• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan yang sering dijumpai dalam pengelolaan kegiatan panen di Kebun Buatan yaitu terjadinya kehilangan produksi (losses), mutu buah yang belum sesuai dengan ketetapan perusahaan serta permasalahan dalam proses pengangkutan TBS ke PMKS. Hal ini dapat disebabkan karena sistem panen yang belum diterapkan dengan baik, rotasi panen yang tidak dijaga, pelaksanaan taksasi produksi yang belum tepat serta kurang efektifnya pengawasan dari Asisten, Mandor I dan mandor panen.

Manajemen panen yang baik merupakan manajemen yang mengharapkan

losses sekecil mungkin dan diharapkan buah yang dipanen merupakan buah matang, tidak ada buah mentah serta brondolan yang tertinggal diusahakan seminimal mungkin.

Kehilangan Produksi (Losses)

Kehilangan produksi (losses) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kuantitas dan kualitas produksi yang optimal. Sumber losses yang umumnya sering terjadi di lapangan, yaitu :1). Buah mentah yang terpanen, 2). Buah masak tertinggal di pokok, 3). Buah masak tertinggal di piringan/gawangan (tidak diangkut ke TPH), 4). Brondolan tidak dikutip dan 5). Brondolan di tangkai panjang.

Pengawasan dan pengontrolan tenaga kerja panen perlu dilakukan untuk memperkecil losses yang terjadi dan mengetahui apakah kinerja tenaga kerja panen sudah sesuai dengan Standar Operational Producure (SOP). Saat melaksanakan kegiatan panen, terdapat beberapa kejadian buah tinggal di dalam hanca. Pemanen tidak mengeluarkan buah karena lupa ataupun terlewat. Hal tersebut dapat merugikan bagi pemanennya sendiri dan bagi pihak perusahaan. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 3 orang pemanen (2E, 6E dan 8E) pada kemandoran A sebagai sampel. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kegiatan panen selama 1 hari untuk 1 pemanen dan hanya dilakukan 1 kali pengamatan

untuk setiap pemanen. Persentase data pengamatan TBS yang tinggal di dalam hanca terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengamatan TBS Tinggal di Dalam Hanca di Kemandoran A Afdeling II No Pemanen TBS Panen (tandan)

TBS Tinggal (tandan) Persentase TBS Tinggal (%) Piringan Gawangan Mati Piringan Gawangan Mati

2 E 72 1 0 1.38 0.00

6 E 78 0 0 0.00 0.00

8 E 65 1 1 1.53 1.53

Total 215 2 1 2.91 1.53

Rata-rata 71.67 0.66 0.33 0.97 0.51

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan (2011)

Selain itu, pada saat magang berlangsung penulis juga melakukan pengamatan mengenai jumlah brondolan yang tidak dikutip. Umumnya pada saat melakukan panen, tenaga pemanen terkadang lalai dalam mengutip brondolan, sehingga terdapat brondolan tinggal di piringan dan di pasar pikul. Kehilangan brondolan juga sering terjadi saat pemanen hendak membuat cangkem kodok atau huruf “V”. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 5 pemanen (2F, 5F, 8F, 9F dan 11F) pada kemandoran B sebagai sampel. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kegiatan panen selama 1 hari untuk 1 pemanen dan hanya dilakukan 1 kali pengamatan untuk setiap pemanen. Data jumlah brondolan yang tidak dikutip disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Brondolan yang Tidak Dikutip di Kemandoran B

No

Brondolan Tinggal (Buah) Persentase Terhadap Total Brondolan Tinggal (%) Piring-an* Pasar Pikul** Potong- an Tangkai

Total Piring-an* Pasar

Pikul** Potong- an Tangkai 2 F 27 11 8 51 52.94 21.56 15.68 5 F 35 26 14 82 42.68 31.70 17.07 8 F 24 15 7 52 46.15 28.84 13.46 9 F 33 28 11 80 41.25 35.00 13.75 11F 41 30 17 94 43.61 31.91 18.08 Rata -rata 32 22 11.4 71.8 45.32 29.80 15.60

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan (2011)

Keterangan : * : Brondolan di piringan yang diamati yaitu 10 pokok yang dipanen

** : Brondolan di pasar pikul yang diamati sepanjang 1 nomor TPH (30-40 pokok).

Data Tabel 9 menujukkan bahwa persentase terhadap total brondolan tinggal paling banyak terdapat di piringan dibadingkan yang terdapat di pasar pikul maupun di potongan tangkai. Pengamatan yang dilakukan di potongan tangkai berdasarkan jumlah brondolan yang ikut terbuang saat pemanen memotong TBS.

Penulis juga melakukan pengamatan faktor losses berdasarkan tahun tanam yang berbeda-beda (1989, 1990, 1991) di Afdeling II. Penulis mengambil 5 pemanen (1G, 2G, 6G, 7G dan 9G) pada kemandoran C. Setiap tahun tanam diamati 1 blok (B89b, B90d dan B91c) dan diamati saat kegiatan panen sedang berlangsung pada blok tersebut. Setiap pemanen diamati satu kali pengamatan. Kehilangan produksi (losses) yang terjadi di Afdeling II disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Total Losses Berdasarkan Tahun Tanam (1989, 1990, 1991) di Blok Afdeling II

Faktor Blok

B1989b B1990d B1991c

1. Buah Mentah (tandan) 3 5 3

2. Buah Masak tinggal di pokok (tandan) 3 5 4

3. Buah Masak tidak diangkut ke TPH

(piringan/gawangan) (tandan) 1 2 1 4. Brondolan di piringan (buah)* 151 162 143 5. Brondolan di pasar pikul (buah)** 72 98 65 6. Brondolan tertinggal di TPH (buah) 28 26 33 7. Brondolan di potongan tangkai (buah) 32 25 27

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2011

Keterangan : * : Brondolan di piringan yang diamati yaitu 10 pokok yang Dipanen.

** : Brondolan di pasar pikul yang diamati sepanjang 1 nomor TPH (30-40 pokok).

Berdasarkan Tabel 10, buah masak tinggal di pokok paling banyak ditemukan pada areal tanaman tahun tanam 1990. Buah masak tinggal di pokok dapat disebabkan karena tanaman tersebut dalam keadaan gondrong Jumlah brondolan yang tidak terkutip di piringan dan pasar pikul juga ditemukan paling banyak pada tahun 1990. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya gulma yang

tumbuh di sekitar piringan dan pasar pikul, sehingga pemanen menjadi malas untuk mengutip brondolan.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, faktor yang menyebabkan terjadinya kehilangan produksi (losses), yaitu faktor tenaga kerja, faktor lahan dan faktor keadaan tanaman. Faktor tenaga kerja yang dapat menyebabkan hal ini terjadi karena kurangnya kedisiplinan dan ketelitian dari pihak pemanen sendiri. Ketidakdisiplinan yang sering dijumpai seperti memotong buah mentah, brondolan yang tidak dikutip seluruhnya dan tidak membuat buah cangkem kodok. Selain itu, masih ditemukan juga ketidaktegasan dari para mandor panen ataupun kerani buah untuk memberikan denda kepada pemanen yang melakukan pelanggaran. Faktor lahan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan produksi. Contohnya adalah kondisi lahan yang banyak ditumbuhi semak (gulma) di daerah piringan ataupun pasar pikul, sehingga pemanen terkadang lalai untuk masuk ke lahan untuk mengutip brondolan. Selain itu, pemanen dapat menggunakan kondisi piringan dan gawangan mati yang tidak bersih untuk menyembunyikan brondolan ataupun buah mentah yang tidak sengaja dipanen.

Faktor keadaan tanaman juga dapat menyebabkan kehilangan produksi. Faktor keadaan tanaman yang dapat menyebabkan kehilangan produksi seperti tanaman under pruning ataupun masih adanya pelepah sengkleh. Penulis juga melakukan pengamatan berdasarkan kondisi tanaman pada areal tahun tanam 1990 pada blok B90a dan B90b. Penulis mengambil 2 pemanen dari setiap kemandoran (A, B, C) sebagai sampel. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kegiatan panen selama 1 hari untuk 2 pemanen. Setiap pemanen diamati satu kali pengamatan dan jumlah tanaman yang diamati berkisar 60-70 tanaman. Hasil pengamatan kondisi tanaman pada tahun tanam 1990 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengamatan Kondisi Tanaman Tahun Tanam 1990

Mandoran Pemanen Jumlah

Tanaman Kondisi Tanaman Pelepah Sengkleh Under Pruning ...tanaman... A 1 64 12 13 2 68 15 5 B 1 70 11 8 2 62 26 25 C 1 66 21 9 2 68 14 12

Sumber : Hasil pengamatan penulis (2011)

Data Tabel 11 menujukkan kondisi tanaman yang paling banyak terjadi yaitu masih terdapatnya pelepah sengkleh. Pelepah sengkleh umumnya disebabkan karena banyaknya pelepah-pelepah tua yang tidak ditunas sehingga menjadi kering dan busuk yang dapat menghambat kegiatan panen. Tanaman yang under pruning (gondrong) juga dapat menyebabkan pemanen malas untuk memanen karena banyaknya pelepah yang harus ditunas terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan panen. Selain itu, kedua kondisi pokok ini juga dapat menyebabkan tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah.

Pengangkutan Tandan Buah Segar

Kegiatan pengangkutan harus terorganisasi dengan baik sehingga dapat berjalan dengan lancar. Sistem pengangkutan yang dilaksanakan di Kebun Buatan dilakukan dengan menggunakan dump truck untuk setiap kemandorannya yang memiliki 2 orang pemuat buah.

Selesai apel pagi bersama kerani buah, supir dan pemuat bersiap untuk memulai pengangkutan TBS. Truk mendatangi setiap TPH di setiap jalurnya. Kemudian para pemuat buah mengangkut TBS dan brondolan di setiap TPH yang berada di jalurnya. Brondolan yang tercecer juga harus dikutip bersih, sehingga para pemuat membawa penggaruk untuk mengutip brondolan. Penulis juga melakukan pengamatan terhadap kinerja pemuat. Penulis melakukan pengamatan di 2 kemandoran dengan 2 orang pemuat setiap kemandorannya. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Pengamatan Kinerja Kerja Pemuat Kemandoran Pemuat Jumlah

TPH Brondolan Tinggal (buah) TBS Muat (tandan) Waktu Angkut (menit) Aktual Efektif A 1 dan 2 25 47 207 130 120 B 3 dan 4 21 35 198 118 120 Total 46 82 405 248 120 Rata-rata 23 41 135 124 120

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan (2011)

Berdasarkan data Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata kehilangan brondolan tinggal dalam satu trip sebanyak 41 brondolan. Hal ini dapat disebabkan karena belum ditetapkannya denda bagi pemuat buah sehingga pemuat buah kurang bertanggung jawab. Waktu angkut dalam 1 trip juga melebihi waktu efektif yang ditetapkan perusahaan. Waktu yang dibutuhkan ± 124 menit untuk satu trip. Kurangnya pengawasan yang ketat oleh mandor dan kerani buah dapat menyebabkan hal ini terjadi. Mekanisme pengirimannya yaitu bila truk sudah penuh, truk menuju PMKS untuk mengantarkan TBS lalu mengambil bon pengantar TBS agar TBS segera diolah. Sesampai di PMKS, truk ditimbang, lalu truk menuju tempat sortasi (grading) untuk membongkar muatan dengan menuangkan (dump) TBS langsung dari truk. TBS yang telah dituang akan dicek terlebih dahulu oleh pihak QC dengan mengambil sampel 1 muatan dari 3-4 muatan per harinya. Kemudian setelah pihak QC memeriksa mutu buah, TBS tersebut masuk ke dalam loading ramp untuk diolah. Setelah selesai mengantar buah ke PMKS, truk kembali untuk melakukan kegiatan muat buah sampai trip terakhir. Bon pengantar TBS dapat dilihat pada Lampiran 13.

Pengaturan yang baik perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya buah restan. Selain itu, kondisi jalan yang buruk atau tergenang air dapat mempengaruhi kegiatan pengangkutan buah. Pada musim hujan, jalan di Kebun Buatan umumnya tergenang air, sehingga jalan menjadi licin dan berlumpur.

Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen yang digunakan di kebun Buatan yaitu bedasarkan jumlah brondolan yang terlepas dari tandannya dan jatuh ke tanah secara alami atau dengan istilah lain menghasilkan brondolan dalam jumlah tertentu.

Bedasarkan pengamatan di lapangan (secara visual) terdapat perbedaan yang jelas antara buah matang dan buah mentah seperti (1). Jumlah yang membrondol dimana buah mentah belum ada yang membrondol, sedangkan buah matang, jumlah yang membrondol sesuai dengan BJR masing-masing blok; (2). Warna dimana buah mentah umumnya berwarna hitam kemerahan, sedangkan buah matang berwarna merah jingga mengkilat; (3). Seludang duri dimana umumnya buah mentah masih terbungkus oleh seludang duri disekitarnya yang berwarna hijau, sedangkan buah matang umumnya tidak dibungkus oleh seludang lagi dan duri sudah berwarna cokelat kehitaman. Kriteria matang panen berdasarkan Lubis (2008) dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kriteria Matang Panen Berdasarkan Lubis (2008)

Jenis Buah Kriteria

Unripe (Mentah) Buah berwarna hitam dan tidak ada membrondol

Under Ripe (Kurang Matang) Buah berwarna kemerahan dan 12.5-25% yang baru membrondol

Ripe (Matang) Buah berwarna merah mengkilat dan 50% membrondol

Over Ripe(Lewat Matang) Sebagian besar buah luar sudah membrondol atau > 50 %

Empty Bunch(Janjang Kosong) Buah berwarna hitam, kusam dan berbau serta buah luar sudah membrondol semua

Sumber : Lubis (2008)

Pada saat melakukan kegiatan magang, penulis melakukan pengamatan kriteria mutu buah bedasarkan Lubis (2008). Penulis melakukan pengamatan di Afdeling II dengan mengambil sampel 5 pemanen di 3 mandoran (mandor A, B, C). 1 pemanen diambil 5 TPH dimana di setiap mandoran diambil 3 ulangan (3 blok yang berbeda-beda). Mutu buah per kemandoran di Afdeling II dapat dilihat pada Tabel 14 dan hasil pengamatan mutu buah di Afdeling II dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 14. Data Mutu Buah per Kemandoran Afdeling II Mandoran Blok/Inti Matang

(%) Kurang Matang (%) Mentah (%) Lewat Matang (%) Busuk (%) Gagang Panjang (%) Mandor A (Sugimin) B89a 91.34 3.80 0.34 3.1 1.78 5.88 B90c 88.54 4.58 - 4.96 1.90 5.72 B91c 89.35 4.18 0.38 4.56 1.52 5.32 Rata – rata 89.74 4.18 0.24 4.20 1.60 5.64 Mandor B (Mahir.S) B89b 90.84 4.22 0.70 3.16 1.05 4.57 B90d 90.03 4.21 0.76 4.21 1.16 4.98 B91c 92.48 2.80 0.46 3.28 0.93 7.0 Rata – rata 91.11 3.74 0.64 3.55 0.93 5.51 Mandor C B89a 89.73 4.63 0.33 3.96 1.3 4.30 (Wisman) B90c 89.00 2.61 0.01 3.14 2.6 4.71 B91d 90.90 4.54 0.82 2.89 0.82 5.72 Rata – rata 89.87 3.92 0.38 3.33 4.72 4.93

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan (2011)

a). Buah Mentah b). Buah Matang

e). Buah Busuk f). Buah Abnormal g). Buah Bergagang Panjang

Gambar 7. Hasil Pengamatan Mutu Buah pada Afdeling II

Berdasarkan Tabel 15, penulis merekapitulasi data persentase kematangan buah untuk keseluruhan mandoran. Hasil pengamatan mutu buah untuk keseluruhan mandoran dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rekapitulasi Data Pengamatan Mutu Buah pada Afdeling II Kemandoran/Standard Matang (%) Kurang Matang (%) Mentah (%) Lewat Matang (%) Busuk (%) Gagang Panjang (%) A 89.74 4.18 0.24 4.20 1.60 5.64 B 91.11 3.74 0.64 3.55 0.93 5.51 C 89.87 3.92 0.38 3.33 4.72 4.93

Rata – rata (A, B, C) 90.24 3.95 0.42 3.69 2.42 5.36

Standard 100 0 0 0 0 0 Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan (2011)

Dapat dilihat pada Tabel 15 bahwa persentase rata-rata mutu buah di Afdeling II adalah 90.24% buah matang normal, 3.95% buah kurang matang, 0.42% buah mentah, 3.69% buah kelewat matang, 2.42% buah busuk dan 5.36% buah bergagang panjang. Bedasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa persentase buah matang belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 100%. Hal ini dapat disebabkan antara lain: (1). Pedoman panen yang ditetapkan oleh perusahaan tidak dilaksanakan oleh pemanen, sehingga mengakibatkan terpotongnya buah mentah atau kurang matang; (2). Saat melaksanakan panen di suatu blok terdapat hanca pemanen yang tidak selesai, sehingga saat kembali lagi ke lokasi yang sama mengakibatkan adanya buah lewat

matang atau busuk; (3). Saat pengumpulan buah di TPH, pemanen lupa atau lalai

untuk membuat buah “cangkem kodok”

Buah gagang panjang (long stalk) yang terikut ke PMKS dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Buah bergagang panjang dapat menyerap minyak ± 0,25 % CPO dan akan menurunkan ekstrasi minyak di PMKS. Buah mentah yang terpanen tidak dibenarkan oleh perusahaan untuk diangkut dan dikirim ke PMKS karena dalam proses pengolahannya memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya eksploitasi yang tinggi. Menurut Mangoensoekarjo (2005), panen buah mentah dapat merugikan perusahaan karena tanaman menjadi stress akibat pelukaan saat panen, menurunkan ekstrasi minyak dan mengakibatkan produktivitas minyak kelapa sawit akan menurun. Jika buah mentah dan buah kurang matang terbawa ke PMKS maka pengolahan di pabrik memerlukan waktu yang lama ± 85-95 menit dan menurunkan % OER (Oil Extraction Rate). Pemotongan buah mentah, buah kurang matang, buah busuk dan buah bergagang panjang tidak dibenarkan untuk diangkut dan dikirim ke PMKS.

Rotasi Panen

Rotasi atau pusingan panen merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan jumlah produksi TBS, mutu buah, pengolahan TBS di pabrik dan biaya eksploitasi. Rotasi panen yang berlaku di kebun Buatan adalah 6/7. Walaupun begitu, pada kenyataanya sering terjadi rotasi panen yang tinggi yaitu > 10 hari di Kebun Buatan.

Rotasi panen yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya losses dan dapat mempengaruhi mutu buah. Hal ini berhubungan dengan data pada Tabel 11 (losses) berdasarkan tahun tanam dan Tabel 14 (mutu buah). Tabel 16 menunjukkan pengaruh rotasi panen terhadap mutu buah dan losses di Afdeling II.

Tabel 16. Hubungan Rotasi Panen Terhadap Losses dan Mutu Buah Blok

Mutu Buah (%) Losses (buah)

Rotasi

M LM BSK BrP* BrL**

B89b 90.84 3.16 1.05 151 72 9

B90d 90.03 4.21 1.16 162 98 11

B90c 92.48 3.28 0.93 143 65 10

Keterangan :

M : Matang BrP : Brondolan di piringan

LM : Lewat matang BrL : Brondolan di pasar pikul

BSK : Busuk * : 10 pokok diamati

B89b : Blok 1989 b ** : Sepanjang 1 TPH (30-40 pokok) Berdasarkan data Tabel 16 diketahui bahwa rotasi panen yang paling lama terjadi yaitu di Blok B90d selama 11 hari. Rotasi yang panjang ini mempengaruhi mutu buah yaitu sebesar 4.21 % buah lewat matang dan 1.16 % buah busuk yang persentasenya lebih besar daripada rotasi panen 9 dan 10 hari. Terjadinya rotasi panen yang tinggi di Kebun Buatan disebabkan beberapa hal, yaitu: (1). Jumlah tenaga kerja kurang (persentase kehadiran karyawan rendah); (2). Banyaknya hari libur; (3). Tidak selesainya hanca pemanen. Namun dari beberapa faktor tersebut, tingginya absensi karyawan menjadi faktor utama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 17 yang menyajikan persentase absensi karyawan panen pada bulan Januari-Mei 2011.

Tabel 17. Persentase Absensi Karyawan Panen Bulan Januari-Mei 2011

Kemandoran Bulan Rata -rata

Januari Februari Maret April Mei I II III ...(%)... 13.00 12.66 12.21 13.38 12.08 12.66 12.25 15.65 7.69 9.80 7.32 10.54 17.92 15.38 13.24 9.60 12.92 13.81 Rata – rata 14.39 14.56 11.04 11.06 10.7 12.24 Sumber: Kantor Afdeling II (2011)

Berdasarkan data Tabel 17 dapat diketahui rata-rata persentase absensi karyawan panen bulan Januari-Mei 2011 pada tiga kemandoran di Kebun Buatan adalah 12.24 %. Persentase ini melebihi standar yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu < 10%. Rotasi panen yang tinggi ini dapat mengakibatkan:

Buah yang dipotong cenderung terlalu matang (over ripe) dan busuk/janjangan kosong (empty bunch).

Jumlah brondolan meningkat, sehingga akan memperlambat pemanen dalam menyelesaikan hancanya.

Peluang losses (buah tinggal dan brondolan yang tidak dikutip) semakin meningkat.

Selain dapat mempengaruhi mutu buah, rotasi panen yang bertambah tinggi (≥ 10 hari) juga dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan produksi (losses). Dapat dilihat pada Tabel 16, rotasi panen selama 11 hari yang terjadi di Blok B90d juga mengakibatkan brondolan yang tertinggal di piringan dan pasar pikul lebih banyak jika dibadingkan dengan rotasi panen selama 9 dan 10 hari sebesar 162 brondolan dan 98 brondolan.

Permasalahan yang pernah terjadi di Kebun Buatan yaitu meningkatnya rotasi (pusingan) panen terutama di Afdeling II. Rotasi panen mencapai ≥ 12 hari sehingga diambil solusi cepat dengan mengambil bantuan yang disebut “gardang” yang berfungsi untuk mengutip brondolan karena sebelumnya tenaga bantuan ini tidak ada. Tenaga bantuan tersebut umumnya adalah pekerja harian lepas (PHL) yang ditransfer dari anggota mandoran lain atau dapat menggunakan istri atau saudara pemanen. Upah yang digunakan sesuai dengan upah HK/hari tenaga tersebut di mandoran sebelumnya dan jika menggunakan istri ataupun saudaranya dapat dihitung bedasarkan HK/hari normal yaitu Rp. 49.360,- atau bedasarkan premi lebih borong sesuai blok masing-masing. Adanya bantuan tersebut mengakibatkan basis borong pemanen menjadi meningkat yaitu 90 tandan/pemanen dari 50 tandan/pemanen.

Peralatan Panen

Permasalahan yang terjadi di kebun Buatan yaitu kurangnya kesadaran pemanen untuk memakai APD saat melaksanakan kegiatan potong buah dan tidak bertanggung jawab atas karung goni yang digunakan untuk pengutipan brondolan. Alat-alat panen yang digunakan di kebun Buatan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Alat-alat Panen di Kebun Buatan Taksasi Produksi

Salah satu bagian dari taksasi produksi yaitu taksasi produksi harian. Taksasi produksi harian berfungsi untuk memperkirakan jumlah tonase yang akan diperoleh untuk esok harinya. Taksasi produksi harian ini tercemin dalam perolehan angka kerapatan panen (AKP) atau nilai kematangan panen. Taksasi produksi harian ini dilaksanakan oleh mandor panen setiap harinya dengan memasuki blok-blok yang akan dipanen dan mengambil beberapa pokok sampel serta menghitung jumlah tandan matang dari pokok sampel tersebut. Taksasi produksi harian dapat dihitung dengan membagi jumlah pokok sampel dengan jumlah pokok sampel yang dipanen kemudian dikalikan 100%.

Sebagai contoh, pada saat magang berlangsung penulis melakukan pengamatan taksasi produksi harian secara langsung di Afdeling II pada seksi yang berbeda-beda (A, B, C, D, E, F). Pokok sampel yang diamati sebesar 5%-8 % dari total pokok produktif. Pengamatan dilakukan penulis bersama dengan mandor panen. Hasil pengamatan taksasi produksi harian pada Afdeling II disajikan di Tabel 18.

Tabel 18. Pengamatan Kematangan Panen pada Afdeling II

Seksi Blok Luas Areal

(ha) Total Pokok Produktif Pokok Sampel Pokok Sampel Dipanen Angka Kerapatan Panen (%) A B90d 38.5 5 259 386 73 19 B B89a 49.5 6 713 354 71 20 C B90b 49.5 6 435 376 60 16 D B89b 46 6 134 380 68 18 E B91d 41 4 467 369 67 18 F B91b 57 6 242 384 54 14

Sumber : Data Pengamatan Lapangan (2011)

Dapat dilihat pada Tabel 18, bahwa persentase kematangan panen yang didapat berbeda-beda. Angka kerapatan panen (AKP) berkisar antara 14-20 %. Perbedaan nilai kerapatan panen tersebut dapat dipengaruhi oleh iklim, umur tanaman dan tempat/lokasi. Umumnya umur tanaman berpengaruh terhadap potensi pokok untuk berproduksi. Kegiatan taksasi ini dilaksanakan di 2 mandoran panen yang berbeda yaitu di mandor B (seksi A, B, E dan F) serta di mandor C (seksi C dan D).

Nilai kematangan panen tersebut berguna untuk memperkirakan jumlah produksi untuk esok hari dan penyediaan jumlah tenaga panen. Sebagai contoh, dari nilai kematangan panen 18 % dengan bobot janjang rata-rata (BJR) sebesar 25.17 dan total pokok produktif 6 134 pokok, maka perkiraan produksi untuk esok hari yaitu 27 790 kg.

Contoh perhitungan sebagai berikut :

Persentase Angka Kerapatan Panen (AKP)

= (Jumlah pokok sampel yang dipanen/jumlah pokok sampel) x 100 % = (68/380) x 100 %

= 18 %.

Taksasi Produksi

= (Total pokok produktif) x (BJR) x (% AKP) = (6 134) x (25.17 kg) x (18%)

= 27 790 kg

Kebutuhan Pemanen

= (27 790)/(1 500) = 18 orang

Hasil perkiraan produksi melalui taksasi tersebut dapat berbeda dengan produksi aktual di lapangan. Perbedaan atau selisih antara hasil taksasi dengan jumlah yang dikirim ke pabrik yang dapat ditoleransi adalah ± 5%.

Pada saat melaksanakan kegiatan magang penulis juga mempelajari data sekunder yaitu selisih antara taksasi dan realisasi. Perbedaan hasil taksasi dengan realisasi sering terjadi baik dilakukan pada hari kerja maupun pada saat kontanan. Ini dapat dilihat dengan selisih antara taksasi produksi harian dengan realisasi yang dikirim ke pabrik. Sebagai contoh yang terjadi di afdeling III pada bulan Mei yang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Selisih Taksasi dengan Realisasi pada Tanggal 11 Mei (Rabu)

Kemandoran Blok Luas

(ha) % Angka Kerapatan Panen Jumlah Janjang (tandan) HK yang Dibutuhkan (hk) Tonase Perkiraan (ton) `Mandor A I 17 31 20% 818 14 19.730 Mandor B I 17/16 37,5 15% 941 12 22.540 Mandor C I 16 32 16% 676 10 16.140 Total 100,5 2 435 36 58.410 Realiasi 2 485 2 485 34 59.960 Selisih -50 -1.550

Sumber : Data Kantor Afdeling III, Mei 2011 Contoh perhitungannya sebagai berikut :

% Selisih : (Taksasi – Realisasi)/Taksasi x 100 % (58.140 ton – 59.960 ton)/58.140 ton x 100 % -2.65 %

BJR : Tonase Realisasi/Jumlah Janjang Realisasi x 1000 59.960 ton/2 485 tandan x 1000

24.13 kg

Output Pemanen :Tonase Realisasi/HK Realisasi x 1000 59.960 ton/34 hk x 1000

Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa terdapat selisih -2.65% antara taksasi dan realisasi sehingga terdapat perbedaan antara tonase yang diperkirakan dengan tonase yang didapat sebenarnya sebesar 50 kg. Bobot janjangan rata-rata (BJR) Afdeling setiap harinya dapat dicari dengan adanya tonase dan jumlah janjang yang didapat pada hari tersebut, sehingga BJR pada Afdeling III pada tanggal 11 Mei sebesar 24.13 kg dan output pemanen sebesar 1 763 kg/hk. Selisih antara taksasi dan realisasi juga bukan hanya terjadi di hari biasa tetapi juga terjadi pada hari minggu (kontanan). Total selisih antara taksasi dan realisasi yang terjadi pada bulan Mei 2011 pada Afdeling III dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Tonase dan BJR di Afdeling III pada Bulan Mei

Bulan Tonase Taksasi (ton) Tonase Realisasi (ton) Selisih (Taks – Real) (ton) % Selisih Jumlah Janjang Taksasi (tandan) Jumlah Janjang Realisasi (tandan) BJR AFD III (kg) Mei 1 771.870 1 654.217 117.653 6,64 72 602 65 046 25.43

Sumber : Data Kantor Afdeling III (2011)

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa selisih antara tonase taksasi produksi harian dengan realisasi yang didapatkan sebesar 6.64%. Selisih yang didapat masih lebih dari ketetapan yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu ± 5%. Umumnya persentase selisih ini diakibatkan antara lain: (1). Pada saat melaksanakan taksasi mandor panen tidak melaksanakan taksasi harian dengan sesungguhnya; (2) Jumlah HK yang diperkirakan sebelumnya tidak sama dengan

Dokumen terkait