• Tidak ada hasil yang ditemukan

) hanya sedikit. Dengan demikian, dapat diduga bahwa pengaruh dari pemberian dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 1,76% pada pakan mencit kelompok D yang tidak berbeda nyata dengan dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 2,64% pada pakan mencit kelompok E.

Berdasarkan skor rata-rata jumlah pada derajat diferensiasi sel pada jaringan tumor mencit kelompok E, skor E1 adalah 3,00+0,00 dan E2 adalah 4,00+0,00. Kedua skor tersebut menunjukkan bahwa secara umum, tumor pada mencit kelompok E memiliki derajat diferensiasi yang paling tinggi dibandingkan tumor pada mencit kelompok yang lain.

Pada Tabel 9, skor rata-rata kepadatan sel tumor, pada mencit E1 adalah 1,00+0,00. Skor tersebut merupakan skor rata-rata kepadatan sel tumor terendah dari seluruh mencit. Rata-rata kepadatan sel tumor tertinggi terdapat pada mencit E2, yaitu dengan skor 1,80+0,45. Skor tersebut menunjukkan bahwa mencit E2 memiliki jaringan tumor dengan sel-sel yang lebih padat dibandingkan E1. Skor mencit E2 menunjukkan bahwa sel-sel pada jaringan mulai seragam sehingga derajat diferensiasinya rendah. Skor mencit E1 menunjukkan bahwa sel-sel pada jaringan kurang seragam sehingga derajat diferensiasinya lebih tinggi dibandingkan E2. Jaringan tumor mencit E1 dan E2 disajikan pada Gambar 21.

(a)

(b)

Gambar 21 Inti sel pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 2,64% dengan ditransplantasi tumor (a= jaringan tumor mencit E1, b= jaringan tumor mencit E2; HE 40 kali; tanda panah kuning menunjukkan sel darah merah)

Sebagaimana Gambar 21 (a, b), hal ini menunjukkan bahwa inti sel pada jaringan payudara mencit kelompok E belum banyak mengalami perubahan dan variasi bentuk. Pada tingkat mitosis sel, hasil pewarnaan HE jaringan tumor menunjukkan bahwa skor rata-rata tingkat mitosis sel tumor pada mencit E1 sama dengan E2, yaitu 1,00+0,00. Skor yang sama tersebut mengasumsikan bahwa sel-sel tumor pada mencit E1 dan E2 memiliki tingkat pertumbuhan sel-sel tumor yang sama. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor pakan yang mengandung dosis bubuk daun cincau hijau 2,64% sebagai dosis tertinggi.

Makin tinggi dosis bubuk daun cincau hijau pada pakan mencit, makin tinggi kemungkinan untuk dapat menjaga jaringan pada kelompok E agar tetap terdiferensiasi dengan baik. Hal ini dimungkinkan karena bubuk daun cincau hijau mengandung sejumlah senyawa fitokimia yang berkorelasi dengan aktivitas

antioksidan dan antikanker, sebagaimana pernyataan Moongkarndi et al. (2004)

dan Meiyanto et al. (2008).

Hasil pewarnaan HE dispesifikasi lanjut dengan hasil pewarnaan IHK. Pemberian skor pada jaringan hasil pewarnaan IHK dilakukan berdasarkan kepekatan warna substrat DAB sebagai hasil reaksi dengan enzim HRP (horseradish peroxidase) yang telah terlabel pada antibodi sekunder. Reaksi antara HRP dan DAB menghasilkan warna coklat (Kiernan 1990).

4. 4. 2. Hasil Pewarnaan IHK

Pewarnaan IHK yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua jenis antibodi primer, yaitu antibodi anti-CD31 dan antibodi antikaspase-3. CD31 sebagai penanda vaskularisasi dan kaspase-3 sebagai penanda apoptosis.

Pada penanda vaskularisasi, keberadaan DAB menunjukkan terjadinya vaskularisasi pada jaringan tumor. Berdasarkan Tabel 8, pada penanda vaskularisasi, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar keberadaan DAB bersifat tidak terlokalisasi. Warna coklat DAB yang tidak terlokalisasi terdapat pada semua kelompok mencit. Skor rata-rata warna coklat DAB yang tertinggi terdapat pada jaringan tumor mencit kelompok E, yaitu pada mencit E2, dengan skor 4,17+0,75. Skor rata-rata warna coklat DAB yang terendah terdapat pada jaringan tumor mencit kelompok C, yaitu pada mencit C2, dengan skor 0,57+0,54. Selanjutnya, skor rata-rata warna coklat DAB yang terlokalisasi hanya terdapat

pada tiga ekor mencit, yaitu mencit C1, D1 dan D2. Skor tersebut berturut-turut adalah 2,00+1,29, 3,00+2,28 dan 5,50+6,33.

Chantrain et al. (2003) menyatakan bahwa kuantifikasi vaskularisasi pada sediaan histopatologi sangat memungkinkan untuk mendeteksi struktur nonendotelial, sehingga menjadikan hasil pewarnaan IHK menjadi tidak terlokalisasi. Pada dasarnya, antibodi anti-CD31 merupakan antibodi yang memiliki sensitivitas tinggi untuk mendeteksi keberadaan CD31. Pada kondisi tertentu, adakalanya antibodi tersebut mendeteksi sel plasma dan area nekrotik. Hal ini menyebabkan warna coklat hasil reaksi DAB dengan HRP yang terlabel pada antibodi sekunder menjadi tidak spesifik dan intensitas warna coklatnya rendah. Dengan demikian, skor penanda vaskularisasi tertinggi pada mencit kelompok E diduga karena adanya dosis bubuk daun cincau hijau tertinggi (2,64%) pada pakan meningkatkan jumlah sel plasma serta terjadinya nekrosis pada jaringan tumor.

Pada penanda apoptosis, keberadaan DAB menunjukkan terjadinya apoptosis pada jaringan tumor. Berdasarkan Tabel 7, maka dapat diketahui bahwa keberadaan DAB ditemukan pada sebagian besar jaringan tumor mencit dari semua kelompok, baik bersifat terlokalisasi maupun tidak terlokalisasi. Warna coklat DAB yang tidak terlokalisasi terdapat pada semua kelompok mencit. Dalam hal ini, skor rata-rata warna coklat DAB yang tertinggi terdapat pada jaringan tumor mencit E2, yaitu 3,38+0,92. Skor rata-rata warna coklat DAB yang terendah terdapat pada jaringan tumor mencit kelompok D (D1 dan D2) yaitu 1,00+0,00. Selanjutnya, skor rata-rata warna coklat DAB yang terlokalisasi terdapat pada sebagian besar mencit dari semua kelompok. Skor rata-rata warna coklat DAB yang tertinggi terdapat pada jaringan tumor mencit D2, yaitu 21,83+6,24. Skor rata-rata warna coklat DAB yang terendah terdapat pada dua ekor mencit, yaitu mencit B2 (0,38+1,26) dan E2 (0,38+0,74). Terdapat satu ekor mencit yang pada lapang pandang keberadaan DAB pada jaringannya tidak ditemukan DAB terlokalisasi, yaitu mencit B1 dengan skor 0,00+0,00.

Berdasarkan skor rata-rata warna coklat DAB, dapat diketahui bahwa skor mencit kelompok B lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan (C, D dan E). Hal ini diduga sebagai pengaruh dosis bubuk daun cincau hijau 0% pada pakan

mencit kelompok B, sehingga tidak dapat mengaktivasi proses apoptosis dengan baik. Skor tertinggi yang terlokalisasi terdapat pada mencit kelompok D (pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 1,76%). Hal ini dapat didukung oleh

pernyataan Hadjiloucas et al. (2001), bahwa keberadaan kaspase-3 menunjukkan

awal terjadinya apoptosis. Hadjiloucas et al. (2001) juga menyatakan bahwa

apoptosis akan lebih banyak terjadi pada jaringan tumor yang invasif. Selanjutnya, warna coklat DAB yang tidak terlokalisasi disebabkan hanya sejumlah kecil sel (kurang dari 0,01%) yang mengalami apoptosis. Pada dasarnya, sel tersebut menunjukkan perubahan morfologis yang disebabkan oleh apoptosis. Jumlah sel yang sedikit menyebabkannya tidak dapat terwarnai secara kontras oleh DAB.

Perbedaan skor IHK kaspase-3 pada mencit kelompok perlakuan (C, D dan E), diduga karena perbedaan dosis bubuk daun cincau hijau pada pakan. Pada kategori terlokalisasi, mencit kelompok D memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan mencit kelompok C dan E. Pada kategori tidak terlokalisasi, mencit kelompok D memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan mencit kelompok C dan E, sedangkan skor mencit kelompok E lebih tinggi dibandingkan C. Hal ini berkorelasi dengan rata-rata berat dan volume tumor mencit kelompok D yang nilainya terkecil dibandingkan mencit kelompok B, C dan E. Hal ini diduga karena dosis bubuk daun cincau hijau 1,76% pada pakan mencit kelompok D berpotensi lebih baik dalam meningkatkan jumlah kaspase-3 untuk mengaktivasi terjadinya apoptosis dibandingkan dosis 0,88% dan 2,64%.

Makin tinggi dosis bubuk daun cincau hijau pada pakan, maka makin tinggi kandungan senyawa fitokimia yang berperan sebagai antioksidan dan antikanker. Pandoyo (2000) menyatakan bahwa sifat antikanker cincau hijau

P. oblongifolia Merr. diduga karena mengandung alkaloid. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Hanani et al. (2005), bahwa alkaloid juga memiliki aktivitas

antioksidan. Data uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol bubuk daun cincau hijau menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan memiliki tingkat efektivitas, yaitu pada konsentrasi 200 µg/ml. Konsentrasi larutan ekstrak metanol bubuk daun cincau hijau lebih dari 200 µg/ml menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan.

Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan efektivitas dosis 1,76% dan 2,64% pada pakan.

Berdasarkan skor IHK kaspase-3, dosis 1,76% memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dosis 0,88% dan 2,64% dalam meningkatkan jumlah kaspase-3 untuk mengaktivasi terjadinya apoptosis. Salah satu jenis alkaloid adalah bisbenzylisoquinolines (Oliveira et al. 2009), yang mana salah satu jenis

bisbenzylisoquinolines adalah tetrandrin, yang berfungsi sebagai senyawa antikanker dengan cara menginduksi terjadinya apoptosis (Levine 2005). Hal ini berkorelasi dengan rata-rata berat dan volume tumor mencit kelompok D yang nilainya terkecil dibandingkan mencit kelompok B, C dan E. Selanjutnya, Hua dan Xu (2000) dan Dash (2005) menyatakan bahwa enzim kaspase-3 dapat mengaktivasi DNase yang akan berperan dalam fragmentasi DNA sebagai tahap lanjut terjadinya apoptosis. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa apoptosis berperan mengurangi rata-rata berat dan volume tumor mencit.

Jaringan tumor mencit kelompok B sebagai hasil pewarnaan IHK CD31 dan kaspase-3 disajikan pada Gambar 22.

(a) (b)

(c) (d) Keterangan:

tanda panah merah menunjukkan DAB yang terlokalisasi; lingkaran merah menunjukkan DAB yang tidak terlokalisasi.

Gambar 22 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 0% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit B2 (100 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit B1 (100 kali); c= kaspase-3 jaringan tumor mencit B2 (100 kali); d= kaspase-3 jaringan tumor mencit B1 (100 kali))

Jaringan tumor mencit kelompok C sebagai hasil pewarnaan IHK CD31 dan kaspase-3 disajikan pada Gambar 23.

(a) (b)

(c) (d) Keterangan:

tanda panah merah menunjukkan DAB yang terlokalisasi; lingkaran merah menunjukkan DAB yang tidak terlokalisasi.

Gambar 23 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 0,88% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit C2

(40 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit C1 (40 kali); c= 3 jaringan tumor mencit C2 (40 kali); d=

(a) (b)

(c) (d) Keterangan:

tanda panah merah menunjukkan DAB yang terlokalisasi.

Gambar 24 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 1,76% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit D2

(40 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit D1 (40 kali); c= kaspase-3 jaringan tumor mencit D2 (40 kali); d= kaspase-3 jaringan tumor mencit D1 (40 kali))

Jaringan tumor mencit kelompok E sebagai hasil pewarnaan IHK CD31 dan kaspase-3 disajikan pada Gambar 25.

(a) (b)

(c) (d) Keterangan:

tanda panah merah menunjukkan DAB yang terlokalisasi; lingkaran merah menunjukkan DAB yang tidak terlokalisasi.

Gambar 25 Hasil IHK pada jaringan tumor mencit yang diberi pakan mengandung bubuk daun cincau hijau 2,64% dengan ditransplantasi tumor (a= CD31 jaringan tumor mencit E2

(100 kali); b= CD31 jaringan tumor mencit E1 (40 kali); c= kaspase-3 jaringan tumor mencit E2 (40 kali); d= kaspase-3 jaringan tumor mencit E1 (40 kali))

5. 1. Simpulan

Uji fitokimia pada daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. segar,

menunjukkan sembilan hasil uji yang positif, yaitu alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret, ninhidrin, flavonoid dan tanin. Uji fitokimia pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr., menunjukkan enam hasil uji yang positif, yaitu alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict dan tanin.

Pada uji aktivitas antioksidan berdasarkan penangkapan radikal bebas

DPPH terhadap ekstrak daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. segar, maka

dapat diketahui bahwa ekstrak metanol daun segar memiliki IC50 sebesar

2,4771x106 µg/ml. Nilai IC50

Pada pengujian aktivitas bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr.

secara in vivo, dapat disimpulkan bahwa bahwa secara umum pertumbuhan mencit

mengalami penurunan dan kenaikan berat badan. Pertumbuhan mencit C3H dijelaskan dengan delta sebagai selisih angka rata-rata berat badan pada tiap pengukuran dengan angka rata-rata berat badan pada pengukuran pertama. Rata-rata delta berat badan pada tiap kelompok mencit tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini didukung oleh perhitungan jumlah konsumsi pakan dengan peningkatan dosis bubuk daun cincau hijau yang hasilnya tidak berbeda nyata (p>0,05). Dengan demikian, pada awal perlakuan, penurunan dan kenaikan berat badan pada pertumbuhan mencit C3H merupakan kondisi yang nomal.

ekstrak metanol bubuk daun adalah 16,90 µg/ml. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak metanol bubuk daun cincau hijau lebih efektif dalam menangkap radikal bebas DPPH dibandingkan ekstrak metanol daun segarnya. Aktivitas antioksidan daun cincau

hijau P. oblongifolia Merr. segar dan bubuk daunnya ditunjang oleh hasil uji

fitokimia. Senyawa-senyawa fitokimia seperti alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon serta tanin tergolong senyawa antioksidan, sehingga senyawa-senyawa tersebut mampu menangkap radikal bebas DPPH. Aktivitas antioksidan berkorelasi positif dengan aktivitas antikanker.

Pada masa setelah transplantasi tumor, berat badan mencit secara umum mengalami kenaikan karena terdapat pertumbuhan jaringan tumor. Penurunan dan kenaikan berat badan pada pertumbuhan mencit C3H merupakan hal yang diduga sudah dipengaruhi oleh hasil transplantasi tumor. Rata-rata delta berat badan antara kelompok A dan E menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05), demikian halnya dengan rata-rata delta berat badan antara kelompok B dan C. Pertumbuhan mencit kelompok A dan E nyata lebih besar (p<0,05) dibandingkan mencit kelompok B dan C. Hal ini dapat diduga bahwa dosis 2,64% pada pakan mencit kelompok E dan transplantasi tumor menjadikan pertumbuhannya masih dapat disetarakan dengan mencit kelompok A yang pakannya mengandung dosis 0% dan tidak ditransplantasi tumor.

Rata-rata delta berat badan mencit kelompok E dan A berbeda nyata (p<0,05) dengan mencit kelompok B. Dalam hal ini, mencit kelompok B memiliki rata-rata jumlah konsumsi pakan yang menurun dibandingkan mencit kelompok lain (A, C, D dan E) yang mengalami kenaikan. Hal ini diduga karena pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau 0% dan perlakuan transplantasi tumor menjadi faktor yang meningkatkan stres pada mencit kelompok B sehingga mengalami penurunan rata-rata jumlah konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata dari transplantasi tumor terhadap jumlah konsumsi pakan dan pertumbuhan mencit.

Pada analisis jaringan tumor, mencit kelompok E (pakan dengan dosis bubuk daun cincau hijau sebanyak 2,64%) memiliki profil jaringan tumor yang terdiferensiasi. Hal ini ditunjukkan oleh skor HE yang relatif paling rendah dibandingkan skor HE jaringan tumor pada kelompok kontrol positif dan semua kelompok perlakuan. Skornya adalah 3,00+0,00 pada mencit dengan rata-rata berat dan volume terkecil dan 4,00+0,00 pada mencit dengan rata-rata berat dan volume terbesar pada kelompok E. Skor tersebut menunjukkan bahwa sel pada jaringan masih memiliki kemiripan sel pada jaringan asal. Selanjutnya, skor penanda vaskularisasi CD31 tertinggi terdapat pada mencit kelompok E. CD31 juga dapat dideteksi karena adanya sel plasma dan area nekrotik pada jaringan tumor. Hal ini diduga karena adanya dosis bubuk daun cincau hijau tertinggi (2,64%) pada pakan meningkatkan jumlah sel plasma serta terjadinya nekrosis

pada jaringan tumor. Pada penanda apoptosis, skor tertinggi yang terlokalisasi terdapat pada mencit kelompok D (pakan mengandung bubuk daun cincau hijau dosis 1,76%). Dosis bubuk daun cincau hijau 1,76% berpotensi lebih baik dalam meningkatkan jumlah kaspase-3 untuk mengaktivasi terjadinya apoptosis dibandingkan dosis 0,88% dan 2,64%. Hal ini berkorelasi dengan rata-rata berat dan volume tumor mencit kelompok D yang nilainya terkecil dibandingkan mencit kelompok B, C dan E. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa apoptosis berperan mengurangi rata-rata berat dan volume tumor menjadi lebih kecil.

5. 2. Saran

Saran yang dapat disajikan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan

penelitian in vivo lebih lanjut dengan menggunakan parameter yang berbeda,

antara lain deteksi keberadaan sel plasma dan identifikasi area nekrotik untuk mengetahui tingkat inflamasi yang terjadi pada jaringan tumor.

[AIN] American Institute of Nutrition. 1976. Report of the American Institute of

Nutrition ad-hoc committee on standards for nutrition studies. J Nutr

107:1340-1348.

Acharyya S, Butchbach MER, Sahenk Z, Wang H, Saji M, Carathers M, Ringel MD, Skipworth RJE, Fearon KCH, Hollingsworth MA, Muscarella P, Burghes AHM, Rafael-Fortney JA, Guttridge DC. 2005. Dystrophin glyciprotein complex dysfunction: a regulatory link between muscular dystrophy and cancer cachexia. Cancer Cell 8: 421-432.

Adyani R. 1996. Ekstraksi antioksidan dari alga laut Laurencia sp. dan

efektivitasnya dalam menghambat kerusakan awal minyak ikan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers.)

terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arisudana IG. 2003. Mempelajari toksisitas subkronis bubuk gel daun cincau hijau (Cylcea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Aryudhani N. 2007. Kandungan senyawa fenol rumput laut Caulerpa racemosa

dan aktivitas antioksidannya [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Astawan M. 2004. Seri Gaya Hidup Sehat SENIOR: Kandungan Gizi Aneka

Bahan Makanan. Jakarta: PT Gramedia.

Backer CA, Brink RCVBD. 1965. Flora of Java (Spermatophytes only) Volume

II. Groningen, The Netherlands: N. V. P. Noordhoff.

Balentine DA, Robinson IP. 1998. Herbs, Botanical and Teas Chapter 9: Tea as

a Source of Dietary Antioxidant with a Potential Role in Prevention of Chronic Disease. Editor: G. Mazza dan B.D. Oomah. Boca Raton, Florida: CRC Press LLC.

Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Penerjemah: Samik Wahab, penyunting:

Ben FA, Syu C. 2008. Lada Perdu untuk Bisnis dan Hobi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Biorbyt. 2010. Tools for Science: Rabbit Anti-PECAM-1. Catalog Number

orb10315.

Borek C. 2004. Dietary antioxidants and human cancer. Integrative Cancer

Therapies 3 (4): 333-341

Brandtzaeg P, Halstensen TS, Huiteldt HS, Valnes KN. 1997. Immunochemistry

2, A Practical Approach: Immunofluorescence and Immunoenzyme Histochemistry. Editor: A.P. Johnstone dan M.W. Turner. New York: Oxford University Press Inc.

Cancerhelps. 2010. Apakah Kanker Bisa Dicegah?

com /2010/02/08/apakah-kanker-bisa-dicegah/ [Diakses tanggal

24 Mei 2011].

Cell Signaling Technology. 2007. Immunohistochemistry Protocol (Paraffin)

Catalogue Number: 9662 Page 4. Cell Signaling Technology, Inc.

Chalid SY. 2003. Pengaruh ekstrak daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers

dan Premna oblongifolia Merr. terhadap aktivitas enzim antioksidan dan pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit C3H [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Chantrain CF, DeClerck YA, Groshen S, McNamara G. 2003. Computerized quantification of tissue vascularization using high-resolution slide

scanning of whole tumor sections. The Journal of Histichemistry and

Cytochemistry 51 (2): 151-158.

Cruse JM, Lewis RE. 2004. Atlas of Immunology Second Edition. AS: CRC Press

LLC.

Dash P. 2005. Apoptosis. London: Basic Medical Science, St. George’s,

University of London.

D’Amico F, Skarmoutsou E, Stivala F. 2008. State of the art in antigen retrieval for immunohistochemistry. J. Immunol. Methods 10849: 1-18.

Deshpande SS, Deshpande US, Salunkhe DK. 1996. Nutritional and Health

Aspects of Food Antioxidant di dalam Food Antioxidants: Technological, Toxicological and Health Perspectives. Editor: D. L. Madhavi, S. S. Deshpande dan D. K. Salunkhe. New York: Marcel Dekker, Inc.

Duthie GG. 1999. Determination of activity of antioxidants in human subjects.

Elliot R, Ong TJ. 2002. Science, medicine and the future. Nutritional genomics.

BMJ. 324: 1438-1442.

Fan TJ, Han LH, Cong RS, Liang J. 2005. Caspase family protease and apoptosis.

Minireview Acta Biochimica et Biophysica Sinica 37 (11): 719-727.

Fantozzi A, Christofori G. 2006. Mouse models of breast cancer metastasis.

Breast Cancer Research 8 (212): 1-11.

Foitzik A, Preckel H, Mumtsidu E. 2009. Image-based Quantification of

Apoptosis by Caspase-3 Activation. Application Note. Hamburg, DE: Biological Application PerkinElmer, Cellular Technologies, Germany GmbH Bio-discovery.

Friedman M, Levin CE, Lee SU, Kim HJ, Lee IS, Byun JO, Kozukue N. 2009. Tomatine-containing green tomato extracts inhibit growth of human breast, colon, liver, and stomach cancer cells. J. Agric. Food Chem. (57): 5727-5733.

Gewies A. 2003. Introduction to apoptosis. ApoReview: 1-26.

Golberg I. 1994. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceutical. New York: Chapman and Hall, Inc.

Greene HS, Murphy ED. 1944. The heterologous transplantation of mouse and rat tumors. Cancer Research: 269-282.

Hadjiloucas I, Gilmore AP, Bundred NJ, Streuli CH. 2001. Assessment of apoptosis in human breast tissue using an antibody against the active form of caspase-3: relation to tumour histopathological characteristics. British Journal of Cancer 85 (10): 1522-1526.

Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radicals, antioxidants and

human disease: Where are we now? J Lab Clin Med 119: 598-620.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian

2 (3): 127-133.

Handayani DM. 2000. Mempelajari pengaruh ekstrak cincau hijau

(Cyclea barbata L. Miers) terhadap produksi radikal bebas makrofag peritoneal mencit secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harborne JB. 1984. Metode Fitokimia. Penerjemah: Padmawinata K dan

Hua ZJ, Xu M. 2000. DNA fragmentation in apoptosis. Cell Research 10:205-211.

Institute of Medicine. 1998. Dietary Reference Intakes: Proposed Definition and Plan for Review of Dietary Antioxidant and Related Compounds. Washington DC: National Academy Press.

Jacobus A. 2003. Pengaruh konsumsi bubuk gel daun cincau hijau

Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap kadar

β-carotene dalam hati tikus percobaan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Jadhav SJ, Nimbalkar SS, Kulkarni AD, Madhavi DL. 1996. Lipid Oxidation in

Biological and Food Systems di dalam Food Antioxidants: Technological, Toxicological and Health Perspectives. Editor: D. L. Madhavi, S. S. Deshpande dan D. K. Salunkhe. New York: Marcel Dekker, Inc.

Kanter M, Coskun O, Korkmaz A, Oter S. 2004. Effects of Nigella sativa on

oxidative stress and β-cell damage in streptozotocin-induced diabetic rats.

The Anatomical Record Part A (279A): 685-691.

Kiernan JA. 1990. Histological Staining in One or Two Colours di dalam

Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice Second Edition. UK: Pergamon Press plc.

Kintzios SE, Barberaki MG. 2004. Plants and Cancer di dalam Plants that Fight Cancer. Editor: Spiridon E. Kintzios dan Maria G. Barberaki. Florida, AS: CRC Press LLC.

Kintzios SE. 2004. What Do We Know about Cancer and Its Therapy? di dalam

Plants that Fight Cancer. Editor: Spiridon E. Kintzios dan Maria G. Barberaki. Florida, AS: CRC Press LLC.

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup Bagian 25:

Waspadai Makanan Pencetus Kanker. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kusharto CM, Tanziha I, Januwati M. 2008. Produk ekstrak klorofil dari berbagai daun tanaman untuk meningkatkan respon imun dan aplikasinya sebagai antiaterosklerosis [laporan penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor.

Lehninger A. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid Satu. Penerjemah: Maggy

Dokumen terkait