• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kultur Daun (Tahap I)

Tingkat kontaminasi pada percobaan kultur daun adalah 0%. Hasil pengamatan pada masing-masing perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukan bahwa kultur daun P. gigantea tidak berhasil menginduksi PLBs dan kalus setelah 24 MSI (Tabel 1). Kalus muncul pada 12 MSI di media G6 (½ MS+ 1 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA), namun kalus mati pada 20 MSI. Selain itu, PLBs muncul pada 12 MSI pada media G8 (½ MS + 2 mg/l BAP + 0,01 mg/l NAA), namun PLBs kemudian mati pada 15 MSI.

Respon daun anggrek P. gigantea terhadap kombinasi BAP dan NAA seletah 24 MSI tidak terjadi. Morfologi daun P. gigantea setelah 24 MSI menunjukan bahwa sebagian eksplan masih berwarna hijau, sedangkan yang lain mengalami kematian (Gambar 4)

Kultur Pangkal Batang (Tahap I)

Kombinasi media ditambah dengan bahan organik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah yang diamati. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh nyata terhadap persentase hidup eksplan, dan berpengaruh sangat nyata terhadap waktu muncul akar dan panjang akar (Tabel 2).

Hasil pengamatan pada masing-masing perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukan bahwa perlakuan G10 (KC + air kelapa + ekstrak taoge) merupakan perlakuan terbaik pada sebagian besar peubah pengamatan (Tabel 3). Respon pertumbuhan anggrek P. gigantea terhadap kombinasi media dengan bahan organik dapat dilihat dari morfologi eksplannya. Morfologi eksplan pada 24 MSI menunjukan bahwa eksplan pangkal batang tumbuh dengan baik (Gambar 5).

Tabel 1. Pengaruh NAA dan BAP Terhadap Induksi Organogenesis Daun

Phalaenopsis gigantea pada 12 dan 24 MSI.

Kode media Media ½ MS Waktu Muncul PLBs (MSI) Waktu Muncul Kalus (MSI) Jumlah PLBs Jumlah PLBs Berkecambah Jumlah Ekplan Berkalus NAA (mg/l) BAP

(mg/l) 12 MSI 24 MSI 12 MSI 24 MSI 12 MSI 24 MSI

G1 0 0 - - - - - - - - G2 0,01 0 - - - - - - - - G3 0,02 0 - - - - - - - - G4 0 1 - - - - - - - - G5 0,01 1 - - - - - - - - G6 0,02 1 - 12 - - - - 1 - G7 0 2 - - - - - - - - G8 0,01 2 12 - 1 - - - - - G9 0,02 2 - - - - - - - -

Gambar 4. Kultur Daun Phalaenopsis gigantea pada beberapa perlakuan kombinasi BAP dan NAA setelah 24 MSI. G10 = KC + air kelapa + ekstrak taoge, G11 = KC + air kelapa + ekstrak taoge dan ubi, G12 = KC + air kelapa + ekstrak taoge dan pisang, G13 = KC + air kelapa + ekstrak taoge, ubi, dan pisang.

G1 G2 G3

G4 G6

G7 G8 G9

25

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Bahan Organik Terhadap Beberapa Peubah Pertumbuhan Pangkal Batang Phalaenopsis gigantea pada 24 MSI.

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata pada taraf uji F 5% * = berbeda nyata pada taraf uji F 5% **= berbeda nyata pada taraf uji F 1%

x)

= hasil transformasi

y)

= hasil transformasi

Tabel 3. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Pangkal Batang

Phalaenopsis gigantea pada 24 MSI.

Peubah Perlakuan

G10 G11 G12 G13

Persentase hidup eksplan (%) 100 ± 0a 80 ± 17,3a 53 ± 20b 73 ± 15,3ab

Waktu muncul daun (MSI) 7,5 ± 1,9a 7,0 ± 1,1a 9,5 ± 2,2a 8,9 ± 0,8a

Jumlah daun 8,2 ± 5,5a 7,3 ± 2,2a 2,9 ± 0,7a 4,7 ± 0,5a

Waktu muncul tunas (MSI) 9,2 ± 3,3a 11,7 ± 3,3a 10,8 ± 3,4a 9,3 ± 3,1a

Jumlah tunas 3,8 ± 3,6a 3,5 ± 1,8a 0,9 ± 0,7a 2,5 ± 0,6a

Waktu muncul akar (MSI) 10,3 ± 1,5b 12 ± 0a 8 ± 0c 0,0d

Jumlah akar 1,7 ± 0,6a 0,5 ± 0,9ab 0,7 ± 1,2ab 0,0b

Panjang akar (mm) 3,6 ± 0,8ab 3 ± 0b 4 ± 0a 0,0c

Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan.

G10= KC + air kelapa + ekstrak taoge, G11= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan ubi, G12= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan pisang, G13= KC + air kelapa + ekstrak taoge, ubi, dan pisang.

Pertumbuhan pangkal batang anggrek P. gigantea dapat dilihat berdasarkan jumlah daun dan tunasnya. Eksplan yang memiliki jumlah daun dan tunas terbanyak adalah perlakuan G13 (KC + air kelapa + ekstrak taoge + ekstrak ubi + ekstrak pisang) yaitu 30 daun dan 22 tunas (Gambar 6). Pertumbuhan akar diawali dengan benjolan kecil pada batang bagian atas, dan kemudian memanjang membentuk akar (Gambar 7).

Peubah Pr> F KK Uji F

Persentase hidup eksplan 0,0244 20,14 *

Waktu muncul daun 0,2580 19,74 tn

Jumlah daun 0,2003 23,48x) tn

Waktu muncul tunas 0,7359 15,54x) tn

Jumlah tunas 0,3552 22,62y) tn

Waktu muncul akar 0,0001 9,72 **

Jumlah akar 0,1448 22,62y) tn

Gambar 5. Morfologi kultur pangkal batang anggrek Phalaenopsis gigantea

pada beberapa perlakuan bahan organik setelah 24 MSI. G10= KC + air kelapa + ekstrak taoge, G11= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan ubi, G12= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan pisang, G13= KC + air kelapa + ekstrak taoge, ubi, dan pisang.

Gambar 6. Kultur Phalaenopsis gigantea dengan jumlah daun dan tunas terbanyak pada beberapa perlakuan bahan organik setelah 24 MSI. G10= KC + air kelapa + ekstrak taoge, G11= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan ubi, G12= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan pisang, G13= KC + air kelapa + ekstrak taoge, ubi, dan pisang

G11 G12 G12 G13 G10 G13 G10 G11

27

Gambar 7. Eksplan Anggrek P. gigantea yang Membentuk Akar pada beberapa

perlakuan bahan organik setelah 24 MSI. G10= KC + air kelapa + ekstrak taoge, G11= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan ubi, G12= KC + air kelapa + ekstrak taoge dan pisang, G13= KC + air kelapa + ekstrak taoge, ubi, dan pisang.

Kultur Daun (Tahap II)

Tingkat kontaminasi pada percobaan ini adalah 0%. Hasil pengamatan pada masing-masing perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukan bahwa PLBs berhasil diinduksi pada media A4 (½ MS+ 2 mg/l BAP) setelah 14 MSI (Tabel 4). Morfologi kondisi daun setelah 16 MSI menunjukan jaringan pada ujung daun yang dipotong mengalami kematian pada setiap perlakuan (Gambar 8).

Kultur Pangkal Batang (Tahap II)

Kombinasi media ditambah dengan bahan kitosan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah yang diamati. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan kitosan berpengaruh sangat nyata terhadap waktu muncul tunas (Tabel 5). Hasil pengamatan pada masing-masing perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukan bahwa perlakuan A14 (½ MS + 20 ppm kitosan) memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan tunas dan daun (Tabel 6).

Morfologi eksplan pada 8 MSI menunjukan bahwa respon pertumbuhan eksplan sudah baik, namun daun pada beberapa perlakuan terlihat menguning (Gambar 9). Pertumbuhan pangkal batang anggrek P. gigantea dapat dilihat berdasarkan jumlah daun dan tunasnya. Eksplan yang memiliki jumlah daun dan tunas terbanyak adalah perlakuan A14 (½ MS + 20 ppm kitosan) dengan 5 daun dan 6 tunas (Gambar 10).

G12 G11

Tabel 4. Pengaruh BAP dan TDZ Terhadap Induksi Organogenesis Daun

Phalaenopsis gigantea pada 8 MSI.

Kode Media Media ½ MS Waktu Muncul PLBs (MSI) Waktu Muncul Kalus (MSI) Jumlah PLBs Jumlah PLBs Berkecambah Jumlah Ekplan Berkalus BAP (mg/l) TDZ (mg/l) A1 0 0 - - 0 0 0 A2 0,5 0 - - 0 0 0 A3 1 0 - - 0 0 0 A4 2 0 14 - 4 1 0 A5 0 0,1 - - 0 0 0 A6 0 0,2 - - 0 0 0 A7 0 0,3 - - 0 0 0

Gambar 8. Kultur Daun Phalaenopsis gigantea pada beberapa perlakuan BAP dan TDZ setelah 20 MSI. A10 = ½ MS, A11= ½ MS + 5 ppm kitosan, A12 = ½ MS + 10 ppm kitosan, A13 = ½ MS + 15 ppm kitosan, A14 = ½ MS + 20 ppm kitosan. A1 A5 A6 A7 A4 A3 A2

29

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Kitosan Terhadap Beberapa Peubah Pertumbuhan Pangkal Batang Phalaenopsis gigantea pada 8 MSI.

Peubah Pr>F KK Perlakuan

Persentase hidup eksplan 0,8246 25,92x) tn

Waktu muncul daun 0,5284 23,27 tn

Jumlah daun 0,0645 23,77z) tn

Waktu muncul tunas 0,0001 0,00 **

Jumlah tunas 0,6611 23,73y) tn

Waktu muncul akar - - tn

Jumlah akar - - tn

Panjang akar - - tn

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata pada taraf uji F 5% * = berbeda nyata pada taraf uji F 5% **= berbeda nyata pada taraf uji F 1%

x)

= hasil transformasi

z)

= hasil transformasi

Tabel 6. Pengaruh Kitosan Terhadap Beberapa Peubah Pertumbuhan Pangkal Batang Phalaenopsis gigantea pada 8 MSI.

Peubah Perlakuan

A10 A11 A12 A13 A14

Persentase hidup eksplan (%) 71 ± 48a 43 ± 53a 57 ± 53a 71 ± 48a 57 ± 53a

Waktu muncul daun (MSI) 5 ± 0a 4 ± 0a 5 ± 2,8a 5,3 ± 3,1a 5,3 ± 2,9a

Jumlah daun 0,1±0,4b 0,1±0,4b 1,1±1,4b 0,9±1,1ab 1,9 ±1,9a

Waktu muncul tunas (MSI) 8 ± 0a 5 ± 0b 0,0c 8 ± 0a 5 ± 0b

Jumlah tunas 0,4±1,1a 0,1±0,4a 0,0a 0,1±0,4a 0,9±2,3a

Waktu muncul akar (MSI) 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a

Jumlah akar 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a

Panjang akar (mm) 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a

Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 5%.

A10 = ½ MS, A11= ½ MS + 5 ppm kitosan, A12 = ½ MS + 10 ppm kitosan, A13 = ½ MS + 15 ppm kitosan, A14 = ½ MS + 20 ppm kitosan.

Gambar 9. Morfologi eksplan Phalaenopsis gigantea pada beberapa perlakuan kitosan setelah 8 MSI. A10 = ½ MS, A11= ½ MS + 5 ppm kitosan, A12 = ½ MS + 10 ppm kitosan, A13 = ½ MS + 15 ppm kitosan, A14 = ½ MS + 20 ppm kitosan.

Gambar 10. Eksplan Phalaenopsis gigantea dengan Jumlah Daun dan Tunas Terbanyak pada beberapa perlakuan kitosan setelah 8 MSI. A10 = ½ MS, A11= ½ MS + 5 ppm kitosan, A12 = ½ MS + 10 ppm kitosan, A13 = ½ MS + 15 ppm kitosan, A14 = ½ MS + 20 ppm kitosan.

A14 A13

A12 A11

A10

A10 A11 A12

31

Pembahasan

Kultur Daun

Kultur daun P. gigantea (Tahap I) tidak berhasil membentuk kalus atau PLBs sampai 24 MSI. Kalus dan PLBs sempat terbentuk, namun kemudian mati. Media yang kurang cocok dan browning atau pencoklatan diduga sebagai faktor penyebab kematian eksplan. Proses pencoklatan eksplan dimulai dari bagian daun yang dilukai, yang kemudian diduga mengeluarkan fenol. Fenol tersebut menyebar pada media dan menyebabkan kematian eksplan. Kematian eksplan akibat browning dan fenol sulit dikendalikan.

Kalus terbentuk pada media G6 (½ MS+ 1 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA), namun kalus kemudian menghitam dan mati. Hal tersebut juga dilaporkan pada hasil penelitian Rianawati et al., (2009) tentang kultur daun pada tiga hybrid Phalaenopsis, dimana eksplan daun berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan kemudian menghitam pada hampir seluruh media perlakuan. Kematian jaringan diduga dikarenakan eksplan gagal beregenerasi dan umur daun yang sudah tua.

Hasil kultur daun menunjukan bahwa PLBs dapat terbentuk pada media G8 ( ½ MS + 2 mg/l BAP + 0,01 mg/l NAA), walaupun PLBs kemudian mati. Hasil penelitian ini tidak optimal bila dibandingkan dengan hasil penelitian Handini dan Isnaini (2009) pada kultur daun P. sumatrana, meskipun media yang digunakan untuk menginduksi PLBs terbanyak merupakan media yang sama dengan penelitian ini. Isnaini (2011, komunikasi pribadi) menyatakan bahwa jumlah PLBs terbanyak dijumpai pada media ½ MS dengan penambahan 2 mg/l BAP dan 0,1 mg/l NAA pada kultur daun P. cornucervi.

Percobaan kultur daun P. gigantea (Tahap II) berhasil menginduksi PLBs setelah 14 MSI. Sebagian besar daun masih berwarna hijau pada 8 MSI, kemudian beberapa daun mati setelah 10 MS . Kematian daun pada beberapa eksplan diduga karena adanya luka akibat pemotongan yang mengeluarkan senyawa fenol, sehingga menganggu penyerapan unsur hara.

Hasil penelitian Latip et al., (2010) menunjukan bahwa penambahan 0,1 – 0,3 mg/l TDZ pada media NDM memacu persentase pembentukan PLBs

tertinggi (66%) pada kultur PLBs P. gigantea setelah 80 hari inkubasi (± 11 MSI). Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini, walaupun perlakuan yang digunakan sama. Perbedaan hasil tersebut diduga dikarenakan perbedaan spesies dan umur eksplan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Tokuhara dan Mii (1993), dimana penambahan 0,1 mg/l NAA dan 1 mg/l BAP pada media New Dogashima Medium (NDM) memiliki persentase eksplan yang membentuk PLBs terbanyak (71,4%) pada hibrid Phalaenopsis (P. gigantea x Doritaenopsis odoriko). Tokuhara dan Mii (2001) menambahkan bahwa persentase eksplan membentuk PLBs terbanyak (44%) dijumpai pada media NDM dengan penambahan 0.1 mg/l NAA dan 1 mg/l BAP pada kultur tunas anggrek

Phalaenopsis hybrid. Media NDM memiliki unsur makro yang lebih rendah bila dibandingkan dengan media ½ MS (Lampiran 1), sehingga media NDM lebih baik untuk pertumbuhan P. gigantea yang biasa hidup ditempat yang kurang unsur hara.

Hasil Penelitian Kartiman (2004) menunjukan bahwa kombinasi 0,5 mg/l IBA dengan 1 mg/l BAP pada media ½ MS dapat meningkatkan jumlah PLBs

terbanyak (10 PLBs/eksplan) pada kultur PLBs P. gigantea. Selanjutnya, hasil penelitian Latip et al., (2010) menunjukan bahwa penambahan 0,5 mg/l BAP pada media NDM menghasilkan jumlah PLBs (3-46 PLBs/eksplan) dan PLBs berkecambah (37,85%) terbanyak pada kultur PLBs P. gigantea. Penelitian Kartiman (2004) dan Latip et al., (2010) menggunakan eksplan PLBs, sedangkan penelitian ini menggunakan daun. Kultur daun masih lebih sulit bila dibandingkan kultur PLBs dalam menginduksi PLBs P. gigantea. Hal tersebut dikarenakan PLBs memiliki jaringan yang lebih muda bila dibandingan daun, sehingga respon yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Di lain pihak, Lee dan Lee (2003) melaporkan bahwa penambahan 0,1 - 1 mg/l TDZ pada media ½ MS, tidak dapat menginduksi kalus pada kultur PLBs anggrek Cypripedium formosanum setelah 8 MSI. Selanjutnya, Peneliti tersebut melaporkan bahwa kombinasi TDZ dengan 2,4 D berhasil menginduksi kalus

33

sebaliknya, perlakuan TDZ tunggal lebih baik daripada perlakuan kombinasi TDZ dengan 1 mg/l NAA untuk membentuk kalus pada kultur kalus Kigela piñata.

Hasil penelitian Chen dan Chang (2004) menunjukan bahwa penambahan 3 mg/l TDZ pada media ½ MS memacu jumlah PLBs terbanyak (59,5 PLBs/petridish) pada kultur biji P. amabilis var Formosa Shimadzo. Selanjutnya Chen dan Chang (2006) melaporkan bahwa penambahan 3 mg/l TDZ pada media MS memiliki persentase eksplan embriogenesis (93,8%) dan jumlah embrio terbanyak (19,4 embrio/eksplan) pada kultur daun P. amabilis. Gow et al., (2008) melaporkan bahwa jumlah embrio terbanyak (7,8 embrio/eksplan) dapat terbentuk pada media ½ MS ditambah 3 mg/l TDZ pada kultur daun P. amabilis.

Hasil penelitian Chen et al., (2000) menunjukan bahwa penambahan 0,1 mg/l TDZ memacu persentase eksplan membetuk PLBs (10,68%) dengan jumlah PLBs (74 PLBs/eksplan) dan PLBs berkecambah (13 kecambah/eksplan) pada kultur kalus Phalaenopsis hibrid. Perbedaan hasil penelitian ini diduga dikarenakan oleh perbedaan media dasar, konsentrasi ZPT dan eksplan yang digunakan. Selain itu, perbedaan spesies dapat menghasilkan respon yang berbeda pula.

Kultur Pangkal Batang

Hasil pengamatan pada percobaan kultur pangkal batang (Tahap I) menunjukan bahwa pertumbuhan eksplan memiliki respon yang beragam terhadap media perlakuan. Pada umumnya eksplan masih berwarna hijau pada 10 MSI, namun setelah 12 MSI banyak eksplan yang mengalami kematian. Kematian eksplan paling banyak disebabkan oleh stress akibat pemotongan daun dan akar, sehingga eksplan menjadi coklat dan kering. Selain itu, air kelapa, ekstrak ubi, dan pisang merupakan bahan organik yang mengandung gula, sehingga penambahan bahan bahan organik tersebut ke dalam media dapat menyebabkan tekanan osmosis pada media semakin besar. Tekanan osmosis yang besar dapat menyebabkan cairan pada eksplan keluar, sehingga eksplan akan mengering dan mati.

Pengamatan pada keempat media menunjukan bahwa kematian eksplan terbanyak dijumpai pada media G12 (KC + air kelapa + ekstrak taoge + ekstrak

pisang). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rahayu et al., (2010) tentang pembesaran kecambah anggrek P. fuscata. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persentase hidup eksplan tertinggi (100%) dijumpai pada media KC ditambah air kelapa dan ekstrak pisang. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh berbedanya eksplan dan media yang digunakan. Eksplan kecambah memiliki tingkat regenerasi lebih baik bila dibandingkan pangkal batang, sehingga adaptasi eksplan terhadap media menjadi lebih baik.

Perlakuan G10 (KC + air kelapa + ekstrak taoge) merupakan perlakuan terbaik untuk pembentukan daun, tunas, dan akar. Hasil penelitian ini berbeda

dengan hasil penelitian Widyastuti (2003) pada pembesaran kecambah

P. gigantea. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan daun (5,1 daun/eksplan) dan tunas (2,3 tunas/eksplan) terbaik dijumpai pada media KC dengan penambahan ekstrak ubi.

Jumlah daun P. gigantea setelah 24 MSI tidak dipengaruhi oleh kandungan bahan organik pada media. Hasil uji sidik ragam menunjukan bahwa jumlah daun pada keempat perlakuan tidak nyata. Perlakuan G10 (KC + air kelapa + ekstrak taoge) memiliki jumlah daun tertinggi, namun ketika dikombinasikan dengan ekstrak bahan organik lainnya menghasilkan jumlah daun yang lebih rendah. Seperti halnya dengan penelitian Rahayu et al., (2010) menunjukan bahwa penambahan air kelapa dan ekstrak taoge pada media KC memiliki rataan jumlah daun tertinggi (4,38 daun/eksplan) pada kultur kecambah P. fuscata, namun ketika dikombinasikan dengan ubi atau pisang menghasilkan jumlah daun yang lebih rendah. Spesies Phalaenopsis diduga tidak tumbuh dengan baik pada media dengan bahan organik yang komplek.

Perlakuan media G12 (KC + air kelapa + ekstrak taoge + ekstrak pisang) kurang optimal dalam pertumbuhan daun. Untari dan Puspitaningtyas (2006) melaporkan bahwa penambahan ekstrak pisang pada media kultur anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.), tidak lebih baik pertumbuhannya bila dibandingkan pada media kultur tanpa bahan organik. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Widiastoety dan Purbadi (2003) yang menunjukan bahwa pertumbuhan anggrek Dendrobium optimal pada media

35

dengan penambahan pisang. Spesies anggrek diduga memiliki respon yang berbeda-beda terhadap bahan organik yang sama.

Penambahan ekstrak pisang pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas P. gigantea. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

Untari dan Puspitaningtyas (2006) pada kultur kecambah anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.), dimana penambahan ekstrak pisang memberikan

hasil terbaik dalam jumlah tunas (4,1 tunas/eksplan). Demikian pula hasil penelitian Rahayu et al., (2010) yang menunjukan bahwa penambahan ekstrak pisang pada kultur in vitro P. fuscata memiliki pertumbuhan eksplan yang lebih baik. Akan tetapi, kombinasi ekstrak ubi dan pisang pada P. fuscata memiliki pertumbuhan yang kurang baik. Bahan organik kompleks seperti air kelapa, ekstrak nanas dan kentang dilaporkan kaya akan energi dan mengandung vitamin dan hormon tanaman (Arditti dan Abdul Karim, 2000). Pemberian bahan organik yang berlebihan diduga dapat mengakibatkan toksis bagi eksplan.

Penurunan hasil akibat bahan organik yang terlalu kompleks dilaporkan pula oleh Murdad et al., (2010) pada kultur PLBs anggrek P. gigantea, dimana penambahan ekstrak kentang atau sukrosa saja pada media XER menghasilkan indeks pertumbuhan terbaik (537). Akan tetapi pada media dengan penambahan kentang dan gula menyebabkan pertumbuhan menjadi lebih lambat. Hal ini menunjukan bahwa P. gigantea memiliki kebutuhan nutrisi yang sedikit untuk memacu pertumbuhannya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambahan air kelapa, ekstrak taoge dan pisang (G12) memberikan hasil yang cukup baik untuk pertumbuhan akar P. gigantea. Widyastuti (2003) melaporkan bahwa penambahan ekstrak pisang pada media Vacin and Went (VW) dan ½ MS memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan akar anggrek P. gigantea yaitu 3,1 akar/eksplan. Selanjutnya, Rahayu et al., (2010) melaporkan bahwa penambahan ekstrak pisang pada media KC memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan akar P. fuscata yaitu 4,15 akar/eksplan. Hasil penelitian Untari dan Puspitaningtyas (2006) justru sebaliknya, dimana penambahan ekstrak pisang tidak optimal bagi pertumbuhan akar anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.). Hal tersebut diatas

menunjukan bahwa bahan organik pisang dapat memberikan hasil yang berbeda pada setiap spesies anggrek.

Morfologi eksplan terbaik dijumpai pada perlakuan G11 (KC + air kelapa + ekstrak taoge + ekstrak ubi). Daun pada perlakuan G11 terlihat lebih hijau muda bila dibandingkan perlakuan lainnya. Pada Gambar 4 menunjukan bahwa eskplan terbaik pada perlakuan G10, G11 dan G13 membentuk tunas multipel, sedangkan perlakuan G12 membentuk tunas samping. Pembentukan tunas multipel atau tunas bergerombol diawali dengan munculnya gumpalan-gumpalan kecil pada bagian eksplan yang dilukai. Setelah beberapa minggu, gumpalan tersebut memanjang dan kemudian membentuk tunas-tunas kecil. Pembentukan tunas samping diduga dikarenakan penambahan bahan organik yang mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin.

Hasil pengamatan pada percobaan kultur pangkal batang (Tahap II) menunjukan bahwa pertumbuhan eksplan memiliki respon yang beragam terhadap media perlakuan. Kondisi eksplan pada 2 MSI masih baik, namun setelah 4 MSI banyak eksplan yang mengalami kematian. Kematian eksplan diawali pada bagian pemotongan daun yamg menjadi coklat dan menyebar keseluruh bagian, sehingga eksplan menjadi kering.

Perlakuan A14 ( ½ MS + 20 ppm kitosan) merupakan perlakuan terbaik bagi pertumbuhan daun dan tunas P. gigantea. Hasil tersebut sama dengan yang dilaporkan Nge et al., (2006) tentang kultur PLBs Dendrobium phalaenopsis, dimana penambahan 20 ppm kitosan pada media VW memiliki pertumbuhan PLBs terbaik. Perbedaan hasil penelitian dilaporkan oleh Sopalun et al., (2010) yaitu penambahan 15 ppm kitosan pada media ½ MS cair memacu pertumbuhan PLBs terbaik pada kultur PLBs Grammatophyllum speciosum. Kebutuhan nutrisi antar spesies anggrek berbeda-beda, sehingga respon pertumbuhan terhadap konsentrasi kitosan dapat berbeda-beda pula.

Akar P. gigantea tidak berhasil terbentuk pada setiap perlakuan setelah 8 MSI. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan Obsuwan et al.,

(2010) tentang kultur biji Rhynchostylis gigantea, dimana pertumbuhan akar terbaik dijumpai pada media VW dengan penambahan 20 ppm kitosan. Respon

37

Morfologi eksplan terbaik dijumpai pada perlakuan A14 (½ MS + 20 ppm kitosan). Eksplan tersebut membentuk tunas multipel, sedangkan eksplan pada perlakuan A13 (½ MS + 15 ppm kitosan) membentuk tunas samping. Hal tersebut diduga terdapat kandungan sitokinin pada kitosan yang berfungsi dalam pembentukan tunas.

Kesimpulan

Perlakuan kultur daun Phalaenopsis gigantea tahap pertama belum berhasil menginduksi organogenesis atau kalus pada seluruh media perlakuan. Perlakuan kultur daun P. gigantea tahap kedua berhasil menginduksi organogenesis pada media A4 (½ MS + 2 mg/l BAP) setelah 14 MSI. Umur daun diduga dapat mempengaruhi induksi organogenesis pada kultur daun P. gigantea.

Kultur pangkal batang P. gigantea terbaik pada perlakuan media Knudson C ditambah air kelapa dan ekstrak taoge, karena menghasilkan jumlah daun dan tunas terbanyak yaitu 8,2 daun/eksplan dan 3,8 tunas/eksplan. Penambahan bahan organik yang semakin kompleks dapat menghambat pertumbuhan P. gigantea.

Kultur pangkal batang P. gigantea dengan menggunakan kitosan terbaik pada perlakuan media ½ MS ditambah 20 ppm kitosan dalam pertumbuhan daun (1,9 daun/eksplan) dan tunas (0,9 tunas/eksplan) P. gigantea. Semua perlakuan belum berhasil dalam membentuk akar.

Saran

Konsentrasi TDZ yang lebih tinggi (sekitar 1 mg/l) dikombinasikan dengan auksin sintetik perlu dicoba untuk kultur daun P. gigantea. Daun yang digunakan untuk kultur daun sebaiknya daun yang masih muda. Kultur pangkal batang untuk Phalaenopsis gigantea sebaiknya tidak menggunakan bahan organik yang terlalu kompleks. Daun pada pangkal batang sebaiknya tidak dipotong semua, agar eksplan tidak stess dan mati.

Dokumen terkait