• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakteristik Kitosanase Dari Isolat Bacillus Licheniformis Mb-2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Karakteristik Kitosanase Dari Isolat Bacillus Licheniformis Mb-2"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

EVANDA PUSPITA. F24103051. Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat

Bacillus licheniformis MB-2. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Maggy T. Suhartono

RINGKASAN

Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi kitin. Kitosanase merupakan enzim yang mendegradasi kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil. Enzim kitosanase dapat dihasilkan oleh bakteri, fungi, dan tanaman. Pada penelitian ini, Bacillus licheniformis MB-2 yang diperoleh dari Tompaso (Manado) digunakan sebagai mikroba penghasil enzim kitosanase. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian kitosanase dari isolat Bacillus lecheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair yang terdiri dari koloidal kitosan, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak kamir, bacto agar, dan casiton untuk

mendapatkan kultur starter. Selanjutnya untuk produksi enzim kitosanase, kultur starter yang diperoleh diinokulasikan kedalam media yang sama dan difermentasi pada shaker waterbath selama 7 hari pada suhu 55°C dengan kecepatan 120 rpm. Supernatan bebas sel dari kitosanase diperoleh dengan cara sentrifugasi dingin selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya presipitasi dengan amonium sulfat 80% dilakukan terhadap supernatan bebas sel untuk mendapatkan

crude enzyme (endapan protein). Enzim yang telah diendapkan selanjutnya dikarakterisasi suhu dan pH untuk mendapatkan suhu dan pH optimum crude enzyme. Sebelum dilakukan kromatografi, crude enzyme didialisis menggunakan kantong selofan yang dapat menahan molekul lebih dari 10.000 dalton sehingga garam-garam dan ion penggangu lainnya yang dapat menggangu kestabilan enzim dapat bermigrasi keluar membran.

Kromatografi filtrasi gel diawali dengan tahap pengembangan matriks (swelling) dengan melarutkan Sephadex G-100 kedalam air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirrer perlahan selama 30 menit dan didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin. Selanjutnya supernatan diganti dengan bufer fosfat 0.05 M pH 6. Matriks yang telah dikembangkan diaplikasikan kedalam kolom kemudian kolom diekuilibrasi dengan bufer yang sama dan sebanyak 2 ml endapan protein hasil presipitasi dimasukkan kedalam kolom diikuti dengan perhitungan laju aliran setiap 100 drop. Filtrasi gel dilakukan selama 25 jam dengan kecepatan elusi 0.22 ml/menit. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan enzim dan soluble kitosan sebagai substrat menggunakan teknik spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm dan pengukuran protein dengan metode bradford pada panjang gelombang 595 nm. Fraksi enzim hasil kromatografi yang menunjukkan adanya peak pada grafik kromatografi selanjutnya dikarakterisasi dan dilakukan analisis SDS-PAGE. Karakterisasi yang dilakukan yaitu penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Sedangkan analisis SDS-PAGE dilakukan untuk menentukkan berat molekul enzim.

(3)

diendapkan dengan amonium sulfat aktivitas enzim meningkat menjadi 1.087 U/ml, namun menurunkan aktivitas spesifik enzim menjadi 1.433 U/mg. Dialisis menurunkan aktivitas enzim menjadi 1.086 U/ml namun meningkatkan aktivitas spesifiknya menjadi 2.045 U/mg. Selanjutnya setelah melewati tahap kromatografi terjadi penurunan aktivitas enzim menjadi 1.049 U/ml dan peningkatan aktivitas spesifik yang cukup besar menjadi 32.284 U/mg. Peningkatan aktivitas spesifik setelah tahap kromatografi menyebabkan tingkat kemurnian enzim meningkat. Adapaun tingkat kemurnian enzim berturut-turut dari hasil presipitasi, dialisat dan hasil kromatografi filtrasi gel adalah 0.32, 0.45, dan 7.11 kali.

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa crude enzyme optimum pada suhu 60 – 70oC dan optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 – 7. Sedangkan enzim hasil kromatografi optimum pada suhu 70 – 80oC dan optimum pada pH 6. Uji stabilitas enzim hasil kromatografi dilakukan pada suhu 80oC dan 90oC. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas relatif (sisa) enzim cukup stabil, dimana setelah melalui pemanasan selama 120 menit masih terdapat aktivitas relatif sebesar 59.61% (suhu 80oC) dan 58.53% (suhu 90oC). Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, stabilitas enzim pun dinyatakan dengan nilai k (konstanta deaktifasi), t1/2 (waktu paruh) dan energi aktifasi (Ea). Adapun nilai k untuk suhu

80oC dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1, sedangkan waktu paruhnya adalah 169.06 menit (suhu 80oC) dan 154.03 menit (suhu 90oC). Sehingga didapatkan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK). Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim hasil kromatografi cenderung lebih stabil. Aktivitas relatif setelah pemanasan selama 120 menit masih tersisa sebesar 91.94%, nilai k yang diperoleh adalah 0.0007 min-1 dan waktu paruhnya sebesar 990.21 menit.

(4)

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(5)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1985

Di Jakarta

Tanggal lulus: 08 Agustus 2007

Bogor, 15 Agustus 2007

Menyetuji,

Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono

Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember

198 1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari

pas Cah pasangan Cahyan Sofyadi dan Evi Syofia. Penulis

memili memiliki dua orang adik perempuan yang bernama

Deviani Deviani Prima Dewi dan Citra Diani Putri.

Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1991 -

1997 di SDN Catihan, kemudian melanjutkan sekolah

menengah pertama di STPN I Pdg-Banten hingga tahun 2000. Pada tahun 2003

penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMUN I Pdg-Banten.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA

selama periode 2005 – 2006. Disamping itu pada tahun 2007, penulis pernah

menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pangan. Pelatihan dan seminar

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di

Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PAU dengan judul Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Juni 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis

menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai

penulisan skripsi ini.

2. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan Dr. Sukarno, MSc selaku dosen penguji

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing dan

memberi saran kepada penulis.

3. Mamah, papah, dan adik penulis (Ima dan Citra) yang selalu memberi

bimbingan, dorongan (material, spiritual), kasih sayang kepada penulis

selama menjalani pendidikan di IPB dari awal hingga penulis

menyelesaikan tugas akhir ini.

4. My Big Family Bandung atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan,

dan doanya. Specially for enyunk, mamih, dan enin.

5. My best friends forever (Dian, Rucit, Ocha, Anis, Bohay, Iin, Abdy, Wate,

Ikoq, DinY, dan Indach) atas dukungannya, keceriannya, kasih sayang,

doa dan telah menjadi teman terbaik dan tempat curhat terbaik bagi

penulis. Terimakasih telah memberi kenangan indah bagi penulis.

6. Yuda Ganda Putera (terimakasi atas dukungan, perhatian dan doanya)

serta Jeniar, uwa, Indri, Didik, Jelita, dan yanti (terimakasih tetap menjadi

(8)

7. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU

(Dian, Rika, Prasna dan Usman). Terimakasih atas bantuannya dan

dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Tatan, Ican, Denang, Danang, dan Ari (terimakasih atas dukungan dan

bantuannya terutama disaat ujian sidang penulis). Widhi dan Acha

(terimakasih atas dukungannya).

9. Warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Bu Sri, Mbak

Rika, Bu Indah, Bu Emma, Bu Ika, Bu Eni, Bu Dewi, Mbak Pepi, dan

Mbak Ida) yang telah banyak membantu, mengajari, dan membimbing

penulis selama melaksanakan penelitian.

10.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Jenab, Mas Aga, Rucit, Ocha, Anis,

Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu

Warteg) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan

yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian

skripsi ini.

11.Teman-teman TPG 40. Terimakasih atas dukungan, kasih sayang, dan

kenangan indah selama di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2003-2007)

serta terimakasih atas kebaikan dan keceriaan dihari-hari praktikum,

penelitian, perkuliahan, dan di Lab komputernya. Specially for Golongan

B (Erik sebagai ketua golongan B, Tya, Aan, Ina, Tuti, Jeng Ye, Andin,

Anis, Hanifah, Novi, Ola, Idham, Kemal, Nunu, Marto, dan yang lainnya

yang tidak bisa disebutkan satu persatu).

12.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran

dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan banyak

manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat

penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af

atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007

(9)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KITOSAN ...

B. ENZIM KITOSANASE ...

C. MIKROBA TERMOFILIK ...

D. PEMURNIAN ENZIM

1. Pemurnian kitosanase ...

(a). Umum ...

(b). Kromatografi filtrasi gel ...

2. Pemurnian kitosanase yang telah dilakukan ...

E. SDS-PAGE ...

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT...

B. METODE PENELITIAN

1. Tahap Penyegaran dan Pembuatan

kultur Starter ...

2. Produksi Enzim ...

3. Pengendapan dengan amonium sulfat ...

4. Dialisis ...

5. Kromatografi filtrasi gel...

6. Analisa aktivitas enzim kitosanase ...

(10)

8. SDS-PAGE ...

9. Karakterisasi Enzim ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PRODUKSI ENZIM ...

B. EKSTRAKSI

1. Presipitasi ...

2. Dialisis ...

C. PEMURNIAN (Kromatografi filtrasi gel) ...

D. KARAKTERISASI ENZIM KITOSANASE

1. Karakterisasi enzim kasar (crude enzyme)

(a). Suhu optimum ...

(b). pH Optimum ...

2. Karakterisasi enzim murni (pure enzyme)

(a). Suhu optimum ...

(b). pH optimum ...

(c). Stabilitas panas ...

(11)

SKRIPSI

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

EVANDA PUSPITA. F24103051. Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat

Bacillus licheniformis MB-2. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Maggy T. Suhartono

RINGKASAN

Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi kitin. Kitosanase merupakan enzim yang mendegradasi kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil. Enzim kitosanase dapat dihasilkan oleh bakteri, fungi, dan tanaman. Pada penelitian ini, Bacillus licheniformis MB-2 yang diperoleh dari Tompaso (Manado) digunakan sebagai mikroba penghasil enzim kitosanase. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian kitosanase dari isolat Bacillus lecheniformis MB-2 melalui kromatografi filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang dihasilkan.

Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang memperlihatkan zona bening diinokulasikan pada media thermus cair yang terdiri dari koloidal kitosan, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak kamir, bacto agar, dan casiton untuk

mendapatkan kultur starter. Selanjutnya untuk produksi enzim kitosanase, kultur starter yang diperoleh diinokulasikan kedalam media yang sama dan difermentasi pada shaker waterbath selama 7 hari pada suhu 55°C dengan kecepatan 120 rpm. Supernatan bebas sel dari kitosanase diperoleh dengan cara sentrifugasi dingin selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya presipitasi dengan amonium sulfat 80% dilakukan terhadap supernatan bebas sel untuk mendapatkan

crude enzyme (endapan protein). Enzim yang telah diendapkan selanjutnya dikarakterisasi suhu dan pH untuk mendapatkan suhu dan pH optimum crude enzyme. Sebelum dilakukan kromatografi, crude enzyme didialisis menggunakan kantong selofan yang dapat menahan molekul lebih dari 10.000 dalton sehingga garam-garam dan ion penggangu lainnya yang dapat menggangu kestabilan enzim dapat bermigrasi keluar membran.

Kromatografi filtrasi gel diawali dengan tahap pengembangan matriks (swelling) dengan melarutkan Sephadex G-100 kedalam air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirrer perlahan selama 30 menit dan didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin. Selanjutnya supernatan diganti dengan bufer fosfat 0.05 M pH 6. Matriks yang telah dikembangkan diaplikasikan kedalam kolom kemudian kolom diekuilibrasi dengan bufer yang sama dan sebanyak 2 ml endapan protein hasil presipitasi dimasukkan kedalam kolom diikuti dengan perhitungan laju aliran setiap 100 drop. Filtrasi gel dilakukan selama 25 jam dengan kecepatan elusi 0.22 ml/menit. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan enzim dan soluble kitosan sebagai substrat menggunakan teknik spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm dan pengukuran protein dengan metode bradford pada panjang gelombang 595 nm. Fraksi enzim hasil kromatografi yang menunjukkan adanya peak pada grafik kromatografi selanjutnya dikarakterisasi dan dilakukan analisis SDS-PAGE. Karakterisasi yang dilakukan yaitu penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas enzim. Sedangkan analisis SDS-PAGE dilakukan untuk menentukkan berat molekul enzim.

(13)

diendapkan dengan amonium sulfat aktivitas enzim meningkat menjadi 1.087 U/ml, namun menurunkan aktivitas spesifik enzim menjadi 1.433 U/mg. Dialisis menurunkan aktivitas enzim menjadi 1.086 U/ml namun meningkatkan aktivitas spesifiknya menjadi 2.045 U/mg. Selanjutnya setelah melewati tahap kromatografi terjadi penurunan aktivitas enzim menjadi 1.049 U/ml dan peningkatan aktivitas spesifik yang cukup besar menjadi 32.284 U/mg. Peningkatan aktivitas spesifik setelah tahap kromatografi menyebabkan tingkat kemurnian enzim meningkat. Adapaun tingkat kemurnian enzim berturut-turut dari hasil presipitasi, dialisat dan hasil kromatografi filtrasi gel adalah 0.32, 0.45, dan 7.11 kali.

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa crude enzyme optimum pada suhu 60 – 70oC dan optimum pada bufer Na-fosfat pH 6 – 7. Sedangkan enzim hasil kromatografi optimum pada suhu 70 – 80oC dan optimum pada pH 6. Uji stabilitas enzim hasil kromatografi dilakukan pada suhu 80oC dan 90oC. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas relatif (sisa) enzim cukup stabil, dimana setelah melalui pemanasan selama 120 menit masih terdapat aktivitas relatif sebesar 59.61% (suhu 80oC) dan 58.53% (suhu 90oC). Selain dinyatakan dengan aktivitas relatif, stabilitas enzim pun dinyatakan dengan nilai k (konstanta deaktifasi), t1/2 (waktu paruh) dan energi aktifasi (Ea). Adapun nilai k untuk suhu

80oC dan 90oC adalah 0.0041 min-1 dan 0.0045 min-1, sedangkan waktu paruhnya adalah 169.06 menit (suhu 80oC) dan 154.03 menit (suhu 90oC). Sehingga didapatkan energi aktifasi sebesar 2371.48 kal/(gmol.oK). Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim hasil kromatografi cenderung lebih stabil. Aktivitas relatif setelah pemanasan selama 120 menit masih tersisa sebesar 91.94%, nilai k yang diperoleh adalah 0.0007 min-1 dan waktu paruhnya sebesar 990.21 menit.

(14)

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(15)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

STUDI KARAKTERISTIK KITOSANASE DARI ISOLAT Bacillus licheniformis MB-2

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

EVANDA PUSPITA F24103051

Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1985

Di Jakarta

Tanggal lulus: 08 Agustus 2007

Bogor, 15 Agustus 2007

Menyetuji,

Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono

Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember

198 1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari

pas Cah pasangan Cahyan Sofyadi dan Evi Syofia. Penulis

memili memiliki dua orang adik perempuan yang bernama

Deviani Deviani Prima Dewi dan Citra Diani Putri.

Pendidikan Sekolah ditempuh dari tahun 1991 -

1997 di SDN Catihan, kemudian melanjutkan sekolah

menengah pertama di STPN I Pdg-Banten hingga tahun 2000. Pada tahun 2003

penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMUN I Pdg-Banten.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA

selama periode 2005 – 2006. Disamping itu pada tahun 2007, penulis pernah

menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Pangan. Pelatihan dan seminar

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Ridho-Nya serta atas rahmat dan karunian-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di

Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PAU dengan judul Studi Karakteristik Kitosanase dari Isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Juni 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis

menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai

penulisan skripsi ini.

2. Ir. Sutrisno Koswara, MSi dan Dr. Sukarno, MSc selaku dosen penguji

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing dan

memberi saran kepada penulis.

3. Mamah, papah, dan adik penulis (Ima dan Citra) yang selalu memberi

bimbingan, dorongan (material, spiritual), kasih sayang kepada penulis

selama menjalani pendidikan di IPB dari awal hingga penulis

menyelesaikan tugas akhir ini.

4. My Big Family Bandung atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan,

dan doanya. Specially for enyunk, mamih, dan enin.

5. My best friends forever (Dian, Rucit, Ocha, Anis, Bohay, Iin, Abdy, Wate,

Ikoq, DinY, dan Indach) atas dukungannya, keceriannya, kasih sayang,

doa dan telah menjadi teman terbaik dan tempat curhat terbaik bagi

penulis. Terimakasih telah memberi kenangan indah bagi penulis.

6. Yuda Ganda Putera (terimakasi atas dukungan, perhatian dan doanya)

serta Jeniar, uwa, Indri, Didik, Jelita, dan yanti (terimakasih tetap menjadi

(18)

7. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU

(Dian, Rika, Prasna dan Usman). Terimakasih atas bantuannya dan

dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Tatan, Ican, Denang, Danang, dan Ari (terimakasih atas dukungan dan

bantuannya terutama disaat ujian sidang penulis). Widhi dan Acha

(terimakasih atas dukungannya).

9. Warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU (Bu Sri, Mbak

Rika, Bu Indah, Bu Emma, Bu Ika, Bu Eni, Bu Dewi, Mbak Pepi, dan

Mbak Ida) yang telah banyak membantu, mengajari, dan membimbing

penulis selama melaksanakan penelitian.

10.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Jenab, Mas Aga, Rucit, Ocha, Anis,

Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu

Warteg) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan

yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian

skripsi ini.

11.Teman-teman TPG 40. Terimakasih atas dukungan, kasih sayang, dan

kenangan indah selama di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2003-2007)

serta terimakasih atas kebaikan dan keceriaan dihari-hari praktikum,

penelitian, perkuliahan, dan di Lab komputernya. Specially for Golongan

B (Erik sebagai ketua golongan B, Tya, Aan, Ina, Tuti, Jeng Ye, Andin,

Anis, Hanifah, Novi, Ola, Idham, Kemal, Nunu, Marto, dan yang lainnya

yang tidak bisa disebutkan satu persatu).

12.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran

dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberikan banyak

manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat

penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af

atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007

(19)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KITOSAN ...

B. ENZIM KITOSANASE ...

C. MIKROBA TERMOFILIK ...

D. PEMURNIAN ENZIM

1. Pemurnian kitosanase ...

(a). Umum ...

(b). Kromatografi filtrasi gel ...

2. Pemurnian kitosanase yang telah dilakukan ...

E. SDS-PAGE ...

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT...

B. METODE PENELITIAN

1. Tahap Penyegaran dan Pembuatan

kultur Starter ...

2. Produksi Enzim ...

3. Pengendapan dengan amonium sulfat ...

4. Dialisis ...

5. Kromatografi filtrasi gel...

6. Analisa aktivitas enzim kitosanase ...

(20)

8. SDS-PAGE ...

9. Karakterisasi Enzim ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PRODUKSI ENZIM ...

B. EKSTRAKSI

1. Presipitasi ...

2. Dialisis ...

C. PEMURNIAN (Kromatografi filtrasi gel) ...

D. KARAKTERISASI ENZIM KITOSANASE

1. Karakterisasi enzim kasar (crude enzyme)

(a). Suhu optimum ...

(b). pH Optimum ...

2. Karakterisasi enzim murni (pure enzyme)

(a). Suhu optimum ...

(b). pH optimum ...

(c). Stabilitas panas ...

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Aplikasi kitosan ... 5

Tabel 2. Jenis enzim termostabil lain ... 6

Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu ... 8

Tabel 4. Beberapa tipe dari gel sephadex ... 12

Tabel 5. Tahap pemurnian enzim kitosanase ... 13

Tabel 6. Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase ... 16

Tabel 7. Prosedur analisis aktivitas enzim kitosanase ... 24

Tabel 8. Komposisi gel SDS-PAGE ... 26

Tabel 9. Komposisi komponen tipikal mikroorganisme ... 32

Tabel 10. Perbandingan aktivitas enzim dengan kitosanase lain ... 38

Tabel 11. Produksi enzim kitosanase dari isolat Bacllus licheniformis MB-2 ... 41 Tabel 12. Perbandingan tingkat kemurnian dengan kitosanase lain ... 42

Tabel 13 Kisaran pemisahan gel akrilamida pada berbagai konsentrasi.... 56

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses deasetilasi kitin ... 4

Gambar 2. Lintasan degradasi kitin ... 5

Gambar 3. Mekanisme pemisahan molekul pada kromatografi

filtrasi gel ... 11

Gambar 4. Struktur sephadex ... 12

Gambar 5. Pembentukan gel poliakrilamida ... 15

Gambar 6. Skema riset penelitian ... 20

Gambar 7. Areal bening dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 yang

ditumbuhkan pada media thermus padat ... 30 Gambar 8 Aktivitas enzim kitosanase hasil ekstraksi ... 36

Gambar 9. Prinsip dialisis ... 37

Gambar 10.

Gambar 11a.

Gambar 11b.

Profil elusi aktif kitosanase pada filtrasi gel

(sephadex G-100) ...

Aktivitas crude kitosanase pada berbagai suhu ... Aktivitas spesifik crude kitosanase pada berbagai suhu ...

42

44

44

Gambar 12a.

Gambar 12b.

Aktivitas crude kitosanase pada berbagai pH ... Aktivitas spesifik crude kitosanase pada bebagai pH ...

46

46

Gambar 13a.

Gambar 13b.

Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi

suhu ……….

Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai kondisi

suhu ………. 48

48

Gambar 14a.

Gambar 14b.

Aktivitas kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH ...

Aktivitas spesifik kitosanase fraksi 9 pada berbagai pH ... 49

49

Gambar 15. Pengaruhu suhu terhadap stabilitas kitosanase Bacillus

licheniformis MB-2 ... 51

Gambar 16. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 terhadap waktu pemanasan ... 52

(23)

Gambar 18. Pengaruh pH terhadap stabilitas kitosanase Bacillus licheniformis MB-2 pada suhu 80oC ... 54

Gambar 19. Kurva hubungan ln aktivitas kitosanase Bacillus licheniformis

MB-2 terhadap waktu pemanasan pada suhu 80oC ... 55 Gambar 20. Mekanisme pembentukan kompleks SDS-Protein ... 57

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pembuatan tepung kitosan ... 67

Lampiran 2. Pembuatan koloidal kitosan ... 68

Lampiran 3. Pembuatan soluble chitosan ... 69 Lampiran 4. Pembuatan kurva standar glukosamin ... 70

Lampiran 5. Pembuatan kurva standar protein (BSA) ... 71

Lampiran 6. Komposisi larutan bufer ... 72

Lampiran 7. Pembuatan pereaksi schales, pereaksi Bradford, dan pereaksi

untuk SDS-PAGE ... 74

Lampiran 8. Aktivitas dan kadar protein crude enzyme ... 76 Lampiran 9. Hasil Kromatografi filtrasi gel kitosanase dari isolat Bacillus

licheniformis MB-2 ... 77 Lampiran 10. Karakterisasi suhu Crude enzyme ………... 82 Lampiran 11. Karakterisasi pH crude enzyme ……….. 83 Lampiran 12. Karakterisasi suhu fraksi 9 (pure enzyme) ... 85 Lampiran 13. Karakterisasi pH fraksi 9 (pure enzyme) ... 86 Lampiran 14. Pengaruh suhu pemanasan fraksi 9 (pure enzyme) terhadap

stabilitas enzim ………... 87

Lampiran 15. Pengaruh pH fraksi 9 (pure enzyme) terhadap terhadap stabilitas enzim ……….. 88

(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kitosan merupakan produk terdeasetilasi (penghilangan gugus –

COCH3) dari kitin. Kitin merupakan polimer alami kedua terbanyak di alam

setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kutikula serangga, crustacea,

klorofil alga (chlorella sp) dan dinding sel fungi (terutama kelas zygomycetes).

Selain itu kitosan bersifat larut asam dan tidak larut dalam media netral dan

campuran alkali serta merupakan polikation alami (Choi et al., 2004). Piza et

al., (1999) melaporkan kitosan merupakan suatu polisakarida linear yang

mempunyai ikatan β-(1,4) glukosamin.

Kitosanase adalah enzim yang menghidrolisis kitosan menjadi

oligomer kitosan dan beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil (enzim

yang masih dapat aktif diatas suhu optimal pertumbuhan mikroorganisme

yang menghasilkannya). Sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati

tinggi, Indonesia merupakan salah satu habitat bagi mikroorganisme penghasil

enzim kitosanase. Kawasan sumber air panas, kawah gunung berapi, dan

sumur hydrothermal dimana suhunya dapat mencapai 100°C merupakan

wilayah Indonesia yang belum banyak digali potensinya. Kawasan ini adalah

habitat bagi mikroorganisme termofilik, dimana mikroorganisme ini

merupakan mikroorganisme penghasil enzim termostabil. Oleh karena itu

peluang untuk mendapatkan mikroorganisme penghasil enzim kitosanase

termostabil sangat tinggi.

Isolasi bakteri penghasil enzim kitosanase termostabil dari

bakteri termofilik telah berhasil dilakukan oleh Chasanah (2004). Hasil isolasi

yaitu isolat Bacillus licheniformis MB-2 dari sumber air panas Tompaso-

Manado digunakan untuk produksi, pemurnian, elektroforesis, dan

karakterisasi enzim kitosanase. Selain itu isolat Bacillus coagulans LH 28.38

asal Lahendong-Sulawesi Utara pun telah berhasil diisolasi dan diaplikasikan

untuk menghasilkan enzim kitosanase (Haliza, 2003).

Pada beberapa dekade terakhir, enzim yang stabil pada kondisi

(26)

industri. Maka dari itu pencarian terhadap mikroorganisme termofil yang

menghasilkan enzim termostabil pun terus dilakukan karena memberikan

banyak keuntungan, seperti enzim termostabil sangat berguna sebagai

biokatalis dalam penelitian dan proses industri. Selain itu menyebabkan

peningkatan reaksi karena adanya peningkatan suhu, yang tentunya hal ini

akan berdampak pada penghematan waktu, tenaga, dan biaya operasi. Enzim

termostabil pun dapat meminimalkan kontaminasi dan lebih tahan terhadap

berbagai senyawa atau keadaan penyebab denaturasi sehingga lebih tahan

untuk disimpan serta dapat menekan kehilangan aktivitas selama produksi

dan penyimpanan (Suwanto, 1991).

Usaha untuk memurnikan enzim dan menentukkan berat molekul

dari enzim telah banyak dilakukan terutama secara analitik. Dimana

pemurnian enzim merupakan proses pemisahan protein enzim dari protein non

enzim dan elektroforesis merupakan suatu cara yang digunakan untuk

menentukkan berat molekul protein enzim. Adapun teknik pemurnian yang

umum dilakukan untuk enzim adalah metode kromatografi filtrasi gel

menggunakan matriks tertentu sehingga terjadi pemisahan protein berdasarkan

ukuran molekulnya, kromatografi ion exchange, kromatografi afinitas, dan

kromatografi interaksi hidrofobik. Tahap kromatografi dilakukan setelah

melalui beberapa tahap ekstraksi enzim yang meliputi tahap pengendapan

dengan amonium sulfat (presipitasi) dan dialisis.

B. TUJUAN DAN SASARAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian enzim

kitosanase dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 melalui kromatografi

filtrasi gel dan menganalisa beberapa karakteristik dari enzim kitosanase yang

(27)

C. MANFAAT PENELITIAN

Informasi beberapa karakteristik enzim termostabil kitosanase dari

isolat Bacillus licheniformis MB-2 bermanfaat untuk penggunaan enzim

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KITOSAN

Kitosan merupakan polimer yang tersusun atas monomer

D-glukosamin melalui ikatan glikosidik β-1,4 dan diperoleh dari hasil deasetilasi

kitin (penghilangan gugus –COCH3) (Piza et al., 1999). Kitin merupakan

polimer yang disusun dari monomer N-asetil glukosamin

(2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa). Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan terdapat pada

gambar 1.

Gambar 1. Proses Deasetilasi Kitin (Piza et al., 1999)

Selain menghilangkan gugus asetil, proses deasetilasi kitin menjadi

kitosan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga kitosan

bersifat polikationik. Proses desetilasi kitin menjadi kitosan dibagi menjadi dua

proses yaitu secara kimiawi dan enzimatis (Emmawati, 2005). Proses

deasetilasi secara kimiawi dilakukan dengan perlakuan alkali NaOH 50%

dengan pemanasan. Sedangkan proses deasetilasi secara enzimatis terjadi

karena aktivitas katalitik CDA (gambar 2).

n

n

(Kitin)

n

n

(29)

CDA (EC 3.5.1.41)

kitinase kitosanase

(EC 3.2.1.14) (EC 3.2.1.132)

N-Asetil glukosaminidase glukosaminidase

Gambar 2. Lintasan degradasi kitin dan kitosan (Rochima, 2005)

Tabel 1. Aplikasi Kitosan

Aplikasi Contoh

Pangan • Edible film pada produk sayur dan buah

• Pengawet alami produk pangan

Kedokteran • Agen pengurang kolesterol, lemak, dan pelangsing

tubuh

Kosmetik • Skin care (moisturizer), lipstics, foundation, lotion, dan

shampo

Tekstil • Bermanfaat pada pembuatan underwear, bantal, dan

sarung tangan

Lainnya • Penanggulangan limbah (kitosan bisa mengkelat

tembaga, timah, mercury, dan uranium)

• Digunakan untuk pelapisan benih sehingga bisa menghambat patogen dan membuat tanaman jadi

resistan terhadap penyakit

(http://www.uspto.gov) Kitin

N-Asetil glukosamin

Kitosan oligosakarida Kitosan

Kitin oligosakarida

(30)

B. ENZIM KITOSANASE

Kitosanase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan

GIcN-GIcN, GIcN-GIcNAc dan GIcN-GIcN, bukan pada ikatan

GIcNAc-GIcNAc (Piza et al., 1999). Beberapa kitosanase diduga bersifat termostabil,

yaitu enzim yang masih stabil dan masih dapat aktif pada suhu diatas suhu

pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkannya selama waktu tertentu.

Enzim termostabil pada umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik

yang hidup pada lingkungan dengan temperatur lebih besar dari 50°C,

misalnya perairan air panas, kawah, dan sedimen geotermal lainnya. Dimana

stabilitas dari enzim termostabil disebabkan oleh interaksi van der wals, ikatan

hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan jembatan disulfida

di antara asam amino penyusun protein.

Bakteri penghasil kitosanase diantaranya adalah Bacillus circulans

MH-K1 (Yabuki, 1989), Bacillus licheniformis UTK (Uchida et al., 1992),

Bacillus cereus (Piza et al., 1999), Bacillus megaterium P1 (Pelletier dan

Syugsch, 1992), Bacillus sp. Strain KCTC 0377 BP (Choi et al., 2004),

Matsuebacter chitosanotabidus 3001 (Park et al, 1999),dan genus Aspergillus

(Arcidiacono et al., 1989) dilaporkan juga sebagai mikroba penghasil enzim

kitosanase. Beberapa enzim termostabil yang telah dimanfaatkan dalam

industri dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis Enzim termostabil lain

Mikroba Enzim Termostabil Aplikasi

Bacillus subtilis α-amilase

(31)

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

seperti pH, suhu, pelarut, kekuatan ion dan adanya inhibitor atau aktivator.

Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui sifat-sifat/karakteristik

enzim yang meliputi pH optimum, suhu optimum, pengaruh penambahan ion

logam, dan ketahanan enzim terhadap panas. Namun dalam penelitian ini

hanya ditentukan pH optimum, suhu optimum, dan stabilitas panas (hanya

pada enzim murni).

Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena

yang kompleks. Pada umumnya semakin tinggu suhu, laju reaksi kimia

semakin naik dan inaktifasi enzim semakin naik pula baik yang dikatalis

maupun yang tidak dikatalis oleh enzim (Winarno, 1983). Suhu optimum

merupakan suhu dimana enzim menunjukkan aktivitas yang maksimum.

Meningkatnya aktivitas enzim sampai pada suhu optimum tertentu disebabkan

oleh bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi,

serta rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk

saling berinteraksi. Pada suhu yang tinggi protein akan cepat mengalami

kerusakan (denaturasi) (Suhartono, 1989).

Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yaitu enzim mempunyai

konstanta disosiasi pada gugus asam dan basanya terutama pada residu

terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Tidak semua enzim

menunjukkan pH optimum dengan puncak yang tajam. Beberapa enzim

menunjukkan sebuah kisaran pH, dimana kecepatan reaksi tidak berubah. Hal

ini disebabkan beberapa asam amino yang merupakan sisi aktif enzim dapat

terionisasi pada kisaran pH tertentu. Menurut Lehninger (1993) enzim

memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitasnya

maksimum. Umumnya enzim optimum pada pH 4.5 – 8 (Winarno, 1983).

Nilai pH optimum enzim tidak selalu sama dengan pH lingkungan normalnya

(dapat sedikit berada di atas atau di bawah pH lingkungan normalnya).

Kestabilan (ketahanan) enzim dapat diartikan sebagai kestabilan

aktivitas enzim selama penyimpanan enzim, selama penggunaan enzim

tersebut, dan kestabilan terhadap berbagai senyawa yang bersifat merusak

(32)

misalnya suhu (panas) dan pH ekstrim. Penentuan daya tahan enzim terhadap

panas umumnya dilakukan pada suhu optimum dan pH optimum enzim

tersebut (Suhartono, 1989). Adanya perbedaan sumber atau asal enzim dapat

menyebabkan perbedaan terhadap daya tahan panas enzim tersebut meskipun

jenis enzimnya sama (Winarno, 1983). Tabel 6 menunjukkan beberapa

karakteristik dari enzim kitosanase.

C. MIKROBA TERMOFILIK

Mikroba termofilik merupakan mikroba yang mampu tumbuh

optimal pada lingkungan ekstrim panas yaitu daerah-daerah geotermal di darat

maupun di laut dalam. Mikroba termofil dapat lebih tahan pada suhu tinggi

disebabkan oleh keistimewaan yang dimiliki pada membran selnya yang

berhubungan dengan lingkungan luar. Diduga asam lemak penyusun komponen

membran lebih jenuh sehingga membuat membran ini lebih stabil dan tahan

pada suhu tinggi. Mengingat beraneka ragam kehidupan mikroba, maka

mikroba diklasifikasikan berdasarkan suhu pertumbuhan optimalnya pada tabel

3.

Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu

Klasifikasi Suhu Pertumbuhan

Minimum (°C) Optimum (°C) Maksimum (°C)

Psikrofil 0 – 5 5 – 15 15 – 20

Mesofil 10 – 20 20 – 40 40 – 45

Termofil 25 – 45 45 – 60 60 – 80

(Prescott et al., 2003)

Bacillus licheniformis MB-2 merupakan salah satu jenis mikroba

termofil yang menghasilkan enzim kitosanase. Berdasarkan identifikasi

mikroba yang telah dilakukan oleh Chasanah (2004), Bacillus licheniformis

MB-2 merupakan jenis bakteri gram positif dan bersifat aerobik atau

(33)

reaksi katalase serta hasil negatif pada reaksi indole, methyl red, dan voges

preusker.

D. PEMURNIAN ENZIM

1. Pemurnian Kitosanase

(a). Umum

Pemurnian merupakan suatu usaha untuk mengisolasi enzim

tertentu dari ekstrak enzim kasar yang masih mengandung sel

mikroorganisme ataupun komponen lainnya (Hooper & Homes, 2000).

Walsh (2002) menggolongkan metode kromatografi menjadi empat yaitu

kromatografi ion exchange, kromatografi interaksi hidrofobik,

kromatografi afinitas, dan kromatografi filtrasi gel.

Kromatografi ion exchange adalah pemisahan protein yang

memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam larutan

dengan senyawa pengisi kolom yang muatannya berlawanan (Harris dan

Angal, 1989). Suhartono (1989) berpendapat bahwa ada dua macam

bahan penukar ion yaitu bahan penukar kation dan bahan penukar anion.

Contoh penukar kation adalah Dowex 50, IRC-150, CM-selulosa,

sephadex, dan sulfoetil selulosa. Sedangkan contoh penukar anion adalah

aminoetil, DEAE (dietil-aminoetil), dan quartener-aminoetil.

Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan pemisahan protein

berdasarkan adanya perbedaan interaksi hidrofobik antara larutan protein

dan matriks gel sebagai fase diamnya. Jenis matriks yang biasa

digunakan adalah turunan dari sepharose seperti fenil sepharose

(Suhartono, 1989).

Kromatografi afinitas merupakan tipe kromatografi adsorpsi

(Scouten, 1942). Dalam hal ini molekul yang akan dimurnikan secara

khusus dan bersifat reversibel diadsorpsi oleh ikatan komplemen (ligan)

yang terikat pada matrik. Sedangkan Kromatografi gel filtrasi

merupakan jenis metode pemurnian yang memisahkan larutan protein

(34)

beberapa tahap pemurnian enzim kitosanase yang dihasilkan dari

berbagai sumber (mikroba) yang berbeda.

(b). Kromatografi filtrasi gel

Kromatografi filtrasi gel digunakan untuk memisahkan protein

yang mempunyai berat molekul tinggi dari protein atau molekul lain

dengan berat molekul rendah, jadi bekerja sebagai suatu penyaring

molekul. Prinsip dari filtrasi gel yaitu digunakanya bahan pengisi berupa

gel yang berpori-pori, dimana pori-pori pada permukaan gel ini cukup

untuk mencegah molekul-molekul besar masuk kedalamnya tetapi hanya

dapat menampung molekul-molekul kecil. Pada filtrasi gel, campuran

protein di dalam larutan dialirkan kedalam kolom butiran kecil berpori

dari polimer hidrofilik, sehingga molekul besar akan terelusi keluar

kolom lebih cepat daripada molekul kecil karena molekul besar tidak

dapat berpenetrasi ke dalam granula-granula filtrasi gel tetapi hanya

melalui sisi granula saja. Sedangkan molekul kecil dapat berpenetrasi ke

dalam granula-granula filtrasi gel sehingga molekul kecil terperangkap

didalamnya, menyebabkan molekul kecil terelusi keluar lebih lambat

daripada molekul besar. Akan tetapi protein yang memiliki berat

molekul menengah akan mengalir kebawah dengan kecepatan antara

tergantung pada tingkat kemampuan menembus butiran (Lehninger,

1993). Filtrasi gel merupakan metoda pemurnian yang dipilih pada

penelitian ini. Mekanisme pemisahan molekul di dalam kolom filtrasi gel

(35)

Gambar 3. Mekanisme pemisahan molekul pada kolom gel filtrasi

(http://www.imb-jena.de/.../proteins_purification.html)

Menurut Darwis dan Sukara (1989) beberapa jenis gel yang dapat

dipakai dalam filtrasi gel antara lain dekstran, poliakrilamida,

polistirena, agarosa, selulosa, silikat, serta pore glass. Jenis gel yang

paling umum digunakan adalah dekstran yang secara komersial dikenal

dengan nama sephadex. Sephadex merupakan polisakarida dekstran yang

berikatan silang dengan epiklorohidrin yang mengandung sejumlah besar

gugus hidroksil. Gel ini mempunyai sifat tahan terhadap garam atau

basa, namun rusak oleh asam (di bawah pH 2) dan oksidator kuat

(Suhartono, 1989). Tipe dari sephadex menentukkan kisaran ukuran

yang dapat dipisahkan. Beberapa tipe gel sephadex dan ukuran molekul

yang dapat dipisahkan dapat dilihat pada tabel 4.

(250 kDa) 125 kDa 75 kDa Campuran protein

Volume elusi Pori matriks

(36)

Tabel 4. Beberapa tipe dari gel sephadex

Tipe

Gel

Nilai pengikatan

air g/g sephadex

kering

Batas

pengeluaran / BM

(Dalton)

Kisaran

fraksinasi

(Dalton)

G-10 1.0 700 - 700

G-25 2.5 5000 100 – 5000

G-50 5.0 10.000 500 – 10.000

G-75 7.5 50.000 1000 – 50.000

G-100 10.0 100.000 5000 – 100.000

G-200 20.0 200.000 5000 – 200.000

Mangunwidjaja (1988)

Huruf G dibelakang nama sephadex menunjukkan bahwa sephadex

tersebut dikembangkan dengan air. Sedangkan nomor dibelakangnya

menunjukkan besarnya pengembangan tersebut. Misalnya, 25 kali, 50

kali, dan sebagainya (Suhartono, 1989). Gambar 4 menunjukkan struktur

dari sephadex.

Gambar 4. Struktur sephadex

(37)

2. Pemurnian Kitosanase yang telah dilakukan

Tahapan pemurnian kitosanase yang telah berhasil dilakukan

tertera pada tabel 5.

Tabel 5. Tahap pemurnian enzim kitosanase

Sumber Tahapan Acuan

Bacillus cereus 1. Presipitasi PEG 22%

2. Cation exchange

(s-sepharose)

Piza et al., 1999

Bacillus sp. Strain

KCTC 0377 BP

1. Dialisis (PEG)

2. Anion exchange

(CM-Toyopearl)

2. Filtrasi gel (sephadex

G-100)

2. Dialisis (Bufer Tris

Malat 0.02 M pH 6.2)

3. Anion exchange

(CM-selulosa) dan HPLC

2. Filtrasi gel (sephadex

G-50 dan sephadex G-100)

Uchida, 1992

Mucor rouxi 1. Presipitasi amonium

(38)

3001 2. Dialisis (Bufer Tris-HCl

1. Dialisis (Bufer sodium

asetat 10 mM pH 5.0)

2. Kromatografi anion

exchange

Eom dan Kang,

2003

E. SDS-PAGE (PAGE dengan Sodium dodesil sulfat)

Teknik SDS-PAGE merupakan metode yang sudah lama

digunakan secara luas untuk menentukkan berat molekul. Selain itu SDS-PAGE

pun digunakan untuk memonitor pemurnian protein dan mendeteksi

penggunanaan pemalsuan bahan-bahan (Nur dan Adijuwana, 1987).

SDS-PAGE adalah metoda yang murah, mudah dibuat, dan cepat untuk

menentukkan, membandingkan, dan mengkarakterisasi protein (Bollag dan

Edelstein, 1991).

SDS-PAGE merupakan pemisahkan fraksi-fraksi suatu zat

berdasarkan migrasi partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul dibawah

pengaruh medan listrik, dimana migrasi partikel bermuatan dapat terjadi karena

perbedaan ukuran, bentuk, dan muatan (Harris & Angal, 1989).

SDS (CH3-(CH2)10-CH2OSO3-Na+) merupakan detergen anionik

dan merupakan grup ion sulfat. Disamping itu SDS pun sebagai bahan

pendenaturasi protein bila dipanaskan bersama dengan β-merkaptoetanol

selama 100°C selama 3 menit. Pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga

dimensi protein menjadi konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan oleh

terpecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus

sulfihidril. Gel poliakrilamida diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida

dengan sejumlah cross linking agent metilena bis akrilamida dan amonium

(39)

akan terjadi penyimpanan radikal bebas di dalam molekul akrilamid sehingga

terbentuk akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini dapat bereaksi dengan cara yang

sama dengan molekul akrilamid yang lain sehingga dihasilkan suatu rantai

polimer yang panjang. Larutan dari rantai polimer ini meskipun kental

(viscous), tapi tidak membentuk gel. Untuk membentuk gel diperlukan N,

N’-metilen-bis-akrilamida yang bertindak sebagai cross linking agent. Polimerisasi

menyebabkan jala dari rantai akrilamida. Ukuran pori jala tersebut ditentukkan

oleh jumlah akrilamida yang dipergunakan per unit volume medium reaksi

(%T) dan derajat ikatan silangnya (%C) (Nur dan Adijuwana, 1988). Adapun

mekanisme dari pembentukan gel poliakrilamida dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pembentukan gel poliakrilamida

(http://www.davidson.edu/.../Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html)

Analisa hasil elektroforesis SDS-PAGE pada umumnya didasarkan

pada elektroforetik protein. Mobilitas suatu partikel adalah kecepatan yang

dicapai oleh partikel tersebut pada suatu medan listrik dan mobilitas relatif

suatu protein merupakan perbandingan jarak antara titik awal ke pita protein

dengan titik awal ke titik akhir elektroforesis (Suhartono, 1989 dan Nur &

(40)

dengan membuat hubungan antara log berat molekul dan mobilitasnya (Nur dan

Adijuwana, 1988).

Tabel 6. Beberapa karakteristik enzim murni kitosanase

(41)

Bacillus sp.

Strain CK4

60 6.5 29

(SDS-PAGE)

Yoon et al.,

2000

Aspergillus

fumigatus KB-1

60 dan 70 5.5 – 6.5 25.5

(SDS-PAGE)

Eom dan

(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : (1)

isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang merupakan koleksi

Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian Bogor. (2)

Tepung kitin Rajungan dan substrat terdiri dari : kitosan dan koloidal kitosan

(Haliza, 2003) (lampiran 1 dan 2), soluble kitosan disiapkan dari metoda

Chasanah (2004) (lampiran 3). (3) Bahan-bahan kimia untuk media padat

(Chasanah, 2004) dan thermus media cair yang disiapkan dari metoda Park et

al., (1999) yaitu K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, ekstrak khamir, casiton, bacto

agar, dan gelrite (4) Reagen terdiri dari larutan schales dan larutan bradford

(lampiran 7) (5) Bahan kimia untuk pembuatan kurva standar adalah

glukosamin, BSA (Bovine serum Albumin) (6) Amonium sulfat, Na-karbonat,

dan EDTA digunakan untuk tahap presipitasi dan dialisis (7) Sephadex G-100

digunakan untuk kolom kromatografi metode filtrasi gel (8) Bufer terdiri dari

bufer asetat, bufer fosfat, bufer universal, bufer sitrat, bufer fosfat sitrat, bufer

tris (lampiran 6), bufer elektroforesis dan bufer sampel (lampiran 7) (9)

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk SDS-PAGE terdiri dari larutan A,

larutan B, larutan C, larutan fiksasi, silver nitrat, Na2CO3, APS (amonium

persulfat), TEMED (N,N,N’,N’-tetrametil diamin), aquabidestilata, etanol

(30% dan 50%), formaldehida, larutan enhancer, marker (pharmacia)

(lampiran 7). (semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini

berspesifikasi pro-analisis (p.a).

2. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan yang

berada di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU Institut Pertanian

Bogor antara lain: neraca analitik, ruang dingin (cool room), bunsen, oven,

autoklaf, mesin pengering beku, spektrofotometer, kantong dialisis dari

(43)

46,5 cm dengan diameter 1 cm, AC 26 adaptor (pharmacia), redifrac fraction

collector (pharmacia), mini Vertical Electrophoresis (Bio-rad), hamilton

syinges, pH meter, shaker waterbath suhu 55oC, kapas, glass wool, magnetic

stirrer, alumunium foil, sudip, jarum ose, eppendorf, kertas lakmus, kertas

(44)

B. METODA

Skema riset penelitian dapat dilihat pada gambar 6 :

Gambar 6. Skema Riset Penelitian

1. Tahap penyegaran dan pembuatan kultur starter (Rianti, 2003)

Isolat bakteri Bacillus licheniformis MB-2 yang disimpan dalam

freezer, didiamkan selama lima menit pada suhu ruang. Sebanyak satu ose Tahap penyegaran dan

pembuatan kultur starter

Produksi enzim : 1. Aktivitas enzim 2. Kadar protein

Tahap pemurnian enzim : 1. Presipitasi

2. Dialisis

3. Kromatografi teknik filtrasi gel

Elektroforesis SDS-PAGE

Karakterisasi enzim (Crude enzyme dan Pure enzyme) :

1. Suhu Optimum 2. pH Optimum 3. Stabilitas panas

(45)

hari pada suhu pertumbuhan 55oC. Setelah itu dilihat areal bening/zona

bening. Hasil goresan (zona bening) diambil satu ose kemudian ditumbuhkan

pada 150 ml media cair dan diinkubasi dalam shaker waterbath suhu 55oC

selama 24 jam dengan kecepatan 120 rpm. Media padat yang digunakan

adalah 1.0% koloidal kitosan, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4,

0.25% yeast extract, 0.25% casiton, 1.5% bacto agar, dan 0.4% gelrite dengan

pH media 6.0 (Chasanah, 2004). Sedangkan media yang digunakan untuk

pembuatan kultur starter adalah 0.4% koloidal kitosan, 0.5% MgSO4, 0.3%

KH2PO4, 0.7% K2HPO4, 0.25% yeast extract, dan 0.25% casiton dengan pH

media 7.0 (Park et al., 1999).

2. Produksi enzim (Chasanah, 2004)

Sebanyak 15 ml kultur starter dari media starter diinokulasikan ke

dalam 85 ml media cair. Kemudian diinkubasikan ke dalam shaker waterbath

pada suhu 55oC dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari. Media yang

digunakan untuk produksi enzim sama dengan media yang digunakan untuk

membuat kultur starter. Pemisahan biomassa dilakukan dengan cara

sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 20 menit,

selanjutnya filtrat yang berisi enzim diukur aktivitas dan kadar proteinnya.

3. Pengendapan protein dengan amonium sulfat (Rianti, 2003)

Pada tahap ini, enzim yang telah diproduksi diendapkan semalam

pada suhu 4°C dengan amonium sulfat jenuh 80%. Kemudian disentrifugasi

selama 20 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Endapan yang dihasilkan

diambil dengan melarutkannya pada bufer fosfat 0.05 M pH 6, dengan

perbandingan 1 : 1. Presipitat yang dihasilkan diukur aktivitasnya dan kadar

proteinnya.

4. Dialisis (Rianti, 2003)

Kantong dialisis dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

Kemudian direndam dengan larutan 2% (b/v) Na-Karbonat dan 0.05% (b/v)

(46)

kembali direbus selama 10 menit (hal ini dilakukan dua kali). Kantong

dibiarkan terendam dalam larutan bufer yang akan digunakan dalam proses

dan disimpan dalam ruang dingin.

Salah satu ujung kantong diikat dengan benang jahit, lalu sebanyak

4 ml enzim hasil presipitasi dimasukkan ke dalam kantong. Karena selama

dialisis volume larutan dapat meningkat, maka pengisian kantong tidak boleh

terlalu penuh. Udara dikeluarkan dari kantong dan ujung yang lain diikat erat.

Kantong berisi enzim ini kemudian dimasukkan dalam larutan bufer fosfat

0.025 M pH 6 dengan volume 100x volume filtrat. Dialisis dilakukan diruang

dingin selama semalam dan dilengkapi dengan stirrer. Selanjutnya hasil

dialisis diukur aktivitas dan kadar proteinnya.

5. Kromatografi filtrasi gel (Haliza, 2003)

a. Persiapan bahan pengepak

Tahapan awal dalam kromatografi filtrasi gel adalah melakukan

persiapan gel matriks dan kolom yang akan digunakan. Agar memperoleh gel

yang bagus maka semua peralatan harus bersih dan kering, bufer dan air yang

digunakan harus disaring terlebih dahulu. Matriks yang digunakan dalam

filtrasi gel adalah sephadex G-100. Matriks terlebih dahulu harus

dikembangkan (swelling) sebelum digunakan. Tahap pengembangan adalah

dengan menimbang sebanyak 2,5 gram sephadex G-100 dilarutkan dalam 300

ml air bebas ion sambil diaduk dengan magnetic stirer perlahan selama 30

menit, kemudian didiamkan selama 3 hari pada suhu dingin atau selama 3 jam

pada suhu 90°C. Kemudian matriks dicuci dengan bufer enzim dan diagitasi

sampai gelembung udara hilang.

b. Pembuatan kolom

Pembuatan kolom dilakukan dengan cara menuangkan matriks gel

sephadex G-100 secara perlahan tapi kontinyu. Jika terbentuk rongga udara,

bagian luar kolom diketuk sehingga rongga udara tersebut hilang. Jika tinggi

kolom gel yang diinginkan telah tercapai, bahan pengepak dibiarkan

(47)

dengan mengalirkan sejumlah bufer fosfat 0.05 M pH 6 untuk mencuci kolom.

Semua kegiatan pengepakan kolom dilakukan di ruang dingin.

c. Separasi contoh

Sebelum diaplikasikan ke dalam kolom, sampel enzim hasil dialisis

dipekatkan terlebih dahulu. Selanjutnya 2 ml sampel enzim diaplikasikan di

bagian atas kolom, kemudian didiamkan beberapa saat agar contoh

mempunyai kesempatan untuk memasuki kolom. Kemudian secara perlahan

bufer elusi yang berupa bufer fosfat 0.05 M pH 6 ditambahkan sampai

memenuhi atas kolom dan diikuti dengan perhitungan laju elusi. Fraksi-fraksi

yang keluar ditampung ke dalam 100 buah tabung reaksi dengan volume 3 ml

dengan menggunakan fraction collector.

d. Analisa fraksi

Fraksi-fraksi yang telah ditampung, kemudian dianalisis

kandungan protein dan aktivitas enzimnya. Kemudian fraksi yang memiliki

aktivitas tinggi dikumpulkan dan dianalisa karakteristiknya, yaitu suhu

optimum, pH optimum, dan stabilitas panas. Selain itu fraksi dengan aktivitas

relatif tinggi dipersiapkan untuk tahap SDS-PAGE.

6. Analisa aktivitas enzim kitosanase (Meidina, 2003)

Analisis aktivitas enzim kitosanase didasarkan pada perhitungan

gula reduksi yang diproduksi selama hidrolisis soluble kitosan. Campuran

reaksi yang terdiri dari 100 µl soluble chitosan 1%, 100 µl 0.05 M bufer fosfat

pH 6.0 dan 100 µl larutan enzim diinkubasi selama 30 menit pada suhu 70oC.

Reaksi enzimatis dihentikan dengan membekukan campuran reaksi pada suhu

-20oC selama 15 menit. Sebanyak 200 µl dari campuran diatas direaksikan

dengan 1 ml pereaksi schales dan 800 µl air bebas ion dalam tabung reaksi.

Tabung ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam air mendidih

selama 15 menit. Setelah didinginkan , larutan disentrifugasi dengan kecepatan

8000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, kemudian diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 420 nm. Prosedur analisis aktifitas kitosanase dapat

(48)

Tabel 7. Prosedur analisa aktivitas enzim kitosanase

Bahan Substrat (µl) Kontrol (µl) Blanko (µl)

Bufer fosfat 0.05

M pH 6.0

100 100 -

Soluble chitosan

1%

100 100 -

Enzim kitosanase 100 - -

Inkubasi 30 menit 70oC

Freeze -20oC selama 15 menit

Campuran 200 133 -

Enzim - 67 -

Air bebas ion 800 800 1000

Pereaksi schales 1000 1000 1000

Dididihkan 15 menit

Sentrifugasi 8000 rpm selama 10 menit pada 4oC

Ukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm

Untuk pengukuran kontrol dilakukan dengan prosedur yang sama

seperti diatas, hanya saja penambahan 67 µl enzim dilakukan setelah reaksi

enzimatis dihentikan, dan campuran reaksi yang diambil adalah sebanyak 133

µl. Sebagai blanko digunakan 1 ml air bebas ion direaksikan dengan 1 ml

pereaksi schales. Untuk standar digunakan larutan standar glukosamin dengan

konsentrasi 0 – 275 µg/ml dan dilakukan dengan prosedur yang sama seperti

pada pengukuran sampel. Nilai absorbansi dari sampel, kontrol, dan blanko

dimasukan ke dalam kurva standar sehingga dapat ditentukan jumlah

glukosamin yang terkandung didalam sampel. Selanjutnya nilai glukosamin

tersebut dimasukan ke dalam rumus untuk menentukkan unit aktivitas enzim,

sedangkan penentuan aktivitas spesifik enzim dilakukan dengan cara membagi

unit aktivitas dengan konsentrasi protein. Satu unit aktivitas kitosanase

didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1µmol gula

(49)

Unit aktivitas = 300 x Glc x 1 x 1000 x 1

(Unit/ml) 200 BM 100 30

GIc = [(Absorbansi (B-S) – Absorbansi (B-K)) – b]/a

Unit/mg kitosan = Unit aktivitas

[Protein]

Keterangan :

300 : Volume sampel hasil reaksi enzimatis (µl)

200 : Volume sampel untuk reaksi schales (µl)

GIc : Jumlah glukosamin sampel (µg)

BM : Berat molekul glukosamin, yaitu 215,6 (gram/mol)

1000 : Faktor konversi dari µl ke ml

100 : Volume larutan enzim/volume larutan soluble chitosan (µl)

1/100 : Konsentrasi soluble chitosan (mg/µl)

30 : Waktu inkubasi (menit)

a : Slope dari persamaan kurva standar glukosamin

b : Intercept dari persamaan kurva standar glukosamin

7. Pengukuran konsentrasi protein (Bradford, 1976)

Sebanyak 100 µl sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan

bradford, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama lima menit. Protein

akan diikat oleh Coomassie Brilliant Blue G-250 yang terdapat pada pereaksi

bradford membentuk kompleks warna biru. Absorbansi larutan diukur pada

panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein sampel dihitung berdasarkan

kurva standar yang dibuat dari Bovine Serum Albumin (BSA).

8. SDS-PAGE (Bollag dan Edelstein, 1991)

Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan piranti

elektroforesis (mini vertikal). Tahapan dari elektroforesis SDS-PAGE adalah

sebagai berikut :

a. Pembuatan gel elektroforesis

Cetakan gel berupa dua lempeng kaca berukuran 10,1 x 7,5 cm

(50)

pemisah (spacer) pada bagian tepi cetakan. Susunan ini dijepit dengan klip

sehingga dapat diberdirikan. Klip tidak boleh melewati batas pemisah.

Cetakan ini diletakkan di atas lempeng kaca yang datar. Selanjutnya dibuat

larutan gel penahan dan gel pemisah dengan komposisi sebagai berikut :

Tabel 8. Komposisi gel SDS-PAGE

(Bollag dan Edelstein, 1991)

Bahan untuk gel pemisah (separating gel) dicampur satu persatu

dengan memasukkan TEMED pada akhir campuran lalu diaduk dan dipipet

perlahan kedalam lapisan kaca sambil diusahakan agar tidak terbentuk

gelembung udara sampai 1.5 cm dari permukaan kaca lalu dibiarkan memadat

sekitar ± 30 menit. Setelah gel memadat, perlahan dimasukkan campuran gel

penahan (stacking gel) lalu masukkan sisir (10 sumur) sebagai tempat sampel

protein dan dibiarkan selama ± 30 menit hingga memadat. Setelah semua

campuran diaplikasikan pada pelat kaca, dilakukan pengecekan apakah pelat

kaca bocor atau tidak.

b. Pelarian Sampel

Sebelum diinjeksikan, sampel enzim hasil pemurnian dan crude

enzyme dipekatkan kemudian dipanaskan terlebih dahulu selama ± 3 menit,

begitu pula dengan larutan marker (standar protein). Bufer sampel 5 μl

direaksikan dengan 20μl sampel enzim yang telah dipanaskan, kemudian

Bahan Gel Pemisah/

Separating Gel (8%) (ml)

Gel Penahan /

Stacking Gel(4%) (ml)

Stock akrilamid (larutan A) 2.7 0.67

Larutan B 2.5 -

Larutan C - 1.25

Aquades 4.8 3.0

APS 10% 0.05 0.05

(51)

sumur yang terdapat pada pelat kaca sampel menggunakan hamilton syinges,

disertai dengan penginjeksian 10 μl marker (standar protein). Marker yang

digunakan adalah LMW (low moleculer weight) yang terdiri dari phosphorilase

b (97 kD), albumin (66 kD), ovalbumin (45 KD), carbonic anhydrase (30 kD),

tripsin inhibitor (20.1 kD), dan α-lactalbumin (14.4 kD).

Setelah semua sampel diinjeksikan pada sumur-sumur pelat kaca,

rangkailah alat elektroforesis dengan cara meletakkan alat elektroforesis pada

wadah yang berisi es batu. Sebelum running masukkan bufer elektroforesis

kedalam chamber. Running elektroforesis dilakukan pada 100 volt, 50 mA

atau hingga sampel hampir memasuki bagian gel pemisah. Elektroforesis

berlangsung sekitar 1,5 jam dan dilakukan sampai warna biru dari bromphenol

blue mencapai ± 1 cm dari bagian bawah gel.

c. Fiksasi dan pewarnaan

Setelah elektroforesis selesai, gel dilepaskan dari pelat kaca dan

direndam dalam larutan fiksasi (12% asam asetat dan 25% metanol) selama 1

jam, kemudian direndam dalam 50% etanol selama 20 menit dan diganti

dengan 30% etanol selama 2 x 20 menit, direndam dalam larutan enhancer

selama 1 menit dan dicuci dengan aquabidestilata selama 3 x 20 menit. Setelah

dicuci kemudian ditambahkan dengan larutan silver nitrat selama 30 menit

kemudian dicuci dengan aquabidestilata selama 2 x 20 detik dan ditambahkan

dengan larutan campuran Na2CO3 dan formaldehida sampai terlihat pita-pita

pada gel. Setelah itu untuk menghentikan reaksi pembentukan pita, gel

direndam dalam larutan fiksasi.

9. Karakterisasi Kitosanase

a. Suhu Optimum (Chasanah, 2004)

Enzim kitosanase (crude dan pure enzyme) dianalisis pada berbagai

suhu untuk menentukkan suhu optimum. Aktivitas enzim dianalisis pada suhu

(52)

b. pH Optimum (Chasanah, 2004)

Enzim kitosanase (crude enzyme) dianalisa dengan menggunakan

0.05 M bufer sitrat (pH 3), 0.05 M bufer asetat (pH 4, 5, 6), 0.05 M bufer

fosfat sitrat (pH 5), 0.05 M bufer sodium fosfat (pH 6, 7, 8), dan 0.05 M bufer

tris (pH 8). Sedangkan enzim kitosanase (pure enzyme) dianalisis pada

menggunakan bufer universal 0.05 M pada pH 4 sampai 12. Dimana crude

dan pure enzyme dianalisa pada masing-masing suhu optimumnya.

c. Stabilitas panas (Haliza, 2003)

Stabilitas panas dianalisa pada pure enzyme, berupa pengaruh suhu

dan pH terhadap stabilitas enzim. Pengaruh suhu terhadap stabilitas enzim

dilakukan dengan memanaskan enzim (tanpa substrat dan bufer) pada suhu

80oC (selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit) dan pada suhu 90oC (selama 0, 60

dan 120 menit) kemudian dianalisa menggunakan bufer fosfat 0.05 M pH 6.

Sedangkan pengaruh pH terhadap stabilitas enzim dilakukan dengan

memanaskan enzim dengan bufer universal pH 6.0 (tanpa substrat) pada suhu

optimum enzim selama 0, 30, 60, 90, dan 120 menit.

Pengukuran stabilitas enzim dinyatakan dalam nilai k, t1/2, dan Ea.

Nilai k suatu enzim adalah konstanta laju deaktifasi enzim dari model

eksponensial perubahan konsentrasi dan merupakan slope dari plot ln [C]

terhadap waktu.

ln [C] = -K [t] + ln [Co] ... (1)

[Co] = aktivitas enzim pada awal inkubasi

[t] = waktu inkubasi

Nilai t1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu

yang menyebabkan aktivitas enzim tinggal 50% dari aktivitas semula.

t1/2 = - ln (0.5) ... (2)

k

Energi aktifasi (Ea) dapat ditetapkan secara grafik berdasarkan

persamaan Arrhenius. Persamaan ini merupakan hubungan laju reaksi

terhadap suhu absolut. Ea merupakan slope dari ln k terhadap suhu absolut

(53)

K = Ao [e]-Ea/RT (Persamaan Arrhenius)

ln k = -Ea [1/T] + ln ko ... (3)

R

Keterangan :

K : Konstanta laju deaktifasi

T : Suhu absolut (oK)

Ea : Energi aktifasi (kkal/(gmol.oK)

R : Tetapan gas (1.987 kal/(gmol.oK)

Gambar

gambar 1.
Gambar 2. Lintasan degradasi kitin dan kitosan (Rochima, 2005)
Tabel 2. Jenis Enzim termostabil lain
Tabel 3. Klasifikasi mikroba berdasarkan suhu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter biokimia isolat bakteri Bacillus thuringiensis dari tanah naungan di lingkungan Universitas Lampung yang meliputi

Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari isolat Actinomycetes pada sampel pasir Gunung Slamet terhadap bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis dilakukan

Analisis zimoram pada suhu 5SoC dan 70°C yang menunjukkan kehilangan satu band protein (dierkirakan 62.6 kDa) mengindikasikan ada fraksi enzim bersifat tidak

Judul Tesis: Karakteristik dua tipe Carboxymethyl Cellulase (CMCase) dari isolat kapang Chaetomiu11ljlavlIs KLBIO..

Fitri Aini Azmi (011710101016), Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, “Karakteristik Dari Produk Interaksi Isolat Protein

Dari penelitian ini dipero1eh data hahwa besamya daya hambat supernatan isolat agar-agar terhadap Bacillus subtilis adalah 0,774 em dan kesetaraannya dengan kloramfenikol

Penelitian tentang identifikasi dan skrining isolat kapang endofit dari tanaman benalu teh sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Bacillus subtilis

Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari isolat Actinomycetes pada sampel pasir Gunung Slamet terhadap bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis dilakukan