• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. 1. Uji Fitokimia (berdasarkan metode Harborne 1984)

Uji fitokimia merupakan pengujian kualitatif untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa fitokimia. Uji fitokimia pada penelitian ini dilakukan terhadap daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. segar (Lampiran 11)

dan bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. (Lampiran 12). Hasil uji

fitokimia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji fitokimia Nama senyawa

Hasil uji fitokimia Daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. segar

Bubuk daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. Alkaloid + + Steroid - - Saponin + + Fenol hidrokuinon + + Molisch + + Benedict + + Biuret + - Ninhidrin + - Flavonoid + - Tanin + + Keterangan: + = senyawa terdeteksi - = senyawa tidak terdeteksi

Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. Segar a) Uji alkaloid

Uji alkaloid pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hasil tersebut diindikasikan oleh adanya endapan pada ketiga larutan uji dengan masing-masing jenis pereaksi yang berbeda. Pada larutan uji dengan pereaksi Mayer dihasilkan sedikit endapan berwarna putih. Pada larutan uji dengan pereaksi Dragendorff dihasilkan sedikit endapan merah jingga. Pada larutan uji dengan pereaksi Wagner dihasilkan sedikit endapan berwarna coklat. Ketiga hasil uji alkaloid tersebut sesuai dengan Harborne (1984). Intensitas dan jumlah endapan yang rendah pada hasil reaksi dengan masing-masing pereaksi dapat disebabkan oleh sampel yang berupa daun segar. Hal ini karena sampel tersebut hanya dihaluskan dengan mortar dan tidak diberi perlakuan tertentu sebelum diuji, sehingga senyawa alkaloid belum terekstrak dengan baik.

Keberadaan senyawa alkaloid pada daun cincau hijau segar menunjukkan bahwa daun cincau hijau memiliki potensi sebagai bahan antikanker. Hal sesuai

dengan pernyataan Kintzios dan Barberaki (2004) serta Meiyanto et al. (2008)

bahwa alkaloid merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antikanker. b) Uji steroid

Uji steroid pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini diindikasikan oleh adanya pembentukan warna hijau muda transparan pada larutan uji. Hasil uji steroid yang positif diindikasikan oleh adanya pembentukan warna hijau-biru (Harborne 1984) pada larutan uji.

c) Uji saponin

Uji saponin pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hasil uji saponin menunjukkan adanya pembentukan busa yang stabil selama 30 menit pada permukaan larutan uji, dan jika ditambahkan satu tetes HCl 2 N busa tidak hilang (Harborne 1984).

d) Uji fenol hidrokuinon

Uji fenol hidrokuinon pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hal ini karena uji fenol hidrokuinon menunjukkan adanya

pembentukan warna hijau muda setelah ditambahkan FeCl3 pada larutan uji.

Indikasi positif pada hasil uji fenol hidrokuinon ditunjukkan oleh adanya

pembentukan warna hijau atau hijau biru setelah ditambahkan FeCl3

e) Uji Molisch

pada larutan uji (Harborne 1984). Intensitas warna hasil uji fenol hidrokuinon yang rendah dapat disebabkan oleh sampel yang berupa daun segar. Hal ini karena sampel tersebut hanya dihaluskan dengan mortar dan tidak diberi perlakuan tertentu sebelum diuji, sehingga senyawa fenol hidrokuinon belum terekstrak dengan baik.

Uji Molisch pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hasil uji Molisch menunjukkan adanya pembentukan warna ungu di antara dua lapisan cairan pada larutan uji. Warna ungu tersebut terbentuk di antara lapisan berwarna merah bata pada bagian atas dan lapisan transparan di bagian bawah larutan uji (Harborne 1984).

Hasil uji Molisch berperan untuk mengidentifikasi keberadaan karbohidrat pada bahan yang diuji (Harborne 1984). Hasil uji Molisch pada daun cincau hijau

segar ini sesuai dengan hasil analisis proksimat karbohidrat (by difference) dan hasil analisis serat sebagaimana penelitian Chalid (2003) dan Jacobus (2003). Serat merupakan salah satu jenis karbohidrat.

f) Uji benedict

Uji benedict berperan untuk mengidentifikasi keberadaan gula pereduksi (Harborne 1984). Uji benedict pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau. Harborne (1984) menyatakan bahwa indikasi positif pada hasil uji benedict ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau, kuning atau endapan merah bata pada larutan uji.

g) Uji biuret

Uji biuret berperan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa peptida (Harborne 1984). Uji biuret pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna ungu (Harborne 1984) pada larutan uji. Warna ungu terbentuk di bagian tengah larutan

yang didominasi warna hijau tosca. Warna ungu tersebut terbentuk setelah

larutan uji dibiarkan selama beberapa saat. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi kimia, yaitu bereaksinya pereaksi biuret dengan senyawa peptida, sehingga dapat terbentuk warna ungu pada larutan uji.

h) Uji ninhidrin

Uji ninhidrin berperan untuk mengidentifikasi keberadaan

asam amino (Harborne 1984). Uji ninhidrin pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna ungu (Harborne 1984) pada larutan uji. Warna ungu tersebut terbentuk setelah larutan uji dibiarkan selama beberapa saat, yaitu setelah pemanasan. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi kimia, yaitu bereaksinya asam amino dengan suhu pemanasan dan pereaksi ninhidrin, sehingga dapat terbentuk warna ungu pada larutan uji. Proses pemanasan tersebut merupakan tahapan penting. Hal ini karena proses pemanasan dapat membantu terjadinya denaturasi protein (Lehninger 1982), sehingga protein pada daun cincau hijau segar dapat terurai dan susunan asam aminonya menjadi lebih mudah terdeteksi.

i) Uji flavonoid

Uji flavonoid pada daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. segar

menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna kuning pada lapisan amil alkohol (Harborne 1984) pada larutan uji. Intensitas warna kuning tersebut rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh sampel yang berupa daun segar. Sampel tersebut hanya dihaluskan dengan mortar dan tidak diberi perlakuan tertentu sebelum diuji, sehingga senyawa flavonoid belum terekstrak dengan baik.

j) Uji tanin

Uji tanin pada daun cincau hijau segar menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna coklat kehijauan pada larutan uji. Harborne (1984) menyebutkan bahwa hasil uji tanin adalah adanya pembentukan warna hijau kehitaman pada larutan uji. Warna coklat kehijauan pada larutan hasil uji dapat dikatakan memiliki intensitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil uji tanin dalam Harborne (1984). Hal ini dapat disebabkan oleh sampel yang berupa daun segar. Sampel tersebut hanya dihaluskan dengan mortar dan tidak diberi perlakuan tertentu sebelum diuji, sehingga senyawa tanin belum terekstrak dengan baik.

Bubuk Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. a) Uji alkaloid

Uji alkaloid pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.

menunjukkan hasil yang positif. Hasil tersebut diindikasikan oleh adanya endapan pada ketiga larutan uji dengan masing-masing jenis pereaksi yang berbeda. Pada larutan uji dengan pereaksi Wagner dihasilkan endapan berwarna coklat. Pada larutan uji dengan pereaksi Mayer dihasilkan endapan berwarna putih. Pada larutan uji dengan pereaksi Dragendorff dihasilkan endapan merah jingga. Ketiga hasil uji alkaloid tersebut sesuai dengan Harborne (1984).

Warna coklat dan jumlah endapan pada masing-masing pereaksi dengan sampel bubuk daun ini lebih pekat dibandingkan pada sampel daun segar. Hal ini karena sampel bubuk daun tersebut sudah mengalami perlakuan pendahuluan. Perlakuan tersebut meliputi penghancuran daun segar dalam media air dengan

dikeringkan dengan drum dryer dan dihancurkan kembali dengan blender, sehingga diperoleh bubuk daun cincau hijau dengan ukuran partikel yang lebih kecil.

Keberadaan senyawa alkaloid pada daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. segar menunjukkan bahwa daun cincau hijau memiliki potensi sebagai bahan antikanker. Hal sesuai dengan pernyataan Kintzios dan Barberaki (2004) serta Meiyanto et al. (2008) bahwa alkaloid merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antikanker.

Perlakuan tersebut memungkinkan senyawa alkaloid dapat terekstrak dengan baik, sehingga pada uji alkaloid dapat terdeteksi dengan baik.

b) Uji steroid

Uji steroid pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini diindikasikan oleh adanya pembentukan warna hijau kecoklatan pada larutan uji. Hasil uji steroid yang positif, yaitu diindikasikan oleh adanya pembentukan warna hijau-biru (Harborne 1984) pada larutan uji.

c) Uji saponin

Uji saponin pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harborne (1984). Hal ini karena uji saponin menunjukkan adanya pembentukan busa yang stabil selama 30 menit pada permukaan larutan uji, dan jika ditambahkan satu tetes HCl 2 N busa tidak hilang.

Warna coklat busa pada larutan uji dengan sampel bubuk daun ini lebih rendah dibandingkan pada sampel daun segar. Hal ini karena sampel bubuk daun tersebut sudah mengalami perlakuan pendahuluan yang memungkinkan kerusakan saponin. Wiesman dan Chapagain (2002) menyatakan bahwa saponin adalah metabolit sekunder tanaman yang berupa molekul glikosilat dengan bobot molekul besar, terdiri atas gula yang berikatan dengan triterpen atau aglikon steroid.

d) Uji fenol hidrokuinon

Uji fenol hidrokuinon pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang positif. Hal ini karena uji fenol hidrokuinon menunjukkan adanya

pembentukan warna hijau gelap setelah ditambahkan FeCl3 pada larutan uji.

Harborne (1984) menyatakan bahwa indikasi positif pada hasil uji fenol hidrokuinon ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau atau hijau biru

setelah ditambahkan FeCl3

e) Uji Molisch

pada larutan uji. Warna coklat warna hasil uji fenol hidrokuinon yang pekat dapat disebabkan oleh sampel yang berupa bubuk daun. Kondisi sampel yang telah diberi perlakuan pendahuluan. Perlakuan tersebut memungkinkan senyawa fenol hidrokuinon dapat terekstrak dengan baik, sehingga pada uji fenol hidrokuinon dapat terdeteksi dengan baik.

Uji Molisch pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harborne (1984). Hal ini karena uji Molisch menunjukkan adanya pembentukan warna ungu di antara dua lapisan cairan pada larutan uji. Warna ungu tersebut terbentuk di antara lapisan berwarna merah bata pada bagian atas dan lapisan transparan di bagian bawah larutan uji.

f) Uji benedict

Uji benedict berperan untuk mengidentifikasi keberadaan gula pereduksi (Harborne 1984). Uji benedict pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau. Harborne (1984) menyatakan bahwa indikasi positif pada hasil uji benedict ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau, kuning atau endapan merah bata pada larutan uji.

g) Uji biuret

Uji biuret berperan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa peptida (Harborne 1984). Uji biuret pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau muda pada larutan uji. Harborne (1984) menyatakan bahwa hasil uji biuret yang positif diindikasikan oleh pembentukan warna ungu. Hasil seperti ini dapat terjadi

karena proses pengeringan panas dengan drum dryer sebagai perlakuan

pendahuluan. Proses tersebut menyebabkan denaturasi protein, yaitu pada ikatan peptida yang mengikat antar asam amino, sehingga tidak terdeteksi pada uji biuret (Lehninger 1982).

h) Uji ninhidrin

Uji ninhidrin pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna kuning pada larutan

uji. Harborne (1984) menyatakan bahwa hasil uji ninhidrin yang positif diindikasikan oleh pembentukan warna ungu.

Hasil uji ninhidrin sesuai dengan hasil uji biuret. Hasil seperti ini dapat

terjadi karena proses pengeringan panas dengan drum dryer sebagai perlakuan

pendahuluan. Disamping itu, metode uji ninhidrin menggunakan suhu tinggi. Kedua proses panas tersebut menyebabkan denaturasi protein yang berlebih pada struktur asam amino (Lehninger 1982), sehingga tidak terdeteksi pada uji ninhidrin.

i) Uji flavonoid

Uji flavonoid pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna hijau muda pada larutan uji. Harborne (1984) menyatakan bahwa hasil uji flavonoid yang positif diindikasikan oleh pembentukan warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. Hal ini dapat terjadi karena proses pengeringan panas dengan drum dryer sebagai perlakuan pendahuluan. Proses tersebut menyebabkan kerusakan senyawa flavonoid, sehingga tidak terdeteksi pada uji flavonoid. Penelitian

Raharjo (2004) pada cincau hijau Cylea barbata L.Miers menyatakan bahwa

kandungan flavonoid pada bubuk daun cincau hijau yang relatif rendah disebabkan oleh kerusakan senyawa flavonoid pada saat pembuatan bubuk gel

cincau hijau yang menggunakan drum dryer pada suhu 100°C.

j) Uji tanin

Uji tanin pada bubuk daun cincau hijau menunjukkan hasil yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pembentukan warna coklat kehijauan pada larutan uji. Harborne (1984) menyebutkan bahwa hasil uji tanin adalah adanya pembentukan warna hijau kehitaman pada larutan uji. Warna coklat kehijauan pada larutan hasil uji dapat dikatakan memiliki warna coklat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil uji tanin dalam Harborne (1984). Hal ini dapat disebabkan oleh sampel yang berupa bubuk daun. Sampel tersebut telah diberi

perlakuan pendahuluan berupa proses pengeringan panas dengan drum dryer.

Proses tersebut dapat menyebabkan kerusakan senyawa tanin, sehingga menunjukkan efektivitas deteksi yang rendah pada hasil uji tanin.

4. 2. Uji Aktivitas Antioksidan Berdasarkan Penangkapan Radikal Bebas DPPH

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH yang digunakan pada penelitian ini dimodifikasi dari penelitian Aryudhani (2007). Modifikasi dilakukan pada jumlah pelarut dan jenis pelarut. Pada penelitian ini, pelarut yang digunakan hanya satu jenis, yaitu metanol (pro analysis). Marxen et al. (2007) menyatakan bahwa DPPH merupakan radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol.

Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode

DPPH adalah efficient concentration (EC50), yang disebut juga inhibition

concentration (IC50) (Molyneux 2004). IC50 merupakan konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH

sebesar 50%. Semakin rendah nilai IC50

Pada 4,96 g sampel daun segar yang diekstrak, rendemen dari ekstrak metanol yang dihasilkan adalah 61,48%. Pada 2,05 g sampel bubuk daun yang diekstrak, rendemen dari ekstrak metanol yang dihasilkan adalah 97,44%. Proses pengolahan sebagai perlakuan awal pada penyiapan sampel kering diduga juga berperan mempengaruhi hasil pengeluaran senyawa yang diinginkan dari bubuk daun cincau hijau, sehingga bubuk daun sebagai sampel kering memiliki jumlah rendemen ekstrak yang lebih banyak dibandingkan daun segar. Data uji aktivitas

antioksidan berdasarkan penangkapan radikal bebas DPPH disajikan pada

Tabel 7.

maka aktivitas antioksidan semakin

besar (Molyneux 2004, Moongkarndi et al. 2004). Sampel yang digunakan untuk

uji aktivitas antioksidan dengan penangkapan radikal bebas DPPH adalah ekstrak metanol daun segar dan bubuk daun.

Tabel 7 Hasil uji aktivitas antioksidan cincau hijau P. oblongifolia Merr. Larutan Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi Daya hambat (%) Persamaan logaritmik aktivitas antioksidan IC50 (µg/ml) Ekstrak metanol sampel daun segar 100 0,181 14,22 y = 3,57ln(x) – 2,55 (R2 = 0,61; r = 0,78) 2,48x10 6 150 0,181 14,22 200 0,176 16,59 250 0,171 18,96 300 0,176 16,59 Ekstrak metanol bubuk daun 100 0,059 72,04 y = 15,05ln(x) + 7,45 (R2 = 0,68; r = 0,82) 16,90 150 0,024 88,63 200 0,02 90,52 250 0,021 90,05 300 0,022 89,57

Nilai IC50 ekstrak metanol sampel daun segar adalah 2,4771x106 µg/ml. Nilai IC50 tersebut sangat tinggi. Nilai IC50 ekstrak metanol bubuk daun adalah 16,90 µg/ml. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Moongkarndi et al. (2004)

yang menunjukkan bahwa semakin rendah IC50

Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh daun segar dan bubuk daun cincau hijau ini ditunjang oleh hasil uji fitokimia. Senyawa-senyawa fitokimia seperti alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon serta tanin tergolong senyawa antioksidan (Kintzios dan Barberaki 2004). Dengan demikian, senyawa-senyawa tersebut mampu menangkap radikal bebas DPPH. Selanjutnya, hal ini dapat

mendukung pernyataan Moongkarndi et al. (2004) dan Meiyanto et al. (2008)

bahwa pencegahan kanker berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan.

suatu sampel maka aktivitas antioksidannya makin tinggi. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak metanol bubuk daun cincau hijau lebih efektif dalam menangkap radikal bebas DPPH dibandingkan ekstrak metanol daun segarnya.

4. 3. Pakan Mencit C3H

Pada penelitian ini, modifikasi komposisi pakan standar dan pakan uji

mencit C3H dari AIN (1976) dilakukan pada persentase komposisi pakan.

Chalid (2003) menggunakan dua jenis perlakuan pakan uji, yaitu perlakuan seduh dan bubuk gel dari kedua jenis cincau hijau, C. barbata L. Miers dan

P. oblongifolia Merr.. Penelitian ini menggunakan bubuk daun cincau hijau

pakan uji, yaitu 0,88%. Penelitian ini menggunakan tiga dosis bubuk daun cincau

hijau P. oblongifolia Merr. pada pakan uji, yaitu 0,88%, 1,76% dan 2,64%.

Bentuk bubuk daun dipilih karena lebih mudah disimpan. 4. 4. Pertumbuhan mencit C3H

4. 4. 1. Berat Badan Mencit

Masa adaptasi diberlakukan selama satu minggu untuk membiasakan mencit terhadap lingkungan dan pakan yang baru. Masa adaptasi juga ditujukan untuk melihat kondisi kesehatan mencit yang akan mendapat perlakuan. Pergantian pakan dilakukan setiap hari agar mencit selalu mendapat makanan yang segar serta untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan mencit setiap harinya. Mencit diukur berat badannya setiap dua kali dalam satu minggu. Setiap kelompok mencit mengalami kenaikan berat badan selama perlakuan sebelum transplantasi tumor. Penurunan berat badan di beberapa titik pada masa ini lebih disebabkan oleh pengaruh adaptasi mencit terhadap lingkungan, stres akibat pemberian pakan, penimbangan berat badan, atau penggantian air minum. Kondisi stres akan mempengaruhi selera makan mencit yang kemudian berefek terhadap berat badan yang turun.

Pada masa adaptasi, mencit kelompok perlakuan memiliki berat badan yang bervariasi terhadap kontrol (Lampiran 14). Berat badan mencit kelompok C (21,10±1,60 g) dan D (20,80±1,40 g) menunjukkan korelasi yang tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 15). Berat badan mencit kelompok C dan D nyata lebih besar terhadap mencit kelompok kontrol A (19,60±1,70 g) dan B (19,50±2,00 g). Mencit kelompok E memiliki rata-rata berat badan sebesar 17,20±1,00 g yang nyata lebih kecil terhadap kontrol dan kelompok C dan D. Mencit yang mengkonsumsi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 0,88% (C) dan 1,76% (D) memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit kontrol A dan B (pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 0%). Mencit dengan dosis bubuk daun cincau hijau 2,64% (E) memiliki berat badan yang lebih rendah dari mencit kontrol. Grafik berat badan mencit pada awal perlakuan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik berat badan mencit setelah masa adaptasi

Pada pertumbuhannya (Lampiran 16), terjadi penurunan dan kenaikan berat badan mencit C3H. Hal ini dijelaskan dengan delta sebagai selisih angka rata-rata berat badan pada tiap pengukuran dengan angka rata-rata berat badan pada pengukuran pertama. Rata-rata berat badan mencit pada pengukuran pertama meliputi mencit kelompok A sebesar 19,70 g, B 20,10 g, C 20,72 g, D 20,70 g dan E 16,94 g. Rata-rata delta berat badan mencit dari seluruh pengukuran (Lampiran 17) meliputi mencit kelompok A 0,13+1,70 g), B (-0,57+1,96 g), C (0,43+1,64 g), D (0,12+1,44 g) dan E (0,29+1,01 g). Tanda negatif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya penurunan berat badan, sedangkan tanda positif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya kenaikan berat badan. Analisis ragam (Lampiran 18) terhadap rata-rata delta berat badan pada tiap kelompok mencit tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada awal perlakuan, penurunan dan kenaikan berat badan pada pertumbuhan mencit C3H merupakan hal yang nomal. Pertumbuhan mencit yang diberi pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0% (mencit kelompok A dan B), 0,88% (mencit kelompok C), 1,76% (mencit kelompok D) serta 2,64% (mencit kelompok E) menunjukkan perbedaan pertumbuhan yang tidak nyata antarkelompok mencit. Hal ini mengingat bahwa pada awal perlakuan, mencit belum ditransplantasi tumor.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B e r at b ad an ( g) Pengukuran ke-A B C D E mencit kontrol negatif (A) mencit kontrol positif (B) mencit perlakuan dosis 0,76% (C) mencit perlakuan dosis 1,88% (D) mencit perlakuan dosis 2,64% (E)

Selanjutnya, hal ini didukung oleh hasil perhitungan jumlah konsumsi pakan. Pada masa awal perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada mencit C, D dan E tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 32). Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi mencit perlakuan secara berturut-turut adalah 1,77±0,21 g, 1,80±0,31 g dan 1,83±0,13 g (Lampiran 31). Dalam hal ini, jumlah konsumsi pakan tidak berbeda nyata dan dosis bubuk daun cincau hijau meningkat. Sementara itu, rata-rata jumlah konsumsi mencit kelompok kontrol negatif (A) adalah 2,24±0,28 g dan kelompok kontrol positif (B) adalah 1,78±0,19 g.

Pada masa setelah transplantasi tumor, berat badan mencit secara umum mengalami kenaikan (Lampiran 19). Hal ini karena terdapat pertumbuhan jaringan tumor. Pada pengukuran berat badan, yang diukur adalah berat badan mencit ditambah dengan berat jaringan tumor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chalid (2003), yang menyatakan dapat diduga bahwa pertambahan berat badan tersebut ditunjang oleh pertumbuhan tumor yang juga membesar. Mencit kelompok kontrol negatif (A), C, dan D cenderung memiliki berat badan yang tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 20). Rata-rata berat badan masing-masing kelompok ini secara berturut-turut adalah 22,70±1,40 g, 22,50±0,50 g dan 22,00±0,40 g. Hal ini diduga karena pengaruh konsumsi pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0,88% dan 1,76% terhadap rata-rata berat badan yang tidak berbeda nyata (p>0,05) antara mencit perlakuan C dan D dengan kelompok kontrol negatif (A). Mencit kelompok kontrol positif (B) memiliki rata-rata berat badan 21,20±0,50 g, sedangkan mencit kelompok E memiliki rata-rata berat badan sebesar 18,40±1,30 g.

Pada pertumbuhan di akhir perlakuan ini, rata-rata berat badan mencit pada pengukuran pertamanya meliputi mencit kelompok A sebesar 21,36 g, B 20,84 g, C 22,04 g, D 22,56 g dan E 17,40 g (Lampiran 21). Rata-rata delta berat badan mencit dari seluruh pengukuran (Lampiran 22) meliputi mencit kelompok A (1,37+1,36 g), B (0,38+0,54 g), C (0,47+0,54 g), D (-0,52+0,40 g) dan E (1,03+1,32 g). Tanda negatif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya penurunan berat badan, sedangkan tanda positif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya kenaikan berat badan. Analisis ragam (Lampiran 23) terhadap rata-rata delta berat badan antara kelompok A dan E

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05), demikian halnya dengan rata-rata delta berat badan antara kelompok B dan C. Pertumbuhan mencit kelompok A dan E nyata lebih besar (p<0,05) dibandingkan mencit kelompok B dan C. Mencit kelompok D memiliki rata-rata delta berat badan yang nyata lebih kecil terhadap kontrol (A dan B) dan kelompok C dan D. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir perlakuan, penurunan dan kenaikan berat badan pada pertumbuhan mencit C3H merupakan hal yang diduga sudah dipengaruhi oleh hasil transplantasi tumor.

Pada akhir perlakuan, jumlah konsumsi pakan pada mencit kelompok C, D dan E tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 34). Rata-rata jumlah pakan yang

Dokumen terkait