• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Indeks Ketimpangan Gender

Kualitas hidup manusia dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan dua jenis indikator yang sering digunakan dalam analisis capaian pembangunan negara dan wilayah. IPM secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia yang terdiri dari tiga komponen: pembangunan ekonomi (diukur dengan pendapatan per kapita), pembangunan kesehatan (diukur dengan angka harapan hidup) dan pembangunan pendidikan (diukur dengan angka melek huruf). IPM yang lebih tinggi menunjukkan capaian pembangunan yang lebih baik pula. IPG akan dapat diukur capaian pembangunan manusia yang telah memasukkan aspek disparitas gender. Penting untuk dicatat bahwa IPG sebenarnya merupakan IPM setelah dikoreksi dengan tngkat disparitas gendernya. Artinya, nilai maksimal dari IPG di suatu wilayah tidak akan pernah melampaui nilai IPM-nya. Nilai IPG yang semakin jauh dari nilai IPM-nya memperlihatkan bahwa disparitas gender yang terjadi di wilayah pengamatan juga akan semakin tinggi pula.

Berbeda dengan IPG yang pada dasarnya hanya merupakan IPM setelah dikoreksi dengan kesetaraan gender untuk setiap komponennya, IDG merupakan angka indeks komposit yang secara khusus dimaksudkan untuk mengukur pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan. Terdapat tiga komponen yang digunakan dalam penghitungan IDG, yaitu kesamaan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik (sebagai anggota parlemen) di suatu wilayah, kesamaan kontribusi secara ekonomi (pendapatan), dan kesamaan peranan dalam kehidupan sosial (peran sebagai manajer, tenaga profesional, administrasi dan teknisi).

Indeks Pembangunan Gender (IPG)

IPG dihitung berdasarkan kesetaraan distribusi komponen IPM pada penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio IPG terhadap IPM mendekati 100 mencerminkan mengecilnya kesenjangan kualitas hidup perempuan terhadap laki- laki. Kesetaraan gender akan terjadi jika IPM sama dengan IPG. Rasio perkembangan IPG dan IPM memperlihatkan bahwa IPG selalu menempati posisi lebih rendah dibanding IPM, sebagai petunjuk masih adanya kesenjangan gender.

Data tahun 2007-2011 menunjukkan provinsi dengan nilai IPG yang berada di bawah angka nasional sangat banyak yaitu 25 provinsi (tahun 2007), 24 provinsi (tahun 2008), 24 provinsi (tahun 2009), 24 provinsi (2010), dan meningkat menjadi 25 provinsi di tahun 2011. Provinsi yang selalu konstan berada di atas rata-rata IPG nasional, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.

IPG di masing-masing provinsi cenderung meningkat selama periode 2005- 2007. Secara umum pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia telah

44

membawa dampak baik, ditunjukkan dengan semakin membaiknya kualitas kesehatan penduduk. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan angka harapan hidup yang meningkat dari waktu ke waktu baik laki-laki maupun perempuan, yakni di level 60-an tahun untuk laki-laki berbanding level 70-an tahun untuk perempuan. Perkembangan angka melek huruf baik laki-laki maupun perempuan selama periode 2005-2011 terus meningkat. Pada tahun 2011, sumbangan pendapatan perempuan dalam pekerjaan di sektor non pertanian mengalami peningkatan sebesar 0.66 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2011 sumbangan pendapatan perempuan mencapai 34.16 persen naik dari tahun 2010 yang mencapai 33.50 persen.

Rata-rata IPG berkisar antara 58.93-65.30 persen dengan provinsi DI Yogyakarta sebagai provinsi dengan angka IPG tertinggi di tahun 2005 dan 2006. DI Yogyakarta dikatakan sebagai kota pelajar, dimana pendidikannya lebih baik dibanding provinsi lain di tahun 2005 dan 2006. Sedangkan Provinsi Gorontalo sebagai provinsi dengan IPG terendah di tahun 2005. Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang baru terbentuk, dimana infrastruktur pendidikan dan kesehatan masih rendah, sehingga kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat masih rendah. Kemudian, di tahun berikutnya IPG Gorontalo meningkat 4.18 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian Aktaria dan Handoko (2012) dan

penelitian Martin dan Garvi (2009) bahwa peningkatan nilai IPG terbesar justru

dialami oleh daerah-daerah dengan pencapaian awal yang lebih rendah.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 58.93 60.06 61.99 63.60 63.96 64.65 65.30 Minimum 50.20 52.30 53.60 55.25 55.71 56.02 56.70 Q1 57.00 58.50 60.40 61.81 62.00 62.88 63.35 Median 58.93 59.80 61.40 63.44 63.74 64.65 65.35 Q3 61.20 62.30 64.60 66.75 67.08 67.23 67.76 Maximum 69.60 70.20 71.30 72.70 73.00 73.35 74.01 IQR 4.20 3.80 4.20 4.94 5.08 4.35 4.41 Sumber: BPS, diolah

Gambar 14 Perkembangan indeks pembangunan gender (IPG) provinsi, 2005-2011 P er se n (

45 Persebaran nilai IPG beragam sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh lebar box yang tipis pada diagram boxplot. Namun, perbedaan antara pencapaian maksimum dan minimum semakin berkurang dari tahun ke tahun (lihat garis

whiskers). Tinggi box sedikit berubah berarti selama periode 2005-2011 IPG antarprovinsi tidak berbeda tajam dan persebaran data cenderung konstan antartahun.

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

Secara umum IDG mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan berarti terjadi peningkatan peran aktif perempuan dalam ekonomi dan politik secara signifikan. Peningkatan rata-rata diikuti dengan pencapaian IDG di beberapa provinsi yang melebihi angka rata-rata. Namun, jumlahnya berubah, yaitu dari 7 provinsi, menjadi 9, menurun ke 5 dan 6 lalu turun lagi menjadi 5 provinsi, berturut-turut tahun 2007-2011.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 51.91 53.82 55.83 57.26 58.26 63.42 64.20 Minimum 35.60 37.70 42.40 43.71 44.70 53.40 52.06 Q1 49.20 50.50 53.90 55.32 55.77 58.17 59.38 Median 55.30 55.70 57.70 58.95 59.66 63.42 64.62 Q3 57.10 57.90 60.10 62.46 62.81 67.78 68.34 Maximum 62.70 63.60 65.10 66.45 66.62 77.70 77.84 IQR 7.90 7.40 6.20 7.14 7.04 9.61 8.96 Sumber: BPS, diolah

Gambar 15 Perkembangan indeks pemberdayaan gender (IDG) provinsi, 2005-2011

Rata-rata IDG selama periode analisis sekitar 51.91-64.20 persen. Terjadi peningkatan sebesar 22.66 persen dalam kurun waktu tujuh tahun. Provinsi dengan IDG terendah di tahun 2005 adalah provinsi Kepulauan Riau, hal ini dikarenakan rendahnya partisipasi perempuan dalam politik dan ekonomi. Gambar

15 menunjukkan persebaran data IDG selama periode analisis. Persebaran data

beragam sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh lebar box yang tipis pada

diagram boxplot. Nilai median lebih besar daripada nilai rata-rata, berarti ada P

er se n (

46

kecenderungan terjadinya peningkatan pemberdayaan perempuan di beberapa provinsi, tetapi di provinsi-provinsi lainnya peran perempuan dalam bidang sosial, politik dan ekonomi di Indonesia masih minim. Keterwakilan perempuan dalam parlemen masih relatif kecil yaitu hanya sebesar 17.49 persen. Nilai ini masih dibawah kuota yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2003, yang menyebutkan bahwa kuota perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam politik sekitar 30 Apabila kuota perempuan yang telah diatur dalam UU tersebut mampu dicapai secara optimal, tentu akan membawa dampak yang positif dalam pemberdayaan perempuan mangingat kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih memperhatikan isu-isu gender.

Indeks Ketimpangan Gender (Rasio IPG/IPM)

Secara umum pencapaian pembangunan gender di Indonesia dari waktu ke waktu memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik. Hal ini dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan IPG selama kurun waktu 2005-2011. Pada tahun 2005 IPG secara nasional telah mencapai 65.13, kemudian naik menjadi 65.81 pada tahun 2007 dan bergerak naik lagi secara perlahan hingga menjadi 67.80 pada tahun 2011. Namun, peningkatan IPG dalam kurun waktu 2005-2011 tersebut belum memberikan gambaran yang menggembirakan apabila dilihat dari pencapaian persamaan status dan kedudukan menuju kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini dikarenakan pencapaian IPG selama kurun waktu tersebut masih belum mampu mengurangi jarak secara nyata dalam pencapaian kapabilitas

dasar antara laki-laki dan perempuan. Kesenjanganantara IPM dengan IPG masih

terlihat tetap dan cenderung tidak berubah dari besarannya.

Tabel 11 Perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM), indeks pembangunan gender (IPG), dan rasio (IPG/IPM), 2005-2011

Tahun Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Gender (IPG) Rasio (%) 2005 69.57 65.13 93.6 2006 70.08 65.27 93.1 2007 70.59 65.81 93.2 2008 71.17 66.38 93.3 2009 71.76 66.77 93.0 2010 72.27 67.20 93.0 2011 72.77 67.80 93.2 Sumber: BPS

Adanya perbedaan pencapaian kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di tingkat nasional, tampaknya juga terjadi di tingkat provinsi. Fenomena ini dapat ditunjukkan melalui besaran angka IPG yang lebih rendah dibanding angka IPM di semua provinsi. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa persoalan ketimpangan gender masih terjadi di semua provinsi. Untuk mengetahui hubungan antar indeks ketimpangan gender provinsi dengan pertumbuhan ekonomi, dilakukan plotting dalam analisis kuadran.

Untuk mengetahui hubungan antar indeks ketimpangan gender, dilakukan

plotting IPG dan IDG, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan nilai rata-rata IPG dan IDG tahun 2011 sebagai tolok ukur, provinsi-provinsi di Indonesia hanya tersebar ke dalam empat kelompok atau kuadran.

47

Dokumen terkait