• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PRODUKSI ENZIM

Isolat yang digunakan dalam produksi enzim ekstraseluler kitosanase adalah Bacillus licheniformis MB-2 asal Tompaso-Manado. Tahap awal pada produksi enzim ekstraseluler kitosanase adalah tahap penyegaran terhadap mikroba yang berpotensi untuk menghasilkan enzim kitosanase. Dimana isolat Bacillus licheniformis MB-2 ditumbuhkan pada media thermus padat (Park et al., 1999) pada waktu optimumnya yaitu selama 5 hari pada suhu 55°C. Waktu inkubasi yang singkat menyebabkan enzim tidak optimum menghidrolisa substrat karena mikroorganisme belum cukup beradaptasi dengan lingkungannya, sedangkan waktu inkubasi yang lama menyebabkan terjadinya penumpukkan produk akibat reaksi enzim dengan substrat. Mikroba yang memproduksi enzim ekstraseluler jika ditumbuhkan pada medium padat yang mengandung substrat yang dapat dihidrolisa, maka enzim tersebut akan dikeluarkan disekeliling koloninya dan akan menghidrolisa substrat disekeliling koloninya (Fardiaz, 1987). Sehingga perubahan disekitar koloni tersebut dilihat dengan terbentuknya areal bening (gambar 7). Areal bening menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi untuk memproduksi enzim kitosanase.

Gambar 7. Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang ditumbuhkan pada media thermus padat

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair (Park et al., 1999). Tujuannya adalah untuk perbanyakan sel dan menyediakan inokulum yang berada dalam keadaan aktif, sehingga bisa mempersingkat fase adaptasi/lag fase pada saat produksi. Adapun syarat inokulum yang digunakan untuk produksi enzim adalah sehat, bebas kontaminasi, dapat menahan kemampuannya membentuk produk, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, dan tersedia dalam jumlah yang cukup (Rahman, 1987).

Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi enzim, seperti pengaturan kondisi fermentasi (pH, suhu, transfer O2 dan nutrien bagi pertumbuhan), seleksi mikroba, dan

pengenalan siklus pertumbuhan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media fermentasi meliputi media-media tersebut mudah didapat, harganya murah, dan efisiensi penggunaannya. Menurut Rahman (1987) komponen dari media tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk menghasilkan metabolit, serta mampu memberikan energi yang cukup untuk biosintesa dan pemeliharaan sel. Dimana sumber-sumber nutrien yang ada dalam medium fermentasi digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, pemeliharaan, sumber energi bagi mikroorganisme untuk sintesis enzim, asam nukleat, dan senyawa makromolekul lainnya. Komponen yang terdapat pada media fermentasi meliputi senyawa sumber karbon, nitrogen, mineral (Mg, Cu, Fe, Zn, Ni, dan Co), air, serta faktor-faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan asam amino (Darwis dan Sukara, 1989).

Komposisi media yang digunakan untuk memproduksi enzim kitosanase sama dengan media yang digunakan untuk membuat kultur starter yaitu media thermus cair (Park et al., 1999). Hal ini dimaksudkan untuk mempersingkat fase adaptasi dari isolat mikroba. Adapun komposisi media yang dimaksud terdiri dari koloidal kitosan, MgSO4, KH2PO4, K2HPO4,

ekstrak kamir, dan casiton dengan pH media 7. Koloidal kitosan merupakan sumber karbon dan sekaligus sebagai substrat yang berfungsi sebagai inducer, karena sebagian besar mikroba memproduksi enzim secara induktif

(memproduksi enzim dengan keberadaan substrat). MgSO4, K2HPO4 dan

KH2PO4 berfungsi sebagai kofaktor enzim dan pertumbuhan. Sedangkan

casiton dan ekstrak kamir digunakan sebagai sumber nitrogen. Firdaus (2003) menyatakan bahwa casiton merupakan sumber nitrogen organik untuk memproduksi kitosanase secara optimal. Sedangkan sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen penting dalam media fermentasi karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari senyawa C dan N (Rahman, 1987). Pada tabel 9 dapat dilihat komposisi komponen tipikal sel mikroorganisme. Adapun dasar pemilihan media cair sebagai media fermentasi adalah agar oksigen, pH, dan faktor lingkungan lain dapat tersebar secara merata karena adanya aktivitas pengadukan, penanganan media cair yang lebih mudah, resiko kontaminasi rendah, dan kondisi fermentasi mudah dikontrol (Suhartono, 1989).

Tabel 9 . Komposisi komponen tipikal mikroorganisme

Komponen Persen sel (d. b)

Karbon 50 Nitrogen 7 – 12 Senyawa fosfor 1 – 3 Sulfur 0.5 – 1 Magnesium 0.5 Wang et al., (1979)

Produksi kitosanase dilakukan dengan menginokulasikan kultur starter ke dalam media cair. Menurut Darwis dan Sukara (1989) penambahan kultur starter dari bakteri umumnya berkisar antara 0.1 – 30% dari volume media. Pada penelitian ini kultur starter yang ditambahkan adalah 17.6% dari volume media cair. Wadah yang digunakan selama produksi enzim adalah erlenmeyer berukuran 250 ml, dimana tujuan penggunaan erlenmeyer 250 ml adalah agar proses aerasi dapat berlangsung dengan baik yaitu memungkinkan pemasokan O2 memadai, mempertahankan kondisi aerobik, dan membuang

sebagai penutup pada labu erlenmeyer untuk penyaringan udara. Menurut Rahman (1987) perpindahan O2 dari udara ke sel mikroba selama fermentasi

terjadi melalui tiga tahap yaitu perpindahan O2 dari gelembung udara ke dalam

larutan media, perpindahan O2 terlarut dari medium ke sel mikroba, dan

pengambilan O2 terlarut dari sel. Untuk mempertahankan keseragaman

suspensi sel mikroba dalam kultur, maka fermentasi dilakukan pada shaker waterbath yang berputar dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Selain itu tujuan penggunaan shaker waterbath yang berputar adalah untuk mempercepat pertumbuhan bakteri, karena dengan adanya putaran tersebut maka akan meningkatkan absorbsi O2 pada media dan menigkatkan aktivitas bakteri.

Produksi enzim dilakukan pada suhu 55°C selama 7 hari. Waktu fermentasi lebih lama dibandingkan waktu saat perbanyakan inokulum, agar sel bisa mencapai akhir fase log dimana enzim disintesa atau mendekati fase stationer. Chasanah (2004) melaporkan bahwa Bacillus licheniformis MB-2 yang ditumbuhkan pada media thermus cair yang disuplementasi 0.4% koloidal kitosan memiliki waktu produksi maksimum pada hari ke-7. Sedangkan suhu fermentasi dipilih 55°C karena sesuai denga suhu optimal pertumbuhan dari isolat Bacillus licheniformis MB-2. Menurut Suhartono (1989) bila suhu fermentasi lebih tinggi dibandingkan suhu optimal pertumbuhan mikroba maka akan terjadi kerusakan struktur protein yang memegang peranan kunci dalam menentukkan metabolisme dan pertumbuhan sel. Sedangkan bila suhu fermentasi lebih rendah maka aktivitas metabolisme sel menurun dengan cepat sehingga produk metabolit yang dihasilkan pun menurun.

Untuk mendapatkan supernatan enzim yang telah bebas dari sel bakteri dan sisa media yang tidak larut, maka dilakukan sentrifugasi dingin untuk mencegah terjadinya denaturasi akibat panas yang ditimbulkan dari proses sentrifugasi. Saat sentrifugasi sel akan mengendap karena adanya gaya gravitasi, sedangkan enzim akan tetap ada pada supernatan. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas kitosanase (tabel 6) untuk mengetahui aktivitas supernatan bebas sel dari enzim kitosanase. Adapun prinsip yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim kitosanase adalah pengukuran jumlah gula

pereduksi glukosamin yang terbentuk karena reaksi hidrolisis substrat dengan

soluble kitosan oleh komplek enzim kitosanase. Gula pereduksi yang

terbentuk akan mereduksi reagen schales yang mengandung ferrycyanide, dimana bentuk ferri dari besi akan tereduksi menjadi bentuk ferro membentuk larutan berwarna putih dan nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 420 nm.

Aktivitas supernatan bebas sel dari enzim kitosanase adalah 1.076 U/ml dengan aktivitas spesifik 4.538 U/mg. Aktivitas supernatan bebas sel yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya. Chasanah (2004) mendapatkan aktivitas kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 sebesar 0.8 U/ml dengan waktu panen 7 hari pada suhu inkubasi 55oC. Adanya perbedaan aktivitas supernatan bebas sel dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan faktor yang mempengaruhi lingkungan fermentasi seperti penciptaan kondisi aseptis saat fermentasi dan adanya perbedaan waktu inkubasi isolasi mikroba pada media padat. Perbandingan aktivitas supernatan bebas sel dengan kitosanase lain terlihat pada tabel 10.

Dokumen terkait