• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amplifikasi Genβ-Kasein

Amplifikasi gen β-kasein ekson tujuh pada kambing PE, Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) dilakukan menggunakan metode PCR dengan mesin

thermocycler (AB System). Pasangan primer yang digunakan mengikuti Cheesaet al. (2005). Suhu annealing adalah suhu yang memungkinkan terjadinya penempelan primer pada sekuen DNA sampel. Suhu anneling menjadi sangat penting dalam proses amplifikasi, hal itu disebabkan proses perpanjangan DNA baru dimulai dari primer. Suhu anneling yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 oC. Hasil amplifikasi genβ-kasein pada gel poliakrilamida 6% disajikan pada Gambar 4.

374 pb

300 pb

200 pb

100 pb

1 2 3 4 5 6 7 8 M

Gambar 4. Hasil Amplifikasi Genβ-Kasein Menggunakan Metode PCR pada Gel Poliakrilamida 6% (M: Marker 100 pb)

Panjang fragmen gen β-kasein ekson tujuh hasil amplifikasi adalah 374 pb (Cheesaet al., 2005). Panjang fragmen hasil amplifikasi dapat diketahui dengan cara mencocokkan situs penempelan primer pada sekuen gen β-kasein ekson tujuh (GenBank No. Acc. AF409096).

Keragaman Genβ-Kasein

Keragaman gen β-kasein ekson tujuh dilakukan dengan metode polymerase chain reaction-single strand conformation polymorphism (PCR-SSCP). Dalam analisis SSCP, pendeteksian keragaman diketahui dengan perubahan asam

nukleotida yang akan mempengaruhi bentuk dari fragmen DNA untai tunggal (Bastoset al., 2001) akan menyebabkan pola migrasi pada saat elektroforesis dalam gel poliakrilamida (Baroso et al., 1999) walaupun perbedaannya hanya satu nukleotida saja (Nataraj et al., 1999). Hasil pendeteksian keragaman gen β-kasein menggunakan metode PCR-SSCP pada gel poliakrilamida 10% divisualisasikan pada Gambar 5 dengan Genotipe CA, CC, AA, OO dan AO yang direkonstruksi pada Gambar 6.

CA CC AA CC OO AO

Gambar 5. Visualisasi Pola Pita Gen β-Kasein pada Gel Poliakrilamida 10% dengan Metode PCR-SSCP

CA CC AA CC OO AO

Gambar 6. Rekonstruksi Pola Pita Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen dan PESA

20 Perbedaan hasil pendeteksian keragaman dengan metode PCR-SSCP sangat bergantung kepada perubahan bentuk dari ikatan utas tunggal DNA. Bentuk dari utas tunggal DNA dalam gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah panjang fragmen, pemilihan matriks gel, suhu, konsentrasi ion dan konsentrasi larutan dalam gel (Hayashi, 1991). Menurut Gasser et al. (2006), konformasi dalam metode SSCP dipengaruhi oleh panjang fragmen, urutan, lokasi dan jumlah wilayah pasangan basa. Oleh karena itu, mutasi pada posisi nukleotida tertentu dalam urutan primer dapat mengubah konformasi molekul. Ketika dipisahkan dalam gel non- denaturing, molekul berbeda dengan nukleotida tunggal bisa diidentifikasi berdasarkan perubahan dalam mobilitas.

Frekuensi Genotipe, Alel dan Heterozigositas

Pola migrasi utas tunggal DNA gen β-kasein pada gel poliakrilamida dalam penelitian ini polimorfik (beragam). Hal ini sesuai dengan pernyataan Nei dan Kumar (2000) yang menyatakan jika terdapat dua alel atau lebih dengan nilai frekuensi relatif dalam populasi lebih dari 1% maka disebut beragam (polimorfik). Hasil frekuensi genotipe genβ-kasein disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Frekuensi Genotipe Genβ-Kasein pada Kambing PE, Saanen, dan PESA Bangsa Kambing Lokasi (n) Genotipe CC AA OO CA CO AO PE Ciapus (16) 0,50 0,19 0,00 0,31 0,00 0,00 Cariu (21) 0,10 0,33 0,00 0,38 0,00 0,19 Elang 45 (40) 0,30 0,25 0,00 0,38 0,00 0,07 Saanen Cijeruk (19) 0,05 0,42 0,05 0,22 0,00 0,26 Cariu (23) 0,04 0,04 0,00 0,57 0,00 0,35 Taurus (25) 0,08 0,08 0,00 0,60 0,00 0,24 PESA Cariu (14) 0,00 0,14 0,07 0,07 0,00 0,72 Balitnak (15) 0,67 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00

Berdasarkan pola migrasi, kambing PE di lokasi Ciapus ditemukan tiga genotipe, yaitu CC, AA dan CA. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut

dari yang tertinggi ke rendah adalah CC (0,50); CA (0,31); dan AA (0,19). Di lokasi Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,38); AA (0,33); AO (0,19); dan CC (0,10). Kambing PE di lokasi Elang 45 ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut- turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,38); CC (0,30); AA (0,25); dan AO (0,07).

Kambing Saanen di lokasi Cijeruk ditemukan lima genotipe, yaitu CC, AA, OO, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah AA (0,42); AO (0,26); CA (0,22); CC (0,05); dan OO (0,05). Kambing Saanen di lokasi Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,57); AO (0,35); CC (0,04); dan AA (0,04). Kambing Saanen di lokasi Taurus ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,60); AO (0,24); CC (0,08); dan AA (0,08).

Kambing PESA di Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu AA, OO, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah AO (0,72); AA (0,14); OO (0,07); dan CA (0,07). Kambing PESA di lokasi Balitnak ditemukan dua genotipe, yaitu CC dan CA masing-masing dengan frekuensi genotipe (0,67) dan (0,33).

Genotipe yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dalam penelitian Chessa

et al. (2005) ditemukan lima genotipe, yaitu AC, CO, CC, AA dan AO pada bangsa- bangsa kambing yang berada di Italia. Pada penelitian Chessa et al. (2005) dilaporkan tidak ada bangsa-bangsa kambing Italia yang memiliki genotipe OO. Namun dalam penelitian ini ditemukan individu dari ketiga bangsa kambing yang diteliti yang memiliki genotipe OO dan tidak ditemukan genotipe CO. Genotipe CA dan CC merupakan genotipe yang umum dari kambing PE, Saanen dan PESA hampir di semua lokasi yang diteliti, kecuali kambing PESA di Cariu yang memiliki genotipe AO.

22 yang luas pada frekuensi dan efek dari varian tersebut masih harus dilakukan (Moioli

et al., 2007). Dalam penelitian Moatsou et al. (2008), genotipe β-kasein tidak berhubungan dengan kandungan β-kasein dalam susu. Bonfatti et al. (2010) mengemukakan bahwa pada susu sapi Simmental, gen β-kasein berpengaruh terhadap penurunan Rennet Coagulation Time (RCT) dan meningkatkan Curd Firmness(a30).

Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi. Semakin tinggi nilai heterozigositas dalam suatu populasi maka semakin tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut (Ferguson, 1980). Hasil frekuensi alel dan heterozigositas gen β-kasein pada kambing PE, Saanen dan PESA tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Frekuensi Alel dan Heterozigositas Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen dan PESA

Bangsa Kambing Lokasi (n) Alel Heterozigositas C A O PE Ciapus (16) 0,66 0,34 0,00 0,31 Cariu (21) 0,28 0,62 0,10 0,57 Elang 45 (40) 0,48 0,48 0,04 0,45 Saanen Cijeruk (19) 0,16 0,66 0,18 0,47 Cariu (23) 0,33 0,50 0,17 0,91 Taurus (25) 0,38 0,50 0,12 0,84 PESA Cariu (14) 0,04 0,54 0,42 0,79 Balitnak (15) 0,83 0,17 0,00 0,33

Pada kambing PE ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel C sebesar 0,66 dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,00 keduanya di lokasi Ciapus. Kambing Saanen ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel A sebesar 0,66 di populasi Cijeruk dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,12 di populasi Taurus. Kambing PESA ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel C sebesar 0,83 dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,00 keduanya di lokasi Balitnak.

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai heterozigositas tertinggi berturut-turut terdapat pada kambing Saanen di Cariu (0,91), kambing Saanen di Taurus (0,84), dan kambing PESA di Cariu (0,79). Pendugaan nilai heterozigositas dihitung untuk menggambarkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marsonet al., 2005). Frekuensi alel O sangat rendah pada ketiga bangsa kambing pada semua lokasi yang diamati dalam penelitian ini, hal ini sesuai dalam hasil penelitian Chessa et al. (2005) yang menyatakan bahwa bangsa- bangsa kambing yang berada di Italia memiliki frekuensi alel O yang rendah. Menurut Sacchi et al. (2005), alel O berhubungan dengan tingkat kasein yang rendah. Alel A merupakan alel yang frekuensinya tinggi pada kambing PE, Saanen dan PESA yang berada di hampir semua lokasi dalam penelitian ini kecuali pada kambing PE di Ciapus dan kambing PESA di Balitnak. Berdasarkan hasil penelitian Sacchiet al. (2005), alel A merupakan alel yang berhubungan dengan kandunganβ- kasein normal.

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Hukum Hardy-Weinberg menggambarkan keseimbangan suatu lokus dalam populasi diploid mengalami perkawinan secara acak dari faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya proses evolusi seperti mutasi, migrasi dan pergeseran genetik (Gillespie, 1998). Hasil pengujian keseimbangan populasi kambing PE, Saanen dan PESA disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji χ2 Terhadap Populasi Kambing PE, Saanen dan PESA Bangsa Kambing Lokasi (n) χ 2 PE Ciapus (16) td Cariu (21) 2,50tn Elang 45 (40) 4,69* Saanen Cijeruk (19) 1,93tn Cariu (23) 16,12* Taurus (25) 12,43* PESA Cariu (14) 4,81* Balitnak (15) Td

24 Tabel 6 memperlihatkan bahwa kambing PE di lokasi Cariu berada dalam keseimbangan dengan nilai χ2 sebesar 2,50 karena lebih kecil daripada nilai

χ2

tabel(1) kecuali Elang 45 dengan nilai χ2sebesar 4,69 dan di lokasi Ciapus tidak dapat dianalisa karena derajat bebasnya nol. Kambing Saanen di lokasi Cijeruk berada dalam keseimbangan dengan nilai χ2 sebesar 1,93 lebih kecil daripada nilai

χ2

tabel(2), kecuali di lokasi Cariu dengan nilai χ2 sebesar 16,12 dan Taurus dengan nilaiχ2sebesar 12,43 karena lebih besar daripada nilaiχ2tabel(1). Kambing PESA di lokasi Cariu tidak berada dalam keseimbangan dengan nilai χ2 sebesar 4,81 karena lebih besar daripada nilai χ2 tabel(1) sedangkan pada lokasi Balitnak tidak dapat dianalisis karena derajat bebasnya minus satu.

Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Noor (2008) bahwa populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift. Jadi, kemungkinan kambing PE di lokasi Elang 45; kambing Saanen di lokasi Cariu dan Taurus; dan kambing PESA di lokasi Cariu mengalami proses seleksi sehingga pada kedua lokasi tersebut tidak berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Proses seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan.

Dokumen terkait