• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS EKSTRAK SORGUM TERHADAP PENGHAMBATAN PROLIFERASI BEBERAPA ALUR SEL

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung dari Maret 2011 hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta, Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi & Patologi FKH IPB dan Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata IPB Bogor.

Bahan dan Alat

Sorgum varietas kawali diperoleh dari petani di daerah gunung Kidul. Sel kanker paru-paru A549 (ATCC CCL-185) koleksi Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB. Sel kanker servik HeLa (ATCC CCL-2), sel kanker limfoma Raji (ATCC CCL-86), dan sel kanker kolon HCT-116 (ATCC CCL-247) dari Stem Cell Cancer Institute Jakarta. Bahan lain diantaranya heksana, etil asetat, dan etanol untuk ekstraksi, bahan untuk keperluan kultur seperti RPMI (Roswell Park Memorial Institute), Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Calf Serum (FCS), penisilin 100U/ml, streptomisin 100ug/ml, 3-(4,5-dimethylthiazol- 2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT). Peralatan yang digunakan antara lain elisa mikroplate reader, timbangan, sentrifus, inkubator.

Metode Penelitian

Pengujian Sitotoksik terhadap larva Artemia salina L dengan Metode Brine

Shrimp Lethality Test (Meyer et al. 1982).

Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan pengujian toksisitas pada larva Artemia salina L. Uji ini dilakukan terhadap ketiga ekstrak yang didapat. Sebanyak 25 mg kista A.salina dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi 250 ml air laut. Tempat penetasan dilengkapi dengan aerasi dan lampu

sehingga telur menetas sempurna. Setelah 24 jam larva menetas dan selanjutnya dipipet ke dalam botol percobaan dan diberi perlakuan selanjutnya dengan ekstrak sampel. Larutan ekstrak dengan konsentrasi 5000, 1000, 500, 100, 50, dan 10 ( g/ml) diuji dengan larva A.salina. Uji biologis dilakukan dengan memasukkan 10 ekor larva A.salina yang berumur 48 jam ke dalam botol yang telah berisi larutan ekstrak dan air laut sesuai konsentrasi yang diinginkan. Sebagai kontrol adalah air laut yang tidak diberi ekstrak sorgum. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dihitung persentase kematiannya, dan data selanjutnya diolah dengan analisis probit, yaitu suatu metode regresi menggunakan program computer SAS 604 untuk mencari data LC50 (suatu nilai yang menunjukkan tingkat konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari hewan yang diuji larva Artemia salina L.).

Isolasi sel limfosit limpa tikus

Pengujian pada sel limfosit adalah untuk melihat kemampuan ketiga ekstrak sorgum dalam meningkatkan sistem imun limfosit. Pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit menggunakan metode MTT. Tikus dieutanasia secara

dislocasio os cervicalis dan diambil organ limfanya secara steril, dicuci dengan 5 ml PBS. Limfa digerus sampai homogen pada cawan petri steril yang berisi 5 ml RPMI-1640 selanjutnya dipindahkan ke tabung sentrifus dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet (bagian bawah) dijentik-jentikkan dan ditambah 2 ml NH4Cl 0,85%, didiamkan selama 2

menit, ditambahkan 3 ml RPMI-1640, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang berisi sel darah merah yang lisis dibuang. Pelet sel yang mengandung sel limfosit ditambahkan 5 ml RPMI- 1640 dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Pencucian dengan RPMI-1640 dilakukan dua kali. Endapan sel limfosit disuspensikan dengan 3-5 ml media RPMI.

Suspensi sel limfosit yang telah dihomogenkan dihitung jumlah selnya dengan pewarna tripan biru 1:1. Sel yang siap dikultur mengandung jumlah sel limfosit dalam kondisi hidup 95%. Perhitungan sel limfosit dilakukan dengan bantuan alat hemasitometer di bawah mikroskop pada pembesaran 400 kali. Sel

hidup tampak terang, jernih berbentuk bulat dan sel mati akan terwarnai menjadi biru mengkerut. Berdasarkan hasil perhitungan pada area 2 kotak besar (@ 16 kotak kecil) kemudian ditentukan jumlah sel yang hidup dengan rumus:

Keterangan : N = jumlah sel/ml

V/2 = rata-rata jumlah sel terhitung dari 2 bidang pandang F = faktor pengenceran

104 = Faktor koreksi volume hemasitometer yang setiap kotak sekundernya berukuran 1 x 1mm dan kedalaman 0,1 mm, sehingga volume 0,1 mm3 (1 ml = 1 cm3 = 1000 mm3).

Pengujian aktivitas ekstrak sorgum terhadap kultur sel limfosit.

Suspensi sel (2 x 106 sel/ml) hasil isolasi sel limfosit diambil sebanyak 70µl dan dikultur pada lempeng 96 well steril. Konsentrasi ketiga ekstrak sorgum diuji aktivitasnya berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian BSLT. Konsentrasi berdasarkan LC50 dengan pembulatan angka yang paling dekat.

Untuk konsentrasi kode simbol H0 adalah ekstrak heksana dari tepung sorgum non sosoh, H5 adalah ekstrak heksana dari tepung sorgum DS 50%, A0 adalah ekstrak etil asetat dari tepung sorgum non sosoh, A5 adalah ekstrak etil asetat dari tepung sorgum DS 50%, E0 adalah ekstrak etanol dari tepung sorgum non sosoh, E5 adalah ekstrak etanol dari tepung sorgum DS 50%. Kode simbol akhir C1 adalah konsentrasi ½ x LC50, kode C2 adalah konsentrasi LC50 , kode C3 adalah

konsentrasi 1½ x LC50, dan kode C4 adalah konsentrasi 2 x LC50.

Tabel 9 Konsentrasi ekstrak sorgum dalam kultur Ekstrak

Heksana

Konsentrasi

( g/ml) Etil asetat Ekstrak

Konsentrasi ( g/ml) Ekstrak Etanol Konsentrasi ( g/ml) H0C1 75 A0C1 610 E0C1 1340 H0C2 150 A0C2 1220 E0C2 2680 H0C3 225 A0C3 1830 E0C3 4020 H0C4 300 A0C4 2440 E0C4 5360 H5C1 100 A5C1 675 E5C1 1300 H5C2 200 A5C2 1350 E5C2 2600 H5C3 300 A5C3 2025 E5C3 3900 H5C4 400 A5C4 2700 E5C4 5200 N = V/2 x F x 104

Selanjutnya setiap sumur lempeng ditambahkan ekstrak sorgum sebanyak 20 µl yang menghasilkan konsentrasi ekstrak pada kultur seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9 dan FCS 10 µl. Pada setiap sumur kontrol standar (sebagai kontrol negatif) diisi 20 µl RPMI-1640, suspensi sel sebanyak 70 µl dan FCS 10 µl. Sumur kontrol positif dari suspensi sel sebanyak 70 µl ditambahkan larutan mitogen (LPS, Con A) dan FCS 10 µl. Jumlah total volume dalam tiap sumur sebanyak 100µl. Kultur diinkubasi pada suhu inkubator 37oC dengan kondisi 5% CO2, dan RH 90% selama 72 jam.

Menjelang akhir waktu inkubasi 10 µl reagen MTT (0,5 mg/ml) ditambahkan pada tiap sumuran, selanjutnya diinkubasi selama 4 (empat) jam di dalam inkubator. HCl-isopropanol 0,04 N ditambahkan 80 µl. Serapan diukur dengan Elisa reader 595 nm. Nilai OD atau absorbansi bersifat proporsional terhadap jumlah sel hidup.

Indeks Stimulasi (IS) dihitung dengan persamaan berikut:

.

Keterangan : OD = Optical Density (Absorbansi) pada 595 nm.

Persiapan suspensi sel dan pemeliharaan kultur sel kanker

Sel A549, HCT 116, Hela, dan Raji dipelihara dalam media kultur yaitu DMEM/F12 (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) yang dilengkapi 10% fetal bovine serum (FBS), 100U/ml penisilin dan 100ug/ml streptomisin 1%. Sel diinkubasi pada suhu 37oC, 5% CO2.

Untuk pemeliharaan sel Raji, dilakukan pergantian media setiap 3 hari sekali atau bila suspensi sel telah berubah warna dari merah menjadi kuning yang menandakan terjadinya penurunan pH. Suspensi sel disentrifugasi pada 228 x g selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet ditambah media kultur, kemudian disentrifugasi kembali. Pelet sel ditambahkan media kultur dan dihomogenisasi, selanjutnya suspensi sel diinkubasi pada inkubator dengan 5% CO2 pada suhu

37oC.

Pemeliharaan sel selapis (Hela, HCT 116 dan A549) sama dengan sel suspensi, hanya dalam pencucian atau pergantian media didalam flask diperlukan

larutan enzim tripsin-EDTA (tripsin 0,25%) untuk pengangkatan sel yang melekat pada dinding flask. media kultur ± 5 ml ditambahkan untuk menginaktifkan tripsin. sel diresuspensi dengan pipet sampai sel terlepas satu-satu. Keadaan sel diamati di mikroskop. Sel diresuspensi kembali jika masih ada sel yang menggerombol. Sel yang telah lepas ditransfer ke dalam flask steril baru. Media penumbuh ditambahkan 3 - 5 ml. Viabilitas sel dihitung (suspensi sel dan tripan blue 1:1) dengan alat haemacytometer. Viabilitas sel dihitung dengan persamaan seperti perhitungan jumlah sel limfosit.

Perlakuan ekstrak sorgum terhadap suspensi sel kanker

Kultur sel ditransfer ke dalam sumuran (96 well plate), masing-masing 100 l dan disisakan 3 sumuran kosong (jangan diisi sel) sebagai kontrol media. Keadaan sel diamati menggunakan alat mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel. Inkubasi sel di dalam inkubator selama semalam. Ekstrak sorgum dengan konsentrasi ½ kali, 1 kali, 1½ kali dan 2 kali LC50 untuk perlakuan dan

tanpa perlakuan (kontrol sel dan kontrol DMSO). Plate yang telah berisi sel dikeluarkan dari inkubator CO2. Untuk sel selapis (A549, HeLa, dan HCT 116)

media sel dibuang (plat dibalikkan 180°). PBS 100 l dimasukkan ke dalam semua sumuran yang terisi sel, kemudian PBS dibuang dengan cara membalikkan plat. Sampel dengan beberapa seri konsentrasi dimasukkan ke dalam sumuran (triplo) dan diinkubasi di dalam inkubator CO2 selama 48 jam. Kontrol sel hanya

diisi oleh media kultur lengkap. Kelompok perlakuan diisi oleh sampel (ekstrak tepung biji sorgum) 20 l yang ditambahkan dalam sumur. Sebagai kontrol positif anti kanker adalah senyawa doxorubisin. Kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5% CO2, 37oC, dan RH 90%.

Menjelang akhir waktu inkubasi dilakukan pengujian dengan metode MTT untuk mengukur aktivitas penghambatan proliferasinya. Pereaksi garam tetrazolium (MTT) ditambahkan pada tiap sumur mikroplate, selanjutnya diinkubasi selama 4 (empat) jam. HCl-isopropanol 0,04 N ditambahkan 80 µl setelah masa inkubasi berakhir. Pengujian aktivitas penghambatan sel kanker

diukur dengan elisa reader pada serapan 5λ5 nm dengan metode 3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT).

Data absorbansi perlakuan dihitung dan dikonversi ke rumus :

Keterangan : OD = Optical Density (Absorbansi) pada 595 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sitotoksik ekstrak sorgum terhadap Artemia salina Leach

Pengujian sitotoksik merupakan pengujian pendahuluan untuk mengamati efek farmakologi suatu senyawa. Penggunaan Brine Shrimp sebagai uji bioaktivitas memiliki beberapa keuntungan yaitu cepat, murah, sederhana (tidak memerlukan ketrampilan dan peralatan khusus), tidak perlu aseptik, akurat dan memiliki spektrum aktivitas farmakologi yang luas. Metode ini telah berkembang menjadi metode bioassay konvensional yang umum digunakan untuk menguji komponen aktif tumbuhan dilakukan untuk mengetahui efek toksik dari suatu bahan atau obat (Meyer et al. 1982). Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) untuk mengamati tingkat mortalitas Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak sorgum. Data yang diperoleh akan diolah untuk mendapatkan nilai LC50

(lethal concentration 50%) pada tingkat kepercayaan 95% dengan probit analysis method. LC50 merupakan besarnya konsentrasi (µg/ml) ekstrak yang diuji untuk

mematikan 50% dari hewan uji. Hasil perolehan LC50 dapat memberikan

informasi konsentrasi komponen yang terkandung dalam ekstrak yang masih memungkinkan sel mampu bertahan hidup (Doyle dan Griffiths, 2000).

Tabel 10 Hasil Pengujian BSLT pada ketiga jenis ekstrak Jenis Ekstrak Konsentrasi

Persentase mortalitas (%) LC50 (µg/ml) (µg/ml) S0 S50 S0 S50 Ekstrak Heksana 10 35.8 43.3 100 41.2 45.7 151 198 1000 100 95.1 5000 100 100 Ekstrak etilasetat 10 34.1 15.3 100 32.8 31.7 1224 1352 1000 42.2 25.5 5000 100 100 Ekstrak etanol 10 17.4 12.9 100 21.2 10.6 2679 2595 1000 39.6 43.8 5000 100 55.1

Keterangan : S0 = ekstrak biji sorgum non sosoh S50 = ekstrak sorgum DS 50%

Data yang ditunjukkan pada Tabel 10 merupakan data mortalitas yang dianalisis dengan probit analysis method untuk mendapatkan nilai LC50 (lethal

concentration 50%). Data menunjukkan sitotoksik nilai LC50 ekstrak heksan <

1000 µg/ml dan ekstrak etil asetat dan etanol > 1000 µg/ml. LC50 digunakan

sebagai konsentrasi atau dosis pada pengujian ekstrak sorgum terhadap sel limfosit dan sel kanker.

Aktivitas ekstrak sorgum terhadap proliferasi limfosit

Salah satu parameter untuk melihat aktivitas imunomodulator suatu komponen adalah kemampuan menstimulasi proliferasi sel limfosit. Proliferasi pada sel limfosit adalah proses pendewasaan dan perbanyakan sel melalui pembelahan sel atau mitosis. Proses tersebut menghasilkan sel-sel efektor aktif yang berperan pada respon spesifik dan non spesifik untuk eliminasi mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya. Respon proliferasi sel limfosit menggambarkan status imun individu (Zakaria et al. 2003). Aktivitas sel limfosit T dan B yang berproliferasi ini dapat diukur melalui nilai indeks stimulasi (IS). Mitogen untuk memicu terjadinya proliferasi non spesifik dari sel limfosit, dimana mitogen lipopolisakarida (LPS) dan Concavalin A (Con A) digunakan

sebagai kontrol positif. Con A berasal dari ekstrak tanaman kacang jaks (Concavalin ensiformis) dan LPS berasal dari suatu bakteri gram negatif seperti E.coli dan S. Typhymurium. Aktivitas mitogen bersifat spesifik seperti Con A umumnya menginduksi proliferasi sel limfosit T dan LPS menginduksi proliferasi sel limfosit B. Pengaruh konsentrasi ekstrak sorgum terhadap proliferasi sel limfosit sangat tergantung pada kondisi kultur limfosit.

Gambar 13 Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit ekstrak tepung sorgum non sosoh. (H0 = ekstrak heksana, A0 = ekstrak etil asetat, E0 = ekstrak etanol, K- = kontrol media RPMI 1640, LPS = mitogen lipopolisakarida, Con A = mitogen concavalin A, konsentrasi C1, C2, C3, C4 ditunjukkan pada tabel 9).

Data pada Gambar 13 menunjukkan bahwa ketiga ekstrak sorgum non sosoh (whole grain) mampu menstimulasi sel limfosit. Peningkatan indeks stimulasi (IS) ketiga ekstrak sorgum sebesar 2-46%. Ekstrak etil asetat (1830 µg/ml) mempunyai nilai indeks stimulasi (IS) tertinggi 1,46 yang berarti terjadi peningkatan 46% dari kontrol. Dugaan bahwa sebagian besar senyawa fenolik semi polar penyusun ekstrak etil asetat, didukung oleh Mariod et al. (2010) bahwa etil asetat dapat mengekstrak senyawa fenolik dengan berat molekul rendah hingga tingkat tinggi dengan kepolaran sedang, dalam bentuk aglikon maupun glikosida. Umumnya, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke dalam kultur, berarti semakin tinggi kandungan komponen aktifnya. Mitogen LPS dan Con A sebagai kontrol positif mampu meningkatkan proliferasi peningkatan 78% dan 204%. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 H0 A0 E0 K- LPS Con A In d ek s Sti m u lasi Perlakuan Sampel C1 C2 C3 C4

Peningkatan proliferasi yang nyata oleh ekstrak sorgum dapat diduga karena adanya kandungan komponen bioaktif seperti asam fenolik dan flavonoid yang memiliki sifat antioksidan (Dykes & Rooney 2006). Adanya sifat antioksidan dari komponen fenolik tersebut dapat melindungi sel limfosit dari stres oksidatif.

Gambar 14 Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit tepung ekstrak sorgum DS 50%. (H0 = ekstrak heksana, A0 = ekstrak etil asetat, E0 = ekstrak etanol, K- = kontrol media RPMI 1640, LPS = mitogen lipopolisakarida, Con A = mitogen concavalin A, konsentrasi C1, C2, C3, C4 ditunjukkan pada tabel 9).

Data pada Gambar 14 menunjukkan bahwa ketiga ekstrak sorgum DS 50% mampu menstimulasi sel limfosit. Ekstrak etil asetat (2700 µg/ml) mempunyai nilai indeks stimulasi (IS) 1,71 (peningkatan 71%) hampir setara dengan mitogen LPS yang mempunyai IS 1,78 (peningkatan 78%). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke dalam kultur, berarti semakin tinggi kandungan komponen aktifnya. Kemampuan pelarut etanol dalam mengekstrak jaringan tanaman disebabkan pelarut ini secara efektif dapat melarutkan senyawa polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida, fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon), antosianin, terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon dan polifenol, vitamin C (Cowan 1999; Dalimarta 2003; Dehkharghanian et al. 2010; Houghton & Raman 1998). Senyawa fenolik mudah larut dalam pelarut etanol dan sering ditemukan berikatan dengan protein dan gula glikosida sehingga terjadi peningkatan proliferasi sel limfosit.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 H5 A5 E5 K- LPS Con A Ind ek s Stim ula si Perlakuan sampel C1 C2 C3 C4

Peningkatan respon proliferasi sel limfosit mungkin dijelaskan oleh dua sebab yaitu 1) karena sifat fenol dari tanaman yang mudah terikat pada protein, dan 2) karena sifat antioksidatif fenol sehingga dapat melindungi limfosit dari molekul oksigen reaktif. Terikatnya senyawa fenol pada protein reseptor membran limfosit sehingga mengaktivasi sistem enzim membran yang berperan dalam proliferasi. Pengikatan komponen bioaktif sorgum pada reseptor permukaan sel T mengaktivasi protein G yang kemudian memproduksi fosfolipase C. Enzim ini menghidrolisis fosfatidil inositol bifosfat (PIP2) menjadi produk reaktif diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3), dua molekul yang berperan dalam penandaan membran sel. Inositol trifosfat berdifusi dari membran plasma ke sitosol dan berikatan dengan protein reseptor pada permukaan sitoplasmik

Calcium-sequestering Compartement. Pengikatan tersebut menyebabkan terbukanya pintu saluran Ca2+ dan berakibat pada peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol. Peningkatan Ca2+ ini berperan penting dalam menstimulasi kerja enzim protein kinase C. Protein kinase C teraktivasi memfosforilasi atau memindahkan gugus fosfat ke residu serin atau treonin spesifik pada protein membran sehingga mengaktivasi pertukaran Na+-H+ dan berakibat pada peningkatan pH. Peningkatan pH tersebut memberi tanda pada sel untuk melakukan proliferasi. Pengikatan ion Ca2+ pada kalmodulin menyebabkan perubahan konformasi protein dan mengaktivasi enzim protein kinase C yang berperan dalam produksi interleukin-2 (IL-2) yang selanjutnya mengaktivasi sel limfosit B dan T untuk berproliferasi.

Kemampuan ekstrak sorgum dalam menghambat proliferasi beberapa alur sel kanker

Uji bioaktivitas ekstrak sorgum terhadap berbagai alur sel kanker dengan metode MTT. Kemampuan penghambatan ekstrak sorgum diuji pada alur sel kanker HeLa, A549, raji, dan HCT 116. Alur sel A549 berasal dari sel karsinoma paru-paru dari pria berumur 58 tahun dengan morfologi menyerupai epitelial. Alur sel HCT 116 merupakan sel turunan kanker kolon stadium lanjut pada manusia (late phase adenocarcinoma). Sel HeLa diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (serviks) manusia. Ketiga sel ini secara morfologi merupakan sel epithelial berbentuk polygonal dan tumbuh melekat dalam substrat dengan bagian yang

terpisah-pisah (sel monolayer). Sel Raji adalah sel yang berasal dari kultur sel

lymphoblastoid yang diturunkan dari lymphoma Burkitt. Burkitt merupakan sejenis kanker yang terdapat pada sistem limpa khususnya pada limfosit B. Sel ini termasuk sel limfoblast yang secara morfologi berbentuk bulat dan tumbuh dalam suspensi tanpa melekat di permukaan.

Sel A549, HeLa dan HCT 116 tergolong dalam kelompok sel monolayer (selapis), karena pertumbuhannya ditandai adanya perlekatan sel pada permukaan botol atau wadah pertumbuhan sel. Perlekatan sel dapat dilepaskan dengan penambahan larutan tripsin EDTA, setelah seluruh media pertumbuhan dibuang. Perlekatan antara sel satu dengan sel yang lain dan terhadap substrat kultur diperantarai oleh adanya glikoprotein permukaan sel, ion Ca2+ dan Mg2+. Protein- protein lain yang dihasilkan oleh cell line dan serum, bergabung dengan permukaan sel dan substrat sehingga terjadi adisi sel.

Pada mamalia, perkembangbiakan sel diatur oleh serangkaian protein yang diproduksi oleh gen-gen susceptible tumor yang disebut onkogen (yang dalam keadaan normal disebut protoonkogen) dan gen penekan tumor. Gen yang termasuk onkogen meliputi gen-gen yang terlibat dalam signal mitogenik dan pemacu pertumbuhan ditemukan dalam proses daur sel (siklus sel). Kerusakan pada gen-gen tersebut beresiko terjadinya kanker atau proliferasi berlebihan. Sel kanker yang sedang berproliferasi mengalami beberapa fase yaitu fase mitosis (M), fase pasca mitosis (G1) yang meliputi sintesis RNA dan protein, fase sintesis DNA (fase S) dan fase pra-mitosis (G2) untuk persiapan mitosis.

Perbedaan sifat proliferasi sel normal dan sel kanker terlihat dari beberapa ciri. Yang pertama adalah kemampuannya untuk membentuk gumpalan tumor, tidak seperti sel normal. Sifat yang kedua adalah responnya terhadap populasi di kultur. Sifat yang ketiga adalah sifat pertumbuhan yang tidak tergantung pada perlekatan yang menyebabkan sel kanker akan terus membelah, sehingga sering disebut sel lestari atau sel yang abadi.

Gambar 15 Mikrograf penghambatan sel kanker oleh ekstrak sorgum.

(A. kontrol negatif yaitu sel kanker HeLa tanpa ekstrak, B. Hela + perlakuan ekstrak etil asetat 2440 µg/ml, C. sel kanker HCT 116 tanpa ekstrak, D. HCT 116 + perlakuan ekstrak etanol 2700 µg/ml, E. sel kanker Raji tanpa ekstrak, F. Raji + perlakuan ekstrak etanol 2600 µg/ml).

A B

C D

Gambar 16 Pengaruh ekstrak sorgum terhadap penghambatan proliferasi sel kanker HeLa, HCT 116, A549. (H0 = ekstrak heksana, A0 = ekstrak etil asetat, E0 = ekstrak etanol, konsentrasi C1, C2, C3, C4 ditunjukkan pada tabel 9).

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 H0 H5 A0 A5 E0 E5 % P en g h am b atan

Perlakuan Ekstrak terhadap Sel Kanker HeLa

C1 C2 C3 C4 -10 -5 0 5 10 15 20 25 H0 H5 A0 A5 E0 E5 % P en g h am b atan

Perlakuan Ekstrak terhadap Sel HCT 116

C1 C2 C3 C4 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 H0 H5 A0 A5 E0 E5 % P en g h am b atan

Perlakuan Ekstrak terhadap Sel Kanker A549

C1 C2 C3 C4

Data pada Gambar 16 menunjukkan antiproliferasi terhadap beberapa alur sel kanker ditemukan pada ketiga kelompok ekstrak. Jenis pelarut sangat mempengaruhi besar kecilnya penghambatan proliferasi. Penghambatan proliferasi sel kanker servik HeLa oleh ekstrak etil asetat sorgum > ekstrak etanol > ekstrak heksana. Penghambatan tertinggi sebesar 25.4% pada konsentrasi 2440 µg/ml ekstrak etil asetat sorgum non sosoh. Pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa alkaloid, aglikon dan glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid (Houghton & Raman, 1998; Cowan 1999).

Penghambatan proliferasi sel kanker HCT 116 oleh ekstrak etanol sorgum > ekstrak etil asetat > ekstrak heksana. Penghambatan tertinggi sebesar 22.3 % pada konsentrasi 5200 µg/ml ekstrak sorgum DS 50%. Penghambatan proliferasi sel kanker A549 oleh ekstrak etanol sorgum > ekstrak etil asetat > ekstrak heksana. Penghambatan tertinggi sebesar 23.7 % pada konsentrasi 4020 µg/ml ekstrak sorgum non sosoh (Gambar 16). Etanol dapat melarutkan komponen polifenol yang telah terbukti bersifat toksik terhadap sel kanker. Kemampuan ekstrak etanol sorgum menghambat sel kanker karena ekstrak ini mengandung senyawa polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon, antosianin, terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon dan polifenol (Houghton dan Raman 1998; Dehkharghanian et al. 2010). Ekstrak heksana kurang menunjukkan efek penghambatan pada sel kanker HeLa. Hal ini diduga karena komponen bioaktif terekstrak dalam kadar yang sangat rendah oleh pelarut heksana.

Gambar 17 Pengaruh ekstrak sorgum terhadap penghambatan sel kanker Raji. (H0 = ekstrak heksana, A0 = ekstrak etil asetat, E0 = ekstrak etanol, konsentrasi C1, C2, C3, C4 ditunjukkan pada tabel 9).

Ketiga ekstrak secara nyata menghambat proliferasi sel kanker Raji yang berasal dari kultur cell line lymphoblastoid yang diturunkan dari lymphoma Burkitt (Gambar 17). Penghambatan sel kanker Raji (80,08%) ditemukan pada ekstrak etanol sorgum (2600µg/ml). Ekstrak kasar dari beberapa varietas sorgum dilaporkan menghambat proliferasi sel kanker dengan konsentrasi IC50 59 – 389

µg/ml pada sel kanker kolon HT-29 dan 98 – 604 µg/ml pada sel kanker esophagus (Awika et al. 2009).

Penghambatan pada sel kanker diduga karena adanya flavonoid dan antosianin yang terdapat pada ekstrak sorgum menyebabkan siklus sel arrest

(terhenti) sehingga sel tidak dapat berproliferasi. Mekanisme penghambatan sel kanker lambung AGS oleh komponen antosianin (malvidin, sianidin, delfinidin, pelargonidin, peonidin) dilaporkan oleh Shih et al. (2005). Malvidin (0 - 200µM) menunjukkan aktivitas antiproliferasi sel dan menyebabkan siklus sel arrest

(terhenti) pada fase G0/G1. Akumulasi malvidin pada fase G1 sel AGS 20% (100µM) dan 30% (200µM). Sel kanker dalam siklus proliferatif merupakan sel- sel yang sensitif terhadap efek senyawa anti-tumor dan umumnya senyawa sitotoksik bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat berhubungan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 H0 H5 A0 A5 E0 E5 K+ % P en g h am b atan

Perlakuan Ekstrak terhadap Sel Kanker Raji

C1 C2 C3 C4

dengan sintesis DNA. Dengan demikian senyawa bioaktif yang terdapat dalam sorgum diduga menghambat sel yang sedang membelah atau sintesis DNA.

Pengujian secara in vitro yang dilaporkan oleh Shih et al. (2007) menunjukkan bahwa 3-deoksiantosianidin yang diisolasi dari sorgum dapat menghambat proliferasi sel kanker leukemia HL60 sebesar 90% dan sel kanker hepatoma HepG2 50%. Sitotoksik 3-deoksiantosianidin terhadap sel kanker lebih tinggi dari antosianin analog 3-hidroksilasi. Komponen flavonoid 3- deoksiantosianidin merupakan senyawa yang unik dan jarang terdapat pada tanaman lain. Komponen penyusun 3-deoksiantosianidin adalah luteolinidin (BM 271) dan apigeninidin (BM 255) diduga sebagai komponen yang menyebabkan sitotoksik terhadap sel kanker manusia dibandingkan sianidin dan pelargonidin. Potensi 3-deoksiantosianidin sebagai pewarna alami dilaporkan lebih stabil dan

Dokumen terkait