• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis Hasil Hutan Praktek Agroforestri

Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe pada prektek agroforestri sangat beragam mulai dari tanaman buah-buahan (tanaman keras) sampai tanaman sayuran. Jenis tanaman yang ditanam dari praktek agroforestri tersebut di manfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan juga untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka.Pendapatan yang di peroleh oleh masyarakat dari lahan agroforestri di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe tergantung pada teknik/cara bercocok tanam, luas lahan serta harga pasar dari produk yang dihasilkan.Jenis- jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari praktek agroforestri di Desa Batu Mbilin dan di Desa Sembahe dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Jenis-jenis Hasil Hutan dari Praktek Agroforestri yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe.

No. Jenis Hasil Hutan Responden Yang Memanfaatkan ( orang)

Desa Batu Mbilin % Desa Sembahe %

1 Pinang 8 7,84 10 5,68 2 Asam Gelugur 9 8,82 17 9,65 3 Manggis 13 12,74 15 8,52 4 Durian 14 13,72 17 9,65 5 Duku 10 9,80 8 4,54 6 Langsat 10 9,80 17 9,65 7 Petai 4 3,92 4 2,27 8 Kemiri 7 6,86 13 7,38 9 Jahe 9 8,82 7 3,97 10 Kunyit 3 2,94 5 2,84 11 Pisang 4 3,92 18 10,22 12 Cabai 7 6,86 9 5,11 13 Pepaya 2 1,96 8 4,54 14 Kecombrang 2 1,96 15 8,52 15 Jagung - - 13 7,38

21

Hasilagroforestri yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hasil Agroforestri di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe

Hasil Agroforestri Bagian yang dimanfaatkan

Masa Panen Bagian yang Dipane n

1. Pinang (Areca catechu)

Gambar 2. Pohon pinang

Buah Dipanen pada umur 5 tahun dengan frekuensi panen 2 kali setahun.

Buah pinang

2. Asam Gelugur (Musa acuminata)

Gambar 3. Buah Asam gelugur

Buah Dipanen pada umur 7-9 tahun, dengan frekuensi pemanenan 3 kali setahun.

Buah

3. Manggis (Grancinia mangostana)

Gambar 4. Pohon Manggis

Buah Dipanen pada umur 9-12 tahun,dengan fr ekuensi pemanenan sekali setahun. Buah

4. Durian (Durio zibethinus)

Gambar 5. Pohon Durian

Buah Dipanen pada umur 10-15 tahun, frekuensi pemanenan 1 kali setahun

22

5. Duku (Lansium domesticum)

Gambar 6. Pohon Duku

Buah Dipanen pada umur 10-12 tahun, frekuensi pemanenan1kali setahun

Buah

6. Langsat (Anglaia tomentosa)

Gambar 7. Pohon Langsat

Buah Dipanen pada umur 10-12 tahun, frekuensi pemanenan 1 kali setahun

Buah

7. Petai ( Parkia speciosa)

Gambar 8. Buah Petai Siap Dijual

Buah, kayu Dipanen pada umur kisaran 10-15 tahun, frekuensi peman enan 1 kali setahun Buah

8. Kemiri (Aleurites moluccana)

Gambar 9. Pohon Kemiri

Biji buah, kayu Kemiri dipanen pada umur kisaran 4 tahun, frekuensi pemanenan 4 kali setahun Buah

23

9. Jahe (Zinger officinale)

Gambar 10. Tanaman Jahe

Rimpang Dipanen pada umur kisaran 8 - 12 bulan, freku ensi pemanenan 1 kali setahun Rimpang

10. Kunyit (Curcuma longa)

Gambar 11. Tanaman Kunyit

Rimpang, dau n Kunyit Kunyit dipanen pada umur kisaran8 - 18 bulan, freku ensi pemanenan 1 kali setahun Rimpang

11. Pisang (Musa acuminata)

Gambar 12. Tanaman Pisang

Buah Pisang dipanen pada umur kisaran 1tahun, frekuensi pemanenan 1 kali setahun, pisang bisa dipanen ditandai dengan mengeringnya daun pisang. Buah

12. Cabai (Capsicium annum L.)

Gambar 13. Tanaman Cabai

Buah cabai Cabai dipanen setelah cabai berumur 4-5 bulan, frekuensi pemanenan 24 kali setahun. Buah

24

13.Pepaya (Carica papaya)

Gambar 14. Tanaman Pepaya

Buah pepaya, daun muda pepaya Pepaya mulai berbunga pada umur kisaran 3-4 bulan setelah tanam, buahnya dapat dipanen sekitar 4 bulan sejak bunga mekar Frekuensi pemanenan 36 kali dalam setahun. Buah

14. Kecombrang (Etlingera elatior)

Gambar 15. Tanaman Kecombrang

Biji, bunga dan batang kecombrang Kecombrang dapat dipanen pada umur kisaran 70 hari Dengan frekuensi pemanenan 24 kali dalam setahun. Biji

15. Jagung (Zea mays)

Gambar 16. Tanaman Jagung

Biji jagung Jagung dapat dipanen pada umur kisaran 85 - 95 Hari dengan frekuensi pemane nan sekali dalam setahun

Biji

Hasil wawancara yang dilakukan di Desa Batu Mbilin dan desa Sembahe menunjukan bahwa dari 57 responden ada sebanyak 18 orang yang memanfaatkan tanaman pinang, dengan rincian 8 orang di Desa Batu Mbilin dan di Desa Sembahe sebanyak 10 orang. Pohon pinang biasanya di tanam pada batas antara kebun yang satu dengan yang lain. Para petani Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe memafaatkan biji buah pinang untuk dijual, karena biji buah pinang

25

memiliki nilai jual yang lumayan tinggi. Selain dijual biji pinang juga dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe sebagai bahan campuran sirih untuk dikonsumsi. Pemungutan pada biji pinang bisa terbilang simpel, dimana pemungutanya tidak memerlukan keahlian khusus karena biji pinang yang telah jatuh akan di kutip dan dikeringan sampai mengering.

Tanaman asam gelugur dikelola dengan cara sederhana oleh para petani, tidak ada pemeliharaan yang intensif terhadap tanaman asam gelugur. Menurut hasil wawancara kepada responden bahwa yang menjadi kendala bagi petani pada asam gelugur ini adalah masa menunggu produksi yang tergolong lama yaitu antara 7-9 tahun. Namun hal itu dapat diatasi para petani dengan sistem mengkombinasikan tanaman asam gelugur dengan kunyit ataupun jahe, tanaman tersebut bisa tahan terhadap naungan pohon asam gelugur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rauf (2011) bahwa beberapa tanaman pertanian semusim ada yang tahan tumbuh di bawah kondisi ternaungi, meskipun lebih sesuai pada lahan terbuka. Tanaman dari jenis tanaman obat seperti kunyit, kencur, dan temulawak umumnya tahan tumbuh di bawah naungan pepohonan. Petani yang memanfaatkan asam gelugur di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe ada sebanyak 26 orang dengan rincian 9 orang di Desa Batu Mbilin dan sebanyak 17 orang di Desa Sembahe. Buah asam gelugur dipanen dengan cara memetik buah dan di tampung dalam keranjang, dalam proses pemanenan tanaman asam gelugur masyarakat di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe mengambil buah asam gelugur yang benar-benar tua dan menjualnya pada agen buah yang datang ke Desa.

26

Petani yang memanfaatkan pohon manggis adalah sebanyak 28 orang dengan jumlah responden 57 orang, dimana di Desa Batu Mbilin sebanyak 13 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 15 orang. Tanaman manggis masih di kelola dengan cara sederhana di Desa Batu Mbilin dan di Desa Sembahe begitu juga dengan prosess pemanenan masih dlakukan dengan tradisional. Buah manggis dipanen dengan cara memetik buah dan di tampung dalam keranjang. Menurut petani prduktivitas musim manggis tidak menentu disebabkan oleh perubahan cuaca, iklim dan serangan hama.

Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe di lahan agroforestri di dominasi oleh tanaman penghasil buah- buahan dan merupakan jenis-jenis yang untuk dikonsumsi masyarakat sendiri ataupun yang laku dijual di pasar seperti durian, langsat, duku, manggis dan lain sebagainya. Mariana dkk(2013) menjelaskan bahwa pemanfaatan buah-buahan hutan oleh masyarakat di sekitar hutan selain untuk dikonsumsi, ada sebagian kecil di jual.Hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe menunjukan bahwa terdapat 31 orang yang memanfaatkan durian dari 57 responden, di Desa Batu Mbilin 14 orang dan sebanyak 17 orang di Desa Sembahe. Sedangkan responden yang memanfaatkan duku ada sebanyak 18 responden dimana di Desa Batu Mbilin ada sebanyak 10 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 8 orang dan yang memanfaatkan buah langsat ada 27 orang dengan rincian di Desa Batu Mbilin 10 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 17orang.Pemanenan pada pohon duku dan langsat dilakukan sekali dalam setahun. Buah duku bisa di panen dengan ciri-ciri warna buah berubah kuning kecoklatan.

27

Pohon petai dan kemiri merupakan pohon sayuran pengisi pada lahan agroforestri di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe. Hasil wawancara di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe menunjukan bahwa dari 57 responden yang memanfaatkan petai adalah sebanyak 8 orang, dimana di Desa Batu Mbilin 4 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 4 orang. Menurut hasil wawancara dilapangan dengan responden bahwa Pohon petai banyak diserang oleh ulat penggerek batang yang menyebabkan pohon mati sebelum panen. Selain ulat penggerek batang, ulat buah juga menyerang tanamanpetai. Petani Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe memberantas hama ini dengan cara menyemprotkan air garam pada pangkal batang pohon yang terkena hama atau disemprot dengan insektisida, hal ini yang menyebabkan petani Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe sangat sedikit memanfaatkan buah petai. Sedangkanpohon kemiri di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe merupakan tanaman yang tumbuh secara alami dan tanpa ada perawatan khusus. Pemungutan pada biji kemiri bisa terbilang sederhana, dimana pemungutanya tidak memerlukan keahlian khusus karena biji kemiri yang telah jatuh akan dikutip dan dikeringan sampai mengering dan dijual kepada tengkulak. Hal ini sesuai dengan penelitian Birgantoro dkk (2007) yang menyatakan bahwa kegiatan pengambilan biji kemiri dilakukan dengan cara memungut buah kemiri yang jatuh di lantai hutan, namun ada pula yang memanjat dan memotong cabang pohon kemiri untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Biji kemiri yang sudah dibersihkan dan dikeringkan dijual kepada pengumpul.Petani yang memanfaatkan kemiri ada sebanyak 20 dari 57 responden, dengan rincian di Desa Batu Mbilin 7 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 13 orang.

28

Tanaman lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tanaman jahe dan kunyit, dimana masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe yang memanfaatkan tanaman jahe ada 16 orang dari 57 orang responden dengan rincian di Desa Batu Mbilin sebanyak 9 orang dan di Desa Sembahe sebanyak 7 orang. Sedangkan tanaman kunyit ada sebanyak 8 orang dari 57 responden.Tanaman jahe dan kunyit merupakan tanaman rimpang yang cocok dikombinasikan dengan tanaman lainnya dilahan agroforestri. Salah satu pengkombinasiannya adalah dengan tanaman jagung.

Pertumbuhan tanaman jahe dan kunyit akan terhambat apabila pola tumpang sarinya tidak memerhatikan intensitas cahaya matahari akibat dari naungan pohon, intensitas cahaya matahari yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang baik pada tanaman. Intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jahe dan kunyit. Semakin besar intensitas yang didapatkan oleh tanaman jahe dan kunyit, semakin bagus pulapertumbuhan produksinya. Menurut Muchlas dan Slameto (2008) pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar air dan drainase kurang baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah. Selain tanaman penghasil buah yang dimanfaatkan oleh petani, ada juga yang memanfaatkan tanaman sayuran seperti: pisang, cabai, pepaya, kecombrang dan jagung. Hasil wawancara menunjukan bahwa ada 22 orang yang memanfaatkan tanaman pisang, tanaman cabai sebanyak 16 orang, tanaman pepaya ada 10 orang, tanaman kecombrang sebanyak 17 orang dan sebanyak 13 orang yang memanfaatkan tanaman jagung. Namun tanaman jagung hanya di Desa Sembahe saja yang memanfaatkannya . Tanaman jagung, pisang, cabai dan kecombrang merupakan tanaman pengisi lahan agroforestri yang bisa

29

tumbuh meski dibawah tegakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani dan Aris (2004), yang menyatakan bahwa tanaman kapulaga, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, iles-iles, talas, jahe dan lada merupakan jenis tanaman bawah yang potensial hidup di bawah tegakan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil wawancara terhadap petani, umumnya petani mengelola lahannya dengan menanam tanaman jagung, kecombrang dan cabai dengan tanaman semusim seperti manggis dan durian. Tanaman ini dapat dipanen sekali dalam setahun dan apabila masa produksi habis maka tanaman akan mati.

Nilai Ekonomi Hasil Praktek Agroforestri

Lahan agroforestri merupakan salah satu sumber pendapatan dan juga merupakan suatu satu cara untuk mengatasi resiko gagal panen dari berbagai jenis yang ditanam oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Bahruni (2004) mengatakan bahwa nilai sumberdaya hutan bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Rauf (2011) menambahkan bahwa selain secara ekonomi sistem agroforestri memiliki keuntungan lainnya yaitu memperkecil resiko kegagalan panen dari salah satu komponen. Sistem tumpangsari antara tanaman semusim atau setahun dengan jenis tanaman pangan sudah dipraktekkan secara luas oleh petani masyarakat Batu Mbilin dan Desa Sembahe dengan pola agroforestri yang di usahakan oleh masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe merupakan pola tanam campuran antara tanaman semusim, tanaman pangan dan dengan lainnya. Oleh karena itu untuk mendapatkan keseluruhan nilai ekonomi dari yang dimanfaatkan oleh petani perlu dilakukan identifikasi setiap jenis yang dimanfaatkan. Karena hampir seluruh masyarakat setempat mengelola dan memanfaatkan agroforestri. Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam

30

produk yang jangkawaktu pemanenannya berbeda, di mana paling sedikit satu jenis produknya membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe bahwa hasil dari praktek agroforestri memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan hasil di luar praktek agroforestri. Nilai ekonomi hasil hutan agroforestri diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis (selengkapnya lihat pada lampiran 4), nilai ekonomi dari hasil hutan agroforestri pun di hitung dengan pendekatan harga pasar yang berlaku di daerah tersebut. Harga hasil hutan per jenis pertahun dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Presentase Nilai Ekonomi Hasil dari Praktek Agroforestri yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Batu Mbilin

No. Jenis Hasil Hutan

Total Pengambilan (Unit/tahun)

F TP Satuan Harga Jumlah (Rp) Presentase Nilai Ekonomi 1 Pinang 1.214 2 2.428 Kg 15.000 34.320.000 6,50 2 Asam Gelugur 4.110 3 12.330 Kg 5.000 40.050.000 7,59 3 Manggis 6.550 1 6.550 Kg 20.000 131.000.000 24,83 4 Durian 18200 1 18200 Biji 7.000 127.400.000 24,14 5 Duku 4050 1 4050 Kg 10.000 40.500.000 7,67 6 Langsat 4230 1 4230 Kg 5.000 21.150.000 4,00 7 Petai 1050 1 1050 Ikat 20.000 21.000.000 3,98 8 Kemiri 1500 4 6000 Kg 5.000 30.000.000 5,68 9 Jahe 4900 1 4900 Kg 8.000 43.200.000 8,18 10 Kunyit 1050 1 1050 Kg 12.000 12.600.000 2,38 11 Pisang 57 1 57 Tandan 35.000 1.995.000 0,37 12 Cabai 24 15 330 Kg 30.000 10.800.000 2,04 13 Pepaya 58 36 2088 Biji 5.000 10.440.000 1,97 14 Kecombrang 13 24 312 Kg 10.000 3.120.000 0,59 Total 533.420.000 100

Ket: F = Frekuensi pengambilan

TP = Total Pengambilan/tahun (Jumlah x F) NE = Nilai Ekonomi (TP x Harga )

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe, pada Tabel 3. menunjukan bahwa nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil

31

hutan agroforestri oleh masyarakat Desa Batu Mbilin kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yaitu sebesar Rp 533.420.000,- per tahun. Nilai total ini diperoleh dari penjumlahan total hasil hutan agroforestri yang dimanfaatkan masyarakat seperti pinang, asam gelugur, pisang, manggis,durian, duku cabai, jahe, langsat, petai, pepaya, kunyit, kemiri dan kecombrang. Nilai ekonomi dari jenis hasil hutan agroforestri yang diperoleh tersebut bertujuan untuk melihat seberapa besar suatu praktek agroforestri memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga dan juga bagaimana kontribusi hasilnya terhadap pendapatan masyarakat di Desa Batu Mbilin.Pengelolaan agroforestri yang di terapkan oleh masyarakat Desa Batu Mbilin dan masyarakat Desa sembahe merupakan pola bentuk agroforestri sederhana, Nilai ekonomi dari beragai jenis hasil hutan dari praktek agroforestri umumnya memberikan nilai yang beragam sesuai dengan luasan lahan yang dikelola dan jenis komoditi yang dihasilkan.Dengan demikian, terdapat juga variasi pemanenan antara masing-masing jenis produk agroforestri yang juga menyebabkan variasi waktu dalam memperoleh penghasilan dari produk agroforestri. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiarti danSukaesih (2008) yaitu pola tanam kebun campuran memberikan penghasilan yang bervariasi yakni bersifat rutin, harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan sehingga kebun campuran memberikan hasil secara berkelanjutan bagi para petani.

Jenis hasil hutan agroforestridi Desa Batu Mbilin yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalahmanggis dengan nilai ekonomi Rp 131.000.000,-dengan persentase nilai ekonomi sebesar 24,83%. Jenis produk agroforestri selanjutnya yang memberikan kontribusi terbesar kedua

32

adalah durian dengan nilai ekonomi Rp 127.400.000,-dengan persentase nilai ekonomi sebesar 24,14%. Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar ketiga adalah jahe dengan nilai ekonomi Rp43.200.000,-dengan persentase nilai ekonomi sebesar 8,18%. Sedangkan jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah pisangyaitu sebesar Rp 1.995.000,-atau sekitar 0.37%, disusul dengan kecombrang yang memberikan kontribusi sebesar Rp 3.120.000,-atau sekitar 0,59% .

Tabel 4. Presentase Nilai Ekonomi Hasil dari Praktek Agroforestri

yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Sembahe

No. Jenis Hasil Hutan

Total Pengambilan (Unit/tahun)

F TP Satuan Harga Jumlah(Rp) Presentase Nilai Ekonomi 1 Pinang 790 1 1580 Kg 15.000 23.700.000 3,55 2 Asam Gelugur 5830 3 15600 Kg 5.000 84.000.000 12,61 3 Manggis 10650 1 10650 Kg 20.000 213.000.000 31,97 4 Durian 10350 1 10350 Biji 7.000 58.450.000 8,77 5 Duku 3350 1 3350 Kg 10.000 33.500.000 5,02 6 Langsat 10200 1 10200 Kg 5.000 52.400.000 7,86 7 Petai 850 1 850 Ikat 20.000 17.000.000 2,55 8 Kemiri 2550 4 10200 Kg 5.000 51.000.000 7,65 9 Jahe 4900 1 4900 Kg 8.000 39.200.000 5,88 10 Kunyit 880 1 880 Kg 12.000 10.560.000 1,58 11 Pisang 1900 1 1900 Tandan 35.000 6.650.000 0,99 12 Cabai 25 15 375 Kg 30.000 11.250.000 1,68 13 Pepaya 79 36 2844 Biji 5.000 14.220.000 2,13 14 Kecombrang 158 24 3792 Kg 10.000 37.920.000 5,69 15 Jagung 4400 1 4400 Kg 3.000 13.200.000 1,98 Total 666.050.000 100

Ket: F = Frekuensi pengambilan

TP = Total Pengambilan/tahun (Jumlah x F) NE = Nilai Ekonomi (TP x Harga )

Agroforestri dikembangkan oleh petani di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe pada umumnya merupakan campuran antara tanaman buah-buahan

33

(tanaman keras) dengan tanaman palawija.Nilai ekonomi hasil hutan yang diperoleh dari perkalian total pengambilan pertahun dengan harga hasil hutan per jenis. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan, bahwa pada Tabel 4menunjukan nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan agroforestri oleh masyarakat Desa Sembahe kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yaitu sebesar Rp 666.050.000,-per tahun. Dari hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan total hasil hutan agroforestri yang dimanfaatkan oleh masyarakat seperti pinang, asam gelugur, pisang, manggis,durian, duku cabai, jahe, langsat, petai, pepaya, kunyit, kemiri ,kecombrang serta jagung.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diketahui bahwa agroforestri baik untuk menunjang pendapatan rumah tangga masyarakat di Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit, hal ini dapat dilihat dari nilai ekonomi terhadap jenis-jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat (petani), dimana jenis hasil hutan agroforestri di Desa Sembahe yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah manggis dengan nilai ekonomi Rp 213.000.000,- dengan persentase nilai ekonomi sebesar 31,97%, jenis produk agroforestri selanjutnya yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah asam gelugur dengan nilai ekonomi Rp84.000.000,- dengan persentase nilai ekonomi sebesar 12,61%. Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar ketiga adalah durian dengan nilai ekonomi Rp58.450.000,- dengan persentase nilai ekonomi sebesar 8,77%, seedangkan jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah pisang yaitu sebesar Rp6.650.000,- atau sekitar 0,99%, disusul dengan kunyit yang memberikan kontribusi sebesar Rp10.560.000,- atau sekitar 1,58% .Manggis merupakan salah satu komoditi

34

andalan dari praktek agroforestri di Desa Batu Mbilin dan di Desa Semabahe yang memiliki kontribusi terbesar, memiliki nilai ekonomi yang tinggi, juga nilai jual yang tinggi di pasarkandan buah yang sangat banyak pada saat panen raya.Menurut Qosim (2013) menyatakan bahwa buah manggis memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagi komiditi ekspor dan tidak ada pesaingnya. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Setiawan (2014) yang menyatakan bahwa Tingginya pendapatan disebabkan oleh variasi jenis tanaman yangdikembangkan merupakan komoditi andalan dan memiliki nilai jual (komersil) yang tinggi dipasaran. Menurut wawancara dengan responden pohon manggis ini dahulunya tumbuh secara alami tanpa ada perawatan khusus yang hasil panennya terbilang rendah, namum dengan meningkatnya prospek nilai dari manggis ini para petani di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe mulai melakukan perawatan tanaman tersebut sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap pendapatan mereka. Untuk meningkatkan produktivitas dari suatu jenisperlu dilakukan perawatan yang lebih intensif dan juga sistem pemasaran. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan manggis yaitu sebesar Rp 131.000.000,- di Desa Batu Mbilin dan di Desa Sembahe Sebesar 213.000.000,- dengan harga jual Rp 20.000,-/kg.

Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe menunjukan bahwa pemanfaatan pisang memberikan kontribusi yang relatif kecil yaitu sebesar Rp 1.995.000,-/tahun di Desa Batu Mbilin, sedangkan di Desa Sembahe sebesar Rp 6.650.000,-/tahun dengan harga jual Rp 35.000,-/tandan. Menurut wawancara dengan responden bahwa pisang dahulunya mengalami

35

gangguan pada buah pisang, dimana pada saat panen buah pisang sering busuk dan mengakibatkan petani kurang peduli terhadap pengusahaan tanaman pisang.

Kontribusi Hasil Pemanfaatan Agroforestri Terhadap Pendapatan Masyarakat

Sumber penghasilan pendapatan merupakan salah satu peran agroforestri bagi masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe. Tetapi meskipun banyak jenis-jenis hasil yang dimanfaatkan dari praktek agroforestri, hasil pendapatan masyarakat tidak hanya dari praktek agroforestri saja, melainkan dari hasil pendapatan berbagai usaha atau profesi dari masyarakaat seperti wiraswasta, wirausaha, karyawan dan buruh tani, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 5. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan Hasil dari

Agroforestri Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe

No. Sumber Pendapatan Pendapatan rumah tangga di luar hasil hutan

Batu Mbiln Sembahe

Jumlah (Rp) Presentase ( %) Jumlah (Rp) Presentase ( %) 1 Wiraswasta 47.400.000 34,80 44.400.000 24,11 2 Karyawan 28.800.000 21,14 26.000.000 14,12 3 Wirausaha 49.800.000 36,56 76.000.000 41,30 4 Buruh Tani 10.200.000 7,50 37.700.000 20,47 Total 136.200.000 100 184.100.000 100

Secara umum masyarakat Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahe bermata pencaharian sebagai petani. Pendapatan rumah tangga Desa Batu Mbilin dan Desa Sembahediluar hasil hutan adalah berasal dari wiraswasta, karyawan,wirausaha dan buruh tani. Pada Tabel 5menunjukan bahwa pendapatan total rumah tangga Desa Batu Mbilin diluar hasil hutan adalah sebesar Rp 136.200.000,-/tahun dari jumlah total hasil sumber pendapatan dari wirausaha,karyawan, wirausaha dan buruh tani (selengkapnya lihat pada lampiran 5.), dimana pendapatan terbesar bersumber dari wirausaha yaitu sebesar Rp 49.800.000,-/tahun dengan presentase

36

36,56 %,. Besarnya pendapatan responden dari sektor ini karena sebagian besar responden adalah wirausaha dalam bebagai bidang seperti Usaha Kecil Menengah (UKM), sumber pendapatan terendah bersumber dari buruh tani yaitu Rp 10.200.000,-/tahun dengan presentase 7,50%/tahun.

Pendapatan total rumah tangga Desa Sembahe di luar pemanfaatan hasil hutan bersumber dari penjumlahan pendapatan dari wirausaha,wiraswasta,karyaw- an dan dari buruh tani (selengkapnya lihat lampiran 11), besar pendapatannya yaituRp 184.100.000,-/tahun. Dari Tabel 5 menunjukan di Desa Sembahe pendapatan diluar hasil hutan terbesar bersumber dari pendapatan wiraswasta yaitu sebesar Rp 44.400.000,-/tahun, pendapatan responden dari sektor ini karena

Dokumen terkait