• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan ekonomi rendah dan IDG tinggi.

Provinsi Sulawesi Barat, Banten, dan DI Yogyakarta yang termasuk dalam kelompok ini. Walaupun pertumbuhan ekonomi relatif rendah dibandingkan dengan capaian secara rata-rata, tetapi kesetaraan gender di provinsi ini lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata.

Keterangan: 1= Aceh, 2=Sumut, 3=Sumbar, 4=Riau, 5=Jambi, 6=Sumsel, 7=Bengkulu, 8=Lampung, 9=Babel, 10=Kepri, 11=DKI Jakarta, 12=Jabar, 13=Jateng, 14=DI Yogyakarta, 15=Jatim, 16=Banten, 17=Bali, 18=NTB, 19=NTT, 20=Kalbar, 21=Kalteng, 22=Kalsel, 23=Kaltim, 24=Sulut, 25=Sulteng, 26=Sulsel, 27=Sultra, 28=Gorontalo, 29=Sulbar, 30=Maluku, 31=Malut, 32=Papua Barat, 33=Papua

Sumber: BPS, diolah

Gambar 18 Analisis kuadran growth dan IDG, 2011

Determinan Pertumbuhan Ekonomi

Model pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi model ini menggunakan

analisis regresi data panel dengan menggunakan pendekatan Panel Two-Stage

EGLS secara ringkas disajikan dalam Tabel 13. Penggunaan metode Fixed Effect

didasarkan hasil Uji Hausman, artinya terdapat korelasi antara efek individu

dengan variabel bebas sehingga penggunaan Fixed Effect Model lebih baik

51 variabel rata-rata lama sekolah laki-laki (LNED), rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki (RED), kontribusi angkatan kerja perempuan (FLFT), investasi (LNINV), pertumbuhan penduduk (POPGRO), keterbukaan

perdagangan (LNOPEN), PDRB riil perkapita initial (LNKAPITAt-1), tingkat

partisipasi angkatan kerja laki-laki (LNMACT), rasio tingkat partisipasi perempuan terhadap laki-laki (RACT) selama tahun 2003-2012 di 30 provinsi. Model 3 dan 4 menggunakan variabel rasio IPG/IPM (RASIO), investasi (LNINV), pertumbuhan penduduk (POPGRO), keterbukaan (LNOPEN), Indeks

Pemberdayaan Gender (IDG), dan PDRB riil perkapita initial (LNKAPITAt-1)

selama 2005-2011 di 30 provinsi.

Tabel 13 Dampak ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi

Variabel Koefisien

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

C -23.888 -41.757 -7.697 -1.959 LNKAPITAt-1 -0.825 -0.457 -0.792 -2.675** LNINV 0.241 0.175 0.437 0.173 LNOPEN 0.932 ** 0.877 ** 1.544 *** 2.079*** POPGRO 0.091 *** 0.092 *** 0.084 *** 0.085*** LNED 8.426 *** 9.108 *** RED 7.262 * 6.339 FLFT 0.061 * LNMACT 4.037 * RACT 2.317 * RASIO (IPG/IPM) 8.164 * IDG 0.059** F-statistic 14.667 *** 15.888 *** 11.137 *** 8.764*** R-squared 0.668 0.692 0.684 0.630 Adjusted R-squared 0.622 0.648 0.623 0.558 Keterangan:*signifikan pada taraf 10 persen ** pada taraf 5 persen dan *** pada taraf 1 persen Sumber: Hasil Olahan

Ketiga model pertumbuhan ekonomi menghasilkan nilai F statistik signifikan pada taraf 1 persen berarti model layak digunakan karena mampu

menjelaskan keragaman variabel tak bebas. Koefisien adjusted R-squarednya

menunjukkan bahwa model hasil etimasi memiliki kemampuan prediksi yang

baik. Nilai adjusted R-squared sebesar 0.648 menunjukkan bahwa 64.8 persen

variabilitas dalam pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh variabilitas dalam variable independen. Variabel yang memengaruhi pertumbuhan adalah

pertumbuhan penduduk, keterbukaan perdagangan (openness), rata-rata lama

sekolah laki-laki, rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki, kontribusi angkatan kerja perempuan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki, rasio TPAK perempuan terhadap laki-laki, dan rasio (IPG/IPM). Variabel yang memiliki pengaruh terbesar adalah pendidikan sebagai modal manusia yang diproksi dari rata-rata lama sekolah laki-laki. Berikut ini akan diberikan ulasan untuk masing-masing variabel bebas dalam model yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

52

Pendidikan dan Ketimpangan Gender di Pendidikan

Pendidikan diproksi dengan rata-rata lama sekolah laki-laki dan ketimpangan gender di pendidikan diproksi dengan rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki. Pendidikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan hipotesis teori pertumbuhan endogen yang menyatakan modal manusia sebagai sumber pertumbuhan yang terpenting. Kenaikan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan akan

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja dan akan

memengaruhi produktivitas melalui cara produksi lebih efisien. Beberapa penelitian sebelumnya juga menghasilkan temuan yang serupa, hubungan pertumbuhan ekonomi dan pendidikan memiliki arah positif (Baliamoune-Lutz dan McGillivray, 2007).

Pendidikan diproksi dengan rata-rata lama sekolah laki-laki, secara implisit mengasumsikan bahwa peningkatan rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki dengan memperluas kesempatan pendidikan kepada perempuan, tidak akan mengurangi pendidikan laki-laki (karena rata-rata lama sekolah laki- laki dianggap tetap). Rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki signifikan positif memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan rasio ini menunjukkan bahwa senjang antara pendidikan perempuan dan laki-laki semakin rendah. Hal ini tercermin dari peningkatan rata-rata lama sekolah perempuan sebesar 1.72 persen tiap tahun selama kurun waktu 2003-2012. Peningkatan pendidikan perempuan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi

melalui peningkatan produktivitas angkatan kerja perempuan. Bouis dan Haddad

(1990) dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa memperluas kesempatan pendidikan bagi wanita sangat menguntungkan pertumbuhan ekonomi karena empat alasan, yakni sebagai berikut:

1. tingkat pengembalian (rate of return) dari pendidikan perempuan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian pendidikan laki-laki di negara berkembang

2. peningkatan pendidikan perempuan tidak hanya menaikkan produktivitasnya

di sektor pertanian dan industri, tetapi juga meningkatkan partisipasi tenaga kerja, pernikahan yang lebih lambat, fertilitas yang lebih rendah, dan perbaikan kesehatan serta gizi anak-anak

3. kesehatan dan gizi anak-anak yang lebih baik serta ibu yang lebih terdidik

akan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap kualitas

anak bangsa selama beberapa generasi mendatang

4. karena perempuan memikul beban terbesar dari kemiskinan dan kelangkaan

lahan garapan yang melingkupi masyarakat di negara berkembang, maka perbaikan yang signifikan dalam peran dan status wanita melalui pendidikan dapat mempunyai dampak penting dalam memutuskan lingkaran setan kemiskinan serta pendidikan yang tidak memadai.

Analisis ini juga sejalan dengan penelitian Klasen dan Lemanna (2009). Penelitiannya menunjukkan kesetaraan gender dalam pendidikan secara langsung dan tidak langsung berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Walaupun demikian, saat ini fakta masih menunjukkan bahwa dalam pembangunan pendidikan di Indonesia masih terjadi ketimpangan kemampuan baca tulis antara laki-laki dan perempuan. Salah satu penyebab ketimpangan

53 tersebut adalah belum meratanya akses pendidikan dasar bagi perempuan terutama bagi keluarga dengan kemampuan ekonomi yang sangat terbatas atau keluarga miskin yang jumlahnya masih cukup besar (BPS 2011).

Angkatan Kerja Perempuan

Kontribusi angkatan kerja perempuan signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif. Semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi. Jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Jumlah angkatan kerja perempuan umumnya naik turun, sehingga peningkatannya dari tahun ke tahun cukup sedikit. Hasil Survei Angkatan Kerja Agustus (Sakernas) 2012 menunjukkan angkatan kerja perempuan mencapai 37.92 persen dari seluruh angkatan kerja. Sedangkan pada tahun 2003 angkatan kerja perempuan sebesar 37.13 persen. Kenaikannya sangat sedikit karena angkatan kerja perempuan cenderung naik turun, penyebabnya antara lain karena faktor sosial, demografis,

dan budaya. Misalnya stereotype peran perempuan yang menempatkan mereka

pada tuntutan untuk tetap memerankan tugas domestik, peran ganda. Sedangkan lelaki ditempatkan sebagai pekerja nafkah dan pekerja publik. Akibatnya banyak perempuan yang bekerja di lingkup rumahtangga atau di lahan pertanian milik keluarga, menganggap pekerjaannya sebagai perpanjangan pekerjaan domestik yang biasa mereka lakukan (Hubeis 2010).

Sakernas 2012 menunjukkan bahwa umumnya tenaga kerja perempuan bekerja di sektor pertanian. Tenaga kerja perempuan bekerja di sektor pertanian sebesar 34.48 persen, perdagangan sebesar 27.81 persen, dan jasa sebesar 19.17 persen. Penurunan lapangan kerja di sektor pertanian setiap tahun terjadi, ini berdampak pada tenaga kerja perempuan juga. Penurunan tersebut diimbangi dengan kenaikan proporsi penduduk yang bekerja di sektor industri, perdagangan, dan jasa. Di antara ketiga sektor tersebut ternyata peningkatan tenaga kerja perempuan di sektor jasa lebih tinggi dibanding sektor industri dan perdagangan. Pada sektor jasa, perempuan lebih cepat untuk menekuni dan mengembangkan karirnya. Sektor jasa lebih fleksibel bagi wanita, artinya selain untuk menambah pendapatan keluarga, fungsi sebagai ibu rumah tangga juga masih dapat dilakukan. Sektor jasa memiliki persentase pekerja informal wanita lebih besar dibanding dengan sektor yang lain. Adanya fleksibilitas dalam bekerja di sektor informal, sehingga perempuan lebih sesuai bekerja di dalamnya.

Tenaga Kerja dan Ketimpangan Gender di Ketenagakerjaan

Tenaga kerja diproksi dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki. Ketimpangan gender di tenaga kerja diproksi dengan Rasio TPAK perempuan terhadap laki-laki. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif. Angkatan kerja merupakan salah satu modal utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menurut teori ekonomi Solow dan endogen. Peningkatan angkatan kerja juga harus diikuti dengan peningkatan pendidikan guna mendukung peningkatan produktivitas tenaga kerja dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada periode 2008-2012 ada peningkatan angkatan kerja yang berpendidikan SLTP ke atas, sementara mereka yang berpendidikan SD atau lebih rendah semakin menurun. Walaupun demikian, angkatan kerja berpendidikan SD

54

masih mendominasi, yaitu sebesar 47.36 persen di tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya produktivitas angkatan kerja di Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Di sisi lain, peningkatan kualitas angkatan kerja juga ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja berpendidikan tinggi terutama universitas dengan rata-rata peningkatan 11.95 persen per tahunnya.

Rasio TPAK perempuan terhadap laki-laki signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif. Peningkatan rasio ini berarti berkurangnya senjang antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan. Pertama, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, dimana perempuan diberi keleluasaan dan kesempatan yang luas untuk bekerja. Peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan tidak mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki, asumsi tingkat partisipasi laki-laki tetap. Kedua, karena peningkatan pendidikan perempuan sehingga membuka peluang bagi mereka untuk bekerja dan berkarir. Tabel 14 menunjukkan angkatan kerja perempuan mengalami peningkatan, walaupun persentasenya lebih rendah dibanding laki-laki. Persentase penduduk perempuan bukan angkatan kerja tinggi, nilainya didominasi oleh tingginya persentase perempuan yang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga. Walaupun demikian, penduduk perempuan usia kerja yang sekolah mengalami peningkatan.

Tabel 14 Persentase penduduk usia kerja menurut kegiatan, 2008 dan 2012 Kegiatan Laki-laki Perempuan 2008 2012 2008 2012 1. Angkatan Kerja 83,47 84,42 51,08 51,39 Bekerja 77,13 79,57 46,13 47,91 Pengangguran Terbuka 6,33 4,86 4,95 3,48

2. Bukan Angkatan Kerja 16,53 15,58 48,92 48,61

Sekolah 8,21 8,26 7,67 7,94

Mengurus Rumah Tangga 1,92 1,63 37,21 36,97

Lainnya 6,40 5,69 4,05 3,70

Penduduk Usia Kerja (1 + 2) 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS

Seguino (2008) menyatakan bahwa perluasan kesempatan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi kemampuan bersaing suatu negara dalam perdagangan internasional. Kesempatan kerja yang besar bagi perempuan

juga akan meningkatkan bargaining power mereka dalam keluarga dalam

pengambilan keputusan (baik sebagai istri atau anak dalam keluarga maupun sebagai warga negara dalam konteks masyarakat/negara). Hal ini penting karena terdapat perbedaan pola antara perempuan dan laki-laki dalam perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi seperti kesehatan dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi mendatang dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kesetaraan gender dalam pendidikan dan pekerjaan bukan hanya besaran materi (barang dan jasa) untuk mendongkrak ekonomi keluarga, melainkan juga terciptanya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan serta terbentuknya generasi bangsa yang berkualitas.

55

Indeks Ketimpangan Gender

Indeks ketimpangan gender diproksi dengan rasio (IPG/IPM). Rasio (IPG/IPM) menggambarkan senjang antara capaian kapabilitas dasar yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan per kapita. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa rasio (IPG/IPM) memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif, berarti semakin tinggi rasio (IPG/IPM) maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi tidak hanya didorong oleh keberhasilan peningkatan kapabilitas dasar penduduk laki-laki tetapi juga penduduk perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan banyak studi tentang hubungan ketimpangan gender dan pertumbuhan ekonomi walaupun menggunakan variabel penjelas ketimpangan gender yang berbeda-beda, seperti hasil penelitian Aktaria dan Handoko (2012), Klasen dan Lamanna (2009), Baliamoune-Lutz dan Gillivray (2007), dan Martin dan Garvi (2005).

Model keempat menunjukkan bahwa Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. IDG menunjukkan seberapa besar peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dilihat dari proporsi perempuan terhadap laki-laki yang bekerja sebagai profesional, teknisi, pimpinan dan tenaga ketatalaksanaan, serta penguasaaan sumber daya ekonomi. Persentase perempuan sebagai tenaga profesional pada 2011 mengalami peningkatan setelah tahun lalu sempat menurun. Capaian tahun 2011 sebesar 45,75 persen, meningkat sebesar 1.73 persen dari capaian 2010 dan 0.27 persen dari capaian tahun 2009. Meningkatnya persentase perempuan sebagai tenaga profesional menandakan bahwa keterlibatan perempuan dalam mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam perekonomian semakin bisa disejajarkan dengan laki-laki. Meskipun belum mencapai kuota sesuai UU, tetapi jika dibandingkan dengan hasil pemilu 2004 yang hanya mencapai 65 kursi dari 550 kursi yang ada di DPR atau sekitar 11.82 persen, keterwakilan perempuan di parlemen menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan.

Semakin tinggi peran serta perempuan di dalam partisipasi ekonomi dan dalam politik maka ekonomi akan tumbuh. Setiap kenaikan peran serta perempuan dalam ekonomi naik satu persen, maka pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.059 persen. Pembatasan keleluasaan perempuan dalam ekonomi dan politik akan merugikan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya terus memperhatikan program pembangunan di daerah supaya senantiasa pengarusutamaan gender dilaksanakan oleh pengambilan kebijakan serta mengikutsertakan perempuan dalam program pembangunan.

Keterbukaan Perdagangan

Keterbukaan perdagangan terus mengalami peningkatan, dimana perdagangan semakin terbuka di era globalisasi. Hambatan arus komoditas luar negeri masuk ke dalam negeri semakin kecil. Indonesia dalam keanggotaannya di organisasi perdagangan dunia sebaiknya menyiapkan potensi sumber daya domestik dalam era perdagangan bebas di masa yang akan datang. Perkembangan distribusi perdagangan (ekspor dan impor) baik antar provinsi maupun antar negara terus mengalami peningkatan, walaupun perdagangan dengan luar negeri sempat turun saat negara Eropa dan Amerika Serikat mengalami resesi. Nilai

56

persentase perdagangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di 30 provinsi rata-rata di atas 50 persen. Hal ini menunjukkan nilai ekspor dan impor masing-masing provinsi besar kontribusinya terhadap besaran PDRB.

Hasil analisis boxplot juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa provinsi yang kontribusi perdagangan terhadap PDRB yang tinggi. Provinsi Bali selama periode 2009-2012 memiliki kontribusi perdagangan terhadap PDRB provinsinya sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena Bali merupakan tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan domestik. Provinsi Bali memiliki keindahan alam dan keunikan budaya serta ditunjang objek sarana akomodasi bertaraf internasional seperti hotel, restoran, dan berbagai atraksi wisata sehingga menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara dan domestik dibanding provinsi yang lain.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata 73,89 76,53 78,38 80,85 81,91 83,30 78,28 81,10 82,33 83,78 Minimum 18,88 21,82 25,65 27,13 29,28 29,71 31,64 31,75 31,09 30,08 Q1 57,29 57,01 53,08 59,23 59,07 58,06 53,97 55,49 52,59 53,15 Median 70,89 69,22 71,00 70,63 72,87 77,95 69,64 71,13 77,47 77,09 Q3 100,85 102,04 94,90 87,06 92,47 99,51 93,55 95,82 100,48 99,52 Maximum 141,45 163,69 178,47 183,21 178,19 163,95 168,19 195,30 208,89 219,29 IQR 43,57 45,02 41,83 27,83 33,40 41,45 39,57 40,33 47,89 46,36 Sumber: BPS, diolah

Gambar 19 Distribusi keterbukaan perdagangan terhadap PDRB, 2003-2012 (persen)

Berdasarkan hasil regresi data panel keterbukaan perdagangan (openness) memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pada taraf 5 persen. Koefisien keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,88, sehingga kenaikan pertumbuhan keterbukaan perdagangan sebesar 1 persen akan

menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,88 persen ceteris paribus. Hal ini

dikarenakan distribusi ekspor dan impor terhadap PDRB cenderung tinggi dan meningkat dari tahun ke tahun. Ekspor Indonesia antara lain ditopang oleh hasil tambang, perkebunan, dan industri. Beberapa industri memperkerjakan banyak tenaga kerja perempuan yang umumnya bergerak di perusahaan penghasil sepatu, makanan, dan tembakau. Data Sakernas menunjukkan bahwa tenaga kerja

P er se n (

57 perempuan bekerja di sektor industri sebesar 15,28 persen tahun 2012. Komoditas impor antara lain terdiri dari produk/input yang mendukung produksi dalam negeri dan barang konsumtif. Nilai/volume ekspor dan impor Indonesia cenderung tidak jauh berbeda. Krisis Eropa sempat mendorong nilai impor lebih tinggi dibanding ekspor.

Kebijakan pemerintah berusaha mendorong peningkatan perdagangan tidak didominasi oleh peningkatan impor, tetapi didominasi oleh peningkatan ekspor. Karena peningkatan ekspor akan menambah besaran nominal PDRB sedangkan peningkatan impor hanya akan mengurangi besaran nominal PDRB provinsi. Komoditas impor juga sebaiknya bukan barang konsumtif tetapi merupakan barang input untuk menunjang kegiatan ekonomi di masing-masing provinsi. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia memasuki tahap bonus demografi, yang hanya dapat dinikmati sekali saja. Bonus demografi yang besar berupa penduduk usia produktif berusia 15 hingga 65 tahun mampu menopang kegiatan ekonomi. Pada tahun 2010 persentase penduduk usia produktis (15-65 tahun) sebesar 66.1 persen. Populasi penduduk yang sangat besar ini dapat menjadi berkah untuk perekonomian Indonesia jika dapat memanfaatkan secara optimal momen bonus demografi dengan sumber daya manusia terdidik dan partisipasi perempuan dalam pekerjaan. Bonus demografi sebenarnya sudah dimulai dari tahun 2000 dan puncaknya pada tahun 2025.

United Nations Development Programme (UNDP) dalam laporan World Population Prospect memperkirakan jumlah usia produktif akan meningkat hingga mencapai 180-190 juta, sementara jumlah penduduk usia non produktif akan turun hingga 82-85 juta pada periode 2020-2030. Transisi demografi

tersebut akan menyebabkan angka beban tanggungan (dependency ratio) secara

rata-rata pada periode terendah yaitu 44 persen, yang berarti setiap 100 orang usia produktif akan menanggung beban sekitar 44 orang usia tidak produktif. Namun

demikian setelah 2030, angka dependency ratio akan kembali meningkat seiring

dengan penambahan jumlah lansia, yang berakibat bertambahnya tanggungan bagi usia produktif.

Kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif sangat besar, semantara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak sering disebut dengan

bonus demografi atau the window opportunity. Melimpahnya jumlah tenaga kerja

produktif akan menjadi dasar untuk meningkatkan produktivitas sekaligus

memperbesar peluang terciptakan pasar di dalam negeri. Window of opportunity

merupakan sebuah kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia.

Namun demikian, UNDP (2011) menyatakan ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk dapat menikmati bonus demografi, antara lain:

a. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian angka

kelahiran melalui program berencana.

b. Kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia untuk bersaing di

dunia kerja dan pasar internasional. Walaupun IPM Indonesia menunjukkan tren meningkat tetapi relatif masih rendahnya IPM Indonesia dibanding IPM

58

negara di kawasan ASEAN. Ini menjadi salah satu indikasi bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih perlu ditingkatkan.

c. Tingginya biaya pendidikan mendorong belum meratanya pendidikan yang

dapat dinikmati oleh penduduk Indonesia. Kondisi tersebut dapat terlihat dari masih dominannya penduduk bekerja dengan pendidikan Sekolah Dasar.

d. Ketersediaan lapangan pekerjaan. Lonjakan jumlah penduduk usia kerja tidak

diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja akan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.

Implikasi Kebijakan

Kesetaraan gender berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dari pendidikan dan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, kemajuan kesetaraan gender di Indonesia tetap terus ditingkatkan. Keadilan dan kesetaraan gender dapat dipenuhi jika undang-undang dan hukum menjamin dan melindunginya antara lain INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) telah menggariskan sasaran yang ingin dicapai terkait dengan peningkatan kualitas hidup perempuan (dan anak). Pembangunan yang responsif gender perlu diwujudkan untuk kesejahteraan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki.

Dalam mewujudkan pembangunan yang responsif gender dimulai dengan

peningkatan gender awareness melalui peningkatan pemahaman tentang isu

gender dalam tupoksi sektor dan daerah, mengidentifikasi isu-isu strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (ketenagakerjaan). Pemantapan pembangunan yang responsif gender dapat dilakukan dengan mendorong tersusunnya program-program keterpaduan sektor-sektor terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (ketenagakerjaan), mendorong lahirnya

program-program daerah dan gender budgetting, mendorong lahirnya peraturan

daerah dan sektor-sektor terkait dalam pemberdayaan perempuan sesuai prioritas masalah di lokal, dan menjamin keberlanjutan kesetaraan dan keadilan gender bagi kehidupan umat manusia yang berkualitas.

Selain itu, perbaikan pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Perbaikan pendidikan dengan meningkatkan akses dan daya tampung pendidikan, menurunkan angka putus sekolah siswa perempuan dan meningkatkan angka melanjutkan lulusan dengan memberikan perhatian khusus pada anak-anak dari lingkungan sosial ekonomi lemah dan anak-anak yang tinggal di daerah tertinggal. Karena keluarga dari lingkungan sosial ekonomi lemah cenderung memilih menyekolahkan anak laki-laki daripada perempuan.

Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar, menengah dan tinggi secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah, membangun industri yang padat karya karena jumlah penduduk yang besar, memanfaatkan tenaga kerja baik perempuan maupun laki-laki secara adil, dan perbaikan sarana infrastruktur guna mendukung kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat.

59

Dokumen terkait