• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme aktivitas antitumor bubuk daun cincau hijau (Premna blongifolia Merr.) pada mencit c3h yang ditransplantasi sel tumor payudara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme aktivitas antitumor bubuk daun cincau hijau (Premna blongifolia Merr.) pada mencit c3h yang ditransplantasi sel tumor payudara"

Copied!
377
0
0

Teks penuh

(1)

SEL TUMOR PAYUDARA

NINDIRA ARYUDHANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Mekanisme Aktivitas Antitumor Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) pada Mencit C3H yang Ditransplantasi Sel Tumor Payudara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Nindira Aryudhani

(3)

C3H Mice. Supervised by FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA and JOKO SANTOSO.

This research aims to study the effects of antitumor activity of green gel leaf (Premna oblongifolia Merr.) powder on breast tumor cells transplanted C3H mice. Chemical analysis of the powder and histopathological analysis of the breast tumor tissue of C3H mice were performed. The chemical analysis consist of phytochemical analysis and antioxidant activity by free radical scavenger DPPH method. The positive phytochemical compound detection on the powder consists of alkaloids, saponins, phenol hydroquinones, molisch, benedict and tanins. The antioxidant activity by free radical scavenger DPPH method showed that the IC50

Keywords:C3H mice, green gelatin leaves powder dose, HE, CD31, caspase-3

(4)

Tumor Payudara. Dibimbing oleh FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA dan JOKO SANTOSO.

Perubahan gaya hidup, antara lain perubahan pola konsumsi, yang selanjutnya dapat mengubah pola pencernaan dan metabolisme tubuh, berpotensi sebagai faktor eksternal pemicu kanker. Sejumlah 80-90% kasus kanker disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait lingkungan. Dengan demikian, sejatinya kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui hasil analisis kimia bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. terhadap pertumbuhan sel tumor secara in vivo; (2) mengetahui molekul protein yang berperan dalam vaskularisasi jaringan tumor, yaitu CD31, serta enzim yang berperan dalam apotosis sel tumor, yaitu enzim kaspase-3.

Rangkaian kegiatan penelitian meliputi preparasi sampel daun, uji fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dengan penangkapan radikal bebas DPPH terhadap daun segar dan bubuk, pengujian aktivitas antitumor dari bubuk daun secara in vivo pada mencit C3H, serta pewarnaan histopatologi yang terdiri atas pewarnaan HE dan IHK dari jaringan tumor payudara mencit C3H.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis ragam dengan rancangan percobaan, serta analisis deskriptif. Rancangan percobaan digunakan

untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis bubuk daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. dan faktor transplantasi tumor terhadap pertumbuhan tumor pada mencit C3H. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Jika hasil analisis ragam (ANOVA) berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Selanjutnya, analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis hasil pewarnaan HE dan IHK pada jaringan tumor.

Uji fitokimia pada daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. segar, menunjukkan sembilan hasil uji yang positif, yaitu alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret, ninhidrin, flavonoid dan tanin. Uji fitokimia pada bubuk daun menunjukkan enam hasil uji yang positif, yaitu alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict dan tanin.

Proses ekstraksi dengan metanol pro analysis pada daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. segar, menghasilkan rendemen ekstrak metanol sebanyak 61,48%. Proses ekstraksi dengan metanol pro analysis pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr., menghasilkan rendemen ekstrak metanol sebanyak 97,44%. Ekstrak ini akan digunakan pada uji aktivitas antioksidan.

(5)

berkorelasi positif dengan aktivitas antikanker.

Pada pengujian aktivitas bubuk daun cincau secara in vivo, dapat disimpulkan bahwa secara umum pertumbuhan mencit mengalami penurunan dan kenaikan berat badan. Kelompok mencit yang mengkonsumsi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 0,88% (C) dan 1,76% (D) memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit kontrol. Mencit dengan dosis bubuk daun cincau hijau 2,64% (E) memiliki berat badan yang lebih rendah dari mencit kontrol (pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 0%).

Pada masa setelah transplantasi tumor, berat badan mencit secara umum mengalami kenaikan karena terdapat pertumbuhan jaringan tumor. Rata-rata delta berat badan mencit kelompok E dan A berbeda nyata (p<0,05) dengan mencit kelompok B. Dalam hal ini, mencit kelompok B memiliki rata-rata jumlah konsumsi pakan yang menurun dibandingkan mencit kelompok lain (A, C, D dan E) yang mengalami kenaikan. Hal ini diduga karena pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0% dan perlakuan transplantasi tumor menjadi faktor yang meningkatkan stres pada mencit kelompok B sehingga mengalami penurunan rata-rata jumlah konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata dari transplantasi tumor terhadap jumlah konsumsi pakan dan pertumbuhan mencit.

Pada analisis morfologi jaringan tumor, mencit kelompok E (pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 2,64%) memiliki profil jaringan tumor yang terdiferensiasi. Hal ini ditunjukkan oleh skor HE yang relatif paling rendah dibandingkan skor HE jaringan tumor pada kelompok kontrol positif (pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 0%) dan semua kelompok perlakuan (pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 0,88% dan 1,76%). Skor tersebut adalah 3,00+0,00 pada mencit dengan rata-rata berat dan volume terkecil dan 4,00+0,00 pada mencit dengan rata-rata berat dan volume terbesar. Diferensiasi menggambarkan kemiripan jaringan tumor dengan jaringan asal secara morfologis. Skor yang rendah menunjukkan bahwa jaringan tumor relatif memiliki kemiripan dengan jaringan asal yang masih normal. Sebaliknya, skor yang tinggi menunjukkan bahwa jaringan tumor relatif tidak memiliki kemiripan dengan jaringan asal.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

SEL TUMOR PAYUDARA

NINDIRA ARYUDHANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada

Program Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Segala puji bagi Allah Swt atas segala izin,

berkah, rahmat, ridho dan nashrullâh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis dengan judul “Mekanisme Aktivitas Antitumor Bubuk Daun Cincau

Hijau (Premna oblongifolia Merr.) pada Mencit C3H yang Ditransplantasi Sel Tumor Payudara”. Penelitian ini dibiayai oleh dana Hibah Kompetisi Dikti pada tahun 2008.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Muhammad saw dan keluarga beliau, para shahabat dan shahabiyah, tabi’in,

tabi’ut tabi’in serta generasi Islam kãffah.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas doa,

dukungan, kebersamaan, saran, kritik serta bantuan lahir dan batin kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc selaku dosen pembimbing

pertama.

2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing kedua.

3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si selaku dosen penguji di luar komisi

pembimbing.

4. Prof. drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto, Ph.D, AP.Vet yang telah

memberikan banyak masukan terkait teknik imunohistokimia di FKH IPB.

5. Keluarga besar: Program Mayor Ilmu Pangan, Departemen Ilmu

dan Teknologi Pangan Fateta IPB, SEAFAST Centre IPB, Departemen

Patologi Anatomik FKUI, Bagian Patologi Departemen Klinik, Reproduksi

dan Patologi FKH IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Departemen

Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB, IPN 2008 serta seluruh mahasiswa/i

bimbingan Bu Since dan Pak Joko.

6. Buk’e, Mbah Kung, Bapak, Lik Atiek (Alm), Om Dikki dan Budhe Tutik.

7. Teman-teman terbaik: Mba Muti, Anto, Kenny, Mas Anas, Bu Emma, Tim

Program SawitA, adik-adik LFC, Ukhty fillaah di WA-1, PRIMA Copy

Centre.

(11)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini.

Saran dan kritik sangat penulis harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

(12)

Penulis bernama lengkap Nindira Aryudhani, dilahirkan di Jepara, Jawa

Tengah, pada tanggal 26 November 1984, sebagai anak tunggal dari pasangan

Bapak Nurcahyo dan Ibu Umining Purwanti (Alm, kembali ke rahmatullâh pada

tanggal 25 Maret 1985).

Tahun 1987 penulis mulai menempuh pendidikan, tahun 1987-1990 di TK

Kartini dan tahun 1990-1996 di SD Negeri Pelemkerep I, di Kecamatan Mayong,

Kabupaten Jepara. Pada tahun 1996-2002 penulis menempuh pendidikan di Kota

Kudus, tahun 1996-1999 di SMP Negeri 1 Kudus dan tahun 1999-2002 di SMA

Negeri 2 Kudus. Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan.

Penulis meraih gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2007 dengan

melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Kandungan

Senyawa Fenol Rumput Laut Caulerpa racemosa dan Aktivitas Antioksidannya”.

Selanjutnya, dalam rangka menyelesaikan studi untuk meraih gelar

Magister Sains, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun tesis

dengan judul “Mekanisme Aktivitas Antitumor Bubuk Daun Cincau Hijau

(13)

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

2. 2. 2. Cincau Hijau sebagai Bahan Pangan Fungsional ……… 10

2. 2. 3. Antioksidan ... 11

2. 4. 4. Perbedaan Apoptosis dengan Nekrosis ... 26

2. 5. Protein Penanda Vaskularisasi CD31 ... 28

2. 6. Pewarnaan Histopatologi ...……… 28

2. 6. 1. Pewarnaan HE (hematoksilin-eosin) ………..……… 29

2. 6. 2. Pewarnaan IHK (imunohistokimia) ...……….. 29

1) Preparasi Sampel Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. .. 36

a) Pembuatan bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 36

b) Persiapan pakan untuk uji in vivo pada mencit C3H ... 37

2) Uji Fitokimia (Harborne 1984) pada Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. Segar dan Bubuk Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. ... 38

(14)

f) Uji benedict ... 39

g) Uji biuret ... 39

h) Uji ninhidrin ... 39

i) Uji flavonoid ... 39

j) Uji tanin ... 39

3) Uji Aktivitas Antioksidan Bubuk Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. Berdasarkan Penangkapan Radikal Bebas DPPH (Aryudhani 2007 yang dimodifikasi) ... 40

3. 3. 2. Tahap Kedua ... 41

1) Perlakuan terhadap Mencit C3H ... 41

2) Mencit donor ... 43

3) Transplantasi tumor (Chalid 2003 yang dimodifikasi) ... 43

4) Pengamatan Masa Laten ... 44

5) Pengukuran Berat Badan dan Volume Tumor (Chalid 2003 yang dimodifikasi) ... 44

6) Proses Pembedahan Mencit C3H ……… 44

3. 3. 3. Tahap Ketiga ……… 45

1) Pembuatan Preparat Histologi ...………. 45

a) Prosedur proses dehidrasi dan infiltrasi ... 46

b) Pembuatan blok embedding ... 46

c) Prosedur trimming ... 46

2) Pewarnaan HE (Panigoro et al. 2007 yang dimodifikasi) .….. 47

3) Pewarnaan IHK (imunohistokimia) ..……… 49

a) Preparasi gelas objek ..……….………. 49

b) Pelapisan (coating) gelas objek dengan gelatin (sebagai agen penempel) ……...……. 49

c) Pembuatan irisan preparat pada gelas objek (sectioning) ... 49

d) Penempelan irisan preparat ke gelas objek (afixing) ... 50

e) Pewarnaan IHK ... 50

• Deparaffinisasi (rehidrasi) ... 50

(15)

2) Bubuk Daun Cincau Hijau P. oblongifolia Merr. ……… 60

(16)

1 Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 10

2 Hasil analisis proksimat bubuk gel daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. (Chalid 2003, Jacobus 2003) …... 10

3 Komposisi mineral pada pakan mencit C3H (Chalid 2003 yang dimodifikasi) ... 34

4 Komposisi pakan standar dan pakan uji mencit C3H (AIN 1976 yang dimodifikasi, Chalid 2003 yang dimodifikasi) …... 34

5 Perlakuan terhadap mencit C3H ... 41

6 Hasil uji fitokimia ... 57

7 Hasil uji aktivitas antioksidan cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 65

8 Profil umum jaringan tumor mencit C3H ... 76

9 Rincian hasil pewarnaan HE mencit C3H ... 79

10 Rincian pemberian skor hasil pewarnaan IHK jaringan tumor dengan antibodi primer antibodi anti-CD31 ... 95

(17)

vii

1 Cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 9

2 Perbedaan struktur sel normal dan sel kanker (Cancerhelps 2010) ... 12

3 Skema utama karsinogenesis zat kimia (Levi 2000) ... 16

4 Mencit (Mus musculus L) C3H ... 19

5 Jalur apoptosis ekstrinsik (Gewies 2003) ... 24

6 Jalur apoptosis intrinsik (Gewies 2003) ... 25

7 Skema umum jalur apoptosis (Gewies 2003) ... 25

8 Program kematian sel (Roitt dan Delves 2001) ... 26

9 Perbedaan apoptosis dan nekrosis (Gewies 2003) ... 27

10 Diagram alir pembuatan bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. 37 11 Diagram alir pengujian in vivo pada mencit C3H ... 42

12 Proses transplantasi tumor ... 44

13 Proses pembedahan mencit ... 45

14 Grafik berat badan mencit pada awal perlakuan ... 67

15 Grafik berat badan mencit setelah transplantasi tumor ... 70

16 Grafik ukuran volume tumor ... 72

17 Grafik berat tumor mencit ... 75

18 Inti sel pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 0% dengan ditranspantasi tumor (a= jaringan tumor mencit B1, b= jaringan tumor mencit B2; HE 40 kali) ………... 81

19 Inti sel pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 0,88% dengan ditranspantasi tumor (HE 40 kali; tanda panah kuning menunjukkan sel darah merah) ……... 83

20 Inti sel pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 1,76% dengan ditranspantasi tumor (HE 40 kali) ... 88

(18)

viii

tumor mencit B2 (100 kali); d= Caspase-3 jaringan tumor

mencit B1 (100 kali)) ... 100

23 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan

mengandung bubuk daun cincau hijau 0,88% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit C2 (40 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit C1 (40 kali); c= Caspase-3 jaringan tumor mencit C2 (40 kali); d= Caspase-3 jaringan tumor

mencit C1 (40 kali)) ... 103

24 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan

mengandung bubuk daun cincau hijau 0,88% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit D2 (40 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit D1 (40 kali); c= Caspase-3 jaringan tumor mencit D2 (40 kali); d= Caspase-3 jaringan tumor

mencit D1 (40 kali)) ... 105

25 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan

mengandung bubuk daun cincau hijau 0,88% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit E2 (40 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit E1 (40 kali); c= Caspase-3 jaringan tumor mencit E2 (40 kali); d= Caspase-3 jaringan tumor

(19)

ix

6 Contoh perhitungan rendemen ekstrak ... 125

7 Tabel data larutan kontrol positif BHT pada uji aktivitas antioksidan

berdasarkan penangkapan radikal bebas DPPH ... 125

8 Kurva logaritmik aktivitas antioksidan BHT ... 126

9 Kurva logaritmik aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun cincau

hijau P. oblongifolia Merr. segar ... 126

10 Kurva logaritmik aktivitas antioksidan ekstrak metanol bubuk daun

cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 127

11 Tabel data dan gambar hasil uji fitokimia daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. segar ... 128

12 Tabel data dan gambar hasil uji fitokimia bubuk gel daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. ... 130

13 Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr. ... 132

14 Tabel berat badan mencit pada awal perlakuan (g) ... 133

15 Analisis sidik ragam berat badan mencit pada awal perlakuan (g)

menggunakan program SPSS ... 134

16 Tabel data pertumbuhan berat badan mencit pada awal perlakuan (g) .... 135

17 Tabel rekapitulasi data rata-rata delta pertumbuhan berat badan

seluruh kelompok mencit pada awal perlakuan (g) ... 136

18 Analisis sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit

pada awal perlakuan (g) menggunakan program SPSS ... 137

19 Tabel berat badan mencit pada akhir perlakuan (g) ... 138

20 Analisis sidik ragam berat badan mencit pada akhir perlakuan (g)

menggunakan program SPSS ... 139

(20)

x

pada akhir perlakuan (g) menggunakan program SPSS ... 142

24 Tabel volume jaringan tumor mencit (cm3) ... 143

25 Analisis sidik ragam volume jaringan tumor mencit (cm3

143 ) menggunakan program SPSS ...

26 Tabel masa laten tumor ... 144

27 Analisis sidik ragam masa laten tumor (hari) menggunakan program

SPSS ... 144

28 Tabel berat jaringan tumor mencit (g) ... 145

29 Analisis sidik ragam berat jaringan tumor mencit (g) menggunakan

program SPSS ... 145

30 Hubungan antara konsumsi pakan, masa laten, berat tumor dan berat

hati ... 145

31 Tabel jumlah pakan yang dimakan mencit pada awal perlakuan ... 146

32 Analisis sidik ragam jumlah pakan yang dimakan mencit pada awal

perlakuan menggunakan program SPSS ... 148

33 Tabel jumlah pakan yang dimakan mencit pada akhir perlakuan ... 149

34 Analisis sidik ragam jumlah pakan yang dimakan mencit pada akhir

perlakuan menggunakan program SPSS ... 151

35 Gambar hasil pewarnaan HE pada jaringan tumor mencit C3H ... 151

36 Pemberian skor pada hasil pewarnaan HE ... 159

37 Gambar hasil pewarnaan IHK pada jaringan tumor payudara mencit

C3H dengan antibodi primer anti-CD31 ... 160

38 Pemberian skor pada hasil pewarnaan IHK dengan antibodi primer

anti-CD31 ... 174

39 Gambar hasil pewarnaan IHK pada jaringan tumor payudara mencit

C3H dengan antibodi primer anticaspase-3 ... 176

40 Pemberian skor pada hasil pewarnaan IHK dengan antibodi primer

(21)

1.

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Manusia merupakan pelaku perubahan dalam setiap kurun waktu tertentu.

Era serba canggih saat ini merupakan bukti perubahan masyarakat yang menjadi

maju karena pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut dapat

menyebabkan masyarakat bermigrasi dari satu budaya ke pola budaya hidup yang

lain sebagai bukti adaptasi terhadap lingkungan. Selanjutnya, kondisi ini akan

menstimulasi perubahan gaya hidup masyarakat, antara lain perubahan pola

konsumsi.

Bahan pangan sebagaimana gaya hidup, dapat berperan sebagai substansi

karsinogenik (Deshpande et al. 1996, Muchtadi 1996). Hal ini sebagaimana

WCRF (The World Cancer Research Fund) dan AICR (The American Institute of

Cancer Research) (1997) bahwa kejadian sebagian besar berbagai jenis kanker pada manusia ditentukan oleh faktor-faktor eksternal.

Kanker merupakan penyakit kompleks yang terjadi pada jaringan dan

organ ketika kerusakan genetik pada sel menyebabkan mutasi pada onkogen atau

gen supresor tumor yang selanjutnya menghasilkan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali dan metastasis. Data WHO (world health organization) menunjukkan

bahwa penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 7,9 juta jiwa per tahun di

seluruh dunia. Berdasarkan data tersebut, lebih dari 72% terjadi di negara-negara

dengan pendapatan rendah dan menengah. Pada wanita, kanker payudara

merupakan salah satu jenis penyakit kanker dengan penderita terbanyak di seluruh

dunia (WHO 2009a). Jenis kanker yang paling banyak diderita oleh wanita adalah

kanker payudara, serviks dan kolon. Pada tingkat kematian, jenis kanker yang

paling mematikan adalah kanker payudara, paru-paru, kolon dan lambung.

Berdasarkan pendataan pada tiap 100.000 wanita, kanker payudara merupakan

jenis kanker yang jumlah kejadiannya lebih tinggi di negara-negara dengan

pendapatan tinggi dibandingkan negara-negara dengan pendapatan menengah dan

rendah (WHO 2009b).

Induksi kanker oleh zat kimia merupakan proses yang kompleks dan

(22)

(Levi 2000). Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya kanker merupakan penyakit

yang dapat dicegah (Zakaria 2001). Hal ini menjadi semakin jelas bahwa terdapat

hubungan yang erat antara makanan yang kita makan dengan kesehatan kita.

Pengetahuan ilmiah mengenai peran nutrisi makanan terhadap pencegahan dan

perawatan penyakit tertentu, semakin berkembang. Perkembangan ini

menghasilkan sejumlah produk bernutrisi yang potensial memberikan keuntungan

sebagai obat dan bagi kesehatan, sehingga disebut bahan pangan fungsional

(Golberg 1994).

Pangan fungsional merupakan sebutan bagi pangan yang dapat mencegah

dan mengobati penyakit (Golberg 1994). Konsumsi bahan pangan fungsional

semakin berkembang pesat saat ini (Mazza dan Oomah 1998). Upaya pencegahan

berbagai jenis penyakit termasuk penyakit kanker secara dini melalui pangan yang

sehat membuat terjadinya peningkatan konsumsi komponen bioaktif sebagai

pangan fungsional (Elliot dan Ong 2002). Bahan pangan berbasis tumbuhan

mengandung komponen yang penting untuk mencegah kanker. Peningkatan

konsumsi bahan pangan tumbuhan berupa sayuran dan buah segar telah terbukti

dapat menurunkan resiko kanker (Balentine dan Robinson 1998).

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan telah menjadi

sumber yang sangat diperlukan sebagai produk alami untuk obat-obatan

(Kintzios dan Barberaki 2004). Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki

aktivitas antitumor atau antikanker antara lain teh (Camellia sinensis)

(Balentine dan Robinson 1998), kunyit (Curcuma domestica), buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) (Winarti dan Nurdjanah 2005), daun

oregano (Origanum vulgare), rumput laut coklat (Sargassum bacciferum)

(Kintzios dan Barberaki 2004), lengkuas lokal (Alpiniagalanga (L) Sw)

Saat ini, penggunaan cincau hijau semakin meluas dan tidak asing lagi

bagi semua lapisan masyarakat. Cincau hijau banyak ditemukan di pasar-pasar

tradisional, bahkan supermarket. Cincau hijau juga dapat dijumpai di

warung-warung pinggir jalan, kaki lima, gerobak dorong, pasar tradisional, pasar

swalayan, restoran hingga hotel berbintang.

(Rusmarilin 2008) dan cincau hijau (Cyclea barbata L.Miers,

(23)

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. merupakan salah satu tanaman yang dapat dikategorikan bahan pangan fungsional berbasis bahan pangan lokal. Hal

ini karena terdapat khasiat daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. yang telah

diteliti pada mencit antara lain meningkatkan jumlah limfosit (Pandoyo 2000),

menurunkan jumlah radikal bebas (Handayani 2000), tidak bersifat toksik bagi

tubuh (Arisudana 2003), dan bersifat antikanker (Chalid 2003, Pranoto 2003).

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. juga mengandung β-carotene yang dapat

berfungsi sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan (Jacobus 2003).

Chalid (2003) menguji aktivitas antikanker ekstrak cincau hijau

P. oblongifolia Merr. terhadap mencit C3H. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan volume tumor mencit yang diberi pakan ekstrak daun cincau

hijau P. oblongifolia Merr. relatif lebih rendah dibandingkan dengan pembanding

yang tidak diberi pakan ekstrak daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.. Hal ini

dapat didukung oleh pernyataan Ananta (2000) bahwa ekstrak cincau hijau C.

barbata L. Miers berpotensi menghambat proliferasi sel kanker K-562 dan Hela

secara in vitro. Oleh karena itu, aktivitas antikanker atau antitumor dari cincau

hijau dapat diteliti lebih lanjut hingga ke tingkat molekuler.

Sifat antikanker cincau hijau P. oblongifolia Merr. diduga (Pandoyo 2000)

karena mengandung alkaloid. Kintzios dan Barberaki (2004) menyatakan bahwa

alkaloid merupakan salah satu produk alami turunan tanaman yang memiliki sifat

antikanker atau antitumor. Sebagian besar alkaloid bersifat sitotoksik dalam

menghambat pertumbuhan beberapa jenis kanker dan leukemia.

CD31 merupakan salah satu jenis CD, yang berperan sebagai molekul

adhesi sel serta mediator interaksi, baik antara leukosit dan endotelial maupun

endotelial dan endotelial (Baratawidjaja 2006). CD31 diekspresikan secara luas

pada sel endotelial dan sel hematopoietik (Pascual et al. 2001). Jika CD31

terdapat pada jaringan tumor, maka hal ini merupakan penanda

terjadinya pembentukan pembuluh darah baru pada jaringan tersebut

(Cruse dan Lewis 2004).

Tidak semua sel termutasi dapat secara otomatis menjadi kanker, karena

harus melalui tahapan yang sulit untuk hidup dan berkembang sebagai kanker.

(24)

Proses apoptosis dapat optimal jika ditunjang oleh konsumsi bahan pangan yang

mengandung komponen bioaktif (Zakaria 2001). Salah satu jenis senyawa

bioaktif pemicu apoptosis adalah staurosporin, yang merupakan salah satu jenis

alkaloid alami. Induksi terhadap apoptosis juga dapat terjadi melalui aktivasi

kaspase, yang merupakan kelompok protease sitokin intraseluler yang menjadi

komponen utama pada respon terhadap apoptosis. Dalam hal ini, kaspase-3

adalah salah satu jenis caspase efektor yang berperan dalam aktivasi proteolitik

selama apoptosis (Foitzik et al. 2009).

1. 2. Hipotesis

Hipotesis yang dapat disajikan pada penelitian ini adalah:

1) bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. bersifat antivaskularisasi pada

jaringan tumor payudara;

2) bubuk daun cincau hijau mengandung senyawa yang meningkatkan jumlah

enzim kaspase-3 dalam mengaktivasi proses apoptosis pada jaringan tumor

payudara.

1. 3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) mengetahui hasil analisis kimia bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.

terhadap pertumbuhan sel tumor secara in vivo;

2) mengetahui molekul protein yang berperan dalam vaskularisasi jaringan

tumor, yaitu CD31;

3) mengetahui aktivitas antivaskularisasi bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia

Merr. pada jaringan tumor payudara;

4) mengetahui aktivitas apoptosis bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.

(25)

2. 1. Tumbuhan sebagai Bahan Pangan Antitumor

Pada dasarnya, pangan mempunyai peranan yang sangat penting bagi

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Peran pokok pangan adalah

mempertahankan kelangsungan hidup, melindungi dan menjaga kesehatan, serta

mendapatkan energi yang cukup untuk bekerja secara produktif. Konsumsi

pangan harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Konsumsi

pangan juga berkaitan erat dengan kesehatan. Kekeliruan dalam konsumsi pangan

mengakibatkan gizi salah (malnutrisi), baik gizi kurang (defisiensi) maupun gizi

lebih (over nutrition). Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi menentukan

kesehatan manusia sehingga berpengaruh terhadap kualitas hidup individu

(Muchtadi 1996).

Kanker merupakan penyakit kompleks yang terjadi pada jaringan dan

organ ketika kerusakan genetik pada sel menyebabkan mutasi pada onkogen atau

gen supresor tumor yang selanjutnya menghasilkan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali dan metastasis (Balentine dan Robinson 1998). Perawatan kanker

secara konvensional meliputi operasi, radiasi dan kemoterapi. Pada faktanya, obat

pada terapi tambahan tidak menyerang jaringan tumor secara langsung. Hal ini

justru menimbulkan efek samping, seperti sifat resisten jaringan tumor terhadap

obat-obatan kemoterapeutik. Hal ini memunculkan sejumlah metode yang

bertujuan mencegah kanker sekaligus mampu mengurangi efek metode

konvensional (Kintzios 2004).

Dua per tiga dari keseluruhan peristiwa kanker berhubungan dengan faktor

penggunaan tembakau dan makanan, khususnya konsumsi alkohol, makanan

dengan kadar lemak tinggi dan daging merah. Hal ini selanjutnya ditunjang oleh

hasil studi epidemiologi yang telah menunjukkan bahwa bahan pangan berbasis

tumbuhan mampu menurunkan resiko kanker, seperti sayuran dan buah segar.

Hal ini menunjukkan bahwa bahan pangan berbasis tumbuhan

tersebut mengandung komponen yang penting untuk mencegah kanker

(Balentine dan Robinson 1998).

(26)

menjadi sumber yang sangat diperlukan sebagai produk alami untuk obat-obatan

(Kintzios dan Barberaki 2004). Pengetahuan ilmiah mengenai peran nutrisi

makanan terhadap pencegahan dan perawatan penyakit tertentu, semakin

berkembang. Perkembangan ini menghasilkan sejumlah produk bernutrisi yang

potensial memberikan keuntungan sebagai obat dan bagi kesehatan, sehingga

disebut bahan pangan fungsional (Golberg 1994).

Bahan pangan fungsional merupakan sebutan bagi bahan pangan yang

dapat mencegah dan mengobati penyakit. Disamping memiliki nilai nutrisi alami,

bahan pangan fungsional juga mengandung keseimbangan komposisi yang tepat

yang dapat membantu kita dalam memperbaiki fungsi dan efektivitas berbagai

aspek kehidupan kita termasuk membantu kita secara langsung mencegah dan

menyembuhkan penyakit (Golberg 1994).

Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki aktivitas antitumor atau

antikanker antara lain teh (Camellia sinensis) (Balentine dan Robinson 1998),

kunyit (Curcuma domestica), buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

(Winarti dan Nurdjanah 2005), daun oregano (Origanum vulgare), rumput laut

coklat (Sargassum bacciferum) (Kintzios dan Barberaki 2004) dan cincau hijau (Cyclea barbata L.Miers, Premna oblongifolia Merr.) (Chalid 2003).

2. 2. Tanaman Cincau Hijau

Cincau berarti gel berupa agar-agar atau seperti selai yang diperoleh dari

peremasan daun tanaman cincau dalam air (Versteegh 1988). Cincau

hijau merupakan makanan yang rendah kalori sehingga dapat dikonsumsi bagi

mereka yang sedang melakukan diet (Pranoto 2003). Cincau hijau biasanya

diminum dengan sirup (Versteegh 1988).

Tanaman cincau hijau yang banyak dikenal oleh masyarakat ada dua jenis,

yaitu Cyclea barbata L.Miers dan Premna oblongifolia Merr.. Gel cincau hijau

dibuat dari daun cincau tanpa proses pemanasan. Cincau hijau

C. barbata L.Miers. memiliki keistimewaan mudah membentuk gel, yaitu

hanya diremas dengan air dingin. Hal ini berbeda dengan cincau hijau

(27)

Berikut ini adalah klasifikasi cincau hijau P. oblongifolia Merr. (Ben dan Syu 2008):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Subkelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili

Genus : Premna

Spesies : P. oblongifolia Merr.

Gambar cincau hijau P. oblongifolia Merr. disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Cincau hijau P. oblongifolia Merr.

Tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. berasal dari Asia Tenggara dan tersebar dari dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut

(Kusharto et al. 2008). Tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. merupakan tanaman yang umumnya tumbuh secara liar, memiliki kelopak bunga yang tipis,

berwarna putih, pendek dan berbulu, dengan ukuran 1,25-1,75 mm. Ukuran

benang sarinya 2,5-3 mm. Pada batang yang masih muda, tertutup penuh oleh

bulu pendek coklat. Daunnya berbentuk oval (lonjong) dengan tulang daun

membujur (oblong), permukaannya cukup kasar dan tajam, keseluruhannya tipis,

tepi daun bergerigi atau berlekuk, serta hanya sedikit berbulu di sebaliknya.

Bentuk tanamannya berupa semak-semak, belukar, pohon tegak atau liana

(28)

P. oblongifolia Merr. tidak menjalar atau merambat seperti tanaman cincau

C. barbata L. Miers. (Backer dan Brink 1965).

2. 2. 1. Komposisi Tanaman Cincau Hijau P. oblongifolia Merr.

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. dapat digunakan sebagai salah satu sumber makanan rendah kalori, karena kandungan lemaknya yang sedikit dan

kandungan serat pangan yang tinggi (Arisudana 2003, Muslimah 2004). Serat

adalah komponen tumbuhan, khususnya pada dinding sel, yang tidak dapat

dicerna oleh enzim pencernaan manusia (Astawan 2004). Penelitian

Jacobus (2003) menunjukkan bahwa kadar serat kasar pada cincau hijau

P. oblongifolia Merr. lebih tinggi dibandingkan C. barbata L. Miers. Hal ini menjadikan cincau hijau P. oblongifolia Merr. lebih berpotensi sebagai bahan pembuatan minuman instan berserat.

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. juga mengandung β-carotene yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan (Jacobus 2003).

Selanjutnya, pernyataan Ananta (2000) juga dapat menjadi rujukan, bahwa ekstrak

cincau hijau C. barbata L. Miers mengandung senyawa polar yang diduga terdiri

atas komponen fenol, protein dan beberapa alkaloid. Senyawa polar tersebut

berpotensi menghambat proliferasi sel kanker pada konsentrasi tertentu, yaitu alur

sel kanker K-562 dan Hela. Hal sesuai dengan pernyataan

Kintzios dan Barberaki (2004) serta Meiyanto et al. (2008) bahwa alkaloid

merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antikanker. Kandungan gizi

daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. disajikan dalam Tabel 1, sedangkan hasil analisis proksimat bubuk daunnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.

Komponen Konsentrasi (% b/b)

a b c

Protein 2,39 5,46 3,81

Karbohidrat total yang dapat terhidrolisis

8,41-8,93 11,94 10,48

Air 66,33-74,54 81,00 82,62

Serat kasar 6,23-6,70 4,33 4,96

Lemak 0,45-0,51 0,94 1,11

(29)

Tabel 2 Hasil analisis proksimat bubuk daun cincau hijau

P. oblongifolia Merr.

Penelitian Kadar air (%)

2. 2. 2. Cincau Hijau sebagai Bahan Pangan Fungsional

Bahan pangan fungsional merupakan sebutan bagi bahan pangan yang

dapat mencegah dan mengobati penyakit (Golberg 1994). Khasiat daun cincau

hijau P. oblongifolia Merr. pada mencit yang telah diteliti antara lain

meningkatkan jumlah limfosit (Pandoyo 2000), menurunkan jumlah radikal bebas

(Handayani 2000), tidak bersifat toksik bagi tubuh (Arisudana 2003), dan bersifat

antikanker (Chalid 2003). Chalid (2003) menyatakan bahwa pengujian aktivitas

antikanker ekstrak cincau hijau P. oblongifolia Merr. dilakukan terhadap mencit C3H. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan volume tumor mencit

yang diberi pakan ekstrak daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. relatif lebih rendah dibandingkan dengan pembanding yang tidak diberi pakan ekstrak daun

cincau hijau P. oblongifolia Merr.. Hal ini dapat didukung oleh pernyataan

Ananta (2000) bahwa ekstrak cincau hijau C. barbata L. Miers berpotensi

menghambat proliferasi sel kanker K-562 dan Hela secara in vitro. Oleh karena itu, aktivitas antikanker atau antitumor dari cincau hijau dapat diteliti lebih lanjut

hingga ke tingkat molekuler.

Sifat antikanker cincau hijau P. oblongifolia Merr. diduga karena

kandungan alkaloidnya. Hal ini karena sebagian besar alkaloid bersifat sitotoksik

dalam menghambat pertumbuhan beberapa jenis kanker dan leukemia. Alkaloid

merupakan salah satu produk alami turunan tanaman yang memiliki sifat

antikanker atau antitumor. Alkaloid tersebar luas pada tanaman. Alkaloid

merupakan kelompok besar metabolit sekunder tanaman yang terdiri atas berbagai

jenis senyawa kimia yang berbeda dengan diversifitasnya sifat sebagai obat. Pada

prinsipnya, alkaloid memiliki struktur cincin dengan substansi yang mengandung

nitrogen. Banyak alkaloid yang memiliki sifat psikotropik, sehingga bersifat

menenangkan dan sangat potensial sebagai narkotika. Beberapa alkaloid

yang lain juga bersifat sangat toksik. Alkaloid juga dapat bersifat antivirus,

(30)

(Kintzios dan Barberaki 2004). Selanjutnya, hal ini dapat mendukung pernyataan

Meiyanto et al. (2008) bahwa pencegahan kanker berkorelasi positif dengan

aktivitas antioksidan.

2. 2. 3. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang melindungi sistem biologis dalam

melawan efek berbahaya dari proses atau reaksi yang menyebabkan oksidasi

berlebih. Senyawa antioksidan dapat berasal dari endogenus atau eksogenus.

Senyawa tersebut berkontribusi pada sistem antioksidan yang kompleks dan

terintegrasi secara biologis sehingga dapat melindungi sel dari kerusakan akibat

oksidasi. Secara umum, antioksidan biologis bersifat mudah diserap dan

ditransportasikan ke sel dan tidak bersifat toksik pada asupan yang tepat

(Duthie 1999). Moongkarndi et al. (2004) dan Meiyanto et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan berkorelasi positif dengan pencegahan kanker.

Adyani (1996) menyebutkan bahwa keberadaan senyawa antioksidan yang

dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Hal ini

ditunjang oleh pernyataan Santoso (2003) bahwa antioksidan yang potensial juga

dapat beraktivitas seperti prooksidan tergantung dari sistem oksidasi yang terjadi,

meskipun antioksidan tersebut dapat mengautooksidasi dan menetralisasi

substansi reaktif.

2. 3. Kanker

Kanker berasal dari kata carcinos (Yunani), cancer (Inggris) atau kanker

(Belanda). Kanker merupakan suatu penyakit yang berupa pertumbuhan

abnormal sel-sel jaringan tubuh baru (neoplasma/tumor), akibat hasil mutasi

genetis sel yang menginvasi jaringan sekitar dan mengalami metastasis

(menyebar) ke sisi yang jauh (Winarto et al. 2007).

2. 3. 1. Kejadian Kanker

Kanker merupakan penyakit tidak menular yang berawal dari kerusakan

materi genetika, atau DNA, pada sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan

genetika sudah cukup untuk menghasilkan jaringan kanker atau neoplasma,

sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Zakaria 2001). Kanker juga

(31)

karena sebagian besar penderita kanker berakhir dengan kematian

(Rusmarilin 2008). Perbedaan struktur sel normal dan sel kanker

(Cancerhelps 2010) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Perbedaan struktur sel normal dan sel kanker

(Cancerhelps 2010)

Sel kanker merupakan sel yang pertumbuhannya berlebih dan tidak

dikoordinasi oleh jaringan normal (Spector dan Spector 1993). Hal ini berbeda

dengan sel normal. Sel normal diatur oleh mekanisme kontrol kuat yang

mendorong sel-sel tersebut membelah dengan tepat ketika diperlukan.

Mekanisme kontrol tersebut juga mencegah sel-sel tersebut tumbuh dan

membelah secara tidak tepat. Sel pada jaringan manusia dewasa terlindung secara

normal pada proses pembelahan. Sel-sel tersebut bereproduksi hanya untuk

menggantikan sel-sel lain yang telah mati atau rusak. Sel kanker telah

kehilangan beberapa kontrol sehingga akan membelah secara terus menerus

(Solomon et al. 2005). Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disajikan pada Gambar 3.

Struktur Sel Normal dan Kanker

Normal Kanker

Sitoplasma besar

Inti sel tunggal

Anak inti sel tunggal

Kromatin normal

Sitoplasma kecil

Inti sel ganda

Anak inti sel ganda dan besar

Kromatin kasar

Sitoplasma

Inti sel

Anak inti sel

(32)

Gambar 3 Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker (Medicastore 2006)

2. 3. 2. Faktor-faktor Penyebab Kanker

Sel kanker merupakan sel yang pertumbuhannya berlebih dan tidak

dikoordinasi oleh jaringan normal (Spector dan Spector 1993) akibat perubahan

atau kerusakan pada materi genetika (mutasi gen) yang sebagian besar disebabkan

oleh faktor-faktor eksternal (Zakaria 2001). Faktor eksternal yang dapat

mengubah struktur DNA, yaitu virus, infeksi berkelanjutan, polusi udara, radiasi

dan bahan-bahan kimia asing yang tidak diperlukan oleh tubuh (xenobiotik).

Bahan-bahan kimia asing ini dapat berasal dari pencemaran makanan, air dan

udara serta bahan kimia yang ditambahkan pada makanan (Zakaria 2001).

Mutasi gen karena faktor eksternal terjadi pada sel somatik, khususnya

pada organ yang sering mengalami pergantian sel atau berfungsi

mensekresi, seperti payudara dan rahim. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hanya +10-15% kejadian kanker yang disebabkan oleh faktor endogen,

yaitu faktor keturunan dan kesalahan replikasi. Kejadian kanker dengan

persentase +80-85% disebabkan oleh faktor eksternal (WCRF dan AICR 1997).

Virus yang hidup dan berkembang dalam sel dapat merusak struktur

genetika sel karena virus tersebut menggunakan gen milik sel inangnya untuk

memperbanyak dirinya dan menyebabkan lisis gen atau integrasi viral pada DNA

sel. Infeksi yang terjadi secara terus-menerus menyebabkan kerusakan sel yang

dapat menghasilkan sel termutasi. Zat-zat kimia nongizi yang berasal dari polusi

udara dan makanan akan dimetabolisme oleh tubuh, terutama oleh organ hati agar

dapat dikeluarkan oleh tubuh, khususnya melalui urin dan cairan empedu. Sel-sel

(33)

enzim monooksigenase. Hal ini bertujuan mengoksidasi xenobiotik agar dapat

diproses oleh sistem enzim yang kedua, yaitu sistem enzim konyugasi. Hasil dari

aktivitas enzim konyugasi adalah xenobiotik terkonyugasi, yang selanjutnya dapat

dikeluarkan dengan mudah oleh tubuh (Zakaria 2001).

Pengeluaran atau detoksifikasi xenobiotik seringkali menghasilkan

senyawa yang lebih berbahaya, yaitu senyawa yang bersifat radikal sebagai hasil

proses oksidasi pada sistem enzim monoksigenase. Senyawa radikal ini disebut

juga senyawa karsinogenik, yang umumnya bersifat elektrofil dan sangat mudah

berikatan dengan molekul yang banyak mengandung elektron seperti molekul

asam-asam amino histidin dan arginin serta molekul guanin pada DNA. Ikatan

senyawa elektrofil dengan molekul DNA membentuk jembatan-DNA (

DNA-adduct) (Zakaria 2001).

2. 3. 3. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal

bebas memiliki struktur yang tidak stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan

senyawa lain dan menggantikan ikatan normal pada senyawa tersebut. Oleh

karena itu, radikal bebas bersifat sangat reaktif (Jadhav et al. 1996).

Tubuh memiliki aktivitas biologis dalam memproduksi senyawa oksigen

dan nitrogen reaktif secara metabolik. Senyawa tersebut pada jumlah besar

selanjutnya secara berturut-turut menjadi ROS (reactive oxygen species, senyawa oksigen reaktif) dan RNS (reactive nitrogen species, senyawa nitrogen reaktif). Senyawa oksigen reaktif dan senyawa nitrogen reaktif dapat merusak komponen

tubuh yang lain serta dapat menyebabkan disfungsi seluler dan penyakit

(Institute of Medicine 1998).

Sejumlah 1-3% dari oksigen yang digunakan dalam tubuh akan menjadi

senyawa oksigen reaktif. Senyawa oksigen reaktif adalah bentuk kolektif,

beberapa oksigen radikal dan nonradikal termasuk di dalamnya. Oksigen radikal

antara lain superoksida (O2·-) dan bentuk protonasinya, hidroperoksil (HO2·),

hidroksil (OH·), peroksil (RO2·) dan alkoksil (RO·). Oksigen nonradikal antara

(34)

dengan mudah terkonversi menjadi radikal. Senyawa yang termasuk senyawa

nitrogen reaktif antara lain nitrit oksida (NO·), peroksinitrit (ONOOˉ) dan asam

peroksinitrit (ONOOH) (Institute of Medicine 1998).

Proses metabolisme sehari-hari merupakan proses biokimia yang

memungkinkan pembentukan radikal bebas yang bersifat sementara karena sistem

antioksidan tubuh segera mengubahnya menjadi senyawa yang tidak berbahaya

bagi tubuh. Pembentukan radikal bebas di dalam tubuh dapat dimungkinkan

berlebihan. Hal ini disebabkan oleh pengikatan elektron dari atom oksigen yang

terdapat di dalam tubuh sehingga menjadi tidak berpasangan (Jadhav et al. 1996). Atom oksigen yang tidak berpasangan menjadi radikal bebas yang reaktif dan

sangat berbahaya karena akan mengikat elektron dari senyawa lain seperti protein,

lipid, karbohidrat, atau DNA sehingga terjadi reaksi berantai dan mengakibatkan

berbagai macam penyakit degeneratif seperti jantung dan kanker (Duthie 1999).

Hal ini dapat terjadi karena molekul radikal bebas bersifat sebagai karsinogenik

yang kuat (Halliwell et al. 1992).

2. 3. 4. Karsinogenesis

Salah satu penyebab karsinogenesis adalah induksi zat kimia. Induksi

kanker oleh zat kimia merupakan proses yang kompleks dan bertahap sebagai

interaksi antara faktor endogenus dan faktor lingkungan (eksternal) (Levi 2000)

yang menyebabkan kerusakan DNA sel inang sehingga berdampak pada

kegagalan dalam menghambat keganasan tumor (Li et al. 2009). Sejumlah

80-90% kasus kanker disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait lingkungan

(makanan), sehingga berpeluang besar untuk dicegah. Pengaruh faktor

lingkungan antara lain terlihat pada kasus orang-orang yang bermigrasi dari satu

budaya ke pola budaya hidup yang lain (Khomsan 2004).

Senyawa-senyawa elektrofil karsinogenik dapat dihasilkan karena proses

detoksifikasi dalam tubuh atau langsung dari luar sudah bersifat karsinogen

(karsinogen primer). Sejumlah 90% senyawa karsinogen merupakan hasil dari

reaksi detoksifikasi xenobiotik yang mengubah senyawa yang tadinya bersifat

nonkarsinogenik (kokarsinogenik) menjadi karsinogenik (Zakaria 1996). Jika

senyawa karsinogenik tersebut memasuki sel dan berikatan dengan DNA, maka

(35)

Karsinogenesis biasanya terjadi melalui beberapa rangkaian tahapan

sebelum pembentukan malignant neoplasm. Karsinogenesis dapat dibagi menjadi

tiga tahapan, yaitu inisiasi, promosi dan progresi, yang dilanjutkan oleh adanya

tahap metastasis tumor. Skema utama karsinogenesis zat kimia disajikan pada

Gambar 4 (Levi 2000).

Gambar 4 Skema utama karsinogenesis zat kimia (Levi 2000)

1) Inisiasi

Gen yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan kanker ada tiga, yaitu

gen reparasi DNA, gen supresor (penekan) tumor dan protoonkogen. Senyawa

karsinogenik yang memasuki sel, akan berikatan dengan DNA, sehingga DNA sel

akan mengalami mutasi, atau memasuki tahap inisiasi. Kegagalan DNA dalam

memperbaiki kerusakan DNA dan mutasi pada gen supresor tumor dan onkogen,

baik karena keturunan atau tercapainya mutasi, merupakan tahap inisiasi dalam

pembentukan sel kanker (Zakaria 2001, Stratton et al. 2009). Pembentukan tumor

Metastasis tumor

Pertumbuhan, Promosi Aktivasi

metabolik

Zat kimia karsinogen Reaksi detoksifikasi (konjugasi, dsb)

Karsinogen utama Detoksifikasi selular (berikatan dengan nukleofil yang lain, dsb) Berikatan dengan

DNA, Inisiasi

Perubahan DNA Perbaikan DNA (DNA repair)

Replikasi

Sel tumor laten

Progresi

(36)

Tahap inisiasi merupakan tahap yang terjadi secara cepat, pada dasarnya

merupakan perubahan materi genetik sel secara tak dapat balik (ireversibel) yang

membangun sel untuk pengembangan neoplasma berikutnya. Sel ini disebut sel

terinisiasi sehingga memerlukan serangkaian replikasi untuk menghasilkan

perubahan genetik. Zat kimia penginisiasi merupakan salah satu elektrofil atau

yang secara metabolik akan teraktivasi menjadi elektrofil. Zat kimia yang reaktif

ini selanjutnya akan berikatan dengan DNA untuk membentuk suatu kompleks

yang permanen dan dapat diturunkan (Levi 2000). Faktor yang juga dapat

mengubah genom adalah kejadian inflamasi dan infeksi (Li et al. 2009). 2) Promosi

Sel yang sudah terinisiasi dapat menjadi dorman hingga sel tersebut

terpapar pada agen promosi tumor yang selanjutnya menyebabkan pertumbuhan

sel yang serupa, yang pada akhirnya akan menghasilkan tumor. Agen promosi

merupakan zat kimia yang tidak bersifat karsinogenesis pada zat itu sendiri, akan

tetapi jika terinteraksikan secara berulang-ulang terhadap zat kimia penginisiasi,

maka akan meningkatkan kejadian kanker. Promotor bisa jadi meningkatkan

jumlah tumor. Promotor biasanya bukan elektrofil dan tidak berikatan dengan

DNA (Levi 2000).

3) Progresi

Pertumbuhan tumor yang sangat ganas dari tumor jinak disebut progresi,

yang meliputi perubahan genetik yang lebih jauh (Levi 2000).

4) Metastasis tumor

Kanker menyebar melalui invasi dan ekstensi secara langsung untuk

menumbuhkan sel kanker pada tubuh dan melakukan metastasis melalui

pembuluh darah dan limfa. Metastasis digambarkan sebagai perkembangan tumor

sekunder yang letaknya jauh dari tumor primer. Tumor yang bermetastasis

memiliki karakteristik seperti tumor primer. Pada proses metastasis, sel kanker

harus melepaskan diri dari tumor primer, kemudian menginvasi matriks

ekstraseluler di sekitarnya, menuju pembuluh darah, tumbuh dari pembuluh darah

pada lokasi yang nyaman, menginvasi jaringan sekitar dan mulai tumbuh

(Twite 2005, Soejono et al. 2005). Metastasis merupakan masalah utama dari

(37)

menurunkan tingkat keberhasilan pengobatan. Metastasis yang semakin luas

menyebabkan penyakit tumor menjadi semakin sulit untuk diobati

(Soejono et al. 2005).

2. 3. 5. Mencit (Mus musculus L) C3H

Sejumlah pertanyaan sulit dijawab jika terkait dengan penyakit genetik

manusia. Hal ini terjadi karena adanya peraturan etik dalam penggunaan manusia

sebagai objek pengujian dalam penelitian. Oleh karena itu, para peneliti

memfasilitasi dengan hewan model yang digunakan dalam penelitian

(Solomon et al. 2005).

Mencit laboratorium Mus musculus merupakan hasil perkembangan

mamalia sebagai hewan percontohan yang terbaik untuk dipelajari. Para peneliti

telah mengindentifikasi sejumlah gen yang mempengaruhi mencit. Sekuens

genom mencit yang dipublikasikan pada tahun 2002, dinyatakan mengandung

27.000 hingga 30.000 gen. Jumlah gen tersebut sama dengan jumlah gen

pengkode protein pada genom manusia. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa

99% gen pada mencit telah mampu mewakili gen pada manusia

(Solomon et al. 2005). Penelitian mengenai aktivitas antikanker dari ekstrak

cincau hijau P. oblongifolia Merr. telah dilakukan terhadap mencit

(Mus musculus L) galur C3H (Chalid 2003). Mencit C3H merupakan mencit laboratorium yang sejak lama telah digunakan pada penelitian kanker secara

in vivo, khususnya kanker payudara (mammary carcinoma) (Greene et al. 1944). Gambar mencit C3H disajikan dalam Gambar 5.

(38)

2. 3. 6. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan salah satu jenis penyakit kanker dengan

penderita terbanyak di seluruh dunia (WHO 2009a). Jenis kanker yang paling

banyak diderita oleh wanita adalah kanker payudara, serviks dan kolon. Pada

tingkat kematian, jenis kanker yang paling mematikan adalah kanker payudara,

paru-paru, kolon dan lambung. Berdasarkan pendataan pada tiap 100.000 wanita,

kanker payudara merupakan jenis kanker yang jumlah kejadiannya lebih tinggi di

negara-negara dengan pendapatan tinggi dibandingkan negara-negara dengan

pendapatan menengah dan rendah (WHO 2009b).

Diet kaya lemak pada studi epidemiologis menunjukkan adanya kaitan erat

dengan munculnya kanker usus dan kanker payudara. Sebuah studi yang

dilakukan oleh New York University Medical Center menunjukkan bahwa

wanita-wanita yang rajin makan daging merah ternyata berpeluang menderita kanker

payudara dua kali lipat dibandingkan mereka yang hanya makan daging unggas

dan ikan. Hal ini tentu tidak berarti harus berpantang mengonsumsi daging sapi.

Konsumsi daging sapi harus dijaga frekuensinya agar tidak terlalu sering

dilakukan (Khomsan 2004).

2. 3. 7. Pencegahan Kanker

Pada dasarnya, kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah. WCRF

dan AICR (1997) menyatakan bahwa kejadian sebagian besar berbagai jenis

kanker pada manusia ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Pencegahan kanker

sangat mungkin dilakukan karena ada faktor-faktor yang dapat dicegah. Akan

tetapi, penentuan ambang batas senyawa yang menjadi xenobiotik masih

kontroversial. Hal ini terjadi karena sebagian besar pakar toksikologi

beranggapan bahwa ambang batas senyawa kokarsinogenik sulit untuk ditentukan.

Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan memperbaiki konsumsi makan

sehingga dapat memperoleh seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini

mencakup sistem imun tubuh agar dapat berfungsi optimal atau tidak lalai. Usaha

lain yang dapat dilakukan adalah mencegah masuknya senyawa-senyawa

karsinogenik atau yang berpotensi sebagai karsinogenik ke dalam tubuh. Hal ini

dapat dilakukan dengan mencegah polusi lingkungan dan makanan. Diet yang

(39)

faktor psikologis (Zakaria 2001).

Pencegahan kejadian kanker juga dapat dilakukan dengan memperbaiki

sistem detoksifikasi melalui perbaikan sistem enzim konyugasi. Dalam hal ini,

keberadaan antioksidan sangat penting karena mampu mengikat senyawa-senyawa

karsinogenik dengan cara mendonorkan elektronnya sehingga senyawa-senyawa

tersebut menjadi tidak berbahaya. Disamping itu juga perlu diketahui bahwa tidak

semua sel termutasi dapat secara otomatis menjadi kanker, karena harus melalui

tahapan yang sulit untuk hidup dan berkembang sebagai kanker. Sel yang

termutasi secara alami akan melakukan program bunuh diri (apoptosis).

Apoptosis diatur oleh sepotong gen dalam sel yang menyebabkan seluruh DNA

sel menjadi hancur. Proses apoptosis dapat optimal jika ditunjang oleh konsumsi

bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif (Zakaria 2001,

Sukardiman et al. 2005). Jika sistem detoksifikasi tidak mampu mengeliminasi

senyawa-senyawa tersebut, maka dapat mengakibatkan mutasi pada sel

(Balentine dan Robinson 1998). Hal ini disebabkan oleh sifat sel kanker yang

tidak seperti sel-sel normal. Sel-sel kanker gagal mengalami proliferasi dan

diferensiasi secara normal. Sel-sel kanker berkembang dari mutasi yang terjadi

selama proses diferensiasi (Twite 2005).

2. 4. Enzim Kaspase dan Kanker

2. 4. 1. Apoptosis

Apoptosis atau kematian sel terprogram merupakan proses normal untuk

menyingkirkan sel-sel rusak. Proses kematian sel dengan ciri-ciri penggumpalan

DNA, kondensasi dan fragmentasi inti sel yang mengakibatkan sel difagositosis

tanpa induksi respon inflamasi. Mekanisme ini juga terjadi dalam usaha

mengeliminasi sel kanker (Baratawidjaja 2006).

Bcl-2 merupakan gen yang pertama kali terkait dengan apoptosis, dan gen

tersebut berperan dalam tumorigenesis. Jika Bcl-2 terekspresi dalam jumlah

berlebih pada beberapa jenis kanker, maka dapat menyebabkan sel kanker mampu

bertahan dalam penghambatan apoptosis secara langsung. Sebaliknya, gen Bax

atau Bak yang termutasi dan diteliti pada kanker tertentu, jika terdapat gangguan

terhadap gen tersebut maka akan menyebabkan tumorigenesis pada mencit

(40)

2. 4. 2. Kelompok Enzim Kaspase

Kaspase, merupakan enzim sistein protease yang berperan utama dalam

jaringan sinyal apoptosis dan enzim tersebut teraktivasi dalam sebagian besar

peristiwa kematian sel secara apoptotik. Istilah ’kaspase’ merupakan singkatan

dari cystein-dependent aspartate-specific proteases

Sejauh ini, terdapat tujuh jenis kaspase yang telah teridentifikasi pada

Drosophila dan 14 jenis ditemukan pada mamalia, yang mana untuk kaspase-11 dan kaspase-12 hanya ditemukan pada mencit. Berdasarkan penamaannya,

kaspase-1 merupakan ICE (Interleukin-1β-Converting Enzyme), yaitu sebagai

kaspase pertama pada mamalia yang digambarkan sebagai homolog Ced-3

(Gewies 2003). Ced-3 merupakan gen kematian sel Caenorhabditis elegans

(Fan et al. 2005). Kaspase-1 sebagaimana kaspase-4, kaspase-5, kaspase -11 dan kaspase -12, berperan utama dalam aktivasi proteolitik sitokin proinflamasi seperti

pro-IL-1β dan pro-IL-18. Peran enzim-enzim kaspase tersebut dalam apoptosis

masih dipertanyakan. Kaspase-3, kaspase-9, kaspase-8 dan ditambah kaspase-2,

kaspase-6, kaspase-7 dan kaspase-10 telah diketahui berperan penting dalam

mesin sinyal apoptosis (Gewies 2003).

. Hal ini karena kaspase

memiliki aktivitas katalitik yang ditentukan oleh residu sistein yang di dalamnya

terdapat situs aktif pentapeptida yang sangat awet, yaitu QACRG. Kaspase

melepaskan substratnya secara spesifik setelah residu Asp (aspartat)

(Gewies 2003).

Kaspase disintesis di dalam sel dalam bentuk zimogen inaktif, yang

disebut prokaspase. Prokaspase ini memiliki gugus N-terminus. Selama

aktivasinya, prokaspase secara proteolitik diproses menjadi subunit besar dan

kecil. Heterotetramer yang terdiri dari dua subunit kecil dan dua subunit besar

selanjutnya akan membentuk kaspase yang aktif. Kaspase proapoptosis dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu kaspase inisiator dan kaspase eksekusioner

(efektor). Kaspase inisiator meliputi prokaspase-2, prokaspase-8, prokaspase-9

dan prokaspase-10. Kaspase eksekusioner meliputi prokaspase-3, prokaspase-6

dan prokaspase-7 (Gewies 2003).

Gambar 6 menjelaskan rangkaian aktivasi kaspase dengan DISC yang

(41)

trimer reseptor kematian merekrut molekul adaptor melalui DD (death domains, jangkauan kematian) pada sitoplasma. Adaptor tersebut juga memiliki DED yang

merekrut prokaspase-8, menuju DISC. Prokaspase-8 diaktivasi dengan pelepasan

otoproteolitik sehingga membentuk kaspase-8 aktif yang memiliki heterotetramer

dengan dua subunit kecil dan dua subunit besar. Kaspase-8 selanjutnya akan

mengaktivasi kaspase eksekusioner untuk melakukan eksekusi dalam apoptosis

(Gewies 2003).

Gambar 6 Jalur apoptosis ekstrinsik (Gewies 2003)

Gambar 7 menjelaskan jalur apoptosis instrinsik yang diatur di

mitokondria. Jalur tersebut meliputi prokaspase-9 yang diaktivasi oleh bagian

mitokondria proapoptotik, yaitu apoptosom. Apoptosom merupakan kompleks

protein sitosol sinyal kematian yang dibentuk pada saat pelepasan sitokrom-c dari

mitokondria. Dalam hal ini, proses dimerisasi molekul prokaspase-9 pada

rangkaian Apaf-1 akan mengaktivasi prokaspase-9 menjadi kaspase-9. Jika satu

kaspase insiator telah teraktivasi, maka selanjutnya akan mengaktivasi kaspase

eksekusioner secara proteolitik, yaitu untuk prokaspase-3, prokaspase-6 dan

prokaspase-7. Ketiga prokaspase tersebut selanjutnya akan melepaskan substrat

protein yang spesifik, termasuk prokaspase itu sendiri, sehingga menghasilkan

Aktivasi Reseptor

kematian Ligan

Adaptor

(42)

mediasi dan amplifikasi sinyal kematian. Pada akhirnya, eksekusi kematian sel

dengan rangkaian morfologis dan biokimia akan terjadi (Gewies 2003).

Gambar 7 Jalur apoptosis intrinsik (Gewies 2003)

2. 4. 3. Enzim Kaspase-3

Kaspase-3 merupakan target biokimia dalam aplikasi sistem pemisahan

enzim apoptosis. Kaspase-3 adalah salah satu jenis kaspase efektor yang berperan

dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis. Sasaran morfologis kaspase-3

terhadap apoptosis adalah perubahan ukuran inti sel. Sel yang sehat memiliki inti

sel yang besar, sedangkan inti sel pada proses awal apoptosis telah menyusut

(piknosis) sebelum pada akhirnya terfragmentasi. Salah satu jenis senyawa

pemicu apoptosis pada suatu populasi sel secara eksperimental adalah

staurosporin, yang dapat meracuni sel. Staurosporin merupakan salah satu jenis

alkaloid alami (Foitzik et al. 2009).

2. 4. 4. Perbedaan Apoptosis dengan Nekrosis

Apoptosis dan nekrosis merupakan proses kematian sel. Apoptosis adalah

kematian sel per sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran

sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke luar

tanpa disertai hilangnya integritas membran. Hal ini berbeda dengan sel yang

mengalami nekrosis. Hal ini karena sel tersebut mengalami kehilangan integritas

Aktivasi Kaspase melalui Jalur Mitokondria

Stimulus

Aktivasi dan Pembentukan Apoptosom

(43)

membran. Sel yang mengalami apoptosis akan menciut dan akan membentuk

badan apoptosis. Sel yang mengalami nekrosis akan terlihat bengkak dan

kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh,

sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran lisosom. Pengamatan

dengan mikroskop akan memperlihatkan bahwa kromatin sel yang mengalami

apoptosis bertambah kompak dan membentuk massa padat yang seragam. Sel

yang mengalami nekrosis, kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi. Pada

pemeriksaan histologis, tidak terlihat adanya sel-sel radang di sekitar sel yang

mengalami apoptosis. Pada nekrosis, terlihat respon peradangan yang nyata di

sekitar sel-sel yang tersebut. Sel yang mengalami apoptosis biasanya akan

dimakan oleh sel yang berdekatan atau berbatasan langsung dengannya dan

beberapa makrofag. Sel yang mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag.

Apoptosis terjadi secara biokimia sebagai respon dari dalam sel, yang mungkin

merupakan proses yang fisiologis. Nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis

(Twite 2005). Perbedaan apoptosis dan nekrosis disajikan pada Gambar 8

(Gewies 2003).

Gambar 8 Perbedaan proses apoptosis dan nekrosis pada sel (Gewies 2003)

2. 5. Protein Penanda Vaskularisasi CD31

Sel-sel dasar pada sistem imun meliputi limfosit, APC (antigen-presenting cells) dan sel efektor. Limfosit terdiri atas dua kelas, yaitu sel T dan sel B. Sel T

Sel hidup

Apoptosis

(sel menyusut, kromatin memekat)

Sel menguncup

(sel membengkak) Sel menjadi bocor

Sel dan inti sel mengalami lisis,

(44)

dan B ini memperlihatkan adanya molekul pada membran yang disebut molekul

CD (cluster of differentiation). Molekul CD berperan untuk membantu fungsi sel imun. Molekul ini berperan dalam menyajikan penegasan fungsi dari bagian

suatu sel limfosit karena adanya proses yang normal ataupun abnormal

(Sommer 2005).

CD (cluster of differentiation) merupakan molekul permukaan sel yang diekspresikan pada berbagai jenis sel sistem imun yang ditunjukkan dengan

penomoran CD (Baratawidjaja 2006). CD merupakan molekul tambahan pada

membran. Molekul tersebut dihasilkan oleh sel T dan B. Molekul ini membantu

fungsi sel imun. Molekul ini berperan dalam menyajikan penegasan secara

fungsional dari bagian suatu sel limfosit karena adanya proses yang normal

ataupun abnormal (Sommer 2005).

CD31 merupakan salah satu jenis CD, yang berperan sebagai molekul

adhesi sel serta mediator interaksi, baik antara leukosit dan endotelial maupun

endotelial dan endotelial (Baratawidjaja 2006). CD31 merupakan molekul adhesi

sel yang diekspresikan pada trombosit (platelet) dan pertemuan antarsel endotelial

(Biorbyt 2010). CD31 disebut juga PECAM-1 (platelet-endothelial cell adhesion

molecule 1). CD31 diekspresikan secara luas pada sel endotelial dan sel

hematopoietik (Pascual et al. 2001). CD31 terwarnai pada sel endotelial pada

pembuluh darah dalam dan tepi kulit, pembuluh limfatik serta semua luka atau

tumor yang terkait dengan darah dan pembuluh darah (Reis et al. 2005). Gambar CD31 pada limfosit disajikan pada Gambar 9.

(45)

2. 6. Pewarnaan Histopatologi

Pada umumnya, jaringan tidak dapat menahan warna setelah diproses,

sehingga penambahan warna pada jaringan melalui proses pewarnaan dapat

memudahkan dalam pengamatan komponen jaringan dengan mikroskop.

Pemilihan warna yang tepat sangat membantu untuk identifikasi jaringan,

komponen-komponennya serta diagnosis kondisi patologik. Pengetahuan tentang

struktur, reaksi kimia dan pereaksi harus dimiliki dan dipahami dalam pengamatan

jaringan (Panigoro et al. 2007).

2. 6. 1. Pewarnaan HE (hematoksilin-eosin)

Pada umumnya, pewarnaan jaringan menggunakan dua macam pereaksi.

Hal ini untuk memudahkan dalam memahami perubahan patologik dengan

mewarnai organel sel dan organisme secara terpisah (Panigoro et al. 2007).

Metode HE merupakan metode pewarnaan yang paling sederhana dan banyak

digunakan. Metode HE barangkali merupakan teknik pewarnaan dua warna yang

digunakan dalam jumlah sedikit. Hal ini karena hampir semua tipe sel, komponen

alum-hematein hanya mewarnai nukelus. Prosedur pewarnaan ini telah lebih

sering digunakan daripada pewarnaan yang lain dalam pembelajaran histologi dan

oleh para ahli patologi (Kiernan 1990). Pada pewarnaan HE, struktur selular dan

perubahan patologik dapat diamati dengan mudah. Hal ini karena sitoplasma

(organel) diwarnai oleh eosin menjadi merah muda. Inti sel diwarnai oleh

hematoksilin menjadi ungu (Panigoro et al. 2007). Perbedaan warna ini penting dalam mempelajari anatomi dan patologi jaringan secara mikroskopis agar dapat

dibedakan inti sel dengan sitoplasma dan struktur ekstraseluler (Kiernan 1990).

2. 6. 2. Pewarnaan IHK (imunohistokimia)

Imunohistokimia merupakan salah satu metode kuantitatif untuk

mendeteksi reaksi antigen-antibodi sebagai manifestasi interaksi antigen-antibodi

primer. Hal ini termasuk penggunaan antibodi berlabel fluoresen seperti

imunofluoresensi, berlabel enzim seperti imunoperoksidase, berlabel penanda

elektron-dense seperti label imunoferitin, serta berlabel penanda radioaktif seperti otoradiografi (Bellanti 1993).

Istilah imunohistokimia lebih disukai sebagai teknik pemeriksaan

Gambar

Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4 (Levi 2000).
Tabel 3.  Peralatan dalam pembuatan pakan meliputi wadah (baskom), spatula,
+7

Referensi

Dokumen terkait

pemenuhan suatu prestasi dari penjual untuk menyerahkan objek (benda) yang menjadi objek jual beli kepada pembeli. Pembeli juga berkewajiban untuk membayar objek

Untuk membantu meningkatkan disiplin belajar pada siswa dengan menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik self management di kelas X TP 4 SMK Wisudha Karya

Penggunaan metode entropy sangat fleksibel, jika bobot yang dihasilkan dari metode entropy belum dapat digunakan sebagai bobot kriteria untuk pengambilan keputusan maka

Sehubungan dengan pelaksanaan Prakualifikasi Seleksi Sederhana ulang pada Satuan Kerja Pengembangan Sarana. LLASDP Maluku untuk pekerjaan Desain Pengadaan / Pemasangan SBNP /

Dari hasil penelitian yang sebesar F = 2,84 jika dikonsultasikan dengan harga tabel taraf signifikan 5 % untuk jumlah subjek 66 siswa adalah 2,84 sehingga

Dari penjelasan pakar di atas, penulis menyimpulkan manfaat dari sains yang diterapkan dalam sekolah maupun Taman kanak-kanak adalah sains dapat menciptakan pembelajaran yang

Batasan masalah pada penelitian ini adalah korelasi choukai terhadap dokkai, serta perbandingan prestasi antara kedua mata kuliah tersebut, yang dihadapi mahasiswa tingkat

Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif artinya data ini diperoleh dari pengukuran, dan alat ukur yang digunakan adalah Tes Kesegaran Jasmani Indonesia