variabel berperan utama membentuk sumbu F1 adalah oksigen terlarut dan arus dengan kontribusi sebesar 14,03% dan 13,50%, variabel ortho-pospat berperan utama dalam membentuk sumbu F2 dengan kontribusi sebesar 39,63% dan variabel kecerahan dan total fosfat berperan utama dalam membentuk sumbu F3 (Lampiran 9C).

Hasil korelasi antar variabel terlihat bahwa di lokasi budidaya sebelah utara variabel berperan utama dalam membentuk sumbu F1 adalah suhu dengan kontribusi sebesar 15,24%, dan F2 adalah total pospat, nitrat dan kecerahan dengan kontribusi sebesar 29,4%, 23,20% dan 20,27%. (Lampiran 10C). Uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas lingkungan fisika kimia di sebelah barat dicirikan oleh arus dan oksigen. Lokasi budidaya utara dicirikan oleh suhu, kecerahan, nitrat dan total pospat.

Pertumbuhan Rumput Laut Perkembangan biomassa

Pertumbuhan rumput laut seperti halnya pertumbuhan algae akan mengikuti pola pertumbuhan logistik (ekperimen maksimal) yaitu pada mulanya meningkat linear sampai tingkat maksimal mendekati plateau. Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii yang diamati selama 8 minggu di kedua lokasi budidaya barat dan utara pulau Pari memperlihatkan dua tahap pembentukan biomassa yaitu tahap pertama (minggu 1-4) dan tahap kedua (minggu 5-8). Pertumbuhan rumput

laut ditentukan oleh faktor kecerahan, temperatur, unsur hara (N dan P) dan keadaan biomassa. Bobot basah yang dihasilkan merupakan suatu produksi pembentukan biomassa yang ditentukan oleh laju pertumbuhan (G) x bobot biomassa (

B ). Apabila keadaan biomassa rumput laut mengalalami tekanan lingkungan, maka kondisi biomassa dalam keadaan rentang terhadap penyakit. Kondisi seperti ini mengakibatkan rumput laut terkena penyakit ice ice (pengkroposan), sehingga produksi rumput laut ditentukan oleh laju pertumbuhan (G) x laju pengkroposan (z) dan (

B ). Pada tahap awal G > z (minggu 1 - 4), sehingga masih terdapat pertumbuhan biomassa. Apabila pengkroposan meningkat maka G < z (minggu 5 - 8) mengakibatkan pembentukan biomassa menurun. Sehubungan dengan proses laju pertumbuhan, maka penanaman rumput laut dengan bobot awal yang sama di kedua lokasi budidaya (125 g) menunjukkan karakter pertumbuhan yang tidak normal. Lokasi budidaya barat masih terlihat adanya pertambahan bobot, namun pertumbuhan yang semestinya dalam keadaan pesat mendadak menurun setelah mencapai puncak pada minggu keempat

Lokasi budidaya barat pertumbuhan biomassa dari minggu kesatu sampai minggu keempat meningkat dari 125 ke 206,3g dan mengikuti pola hubungan linear yaitu Y = 28,15x + 91,3 ; R2 = 0,88 (gambar 15). Laju pertumbuhan dari minggu pertama sampai minggu keempat sebesar 28,15 g/minggu.

Gambar 15 Pertubuhan rumput laut minggu ke 1- 4 dan minggu ke 5-8 di lokasi budidaya barat pulau Pari.

Selanjutnya dari minggu kelima sampai minggu kedelapan terjadi penurunan biomassa dari 206,3 ke130,6g serta mengikuti pola hubungan linear

y = -20.64x + 291.66 R2 = 0.9708 0 50 100 150 200 250 5 6 7 8

Waktu pengam atan (m inggu)

B o bot ba s a h ( g ) y = 28.15x + 91.3 R2 = 0.8823 0 50 100 150 200 250 1 2 3 4

Waktu pengamatan (minggu)

Bo b o t b asah ( g )

yaitu Y = - 20,64x + 291,66 ; R2 = 0,97 (Gambar 15). Laju pengkroposan mulai dari minggu kelima sampai minggu kedelapan sebesar -20,64g / minggu.

Pembentukan biomassa setelah minggu kelima lebih didominasi oleh penurunan bobot basah karena meningkatnya infeksi bakteri penyebab penyakit ice ice, sehingga faktor produksi, kecerahan, tempratur dan unsur hara menjadi tereliminir.

Pembentukan biomassa pada tahap pertama sampai tahap kedua memberikan indikasi laju pertumbuhan lebih kecil dari laju pengkroposan, sehingga terjadi penurunan biomassa (biomassa mengalami pengkroposan). Pada tahap pertama (minggu ke1-4) terjadi penurunan yang mendatar dari 125 ke

Dokumen terkait