• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK EKSTRAK SORGUM BERDASARKAN TINGKAT PENYOSOHAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Derajat Sosoh terhadap Komposisi Kimia

Sorgum utuh (whole sorghum) terdiri dari lapisan perikarp, endosperm, dan lembaga. Proses penyosohan biji sorgum utuh (whole grain) menjadi sorgum sosoh merupakan proses awal sebelum pengolahan lebih lanjut menjadi produk- produk pangan berbahan baku sorgum. Penyosohan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan konsumen karena penampakan dan rasa yang kurang disukai (sepet). Sorgum utuh apabila dikonsumsi akan menimbulkan rasa agak getir di lidah karena mempunyai tekstur yang lebih kasar.

Penyosohan secara mekanis biasa disebut dengan dehulling atau

decortication bertujuan memisahkan lapisan perikarp dan lapisan testa dari endosperma biji sorgum (Awika et al. 2005). Mesin penyosoh sorgum yang

digunakan adalah mesin tipe abrasif. Prinsip abrasif didasarkan pada gesekan antara biji sorgum dengan batu gerinda, biji sorgum dengan rumah batu gerinda dan juga antara masing-masing biji, sehingga menyebabkan kulit biji terabrasi dengan cepat mulai dari arah luar hingga permukaan endosperma. Oleh karena itu derajat sosoh dengan metode ini dapat diukur dengan lama penyosohan (Mudjisihono & Suprapto, 1987). Proses penyosohan biji sorgum menghasilkan dedak (bran), lembaga, dan endosperm. Dedak merupakan hasil samping dari proses penggilingan yang terdiri dari lapisan luar butiran sorgum (perikarp) dan sejumlah lembaga.

Derajat sosoh merupakan istilah yang menunjukkan seberapa banyak bagian perikarp yang dipisahkan dari endosperm. Penentuan derajat sosoh berdasarkan perbandingan jumlah produk sampingan hasil sosoh biji sorgum waktu sosoh tertentu dan jumlah produk sampingan hasil sosoh biji sorgum tersosoh sempurna (Tabel 4).

Proses penyosohan berdasarkan waktu penyosohan, merupakan metode konvensional yang paling mudah, murah dan hingga saat ini masih digunakan di beberapa negara penghasil sorgum. Hasil menunjukkan semakin lama waktu penyosohan maka semakin susut bobot biji sorgum karena terjadi pelepasan/kehilangan lapisan kulit perikarp (bran).

Tabel 4 Penentuan derajat sosoh biji sorgum

TS(s) WA(g) WS (g) WD(g) WH(g) RS (%) DS(%) 0 170 0 0 0 0 0 10 170 149.79 18.21 2 88.11 34.21 20 170 140.14 26.86 3 82.44 50.46 30 170 131.77 36.23 2 77.51 68.06 40 170 122.72 43.28 4 72.19 81.31 50 170 117.72 49.28 3 69.25 92.58 60 170 112.77 53.23 4 66.34 100 Keterangan: TS(s) : waktu sosoh , WA(g): Bobot awal, WS (g): Bobot biji sosoh, WD(g):

Bobot produk sampingan, WH(g): bobot yang hilang, RS (%): Rendemen biji sosoh, DS(%): Derajat sosoh

Penghitungan rendemen hasil penyosohan biji sorgum bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kehilangan lapisan luar (perikarp) akibat proses

penyosohan. Derajat sosoh (DS) mempengaruhi rendemen sorgum akibat perlakuan waktu penyosohan. Semakin tinggi waktu penyosohan maka rendemen semakin kecil.

Gambar 12 Biji sorgum berdasarkan tingkat penyosohan

Komposisi kimia sorgum berbeda-beda tergantung pada varietas dan waktu penyosohan. Biji sorgum utuh/whole sorghum (S0) dan sorgum sosoh hasil penyosohan dengan derajat sosoh 50% (S50) dan derajat sosoh 100% (S100) dipilih untuk dianalisis komponen kimianya.

Tabel 5 Komposisi kimia sorgum

Komposisi kimia Kadar *

S0 S50 S100 Air (%) 12.53b 12.42ab 12.03a Protein (%) 8.91b 8.59b 7.49a Lemak (%) 4.14c 1.98b 1.61a Abu (%) 1.36b 0.83ab 0.28a Karbohidrat(by difference) 73.06c 76.18b 78.58a Serat pangan:

a. Serat pangan larut (%) 2.39a 2.52b 2.59b b.Serat pangan tidak larut (%) 6.44c 4.23b 3.53a c. Serat pangan total (%) 8.83c 6.75b 6.12a Pati (%) 64.23a 69.43b

72.47c *

Konsentrasi dinyatakan dalam basis kering, kecuali kadar air dalam basis basah a-c

huruf superskrip menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5%

S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%, S100 = tepung sorgum DS 100%.

Biji sorgum memiliki kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan komposisi kimia lainnya (Tabel 5). Hal ini menunjukkan sorgum dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras sehingga dapat menunjang program diversifikasi pangan. Sebagian besar karbohidrat sorgum adalah pati (67% - 72%) yang tersimpan dalam bentuk granula. Pati sorgum mengandung amilosa sekitar 12 - 22 g/100 g bobot basah dan amilopektin sekitar 45 – 55 g/100 g bobot basah. Energi yang dihasilkan dari tepung biji sorgum utuh sekitar 356 kkal/100 g (Dicko

et al. 2006).

Komposisi kimia tepung sorgum ketiga kelompok penyosohan berbeda secara signifikan (p<0.05). Abrasi yang sangat cepat menyebabkan sebagian endosperma ikut terkikis, sehingga biji sorgum sosoh yang dihasilkan tidak utuh. Penyosohan menyebabkan penurunan beberapa kandungan zat gizi protein, serat, vitamin serta mineral.

Protein yang terdapat pada biji sorgum 8.91 %, sedangkan pada sorgum yang disosoh sebagian (S50) sebesar 8.59 % dan sorgum yang disosoh 100% (S100) sebesar 7.49 %. Hal ini berarti sekitar 4 - 16 % protein terdapat dalam dedak (bran) yang terpisah dari biji sorgum saat penyosohan. Kadar protein S50 lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Yanuar (2009). Kadar protein sorgum yang disosoh 20 detik dilaporkan 6.23% bk dan 60 detik 5.91% bk. Kandungan protein endosperma, lembaga dan perikarp sorgum berturut-turut 80 %, 16 %, dan 3 % (Rooney 2001). Protein sebagai komponen gizi terbesar kedua setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Protein biji sorgum terdiri dari 4 fraksi yaitu prolamin (larut dalam alkohol), glutenin (larut dalam alkali), albumin (larut dalam air) dan globulin (protein larut dalam garam). Prolamin merupakan fraksi protein terbesar yaitu 27 - 43.1 %, diikuti oleh glutenin 26.1 - 39.6 %, globulin 12.9 - 16 %, dan albumin 2 - 9 % dari kandungan protein biji sorgum (FAO, 1995).

Proses penyosohan menurunkan kandungan lemak biji sorgum sekitar 52 - 61%. Kandungan lemak sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5- 1,5%) dan terigu (2%). Komposisi lemak sorgum kaya akan linoleat, oleat, palmitat, linolenat, dan stearat umumnya terdapat pada bagian lembaga (FAO 1995). Selain sebagai sumber energi dan protein, sorgum juga mengandung

berbagai unsur mineral dan vitamin. Proses penyosohan menurunkan nilai gizi secara signifikan karena mengikis lapisan kulit ari yang mengandung komponen gizi termasuk protein, lemak dan mineral. Sebagian besar mineral terdapat pada bagian dedak dan hanya sekitar 21 - 69 % yang tertinggal pada biji sorgum yang telah disosoh. Sorgum mengandung berbagai mineral esensial, seperti P, Mg, Ca, Fe, Zn, Cu, Mn, Mo dan Cr (Glew et al. 1997; Dicko et al. 2006).

Kadar serat pangan dan -glukan sorgum cukup tinggi sehingga memungkinkan sebagai sumber serat pangan. Kadar serat pangan sorgum dilaporkan cukup bervariasi 2 - 9% (Dicko et al. 2006). Serat pangan yang terdapat sorgum adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, dan -glukan. Umumnya serat tidak larut seperti selulosa dan hemiselulosa tahan terhadap degradasi mikrobial sehingga hanya sebagian kecil yang terfermentasi. Sebaliknya hampir semua serat larut -glukan dapat dengan cepat difermentasi secara sempurna. - glukan berperan dalam bidang medis dan farmakologi karena berpotensi mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti hiperglikemia, hiperkolesterolemia, obesitas, penyakit kardiovaskular, kanker, dan membantu meningkatkan pertumbuhan probiotik (Laroche & Michaud, 2006)

Fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk berupa gas seperti gas hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid) seperti asam asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek (SCFA) diserap oleh mukosa kolon dan menghasilkan energi bagi inang sehingga serat bisa dianggap sebagai sumber kalori yang jumlahnya kira-kira 1.5 – 2.5 kkal/gram. Jumlah SCFA yang dihasilkan tergantung pada tingkat fermentasi masing-masing serat. Hubungan serat pangan dengan pencegahan penyakit degeneratif telah banyak dilaporkan. Serat pangan dapat memperpendek waktu kontak sisa pencernaan dalam usus besar sehingga mengurangi resiko terjadinya kanker kolorektal (Tungland & Meyer, 2002).

Ekstraksi Sorgum

Tepung sorgum diekstraksi secara bertahap dengan beberapa jenis pelarut dengan tingkat polaritas berbeda. Ekstraksi tepung sorgum utuh dan sosohan dilakukan untuk mengekstrak komponen bioaktif yang terdapat pada sorgum.

Pelarut heksana digunakan untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam pelarut non polar. Etil asetat untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam pelarut semi polar dan etanol untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam pelarut polar. Rendemen merupakan perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen ini berguna untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Apabila nilai rendemen suatu produk atau bahan semakin tinggi, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi sehingga pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.

Tabel 6 Sifat fisik dan rendemen ekstrak biji sorgum

Jenis Ekstrak Fisik Ekstrak Rendemen ekstrak(%)

S0 S50 S100

Heksana Kuning kecoklatan,

kental 0.71

a

±0.28 0.67a±0.08 0.26a±1.74

Etilasetat Kuning jingga,

kental 0.42

a

±0.31 0.36a±0.03 0.11a±0.28

Etanol Jingga kecoklatan,

kental 4.55

b

±0.21 3.61b±0.06 1.47b±0.27

a-b

Huruf superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5 % S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%, S100 = tepung sorgum DS 100%.

Sifat fisik dan rendemen ekstrak sorgum pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil pelarutan dengan etanol paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya. Hasil menunjukkan bahwa rendemen ekstrak sorgum dipengaruhi oleh jenis pelarut. Dilaporkan oleh Yanuar (2009) tepung sorgum sosohan 20 detik yang diekstrak dengan pelarut aseton dan aquades menghasilkan rendemen ekstrak berturut-turut 2.61% dan 5.3%.

Ekstrak sorgum dengan pelarut etanol menunjukkan rendemen ekstrak tertinggi pada biji sorgum utuh (S0). Kemampuan etanol dalam mengekstrak jaringan tanaman disebabkan pelarut ini secara efektif dapat melarutkan senyawa polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida (Houghton dan Raman,1998). Rendemen ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut etanol berbeda nyata dengan ekstrak etil asetat dan heksana.

Sorgum yang disosoh 100% (S100) tidak dianalisis lebih lanjut karena proses penyosohan mengurangi sejumlah komponen bioaktif dan rendemen ekstrak yang dihasilkan sangat kecil sekitar 0.26% hingga 1.47% .

Pengujian Komponen Fitokimia

Uji fitokimia merupakan pengujian kualitatif untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa fitokimia. Kandungan fitokimia ketiga kelompok ekstrak ditunjukkan pada Tabel 7. Senyawa fitokimia yang teridentifikasi pada ekstrak sorgum meliputi flavonoid, triterpenoid, sterol, tannin, dan fenol hidrokuinon. Pengujian secara kualitatif menunjukkan keberadaan senyawa flavonoid, triterpenoid, sterol, tanin, dan fenol hidrokuinon pada ekstrak sorgum ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, ungu, hijau, biru, merah. Penentuan intensitas warna didasarkan pada perbandingan kepekatan warna yang diamati secara visual dari semua senyawa fitokimia yang teruji.

Tabel 7 Komponen fitokimia ekstrak biji sorgum Komponen Fitokimia Ekstrak Heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak Etanol S0 S50 S0 S50 S0 S50 Flavonoid + + ++ + +++ +++ Fenol Hidrokuinon + + +++ ++ ++ ++ Sterol + + ++ ++ ++ ++ Triterpenoid + + ++ ++ ++ ++ Tanin - - ++ ++ ++ + Saponin - - - - + + Ket. : + = menunjukkan intensitas dan didasarkan pada perbandingan intensitas

warna secara visual

- = menunjukkan tidak terdeteksi

S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%

Data pada Tabel 7 menunjukkan intensitas senyawa yang ditemukan pada ketiga kelompok ekstrak. Intensitas senyawa fitokimia pada sorgum non sosoh lebih tinggi dari sorgum yang tersosoh. Intensitas senyawa fitokimia pada heksana (non polar) lebih rendah dari ekstrak etil asetat (semipolar) dan ekstrak etanol (polar). Pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa alkaloid, aglikon dan glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid (Cowan 1999, Houghton & Raman, 1998).

Senyawa flavonoid dengan intensitas warna tertinggi ditemukan pada ekstrak etanol sorgum. Kemampuan etanol dalam mengekstrak jaringan tanaman

disebabkan pelarut ini secara efektif dapat melarutkan senyawa polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida (Houghton dan Raman 1998), fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon, antosianin, terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon dan polifenol, vitamin C (Cowan 1999; Dalimarta 2003; Dehkharghanian et al. 2010).

Berdasarkan hasil pengujian kualitatif atas warna yang dihasilkan menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, fenol hidrokuinon, sterol ditemukan pada ketiga jenis ekstrak, tetapi intensitasnya semakin berkurang dengan meningkatnya derajat penyosohan. Tanin ditemukan pada ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol dan saponin hanya ditemukan pada ekstrak etanol. Tanin yang terdapat pada sorgum memiliki berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, kapang (Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus) serta dari cuaca (Waniska et al. 1989). Jenis tanin kondensat yang terdapat pada sorgum memiliki banyak cincin aromatik dan gugus hidroksil sehingga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan tidak dapat bereaksi sebagai prooksidan karena dapat membentuk oligomer. Semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Hagerman et al. 1998).

Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sorgum

Hasil pengujian total fenol pada ketiga kelompok ekstrak berbeda secara signifikan. Derajat penyosohan mempengaruhi total fenol dan aktivitas antioksidan kemampuan menangkal radikal bebas DPPH (Tabel 8).

Tabel 8 Kadar total fenol dan aktivitas antioksidan ketiga kelompok ekstrak

Jenis senyawa Ekstrak

H0 H5 A0 A5 E0 E5

Total fenol

(mg GAE/100 g bk) 419.86 398.55 1043.36 975.61 545.17 467.29

Aktivitas Antioksidan

(mg AEAC/ 100 g bk) 5.19 4.79 21.91 21.43 14.28 13.43

Ket. : GAE : ekuivalen asam gallat

AEAC : Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity

H0, A0, E0 : ekstrak heksana, etil asetat, etanol pada tepung sorgum tanpa sosoh H5, A5, E5 : ekstrak heksana, etil asetat, etanol pada tepung sorgum DS50%

Ekstrak etil asetat mempunyai kadar total fenol paling tinggi pada ekstrak sorgum. Hal ini menunjukkan senyawa fenolik lebih terkonsentrasi pada ekstrak etil asetat. Kondisi ini seiring dengan hasil uji kandungan fitokimia pada ketiga ekstrak (Tabel 7). Mohamed et al. (2009) melaporkan total polifenol ekstrak metanolik dari beberapa jenis sorgum sekitar 229 – 590 mg GAE/100g dan total karotenoid sekitar 8-17µg -karoten/100g bobot kering.

Komponen fenolik yang terdapat pada sorgum adalah asam hidroksibenzoat, asam hidroksisinamat (kaumarat, kafeat, ferulat, sinapat). Komposisi fenolik pada biji sorgum antara lain asam ferulat (300 - 500mg/g) dan asam kaumarat (100 - 200mg/g) (Verbruggen, 1993). Kadar asam fenolik yang terdapat pada bran (lapisan luar biji sorgum) dilaporkan lebih tinggi dari bran wheat dan bran rye. Komponen flavonoid yang terdapat dalam sorgum adalah antosianin (0 - 2800 mg/g), 3-deoksiantosianidin (0 - 4000 mg/g), flavan 4-ol (0 - 1300 mg/g) dan proantosianidin (0 - 68000mg/g)(Verbruggen et al. 1993; Awika

et al. 2003; Dicko et al. 2005). Keberadaan senyawa flavonoid pada ekstrak etil asetat menyebabkan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH lebih tinggi dibandingkan ekstrak lainnya. Hal ini sejalan dengan informasi dari Kill et al. (2009) yang menginformasikan bahwa ekstrak metanolik, fraksi heksana, fraksi etil asetat dan fraksi butanol yang diekstrak dari berbagai kultivar sorgum di Korea Selatan mampu menangkal radikal bebas DPPH lebih tinggi dari BHA (Butylated hidroxyanisole) dan BHT. Kandungan 3-deoksiantosianin pada berbagai jenis sorgum mempengaruhi aktivitas antioksidan. Jenis sorgum hitam lebih tinggi kandungan 3-deoksiantosianin dari sorgum merah dan sorgum putih.

Semakin tinggi total fenol maka kemampuan menangkap radikal bebas semakin tinggi. Kadar total fenol ketiga kelompok ekstrak berkorelasi positif dengan kapasitas menangkap radikal bebas. Komponen polifenol yang terdapat pada bran sorgum mampu mendonorkan atom hidrogen pada radikal oksigen (ORAC) lebih tinggi dari blubery, strawbery, anggur dan jeruk (Awika & Rooney 2004). Efektivitas flavonoid sebagai penangkal radikal bebas ditentukan oleh kemampuan struktur molekul flavonoid membentuk radikal yang terstabilkan oleh resonansi (Tapas et al. 2008). Keefektifan flavonoid mendonorkan atom hidrogen

dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil, adanya gugus ikatan rangkap terkonjugasi serta gugus karbonil pada strukturr benzo- -piron (Amic et al. 2003). Polifenol ekstrak metanolik sorgum mampu menangkap radikal bebas DPPH lebih tinggi (14 - 56%) dari kontrol BHA dan α-tokoferol (13%) namun lebih rendah dari kontrol asam askorbat. Kapasitas reduksi ekstrak metanolik sorgum terhadap ion Fe3+ menjadi Fe2+ lebih tinggi dibandingkan kontrol. Keberadaan redukton dalam ekstrak mampu memutus rantai radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen atau elektron sehingga mampu mereduksi ion Fe3+. Hal ini mengindikasikan polifenol yang terdapat dalam ekstrak sorgum berperan sebagai elektron dan donor hidrogen (Mohamed et al. 2009).

SIMPULAN

Proses penyosohan 50% menurunkan kadar protein, lemak, serat total dan mineral sorgum. Semakin tinggi derajat sosoh maka kadar pati yang terdapat pada endosperma semakin tinggi. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam sorgum adalah flavonoid, fenol hidroquinon, sterol, dan tanin. Komponen kimia dan fitokimia lebih terkonsentrasi pada sorgum non sosoh (whole grain) dibandingkan dengan sorgum yang disosoh 50%. Senyawa fitokimia, terutama fenolik lebih terkonsentrasi pada ekstrak etil asetat. Total fenol ekstrak etil asetat sorgum > ekstrak etanol > ekstrak heksana. Hal ini berkorelasi dengan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH.

AKTIVITAS EKSTRAK SORGUM TERHADAP

Dokumen terkait