• Tidak ada hasil yang ditemukan

83 Karakteristik Contoh

Umur dan Jenis Kelamin

Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir pada saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun Hurlock (1999). Menurut Yusuf dalam Kusumaningrum (2006), masa usia sekolah dasar dibagi menjagi dua fase, yaitu masa kelas rendah berumur 6 sampai 9 tahun dan masa kelas tinggi 12 sampai 13 tahun. Menurut Tarwotjo (1990) diperkirakan diseluruh Indonesia setiap tahun terdapat lebih dari 60.000 anak penderita xeroftalmia tingkat berat akibat KVA.

Pengambilan contoh dipilih secara criteria inklusi berusia 7-9 tahun, dikarenakan pada usia ini anak sudah tidak mendapat suplementasi vitamin A sehingga diharapkan hasil yang didapat akurat. Contoh merupakan siswa yang duduk dikelas dua sekolah dasar di desa cibeber kecamatan Leuwiliang. Sebanyak 8.8% contoh berumur 7 tahun, sebanyak 47.1% contoh berumur 8 tahun dan sebanyak 44.1% contoh berumur 9 tahun. Umur terendah contoh 7 tahun dan umur tertinggi contoh adalah 9 tahun. Adapun sebaran umur dan jenis kelamin contoh disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Umur dan Jenis Kelamin contoh

jenis kelamin Umur 7 8 9 Total n % n % n % n % laki-laki 0 0 10 29.4 10 29.4 20 58.8 perempuan 3 8.8 6 17.6 5 14.7 14 41.2 total 3 8.8 16 47.1 15 44.1 34 100

Berdasarkan Tabel 7 contoh merupkan anak Sekolah Dasar Negeri Angsana I berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan jumlah keseluruhan sebanyak 37 contoh. Sebanyak 58.8% contoh berjenis kelamin laik-laki dan 41.2% berjenis kelamin perempuan. Dalam penelitian ini contoh berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada contoh berjenis kelamin perempuan. Menutut Muhilal dan Sulaeman (2004) tidak ada perbedaan antara angka kecukupan vitamin A pada anak laki-laki dan permpuan yaitu sebesar 500 µg RE/hari. Akan tetapi menurut WHO 1995 laju pertumbuhan dan kebutuhan vitamin A sejak lahir hingga usia 10 tahun pada anak laki-laki secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan.

84 Parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi keluarga contoh antara lain pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga dan pendapatan perkapita keluarga contoh. Pendidikan dan pekerjaan orang tua contoh yang diukur adalah dari kepala keluarga contoh (ayah). Kondisi sosial ekonomi keluarga contoh penting diketahui dalam penelitian untuk lebih mengetahui karakteristik contoh. Data kondisi sosial ekonomi merupakan data sekunder diperoleh berdasarkan wawancara oleh enumerator.

Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua

Jenjang pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan. Adapun jenjang pendidikan tersebut yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, diploma, S1, dan S2. Pendidikan orang tua dilihat dari jenjang pendidikan kepala keluarga contoh. Berdasarkan klasifikasi jenjang pendidikan tersebut 8.8% orang tua contoh tidak sekolah, sebanyak 26.5% tidak tamat SD, 55.9% tamat SD dan 8.8% tamat SMP. Pendidikan orang tua contoh sebagian besar adalah tamat SD, hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan orang tua contoh.

Pendidikan orang tua contoh masih tergolong rendah sehingga memungkingkan pengetahuan tentang pemilihan ragam makanan yang dikonsumsi juga rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Soewondo & Sadi (1990) yang mengemukakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga lebih banyak informasi yang diserap. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Menurut Riyadi (2006) keadaan gizi seseorang banyak ditentukan oleh perilaku pengasuhannya, apabila pendidikan dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orang tua baik maka keadaan gizi anak juga baik. Tingkat pendidikan orang tua contoh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap asupan makanan dan status gizi contoh.

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Pekerjaan orang tua contoh sebagian besar adalah buruh tani yaitu sebanyak 47.1%. Pekerjaan lain yang cukup banyak dilakukan oleh orang tua contoh adalah buruh non tani sebanyak 32.4%. Selain kedua pekerjaan tersebut pekerjaan orang tua contoh antara lain adalah 8.8% tidak bekerja, 2.9% petani,

85 2.9% pedagang dan 5.9% bergerak dibidang pelayanan jasa. Sebaran jenjang pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua contoh disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Jenjang pendidikan dan pekerjaan orang tua contoh

Pekerjaan

Pendidikan

tidak sekolah tidak tamat SD SD SMP Total

n % n % n % n % n %

tidak bekerja 3 8.8 0 0 0 0 0 0 3 8.8

petani 0 0 0 0 1 2.9 0 0 1 2.9

pedagang 0 0 1 2.9 0 0 0 0 1 2.9

buruh tani 0 0 3 8.8 13 38.2 0 0 16 47.1

buruh non tani 0 0 4 11.8 4 11.8 3 8.8 11 32.4

PNS 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0

jasa 0 0 1 2.9 1 2.9 0 0 2 5.9

total 3 8.8 9 26.5 19 55.9 3 8.8 34 100

Pekerjaan orang tua contoh sebagian besar bergerak disektor pertanian dan perdagangan. Hal ini dapat disebabkan jenjang pendidikan orang tua contoh sebagian besar adalah tamat SD dengan pendidikan tertinggi orang tua contoh hanya tamat SMP sehingga pekerjaan yang dimiliki juga tidak beragam. Hasil ini sejalan dengan penelitian Engel et al (1994). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Besar Keluarga dan Pendapatan

Menurut BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan sebagai besar keluarga dalam tiga kategori, yaitu kecil (<4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (>7 orang). Berdasarkan kategori besar keluarga teresebut sebanyak 2.9% termasuk dalam keluarga kecil, sebanyak 82.4% termasuk dalam katergori keluarga sedang dan sebanyak 14.7% termasuk dalam kategori keluarga besar. Sebagian besar keluarga contoh termasuk dalam kategori besar keluarga sedang (5-7) anggota keluarga. Besar anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan pangan dan non pangan yang akan meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Lumeta (1987) semakin besar anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan tinggi. Sebaran besar keluarga dan pendapatan perkapita contoh dapat dilihat pada Tabel 9.

86

pendapatan perkapita

besar keluarga

kecil sedang Besar Total

n % n % n % n %

Miskin 1 2.9 16 47.1 4 11.8 21 61.8

tidak miskin 0 0.0 12 35.3 1 2.9 13 38.2

Total 1 2.9 28 82.4 5 14.7 34 100.0

Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga contoh digolongkan menjadi keluarga miskin dan tidak miskin. Menurut BPS (2009), standar Garis Kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat, kategori miskin ada pada pendapatan per kapita <Rp 175.193 dan tidak miskin > Rp 175.193. Berdasarkan standar garis kemiskinan tersebut sebanyak 61.8% keluraga contoh termasuk dalam kategori keluarga miskin dan sebanyak 38.2% keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga tidak miskin

Pendapatan keluarga yang rendah akan berpengaruh terhadap daya beli pangan sehari-hari. Sebagian besar keluarga contoh berpendapatan rendah atau termasuk dalam ketegori keluarga miskin. Menurut Riyadi et al. (1990) hal tersebut memungkinkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya.

Status Gizi Berdasarkan Antropometri

Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat-zat gizi makanan (Riyadi 1995). Menurut Almatsier (2001) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Gibson (2005) mendefinisikan status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, peyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Untuk menghitung status gizi diperlukan data antropometri contoh meliputi data tinggi badan (TB), berat badan (BB) dan data karakteristik yaitu umur contoh. Berikut adalah Tabel 10 sebaran TB, BB dan umur contoh.

87

Parameter Rata-rata+SD (Min-maks)

Tinggi Badan (cm) 117.3+4.2 108.3-125.7 Berat Badan (kg) 19.5+1.97 15-23 Umur (tahun) 8.3+0.7 7-9 Z-skor BB/U -1.89+0.57 -2.7-0.05 Z-skor TB/U -1.89+0.71 -3.1-0.73 Z-skor BB/TB -0.92+0.71 -2.2-3.0

Berdasarkan tabel diatas rata-rata tinggi badan contoh 117.3+4.2 dengan kisaran 108.3+125.7 cm. Rata-rata berat badan contoh 19.5+1.97 dengan kisaran 15-23 kg sedangkan rata-rata umur contoh adalah 8.3+0.7 dengan kisaran 7-9 tahun. Rata-rata z-skor BB/U contoh sebesar -1.89+0.57, rata-rata z- skor TB/U sebesar -1.89+0.71 dan rata-rata z-skor BB/TB sebesar -0.92+0.71. Pengukuran status gizi contoh didasarkan pada parameter BB/TB dihitung menggunakan rumus Z-score (Gibson 1990).

Pengukuran antropometri terbaik menurut Soekirman (2000) adalah menggunakan indikator BB/TB karena ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya anak yang BB/TB kurang dikategorikan sebagai kurus (wasted). Status gizi berdasarkan indikator indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menunjukkan status gizi seseorang pada masa yang relative lama. Indeks TB/U relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam kurun waktu pendek. Sebaran status gizi berdasarkan antropometri contoh disajikan pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11 Status gizi berdasarkan antropometri contoh

status gizi(TB/U)

status gizi (BB/TB)

Normal kurus Total

n % n % n %

Normal 16 47.1 2 5.9 18 52.9

Pendek 16 47.1 0 0 16 47.1

Total 32 94.1 2 5.9 34 100

Hasil pengukuran status gizi berdasarkan BB/TB contoh menunjukkan sebanyak 5.9% contoh tergolong dalam status gizi kurang dan sebanyak 94.1% contoh tergolong status gizi baik. Hasil perhitungan status gizi berdasarkan TB/U contoh menunjukkan sebanyak 52.9% contoh tergolong normal dan 47.1% contoh tergolong pendek. Kekurangan gizi dalam waktu lama akan membahayakan kesehatan. Menutut Apriaji 1986 banyak faktor yang

88 mempengaruhi status gizi diantaranya faktor eksternal meliputi konsumsi pangan, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, latar belakang sosial budaya serta kebersihan lingkungan. Selain faktor eksternal juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu status kesehatan, umur, dan jenis kelamin.

Gizi kurang terjadi karena konsumsi energi memang tidak mencukupi kebutuhan sehingga mengakibatkan hampir seluruh zat gizi lainnya ikut berkurang. Menurut Almatsier gangguan gizi disebabkan oleh masalah primer dan sekunder. Faktor primer, yakni susunan makanan kurang berkualitas dan kurang kuantitasnya, dan faktor sekunder adalah semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Menurut Hardinsyah & Martianto (1992) ada tiga yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kualitas dan ragam pangan yang tersedia dari produksi, pendapatan dan tingkat pengetahuan gizi. Hal ini menunjukkan bahwa telaah tentang konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.

Konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003).

Pengukuran konsumsi pangan contoh dilakukan dengan metode food

recall dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh

responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuisioner. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Perhitungan zat gizi konsumsi pangan dalam penelitian ini mennggunakan DKBM Asean. Masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari. Rata-rata konsumsi, AKG dan tingkat kecukupan yang merupakan persentase hasil perhitungan dari konsumsi dibagi AKG disajikan pada Tabel 12.

89 Tabel 12 Rata-rata konsumsi, AKG dan tingkat kecukupan gizi

Energi dan zat gizi Variabel Konsumsi zat gizi

Energi Konsumsi (kkal/hari) 912 AKG (gram/hari) 1800 Tingkat kecukupan (%) 50.7 Protein Konsumsi (g/hari) 29.3 AKG (gram/hari) 45 Tingkat kecukupan (%) 65.1 Lemak Konsumsi (g/hari) 27.8 AKG (gram/hari) 50 Tingkat kecukupan (%) 55.7 Vitamin A Konsumsi (mg/hari) 235.5 AKG (mg/hari) 500 Tingkat kecukupan (%) 46.9

Berdasarkan tabel rata-rata konsumsi contoh untuk energi sebesar 912 kkal yang mencukupi 50.7% dari rata-rata AKG untuk energi contoh sebesar 1800 kkal. Rata-rata konsumsi protein contoh sebesar 29.3 g yang mencukupi 65.1% dari rata-rata AKG untuk protein contoh sebesar 45 g. Rata-rata konsumsi lemak contoh sebesar 27.8 g yang mencukupi 55.7% dari rata-rata AKG untuk lemak sebesar 50 g. Konsumsi lemak berasal dari sumber protein hewani sebesar 10.9% dari AKG lemak sebesar 50 g. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh sebesar 235.5 mg yang mencukupi 46.9% dari rata-rata AKG untuk vitamin A contoh sebesar 500mg. Konsumsi vitamin A contoh berasal dari sumber protein hewani sebesar 9.1% dari AKG vitamin A sebesar 500mg.

Tingkat kecukupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kebutuhan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh secara keseluruhan hanya memenuhi separuh dari kebutuhan energi dan zat gizi yang dibutuhkan. Energi dan protein berperan secara timbal balik antara keduanya terhadap pertumbuhan anak. Kurang gizi merupakan hasil akhir kesinambungan mekanisme perubahan anatomi dan penurunan fungsi tubuh akibat kekurangan asupan energi dan zat gizi (Waterlow et al 1992)

90 Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan (Komalasari 1991). Anak-anak memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), aktivitas dan mempertahankan daya tahan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein dan lemak contoh dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi,protein dan lemak

Kategori

Energi Protein Lemak

n % n % n %

defisit tingkat berat 29 85.3 23 67.6 24 70.6

defisit tingkat sedang 2 5.9 4 11.8 2 5.9

defisit tingkat ringan 1 2.9 3 8.8 2 5.9

Normal 2 5.9 3 8.8 4 11.8

Kelebihan 0 0 1 2.9 2 5.9

total 34 100 34 100 34 100

Berdasarkan tingkat kecukupan energi, sebanyak 85.3% contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, 5.9% termasuk dalam kategori defisit tingkat sedang, 2.9% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan dan 5.9% termasuk dalam kategori normal. Berdasarkan tingkat kecukupan protein, sebanyak 67.6% contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, sebanyak 11.8% termasuk dalam kategori defisit tingkat sedang, sebanyak 8.8% termasuk defisit tingkat ringan, sebanyak 8.8% termasuk kategori normal dan sebanyak 2.9% termasuk dalam kategori kelebihan. Berdasarkan tingkat kecukupan lemak contoh, sebanyak 70.6% contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, sebanyak 5.9% termasuk dalam kategori defisit tingkat sedang, sebanyak 5.9% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan, sebanyak 11.9% termasuk dalam kategori normal dan 5.9% termasuk dalam kategori kelebihan.

Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Sebagian besar contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat berat untuk energi dan lemak sedangkan untuk protein termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Kekurangan konsumsi zat gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Beberapa faktor yang

91 dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pangan contoh antara lain umur, jenis kelamin, berat badan, dan kondisi sosial ekonomi keluarga (Komalasari 1991). Kondisi sosial ekonomi keluarga contoh sebanyak 59.5% tergolong dalam kategori miskin dapat menjadi salah satu faktor rendahnya konsumsi pangan contoh. Hal ini sejalan dengan penelitian Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya.

Tingkat Kecukupan Konsumsi Vitamin A

Sumber vitamin A adalah bahan makanan yang berasal dari hewani, terutama minyak ikan laut yang berasal dari hati ikan. Sumber vitamin A yang lazim dikonsumsi ialah susu segar dan telur. Secara tidak langsung vitamin A berasal dari pigmen tumbuhan berupa senyawa-senyawa karotena, yang dalam saluran pencernaan diubah menjadi vitamin A (Moeljoharjo 1993). Pangan hewani yang berasal dari ternak adalah sumber gizi yang dapat daiandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat yang kaya akan vitamin A. Termasuk kedalam pangan hewani adalah telur, daging, susu dan ikan (Khomsan 2004). Jumlah dan jenis konsumsi bahan pangan yang mengandung vitamin A akan mempengaruhi tingkat kecukupan vitamin A contoh. Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A

Kategori n %

kurang 26 76.5

cukup 8 23.5

Total 34 100

Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A contoh sebanyak 76.5% termasuk dalam kategori kurang dan 23.5% termasuk dalam kategori cukup. Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang dengan kondisi ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi lebih tinggi. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin A contoh untuk pangan sumber protein hewani, nabati, sayur dan buah disajikan pada Tabel 15.

92 Tabel 15 Frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin A contoh

Sumber Pangan

Rata-rata+SD

>1x/hari 1 x/hari 3 x/minggu <3x/minggu <1 x/minggu tidak pernah P. hewani 5.01+7.0 4.89+14.5 5.14+9.7 7.32+10.7 48.14+27.9 24.7+26.2 P.nabati 5.01+4.79 5.79+5.92 10.41+14.58 15.81+11.39 57.54+26.85 5.40+3.82 Sayur 5.40+3.42 6.63+10.34 16.69+12.18 21.85+7.77 46.70+20.33 2.70+2.09 Buah 1.08+1.39 2.70+2.85 5.94+8.33 8.37+10.61 77.57+19.76 4.32+3.17

Rata-rata konsumsi pangan sumber vitamin A contoh adalah kurang dari satu kali seminggu. Frekuensi rata-rata+SD adalah 48.1+27.9 untuk sumber protein hewani, 57.5+26.8 untuk protrein nabati, 46.7+20.3 untuk sayur, dan 77.57+19.76 untuk buah. Cerminan kebiasaan makan individu atau keluarga merupakan fungsi dari pola konsumsi pangan individu atau keluarga. Salah satu aspek kebiasaan makan adalah frekuensi makan per hari (Khomsan 1993). Berdasarkan lampiran 4 grafik tentang perbandingan skor frekuensi dan kandungan vitamin A bahan pangan, tingginya kandungan vitamin A tidak selalu diimbangi dengan tingginya frekuensi konsumsi pangan sumber vitamin A tersebut.

Status Vitamin A

Vitamin A dan metabolismenya dalam spectrum yang luas mempunyai fungsi biologis antara lain adalah esensial untuk penglihatan, reproduksi, fungsi imun serta berperan penting dalam diferensiasi seluler, proliferasi dan pemberian isyarat (Signaling). Selain itu Vitamin A juga berperan penting dalam proliferasi dan aktivasi limfosid (Stipanuk 2000). Vitamin A mempunyai peran atau fungsi umum dan fungsi yang khas. Vitamin A mutlak dalam memelihara sel-sel epitel dan memberikan rangsangan bagi pertumbuhan sel-sel baru. Vitamin A juga memelihara ketahanan tubuh terhadap infeksi, juga menyebabkan sel hidup lebih lama dan menghambat proses penuaan. Fungsi Vitamin A yang paling banyak diketahui ialah pada fungsi penglihatan (Moeljoharjo 1993).

Pengukuran status vitamin A contoh dilakukan dengan cara mengukur kadar retinol dalam darah. Pengukuran retinol darah dilakukan dengan metode

Concurrent Liquid Chromatographic Assay of Retinol. Analisis tersebut

menggunakan alat HPLC dengan menginjeksi sampel secara terpisah. Kelebihan menggunakan alat HPLC adalah dapat membedakan retinol dari retinil ester sedangkan metode lain hanya mengukur total serum vitamin A.

93 Angka kecukupan vitamin A adalah jumlah vitamin A yang harus dikonsumsi per hari untuk mempertahankan status vitamin A pada level memuaskan atau cukup. Klasifikasi penilaian status vitamin A menurut Sommer dan West (1996) dengan mengukur kandungan vitamin A dalam serum, dikatakan normal jika ≥ 20 µg/dl, low jika 10 – 20 µg/dl, defisient jika< 10 µg/dl. Berdasarkan klasifikasi tersebut sebanyak 73.5% contoh memiliki status vitamin A dalam kategori rendah dan 26.5% contoh memiliki status vitamin A dalam kategori normal. Status vitamin A contoh disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Status vitamin A contoh

Status vitamin A n %

Rendah 25 73.5

normal 9 26.5

Total 37 100.0

Sebagian besar contoh mempunyai status vitamin A yang rendah. Status vitamin A yang rendah dalam tubuh berdampak pada integritas mukosa epitel terganggu sehingga akan meningkatkan kerentanan terhadap kuman patogen di mata dan saluran nafas serta saluran pencernaan. Menurut Brody (2004) menurunnya sel goblet dalam usus dapat menurunkan kemampuan sistem untuk menahan organisme pathogen. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi retinol serum antara lain adalah umur, jenis kelamin, ras, asupan lemak yang rendah dalam makanan serta kekurangan zinc. Defisiensi vitamin A pada anak- anak berhubungan dengan angka infeksi dan angka kematian (Sommer dan West 1996; Beaten et al 2004).

Kehilangan simpanan vitamin A dapat terjadi karena asupan vitamin A tidak mencukupi selama satu periode waktu tertentu. Kehilangan vitamin A tersebut juga akan meningkat dengan infeksi yang menyertai. Laju pemakaian vitamin A oleh jaringan tertentu dapat menunjukkan adanya adaptasi terhadap ketersediaan vitamin A yang berkurang. Adaptasi homeostatik ini berfungsi untuk mempertahankan kadar vitamin A yang relatife konstan dalam darah Hartono (2009).

94 Intregritas respon imun sering dinilai dengan cara mengukur kadar berbagai jenis kelas immunoglobulin didalam serum seseorang. Imunoglobulin dapat ditemukan dalam darah, limpa, dan usus. IgG adalah antibodi yang paling banyak ditemukan dan mencakup sekitar 80% dari semua imunoglobulin dalam darah. Respon imun diukur dengan menganalisis titer IgG total terhadap contoh darah anak. Menurut Kindt et al (2007) metode yang paling sensitif untuk menganalisis (jumlah antibodi yang dapat dideteksi) adalah primary binding test

yang merupakan suatu metode pengukuran langsung yang dilakukan pada interaksi antibodi-antigen. Salah satu metode yang termasuk dalam primary binding test adalah metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay).

Menurut Roitt (1991) Imunogllobulin G merupakan komponen utama immunoglobulin dalam serum. Menurut Kurniati (2004) kriteria IgG dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu IgG rendah jika kadar titer IgG 0.0- 1.0 IU/ml, kadar IgG cukup jika kadar titer IgG >1.0-1.5 IU/ml dan kadar IgG tinggi jika kadar titer IgG >1.5 IU/ml. Sebanyak 52.9% contoh mempunyai kadar titer IgG tinggi, 41.2% rendah dan 2.9% cukup. Tingginya kadar titer IgG contoh dapat disebabkan kondisi kesehatan contoh dalam keadaan kurang baik atau terdapat infeksi. Antibodi hanya akan muncul apabila ada antigen yang masuk kedalam tubuh oleh karena itu tidak semua contoh mempunyai kadar titer IgG tinggi. Kadar titer IgG contoh yang tinggi semakin baik untuk melindungi tubuh dalam pertahanan terhadap infeksi.

Sistem imun spesifik hanya dapat menghancurkan antigen yang telah dikenalnya (Kresno 2001). Sistem imunitas selular memegang peranan penting dalam pertahanan terhadap infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman intrasel

Dokumen terkait