• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sekolah

SDN Kebon Kopi 2 merupakan sekolah negeri dengan status akreditasi B yang terletak di jalan Kebon Kopi RT 04/09 Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1973 dan memperoleh perubahan status akreditasi B pada tahun 2007. Bangunan sekolah terbagi menjadi ruang kepala sekolah, enam ruang kelas, ruang guru, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), rumah penjaga sekolah, mushola, WC, dan halaman sekolah. Fasilitas air dan listrik masing-masing berasal dari PDAM dan PLN.

Tenaga pengajar di SDN Kebon Kopi 2 terdiri dari guru tetap dan guru honorer yang berjumlah 10 orang yaitu 3 orang S1, 4 orang D2, 1 orang D1, 2 orang SPG, sedangkan untuk tenaga pendukung sebanyak 3 orang. Pada tahun pelajaran 2010/2011 sekolah memiliki 212 siswa yaitu 32 siswa kelas 1, 39 siswa kelas 2, 34 siswa kelas 3, 43 siswa kelas 4, 32 siswa kelas 5, dan 32 siswa kelas 6. Kegiatan belajar mengajar dilakukan pada pagi hari dimulai pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 10.00 WIB untuk kelas 1-2 dan pukul 12.30 WIB untuk kelas 3-6.

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin dan Usia

Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 50 orang dengan persentase jenis kelamin laki-laki (50%) dan perempuan (50%). Sebaran jenis kelamin dan usia contoh dapat dilihat pada Gambar 3. Usia contoh berkisar antara 10-13 tahun dan sebagian besar contoh (92%) berada pada rentang usia 10-12 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kemendiknas (2010) yang menyebutkan bahwa usia sekolah dasar adalah usia dimana seorang anak mengikuti jenjang paling dasar pendidikan formal yang ditempuh dalam waktu enam tahun pada umumnya berusia 7-12 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan usia

Besar Uang Jajan

Besar uang jajan adalah sejumlah uang dalam rupiah yang diterima anak sekolah per hari untuk membeli jajanan. Perolehan uang jajan menjadi suatu kebiasaan sehingga diharapkan anak dapat belajar bertanggung jawab untuk mengelola uang jajan yang dimiliki (Napitu 1994). Sebaran contoh berdasarkan uang jajan terdapat pada Gambar 4. Lebih dari separuh contoh (52%) memiliki besar uang jajan contoh <Rp 3.000,00. Rata-rata besar uang jajan contoh laki- laki dan perempuan sebesar Rp 3.404,00±1838,0. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar uang saku contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan

Hasil ini berbeda dengan penelitian di salah satu sekolah dasar di kota Bogor. Rata-rata besar uang saku siswa pada penelitian tersebut berkisar antara Rp 3.100,00-8.700,00 dengan persentase alokasi untuk jajan sebesar 40,9% (Rodiah 2010). Besar uang jajan pada hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Rodiah (2010). Hal ini mungkin disebabkan

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

96 88 92 4 12 8 P e rs e n ta se ( % ) 10-12 t ahun 13 t ahun 0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

68 36 52 20 36 28 12 28 20 P e rs e n ta se ( % ) < Rp 3000 Rp 3000-5000 > Rp 5000 30

pendapatan keluarga pada penelitian ini hampir keseluruhan miskin sehingga berpengaruh terhadap besar uang jajan contoh yang lebih rendah.

Orang tua cenderung akan memberikan uang jajan untuk anaknya karena kesibukan mereka. Hal ini menyebabkan kebiasaan yang timbul adalah orang tua kurang memperhatikan asupan gizi anaknya, misalnya anak-anak tidak dibiasakan untuk sarapan pagi, anak hanya diberi uang jajan untuk membeli makanan di sekolah, membiasakan membeli makanan yang dijual di warung, sementara keseimbangan gizi dan kebersihannya kurang diperhatikan (Muasyaroh 2006).

Karakteristik Sosial Ekonomi Pendidikan Orang Tua

Salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga adalah pendidikan orang tua. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua terdapat pada Gambar 5 dan 6. Gambar 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah. Persentase pendidikan ayah contoh lebih besar (46%) pada tingkat SMA. Contoh laki-laki memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dibandingkan contoh perempuan. Hal tesebut terlihat dari persentase ayah contoh laki-laki (57%) dengan tingkat pendidikan SMA lebih banyak dibandingkan persentase ayah contoh perempuan (33%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda mann-whitney u, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidkan ayah contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Salimar et al. (2010) menyebutkan sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga (ayah) di perkotaan minimal SLTP. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil Riskesdas (2010) karena masih ada ayah contoh yang tidak bersekolah. Hal ini diduga disebabkan kondisi sosial ekonomi yang rendah turut berpengaruh terhadap tingkat pendidikan orang tua.

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah

Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu terdapat pada Gambar 6. Persentase pendidikan ibu contoh lebih besar (36%) pada tingkat SD. Contoh laki-laki memiliki tingkat pendidikan ibu lebih baik dibandingkan contoh perempuan. Hal tesebut terlihat dari persentase ibu contoh laki-laki (33%) dengan tingkat pendidikan SMA lebih banyak dibandingkan persentase ibu contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda mann- whitney u, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ibu contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu

Hasil penelitian ini berbeda dengan Salimar et al. (2010) yang menyebutkan sebagian besar tingkat pendidikan ibu di perkotaan minimal SLTP. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil Riskesdas (2010) karena masih ada ibu contoh yang tidak bersekolah. Sama halnya dengan pendidikan ayah contoh, hal ini diduga disebabkan kondisi sosial ekonomi yang rendah turut berpengaruh terhadap tingkat pendidikan orang tua. Manadijah

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

5 2 30 33 32 13 29 21 57 33 46 P e rs e n ta se ( % ) t idak sekolah SD SM P SM A 0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

4 2 333333 3930 3632 26 30 P e rs e n ta se ( % ) t idak sekolah SD SM P SM A 32

(2006) menyebutkan terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik

Pekerjaan Orang tua

Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu terdapat pada Gambar 7 dan 8. Gambar 7 menunjukkan persentase sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah. Persentase pekerjaan ayah contoh lebih besar pada jenis pekerjaan seperti pedagang keliling (25%), supir angkut, ojek (23%), dan pegawai swasta (23%). Hasil ini serupa dengan penelitian Salimar et al. (2010), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan ayah sebagai pedagang atau wiraswasta. Pedagang keliling memiliki persentase lebih besar (30%) untuk jenis pekerjaan contoh laki-laki sedangkan persentase pekerjaan ayah contoh perempuan lebih besar (29%) pada supir angkut dan pegawai swasta. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda mann-whitney u, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ibu contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05) .

Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah

Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu terdapat pada Gambar 8. Sebagian besar (79%) ibu contoh hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Persentase terbesar pekerjaan ibu baik contoh laki-laki (75%) dan perempuan (83%) adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda mann-whitney u, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ibu contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

0 10 20 30

laki-laki perem puan t ot al

13 5 9 17 19 18 30 19 25 17 29 23 17 29 23 4 2

t idak bekerja buruh bangunan, angkut

Pedagang keliling Supir angkut ,ojek

Pegaw ai sw ast a PNS

Hasil ini berbeda dengan penelitian Salimar et al. (2010). Salimar et al.

(2010) menyebutkan bahwa persentase ibu yang bekerja di Indonesia lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja, sedangkan pada penelitian ini berbanding terbalik. Sebagian besar ibu contoh tidak bekerja kemungkinan yang menyebabkan kondisi ekonomi contoh sebagian besar miskin.

Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu

Besar keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengeluaran sumberdaya yang sama (Sanjur 1982). Gambar 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Persentase tertinggi contoh laki-laki dan perempuan (46%) memiliki besar keluarga yang tergolong kecil (≤ 4 orang), sedangkan persentase terendah (4%) adalah besar keluarga dengan jumlah anggota lebih dari enam orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah 4,9±1,5 orang. Hasil ini hampir serupa dengan Riskesdas (2010) yang menunjukkan rata-rata besar keluarga anak usia sekolah di daerah perkotaan sebesar 4,8±1,4 orang. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara besar keluarga contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). 0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

4 9 6

17

4 11

4 4 4

75 83 79

pegaw ai sw ast a pedagang keliling

Gambar 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang di antara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan kurang relatif tinggi daripada golongan yang lebih tua (Suhardjo 1989)

Pendapatan

Pendapatan adalah pendapatan rata-rata per bulan yang dihasilkan dari pekerjaan utama atau tambahan kepala keluarga atau anggota keluarga lain yang dinilai dengan rupiah. Pendapatan pada suatu keluarga dapat dikategori menjadi miskin dan tidak miskin dengan menggunakan garis kemiskinan menurut kabupaten/kota. Batas garis kemiskinan untuk kota Bogor pada tahun 2010 sebesar Rp 278.530,00 (BPS 2010). Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga terdapat pada Gambar 10.

Sebagian besar contoh laki-laki (76%) dan perempuan (88%) memiliki pendapatan keluarga yang termasuk dalam kategori miskin. Persentase pendapatan keluarga miskin untuk keseluruhan contoh sebesar 82%. Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 165.637,00 ± 105.765,00. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

48 44 46 36 44 40 16 12 14 P e rs e n ta se ( % ) kecil (< 4 orang) sedang (4-6 orang) besar (> 6 orang) 35

Gambar 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan

Rata-rata pendapatan keluarga yang didapatkan dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Syafitri pada tahun 2010 di salah satu sekolah dasar negeri di Kota Bogor. Menurut Syafitri (2010), rata-rata pendapatan keluarga di sekolah dasar tersebut di atas Rp 3.000.000,00 atau termasuk dalam kategori cukup tinggi. Hal ini menunjukkan tidak semua keluarga di daerah perkotaan memiliki pendapatan yang homogen.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Keluarga dengan pendapatan terbatas atau miskin akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Fikawati & Syafiq 2007). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Status Gizi Anak

Status gizi merupakan kondisi kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan, dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui baik buruknya status gizinya (Riyadi 2003). Status gizi anak dapat diukur menggunakan indikator anthropometri seperti BB/U, TB/U, dan IMT/U.

BB/U

Indikator BB/U merupakan kombinasi antara BB dan U membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan “BB/U”. Indikator BB/U membagi status gizi menjadi tiga kategori yaitu gizi kurang, normal, dan lebih.

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

76 88 82 24 12 18 p e rs e n ta se ( % ) m iskin t idak m iskin 36

Sebaran contoh berdasarkan BB/U dapat dilihat pada Gambar 11. Lebih dari separuh contoh laki-laki (56%) memiliki status gizi kurang. Contoh perempuan yang memiliki persentase status gizi baik (64%) lebih besar dibandingkan contoh laki-laki (44%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi BB/U contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Persentase status gizi normal pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Hastuti (2003). Menurut Hastuti (2003) persentase status gizi berdasarkan indeks BB/U siswa sekolah dasar di kabupaten Sukaharjo sebagian besar normal (73%) dan sisanya (27%) berstatus gizi kurang. Hal ini kemungkinan disebabkan hampir seluruh contoh memiliki kondisi ekonomi yang miskin serta kuantitas dan kualitas konsumsi zat gizi contoh belum cukup baik sehingga berdampak pada status gizi kurang pada contoh. Menurut Supariasa et al. (2001), mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).

Gambar 11 Sebaran contoh berdasarkan BB/U

TB/U

Tinggi badan dalam keadaan normal tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Indikator TB/U merupakan kombinasi antara TB dan U membentuk indikator TB menurut U yang disimbolkan dengan “TB/U”. Indikator TB/U membagi status gizi menjadi tiga kategori yaitu sangat pendek, pendek, dan normal (WHO 2007). Sebaran contoh berdasarkan TB/U dapat dilihat pada Gambar 12. 0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

56 36 46 44 64 54 P e rs e n ta se ( % ) kurang norm al 37

Gambar 12 Sebaran contoh berdasarkan TB/U

Lebih dari separuh (68%) contoh memiliki status gizi normal menurut TB/U. Persentase contoh laki-laki (32%) dan perempuan (28%) dengan status gizi pendek juga cukup besar, sedangkan untuk kategori sangat pendek hanya terdapat pada contoh perempuan sebesar 4%. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lampau (Soekirman 2000). Persentase status gizi pendek cukup besar pada contoh menunjukkan status gizi yang buruk pula pada masa lampau. Riskesdas (2010) menunjukkan prevalensi kependekan pada anak laki laki lebih tinggi yaitu 36,5% daripada anak perempuan yaitu 34,5%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian kemungkinan disebabkan karena jumlah contoh yang lebih sedikit dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2010. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi TB/U contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05)..

IMT/U

IMT menurut umur direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi tentang umur. Selain itu, indikator IMT/U juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil. Sebaran contoh berdasarkan IMT terdapat pada Gambar 13. Persentase status gizi kurus pada keseluruhan contoh sebanyak 22%. Persentase contoh laki-laki dan perempuan berstatus gizi normal lebih banyak dibandingkan kurus dan sangat kurus. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi IMT/U contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Hal ini menunjukkan kondisi masalah gizi kurus masih banyak terdapat pada contoh baik laki-laki dan perempuan.

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

4 2 32 28 30 68 68 68 p e rs e n ta se ( % ) sangat pendek pendek norm al 38

Gambar 13 Sebaran contoh berdasarkan IMT/U

Prevalensi kekurusan secara nasional anak laki laki lebih tinggi yaitu 13,2% daripada anak perempuan yaitu 11,2%. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan prevalensi kekurusan nasional tersebut yaitu persentase contoh perempuan dengan status gizi kurus lebih tinggi dibandingkan contoh laki-laki. Prevalensi kekurusan berhubungan terbalik dengan keadaan ekonomi rumah tangga, semakin baik keadaan ekonomi rumah tangga semakin rendah prevalensi kekurusannya (Riskesdas 2010). IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus (Riskesdas 2010).

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara tunggal maupun beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sediaoetama 1991).

Penilaian konsumsi atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Jenis Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

12 4 8 20 24 22 68 72 70 P e rs e n ta se ( % ) sangat kurus kurus norm al 39

kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen.

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Rata-rata konsumsi energi per hari contoh laki-laki dan perempuan berturut-turut sebesar 1138 Kal dan 1199 Kal. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menetapkan kecukupan energi untuk usia 10-12 tahun baik laki-laki dan perempuan sebesar 2050 Kal, sedangkan usia 13-15 tahun sebesar 2400 (laki-laki) dan 2350 (perempuan). Jika dibandingkan dengan angka kecukupan, persentase tingkat kecukupan energi pada laki-laki dan perempuan hanya sebesar 61% dan 67%.

Rata-rata kecukupan konsumsi energi secara nasional anak umur 7–12 tahun (usia sekolah dasar) berkisar antara 71,6%-89,1% dan sebanyak 44,4% anak mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (Riskesdas 2010). Hasil penelitian serupa dilakukan Dewi (2010) pada siswa kelas 4, 5, dan 6 di kota Medan menunjukkan bahwa kecukupan energi 73,7%-88,2% siswa SD berada dalam kategori defisit. Tingkat kecukupan energi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan Riskesdas (2010) dan penelitian Dewi (2010). Hal ini diduga disebabkan pengaruh kondisi ekonomi yang hampir sebagian besar miskin sehingga berpengaruh kuantitas zat gizi yang dikonsumsi contoh.

Gambar 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

76 52 64 8 8 8 8 16 12 8 24 16 0 0 0 P e rs e n ta se ( % )

defisit berat (<70% AKG)

defisit sedang (70-79%AKG) defisit ringan (80-89% AKG) norm al (90-119% AKG)

di atas a gka kecukupa ≥ % AKG 40

Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi terdapat pada Gambar 14. Sebagian besar contoh mengalami defisit energi tingkat berat dengan persentase sebanyak 64%. Persentase defisit berat pada laki-laki (76%) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (52%). Tingkat kecukupan energi yang normal hanya mencapai 16% total contoh. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Contoh laki-laki memiliki tingkat kecukupan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena angka kecukupan energi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sedangkan kebalikannya, konsumsi energi aktual laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan.

Konsumsi energi contoh tergolong defisit berat disebabkan konsumsi pangan sumber energi masih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif sehingga terjadi penurunan berat badan. Bila terjadi pada anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan pada anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier 2001).

Protein

Protein merupakan komponen fungsional dan struktural utama sel-sel dalam tubuh. Semua enzim, zat pembawa (carrier) dalam darah, matriks intraseluler, dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Protein bagi anak usia sekolah memiliki peranan penting terutama untuk membangun jaringan baru terutama pada periode pertumbuhan serta berperan dalam transpor zat gzi, contohnya lipoprotein untuk transport, trigliserida, kolesterol, fosfolipida, dan vitamin larut lemak (Nasoetion & Damayanthi 2008).

Konsumsi protein rata-rata pada contoh laki-laki dan perempuan masing- masing sebesar 29 gram dan 28 gram. Angka kecukupan protein untuk usia 10- 12 tahun untuk laki-laki dan perempuan sebesar 50 gram, sedangkan usia 13-15 tahun sebesar 60 gram (laki-laki) dan 57 gram (perempuan) (WNPG 2004). Tingkat kecukupan protein pada laki-laki (49%) lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (60%).

Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein terdapat pada Gambar 15. Hampir seluruh contoh (82%) mengalami defisit protein tingkat berat. Persentase protein defisit berat pada contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan hewani dan nabati masih sangat rendah sehingga tidak mencukupi kecukupan protein. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein contoh laki-laki dan perempuan (p> 0.05). Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengemukakan pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. Kebutuhan protein berbanding lurus dengan berat badan seseorang (status gizi) sehingga apabila konsumsi protein yang diperoleh dari makanan memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan maka akan diperoleh status gizi yang baik (Sutardji & Azinar 2007).

Gambar 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein

Rata-rata nasional kecukupan konsumsi protein anak usia 7-12 tahun berkisar antara 85,1%-137,4%. Persentase anak umur 7–12 tahun yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal adalah 30,6 %. Hasil Riskesdas (2010) tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan jumlah contoh dalam penelitian lebih sedikit dan pendapatan keluarga yang lebih homogen (miskin). Kekurangan

0 20 40 60 80 100

laki-laki perem puan t ot al

93 72 82 0 8 8 8 8 4 0 12 6 P e rs e n ta se ( % )

defisit berat (<70% AKG) defisit sedang (70-79%AKG) defisit ringan (80-89% AKG) norm al (90-119% AKG)

di atas a gka kecukupa ≥ % AKG 42

protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah dan sering

Dokumen terkait