• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Implementasi Gugus Kendali Mutu

5.1.1. Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP)

Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP) adalah suatu sistem manajemen mutu yang dibuat dengan mengacu pada implementasi sistem manajemen mutu berstandar internasional dengan mengikuti perkembangannya untuk diterapkan di seluruh tingkatan kegiatan Pertamina disesuaikan dengan sifat dan kondisinya. SMMP bertujuan untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang efektif dan efisien sebagai dasar untuk memenuhi kepuasan pelanggan melalui proses yang berkualitas dengan landasan basic mentality dan didukung oleh kepemimpinan yang baik serta perbaikan di segala bidang secara berkesinambungan.

Kebijakan mutu (quality policy) merupakan falsafah dasar yang dinyatakan secara tertulis dan diterbitkan oleh manajemen puncak yang menyatakan bahwa manajemen mempunyai komitmen atas penerapan sistem manajemen mutu dalam mencapai visi dan misi Pertamina. Kebijakan mutu Pertamina ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 2002, sedangkan kebijakan mutu Pertamina UP IV ditetapkan di Cilacap pada tanggal 28 Februari 2003. Berikut adalah Kebijakan Mutu (Quality Policy) No. 068/E14000/2003-SO :

Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap mengolah minyak bumi menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM), Non BBM, dan Petrokimia memiliki komitmen untuk memuaskan pelanggan dan stakeholder lainnya dengan :

1. Menghasilkan produk dengan mutu terbaik yang ramah lingkungan, memenuhi persyaratan pelanggan dan pasar dunia.

2. Proses produksi yang efisien untuk mendapatkan hasil yang kompetitif, serta mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan.

3. Meningkatkan efektivitas Sistem Manajemen Mutu secara berkesinambungan. Kebijakan Mutu harus dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh pekerja UP IV, mitra kerja, dan pelanggan.

Elemen-elemen dalam SMMP (Gambar 8) terdiri dari :

1. Tuntutan pelanggan (customer requirements), semua proses aktivitas perusahaan diarahkan untuk memenuhi hal ini. Kunci utama mengidentifikasi tuntutan pelanggan adalah komunikasi secara terus-menerus.

2. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction), mencakup perbedaan antara harapan dengan kinerja atau hasil yang dirasakan.

3. Mental dasar (basic mentality) yang diharapkan adalah sikap yang menunjang sesuai dengan persyaratan sistem manajemen mutu yang meliputi kesadaran berkualitas, komitmen, keterlibatan, dukungan, siklus PDCA, pengendalian. 4. Proses (process), adalah aktivitas utama yang meliputi: perencanaan, produksi,

pengiriman, pelayanan, serta interaksi dengan pemasok maupun pelanggan sesuai dengan kaidah-kaidah manajemen mutu.

5. Kepemimpinan (leadership), tanggung jawab manajemen meliputi : (1) komitmen manajemen, (2) Fokus pada pelanggan internal dan eksternal, (3) fokus pada stakeholder lainnya, (4) komitmen terhadap kebijakan mutu, (5) memberikan arahan dan melakukan komunikasi internal serta mampu memberdayakan seluruh elemen organisasi, (6) tinjauan manajemen.

6. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement), dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, dengan perbaikan sistem dan prosedur yang sudah ada, kedua, dengan selalu mencari inovasi atau terobosan baru.

7. Metode, alat-alat mutu dan pengukuran kerja (Method, Tools, and Performance Measurement). Method and tools yang diterapkan dalam SMMP antara lain : (1) ISO series, (2) TQM, (3) Six sigma, (4) Balanced Scorecard, (5) metode dan alat-alat mutu baru atau mutakhir sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk melakukan pengukuran terhadap keberhasilan penerapan SMMP dengan berbagai metode dan alat-alat mutu yang telah diimplementasikan, dilakukan dengan kriteria MBNQA.

Terdapat pula PQA (Pertamina Quality Award), suatu bentuk penghargaan mutu yang akan dibahas pada subbab kriteria MBNQA.

Manajemen peningkatan mutu didefinisikan sebagai daya upaya untuk mengendalikan peningkatan mutu sehingga menunjang rencana kegiatan perusahaan. Dalam manajemen peningkatan mutu ini, terdapat beberapa cara : 1. Kegiatan individu terdiri dari : (1) SS yaitu Sistem Saran (Suggestion System)

dan (2) PMI yaitu Peningkatan Mutu Individu (Individual Quality Improvement atau IQI)

2. Kegiatan kelompok terdiri dari : (1) GKM yaitu Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle atau QCC), (2) TPM yaitu Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team atau QIT), (3) PKM yaitu Proyek Kendali Mutu (Quality Control Project atau QCP), dan (4) SS yaitu Sistem Saran yang dilakukan secara berkelompok.

Data mengenai pekerja yang terlibat dalam SMMP UP IV dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Data pekerja terlibat SMM tahun 2004 (akumulatif) dan 2005

Produksi Makalah Pekerja Terlibat

Kegiatan s.d. 2004 2005 Jumlah 2004 2005 GKM 618 104 722 631 1.116 PKM/TPM 41 33 74 381 326 SS 2.074 487 2560 316 221 Tim Mutu 283 283 Total 2.733 624 3.256 1.946

5.1.2. Sejarah GKM

Awal mula kemunculan GKM di PT Pertamina didasarkan pada benchmarking yang dilakukan terhadap PT Astra Internasional, Tbk. GKM yang diterapkan di perusahaan tersebut dinilai cukup efektif dalam peningkatan mutu dan kinerja perusahaan serta telah mampu menjadi budaya perusahaan. Atas dasar inilah Pertamina mulai menerapkan program GKM di lingkungan perusahaannya, disamping untuk memenuhi tuntutan mutu dalam menghadapi persaingan global. Secara garis besar, ide pokok di balik kegiatan GKM adalah : (1) menghormati individu dan membangun suasana kerja yang menyenangkan, (2) memperlihatkan kemampuan individu sepenuhnya, (3) menyumbang untuk peningkatan dan pengembangan perusahaan, (4) membentuk dan meningkatkan kerja sama kelompok.

GKM mulai dijalankan pada tahun 1992 di UP IV, dan ini berarti bahwa UP IV sudah menerapkan GKM sebelum ditetapkannya kebijakan mutu oleh Pertamina pusat pada tahun 2002. Setelah kegiatan yang berhubungan dengan mutu, yaitu GKM sudah tersosialisasi dangan baik, baru ditetapkan suatu kebijakan mutu berupa pedoman SMMP yang berlaku di seluruh lingkungan Pertamina. Di Pertamina UP IV, kebijakan mutu ditetapkan pada tahun 2003. Tahap-tahap pembentukan GKM secara garis besar terdiri dari : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan.

5.1.2.1. Persiapan, Pengenalan, dan Sosialisasi

Langkah awal dalam pembentukan GKM adalah melakukan persiapan dengan dengan meminta bantuan konsultan dari luar perusahaan, yaitu Wahana Kendali Mutu (WKM) dalam mengadakan pelatihan awal pada tahun 1991 sampai dengan 1992. WKM merupakan lembaga yang memberikan konsultasi dan pelatihan mengenai kendali mutu. WKM bekerja sama dengan Balai Perencanaan dan Pengembangan Produktivitas (BP3) mengadakan konvensi GKM tingkat regional, yang sejak tahun 1997 meningkat menjadi level nasional, yaitu Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional. Dalam tahap persiapan ini, ditunjuk pula bagian untuk menangani GKM, yaitu fungsi Sumber Daya Manusia bagian

Organisasi, Prosedur, dan Mutu (OP&M). Bagian OP&M membuat dan melaksanakan rencana kerja. WKM memberikan pelatihan awal pada top dan middle management untuk menyamakan persepsi tentang mutu dan GKM, sehingga diperoleh komitmen dari pihak utama yang terkait.

Tahap pengenalan GKM dilaksanakan oleh Sekretariat OP&M dengan mengumumkan bahwa GKM mulai diterapkan, dilanjutkan dengan sosialisasi kepada setiap pekerja melalui pelatihan. Pelatihan mengenai GKM merupakan bagian dari pelatihan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM). Pelatihan yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan TQM antara lain :

1. Pelatihan Dasar (General Training) untuk semua pekerja 2. Pelatihan GKM (Problem Solving and QCC Training).

Pelatihan GKM terdiri dari pelatihan untuk :

a. Anggota GKM, agar anggota GKM mengetahui konsep GKM dan teknik-teknik yang sering digunakan.

b. Ketua GKM, agar ketua GKM dapat mengkoordinasikan dan mengefektifkan jalannya kegiatan GKM.

c. Fasilitator, agar fasilitator dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan gugus.

5.1.2.2. Pembuatan Struktur dan Prosedur

Unsur-unsur organisasi dalam pengelolaan GKM terdiri dari fasilitator, ketua gugus, dan notulis atau sekretaris, sedangkan steering comittee adalah Sekretariat OP&M.

1. Fasilitator, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan Gugus di suatu Departemen atau Divisi atau Bagian, dan berperan sebagai koordinator, katalisator, pembaru, pelatih, promotor, dan penghubung.

2. Ketua Gugus, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk mengefektifkan dan Gugus, dengan tugas-tugas sebagai berikut : (1) mengatur pertemuan Gugus, (2) memastikan agar pertemuan berorientasi pada pekerjaan, (3) mendorong keterlibatan anggota, (4) menciptakan koordinasi dan keselarasan dalam Gugus, (5) membantu anggota Gugus, (6) membangkitkan kegairahan

anggota dalam aktivitas Gugus, (7) memelihara dan mengembangkan bekerjanya Gugus, (8) bertanggung jawab atas circle record.

3. Notulis, yaitu seseorang yang bertanggung jawab atas pencatatan hasil-hasil yang dibicarakan selama Gugus berlangsung, dengan tugas-tugas : (1) membuat ringkasan hasil pertemuan, (3) menyusun risalah atau makalah.

Prosedur yang dibuat berkaitan dengan The Do and the Don’t, yaitu hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, prosedur pembuatan makalah, prosedur konvensi, prosedur reward.

1. The Do :

a. Hal yang dibicarakan adalah menyangkut masalah pekerjaan sehari-hari sesuai lingkup tugasnya.

b. Pertemuan dilakukan secara berkala. 2. The Don’t :

Untuk menghindari timbulnya hal yang membingungkan antara tugas dan tanggung jawab manajemen dengan kegiatan-kegiatan GKM, maka perlu ditegaskan adanya beberapa hal yang bukan merupakan kegiatan QCC, yaitu : a. Peraturan Perusahaan (Company Regulation)

b. Perjanjian kerja bersama

c. Penugasan-penugasan pekerja dan job rotation d. Production planning and control

e. Quality level f. Penentuan budget

g. Rencana-rencana investasi h. Sistem penggajian dan welfare i. Menentukan batas wewenang

j. Membicarakan masalah-masalah politik

k. Mengolah atau mengevaluasi peraturan-peraturan pemerintah

Pembuatan makalah GKM dilakukan sesuai dengan prosedur berupa delapan langkah dan tujuh alat.

5.1.2.3. Pelaksanaan

Proses kerja GKM terdiri diawali dengan memilih pimpinan GKM, untuk tahap pertama dipilih pimpinan formal sebagai pimpinan GKM. Selanjutnya, dilakukan identifikasi masalah di tempat kerja, kemudian mengevaluasi dan memilih tema yang sederhana dan periode penyelesaian singkat. Pertemuan secara berkala juga diselenggarakan untuk memecahkan masalah dengan teknik-teknik yang ada. Hasil yang dicapai kemudian dievaluasi dan dipresentasikan ke manajemen. Dalam hal administrasi, kelompok GKM yang terbentuk harus didaftarkan pada Komite Koordinator, demikian pula tema yang dipilih juga didaftarkan. Rencana kegiatan GKM dibuat dan setiap pertemuan harus dibuat notulen dan copynya, diberikan pada fasilitator untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. Perkembangan GKM dilaporkan oleh fasilitator secara berkala kepada koordinator.

Pelaksanaan GKM didukung oleh alat dan metode yang dikenal dengan Delta, yaitu delapan langkah dan tujuh alat.

1. Delapan Langkah untuk Peningkatan

Delapan langkah ini merupakan sarana untuk memecahkan masalah dengan menggunakan prinsip dasar PDCA, selanjutnya sarana ini disebut dengan PDCA 8 langkah. Pemecahan masalah dan juga improvement bukanlah suatu proses yang sekali dilaksanakan lalu selesai, melainkan suatu proses yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Dengan demikian, PDCA delapan langkah ini haruslah dijiwai oleh semangat perbaikan terus-menerus (kaizen). Dari empat langkah dasar (PDCA), dikembangkan menjadi delapan langkah penyelesaian masalah sebagai berikut :

a. Plan atau perencanaan, meliputi : langkah satu-empat b. Do atau pelaksanaan, meliputi : langkah lima

c. Check atau pemeriksaan, meliputi : langkah enam d. Action atau tindakan, meliputi : langkah tujuh-delapan Delapan langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut : - Langkah satu : menentukan tema dan sasaran

- Langkah dua : menentukan sebab dari persoalan

- Langkah empat : merencanakan penanggulangan - Langkah lima : melaksanakan penanggulangan - Langkah enam : memeriksa hasil

- Langkah tujuh : standarisasi

- Langkah delapan : rencana berikutnya 2. Tujuh Alat

Tujuh alat terdiri dari tujuh alat dasar dan tujuh alat bantu baru. a. Tujuh alat dasar (seven basic tools)

1) lembar pengumpulan data (check sheet) 2) stratifikasi

3) grafik dan bagan pengendalian 4) diagram pareto

5) diagram sebab akibat 6) diagram pencar 7) histogram

b. Tujuh sarana bantu manajerial (seven management tools) 1) metode diagram hubungan (relation diagram)

2) metode diagram afinitas (affinity diagram) 3) metode diagram pohon (tree diagram) 4) metode diagram matriks (matrix diagram)

5) metode analisis data matriks (matrix data analysis diagram) 6) metode Process Decision Program Chart (PDPC)

7) metode diagram panah (arrow diagram)

Alat yang dominan digunakan oleh GKM UP IV adalah tujuh alat dasar, yaitu (1) diagram pareto yang digunakan pada langkah satu, tiga, enam, dan delapan, (2) diagram sebab akibat pada langkah dua, (3) diagram pencar pada langkah tiga, (4) data sheet pada langkah satu dan delapan, (5) stratifikasi pada langkah satu dan delapan, (6) bagan kendali pada langkah satu dan enam, dan (7) histogram pada langkah satu.

5.1.2.4. Pembudayaan

Budaya kerja merupakan bagian dari budaya korporat. Sasaran dan tujuan akhir adanya kegiatan GKM di Pertamina UP IV bukan semata-mata pada efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan, tetapi lebih ditekankan pada peningkatan budaya kerja. Adanya kegiatan GKM diharapkan dapat meningkatkan sense of belonging para pekerja, karena kegiatan GKM memacu ide-ide perbaikan di lingkungan kerja karyawan. Jika GKM sudah membudaya dan menjadi suatu kebutuhan, maka salah satu efek samping yang timbul adalah efisiensi biaya itu sendiri dan peningkatan mutu secara terus menerus.

Beberapa hal yang dilakukan dalam membudayakan GKM adalah melalui promosi untuk membangkitkan dan memelihara minat berpartisipasi dalam GKM, yaitu dengan cara : poster, spanduk, majalah atau buletin, konvensi, dan lain-lain. Pelatihan GKM juga terus diadakan untuk meningkatkan kesadaran mengikuti GKM. Bahkan, semenjak ditetapkannya kebijakan mutu di UP IV, GKM dimasukkan ke dalam penilaian kinerja karyawan, yaitu SMK (Sistem Manajemen Kinerja), sehingga terdapat unsur paksaan untuk mengejar target MMT. Hal ini serupa dengan GKM di Jepang, tekanan dari rekan sejawat dan manajemen perusahaan di Jepang mendorong tingkat partisipasi karyawan mencapai 90 persen atau lebih. Jika ternyata partisipasi tersebut bukan atas dasar sukarela, namun untuk memenuhi kuota, GKM akan menjadi beban dan bukannya suatu kerangka motivasi. Namun, jika pemaksaan ini sesuai dengan budaya perusahaan yang memang harus dipaksa, maka langkah ini perlu diambil walau dengan konsekuensi yaitu partisipasi yang ada bukan atas dasar sukarela. Diharapkan dari partisipasi awal tersebut pekerja akhirnya menjadi benar-benar menyadari manfaat dan pentingnya kegiatan GKM dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.

5.1.3. Aktivitas Konvensi

Konvensi adalah suatu kegiatan untuk mempresentasikan ide-ide perbaikan dari individu atau kelompok oleh SS, GKM, PKM, ataupun TPM. Ide-ide tersebut dievaluasi dan dinilai sehingga diperoleh peringkat. Konvensi ini diadakan karena ide-ide perbaikan yang ada harus diuji, dinilai, dan dievaluasi untuk mendapatkan yang terbaik. Dengan kata lain, mengambil yang terbaik dari yang terbaik. Selain

itu, adanya konvensi ini dapat memotivasi anggota GKM untuk memberikan yang terbaik dan memacu karyawan lain untuk ikut serta dalam GKM. Tahun 1992 hingga 2000, diadakan konvensi tingkat fungsi, namun semenjak tahun 2000, konvensi diadakan di tingkat UP IV.

Berdasarkan tingkatannya, konvensi terdiri dari konvensi tingkat fungsi, tingkat UP IV, tingkat direktorat, dan tingkat nasional. Konvensi tingkat fungsi diikuti oleh bagian-bagian dalam satu fungsi. Sebagai contoh : konvensi GKM dalam fungsi kilang diikuti oleh Produksi I dan II. Konvensi tingkat UP IV diikuti oleh fungsi-fungsi dalam satu unit pengolahan. Konvensi tingkat fungsi dan UP IV diadakan di internal UP IV. Juara pada konvensi tingkat UP IV akan mengikuti konvensi tingkat direktorat di Pertamina pusat. Konvensi tingkat direktorat diikuti oleh direktorat hilir yang terdiri dari tujuh unit pengolahan Pertamina di seluruh tanah air. Konvensi tingkat nasional merupakan konvensi yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang diselenggarakan oleh pihak ketiga. Tingkatan konvensi GKM dijelaskan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Tingkatan konvensi GKM

Konvensi GKM diadakan sesuai dengan kebutuhan yang dituangkan dalam program. Untuk tahun 2005, konvensi diadakan bulan Februari, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, dan Desember. Konvensi baru bisa diadakan jika telah memenuhi persyaratan minimal diikuti oleh tujuh presenter. Tatacara konvensi terdiri dari penilaian lapangan dan wawancara oleh tim juri, setelah itu baru diadakan presentasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam konvensi antara lain : (1) Gugus atau presenter, (2) Juri, (3) Panitia, dan (4) Sekretariat Mutu (Bagian OP&M). Juara Konvensi terdiri dari GKM terbaik I, PKM terbaik I, dan GKM terproduktif. Aktivitas Konvensi tergambar dalam Tabel 6 yang memuat data produksi makalah GKM/PKM per tahun yang telah dipresentasikan dalam konvensi. Konvensi tingkat Fungsi Konvensi tingkat UP IV Konvensi tingkat Direktorat Konvensi tingkat Nasional

Tabel 6. Data aktivitas konvensi GKM/PKM No. Tahun Jumlah

Makalah Pekerja Terlibat Cost Reduction (000) Keterangan 1. 1992 25 202 199.259 Presentasi Fungsi

2. 1993 25 179 1.553.252 Konv. Fungsi dan UP

3. 1994 51 404 3.429.252 Konv. Fungsi dan UP

4. 1995 35 277 457.361 Konv. Fungsi dan UP

5. 1996 32 280 2.218.730 Konv. Fungsi dan UP

6. 1997 23 197 275.526 Konv. Fungsi dan UP

7. 1998 20 167 6.517.454 Konv. Fungsi dan UP

8. 1999 11 98 2.727.842 Konv. Fungsi dan UP

9. 2000 44 402 10.532.512 Konv. Fungsi dan UP

10. 2001 81 790 41.919.113 2 x Konvensi UP 11. 2002 80 724 15.157.780 2 x Konvensi UP 12. 2003 85 860 69.785.602 2 x Konvensi UP 13. 2004 149 1012 115.967.331 8 x Konvensi UP 14. 2005 137 1142 837.251.455 7 x Presentasi Total 798 1.107.993.267 s/d 30 Sept. 2005

Sumber : Laporan SMMP (SDM-OP&M, 2005)

5.2. Indikator Kinerja Perusahaan Terkait dengan Mutu 5.2.1. Key Performance Indicator

Perusahaan memiliki indikator kinerja yang digunakan sebagai pengukur kinerjanya, termasuk kinerja mutu. Salah satu indikator kinerja yang penting adalah Key Performance Indicator (KPI). Tunggal (2003) mendefinisikan KPI sebagai tolok ukur yang mendorong organisasi mencapai tujuannya. KPI atau Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) adalah alat untuk mengukur kesehatan dan kebugaran perusahaan atau organisasi. Dengan kata lain, KPI merupakan ukuran keberhasilan kinerja dari suatu unit usaha, fungsi, kelompok, atau individu. Oleh karena itu, KPI bisa dibuat untuk keseluruhan perusahaan, masing-masing bidang atau bagian, kelompok kerja atau tim, maupun masing-masing jabatan. KPI menekankan pada aspek kinerja organisasi yang penting dan vital bagi kesinambungan masa depan organisasi.

Tujuan dari KPI antara lain :

1. Mengukur kecenderungan kinerja di dalam perusahaan sehingga diketahui peluang yang dapat dicapai untuk peningkatan kinerja dan efektivitas upaya-upaya peningkatan kinerja.

2. Dasar perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain agar diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan dan peluang untuk menciptakan nilai bagi penilaian kinerja.

3. Mendasari penyusunan sasaran kerja Fungsi dan penetapan insentif sehingga dapat digunakan untuk menyusun sasaran kerja individu dan kelompok serta dapat dijadikan dasar penetapan penghargaan kinerja, insentif, dan keputusan promosi.

Ada tiga jenis KPI, yaitu : (1) KPI finansial, yaitu KPI untuk mengukur kinerja keuangan. Contoh : net cash flow, overhead expenses, (2) KPI operasional, yaitu KPI untuk mengukur kinerja operasional yang mengukur seberapa efektif suatu area melakukan tanggung jawab operasional khusus, selain itu KPI operasional dapat digunakan sebagai alat untuk memberi tanda munculnya permasalahan operasional. Contoh : cost per barrel, market share, (3) KPI kebijakan mengukur pelaksanaan kebijakan perusahaan tetapi tidak langsung mempengaruhi value creation. Contoh : ukuran bebas kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan.

KPI sebagai indikator kinerja kunci merupakan bagian dari sistem penilaian kinerja perusahaan, karena untuk mengetahui kinerja perusahaan, diperlukan indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kinerja perusahaan. Turunan dari KPI menghasilkan sasaran kerja yang tertuang dalam SMK (Sistem Manajemen Kinerja), yaitu penilaian kinerja individual. Pembahasan mengenai sistem penilaian kinerja UP IV akan dibahas pada subbab selanjutnya.

5.2.1.1. Sistem Penilaian Kinerja Perusahaan

Penilaian kinerja organisasi merupakan kumpulan aktivitas yang bertujuan utama untuk merancang pedoman dan mekanisme pengukuran keberhasilan organisasi secara secara strategis dan sistematis, serta untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rancangan tersebut melalui tingkat pencapaian kinerja. Penilaian kinerja organisasi diperlukan karena jika perusahaan tidak dapat mengukur kinerjanya, maka perusahaan tidak dapat mengelolanya, sehingga tujuan perusahaan tidak dapat tercapai.

Tahap penilaian kinerja organisasi di lingkungan UP IV terdiri dari beberapa langkah :

- Langkah 1 : pendekatan penilaian kinerja organisasi dimulai dengan memahami dan merumuskan visi, misi, dan citra.

- Langkah 2 : dari definisi visi, misi, dan citra, organisasi perlu merumuskan ciri citra, indikator keberhasilan, dan tolok ukurnya yang spesifik. - Langkah 3 : menetapkan bobot-bobot yang sesuai pada masing-masing faktor

di tiap indikator atau tolok ukurnya sampai dengan citra dan misi. - Langkah 4 : mengumpulkan data lapangan, khususnya yang berkaitan dengan

tingkat kinerja yang dicerminkan oleh tolok-tolok ukur tersebut. - Langkah 5 : melakukan penilaian atas kontribusi kinerja riil, aktivitas

organisasi atau unit kerja untuk masing-masing tolok ukur keberhasilan.

- Langkah 6 : melakukan penilaian terbobot atas kontribusi kinerja riil aktivitas organisasi atau unit kerja terhadap masing-masing tolok ukur keberhasilan. Nilai kinerja terbobot = Bobot tolok ukur keberhasilan x skala nilai kontribusi kinerja riil

- Langkah 7 : berdasarkan tolok ukur kinerja yang diperoleh, organisasi atau unit kerja melakukan analisis bagaimana setiap aktivitas yang dilakukannya berkontribusi pada pencapaian indikator keberhasilan melalui tolok ukurnya yang telah ditetapkan.

- Langkah 8 : berdasarkan analisis kinerja riil yang telah diperoleh, organisasi perlu melakukan analisis bagaimana setiap aktivitas yang dilakukannya berkontribusi pada pencapaian indikator keberhasilan melalui tolok ukurnya yang telah ditetapkan.

- Langkah 9 : berdasarkan langkah ke-8, organisasi atau unit kerja perlu menyusun rencana tindakan perbaikan (5W+1H) untuk memperbaiki tingkat kinerjanya di masa mendatang.

- Langkah 10 : menerapkan rencana perbaikan yang telah disusun (langkah 9) dan mengevaluasi situasi dan kondisi terhadap lingkungannya yang berkembang serta melakukan penyesuaian jika dipandang

perlu (visi, misi, citra, indikator, tolok ukur keberhasilan, dan rencana perbaikan).

Model penilaian kinerja organisasi disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10. Model penilaian kinerja organisasi

5.2.1.2. KPI General Manager UP IV

Kinerja Pertamina UP IV tercermin dalam realisasi KPI General Manajer (GM) UP IV, karena GM adalah manajer puncak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di UP IV. KPI GM tersusun dari kontribusi setiap fungsi sehingga dalam KPI GM telah terangkum kinerja dari semua Fungsi. KPI GM merupakan kesepakatan kinerja yang ditandatangani di awal tahun dengan

Manajemen Stakeholders Inti

(Shareholders, supplier, buyer, masyarakat, karyawan, dll)

SWOT Visi Strategi Misi Tujuan Sasaran Citra Ciri Citra Indikator Keberhasilan

Tolok Ukur Keberhasilan

Program

Kegiatan

Direktorat Pengolahan, dan dipantau setiap bulannya dengan manajemen graph. Kesepuluh KPI GM tersebut antara lain :

1. Overhead yang dihitung dengan rasio overhead expenses

Rasio overhead = 100 biaya total Biaya × overhead

Biaya overhead = Asuransi + total overhead (di luar biaya bunga dan penyusutan)

Total biaya = (Biaya langsung + tidak langsung) - penyusutan - bunga 2. Processing cost excluding refinery fuel BBM Kilang BBM dan Kilang

NBM

Kilang BBM adalah Kilang FOC dan LOC, sedangkan Kilang NBM adalah Kilang Paraxylene dengan output NBM berupa paraxylene dan benzene. Biaya proses di luar bahan bakar diperoleh dari =

(Biaya langsung + biaya tak langsung + biaya penyusutan + biaya bunga) – biaya refinery fuel.

3. Realisasi produksi Realisasi produksi = fuel) refinary luar (di produksi STS realisasi total produksi realisasi Total

4. Volume produksi BBM Kilang 5. Pemakaian refinery fuel

Pemakaian bahan bakar kilang vol % on crude =

Dokumen terkait