• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Planlet Sagu

Pertumbuhan Tinggi Planlet

Planlet sagu yang dikultur selama 12 minggu menunjukkan pertumbuhan tinggi yang semakin meningkat pada setiap jenis dan konsentrasi karbohidrat. Planlet yang dikultur pada medium mengandung sukrosa memiliki pertumbuhan lebih tinggi mencapai 2,4 kali dari tinggi awal daripada medium dengan jenis karbohidrat lain (Gambar 4).

Gambar 4 Kurva pertumbuhan tinggi planlet sagu pada berbagai jenis karbohidrat. 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 0 2 4 6 8 10 12 waktu (minggu) ti nggi pl anl et ( cm ) sukrosa maltosa glukosa fruktosa

Sukrosa merupakan jenis karbohidrat yang umum digunakan sebagai sumber karbon dan energi dalam kultur in vitro. Hal ini dikarenakan sukrosa adalah disakarida yang berperan sebagai molekul transporter yang memiliki kelarutan tinggi dalam air dan efisien dalam melewati membran plasma (Javed & Ikram 2008; Baskaran & Jayabalan 2005).

Konsentrasi karbohidrat 30 g/L pada medium menghasilkan pertumbuhan planlet paling tinggi selama masa kultur namun konsentrasi 60 g/L menghasilkan pertumbuhan lebih tinggi daripada 45 g/L. Pertumbuhan tinggi planlet pada medium 30 g/L mencapai 2,4 kali sedangkan 45 g/L menghasilkan pertumbuhan tinggi paling rendah yaitu 1,9 kali dari planlet awal yang digunakan (Gambar 5).

Gambar 5 Kurva pertumbuhan tinggi planlet sagu pada berbagai konsentrasi karbohidrat. 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0 2 4 6 8 10 12 waktu (minggu) ti nggi pl an le t ( cm ) 30 g/L 45 g/L 60 g/L

19

Pemberian karbohidrat pada medium kultur in vitro diyakini meningkatkan pertumbuhan tumbuhan. Aktivitas fotosintesis tumbuhan kultur in vitro sangat rendah yang disebabkan oleh rendahnya intensitas cahaya, kelembaban nisbi udara tinggi dan kurangnya pertukaran gas sehingga membutuhkan sumber energi yaitu karbohidrat (Kozai et al. 1997). Karbohidrat memberikan pengaruh terhadap induksi batang dan regenarasi tumbuhan (Gubis et al. 2005). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pertumbuhan planlet terbaik dihasilkan pada medium dengan pemberian sukrosa 30 g/L. Hasil yang sama diperoleh Al- Khateeb (2008) yang menunjukkan bahwa sukrosa 30 g/L memberikan pengaruh pertumbuhan tertinggi pada planlet tumbuhan kurma (Phoenix dactylifera) cv. Khanezi.

LPR untuk Tinggi Planlet

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi karbohidrat berpengaruh nyata terhadap LPR tinggi planlet sagu. Medium yang mengandung sukrosa menghasilkan rerata LPR paling tinggi (0,12). Konsentrasi karbohidrat 30 g/L menghasilkan rerata LPR tertinggi (0,12) dibandingkan dengan 45 dan 60 g/L (0,08 dan 0,09). Namun interaksi antara kedua faktor tersebut tidak nyata. LPR tertinggi dan terendah dihasilkan pada medium yang mengandung glukosa 30 g/L (0,13) dan 60 g/L (0.06) (Gambar 6).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Yildirim et al (2007) pada kultur aprikot (Prunus armeniaca L ) cv. Hacihaliloglu membuktikan bahwa medium yang mengandung glukosa menghasilkan planlet tertinggi walaupun tidak berbeda nyata dengan medium sukrosa. Penelitian lain membuktikan bahwa medium yang mengandung glukosa 30 g/L menghasilkan LPR planlet tertinggi pada kultur lingonberry (Vaccinium vitis-idaea L) cv Regal (Debnath 2005) dan Eclipta alba (Baskaran & Jayabalan 2005).

*

b

Gambar 6 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap LPR untuk tinggi planlet sagu. Jenis karbohidrat yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

Walaupun medium yang mengandung glukosa 30 g/L menghasilkan planlet sagu tertinggi tetapi medium yang mengandung sukrosa menghasilkan rerata LPR tertinggi dan terlihat lebih vigor. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Gubis et al. (2005), medium yang mengandung sukrosa 30 g/L menghasilkan planlet tomat (Lycopersicon esculentum.) yang lebih sehat dan vigor daripada jenis dan konsentrasi karbohidrat lain.

LPR untuk Jumlah Daun Planlet

Jenis dan interaksi karbohidrat berpengaruh pada LPR jumlah daun planlet sagu. Medium yang mengandung sukrosa menghasilkan rerata LPR lebih besar (0,09) dibandingkan dengan jenis karbohidrat lain. Glukosa dan fruktosa memberikan pengaruh yang sama. LPR tertinggi dan terendah dihasilkan pada medium yang mengandung sukrosa 30 g/L (0,14) dan glukosa 60 g/L (0,02) (Gambar 7).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi karbohidrat menyebabkan LPR jumlah daun cenderung semakin rendah.

a b ab  ab  0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

Sukrosa Maltosa Glukosa Fruktosa

L P R tin g g i p la n le t (c m /c m /m ingg u) 30 g/L 45 g/L 60 g/L

21

Karbohidrat mempengaruhi respon molekuler dan fisiologis. Karbohidrat merupakan sinyal kimia bagi sel yang dalam konsentrasi tinggi menyebabkan stres kimiawi (Steimitz 1999, diacu dalam Tiexeira da Silva 2004).

Gambar 7 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap LPR untuk jumlah daun planlet sagu. Jenis karbohidrat yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

Buah et al. (2000) membuktikan bahwa planlet pisang (Musa spp. cv. Shima) pada medium yang mengandung sukrosa menghasilkan jumlah daun terbanyak dibandingkan pada medium yang mengandung glukosa dan fruktosa. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa fruktosa pada suhu tinggi dapat membebaskan senyawa racun 5-hydroxymethyl-2-furaldehyde yang mendorong hyperhydrocity dan menyebabkan menurunnya potensial air daun. Hal tersebut menghambat perluasan dan jumlah daun.

Warna Daun Planlet

Jenis karbohidrat berpengaruh nyata terhadap warna daun planlet sagu namun konsentrasi dan interaksi antar kedua faktor tersebut tidak berpengaruh. Medium yang mengandung sukrosa menghasilkan planlet yang daunnya lebih hijau muda dibandingkan dengan jenis karbohidrat lain. Walaupun konsentrasi karbohidrat tidak berpengaruh nyata tetapi semakin tinggi konsentrasi karbohidrat

a ab  b b 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20

Sukrosa Maltosa Glukosa Fruktosa

LP R j u m la h d au n . 30 g/L 45 g/L 60 g/L

menyebabkan warna daun planlet semakin hijau yang menunjukkan bahwa kandungan klorofil semakin banyak (Gambar 8).

Gambar 8 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap warna daun planlet sagu. Jenis karbohidrat yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

Baskaran & Jayabalan (2005) melaporkan bahwa pemberian sukrosa pada medium menyebabkan klorosis pada daun planlet Eclipta alba dibandingkan dengan medium yang mengandung fruktosa dan glukosa. Penelitian lain membuktikan bahwa sukrosa dapat menghambat aktivitas fotosintesis dan greening pada jaringan. Menurun atau hilangnya kandungan klorofil pada jaringan dapat disebabkan oleh adanya sukrosa pada medium (Rashid 1987).

Karbohidrat dapat mempengaruhi sintesis protochlorophyllade yang akan tereduksi menjadi klorofil. Pada prinsipnya, sukrosa dan glukosa merupakan jenis karbohidrat yang dapat menstimulasi biosintesis klorofil, namun glukosa menghasilkan konsentrasi klorofil dalam jaringan planlet yang lebih tinggi daripada sukrosa (Pamplin & Chapman 1975 diacu dalam Buah et al. 2000). Hasil penelitian tersebut didukung oleh Wolff dan Price (1960) yang menunjukkan bahwa glukosa merupakan jenis karbohidrat yang dapat meningkatkan pembentukan atau sintesis protochlorophyllade dibandingkan dengan jenis karbohidrat lain. Glukosa dapat dioksidasi lebih cepat daripada sukrosa sehingga glukosa lebih efektif dalam biosintesis pigmen.

b a a a 1.0

2.0 3.0 4.0

Sukrosa Maltosa Glukosa Fruktosa

sk al a w ar n a d au n 30 g/ L 45 g/ L 60 g/ L

23

Bobot Basah Planlet

Jenis dan konsentrasi karbohidrat berpengaruh secara nyata terhadap bobot basah planlet sagu tetapi tidak ada interaksi antar kedua faktor tersebut. Medium yang mengandung sukrosa dan konsentrasi karbohidrat 30 g/L menghasilkan rerata bobot basah terbesar. Medium dengan sukrosa 30 g/L menghasilkan bobot basah planlet terbesar dibandingkan dengan kombinasi jenis dan konsentrasi karbohidrat lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap bobot basah planlet sagu (g)

Jenis karbohidrat Konsentrasi karbohidrat (g/L) Rerata 30 45 60 Sukrosa 0.40 0.33 0.35 0.36 a Maltosa 0.27 0.23 0.22 0.24 b Glukosa 0.29 0.21 0.19 0.23 b Fruktosa 0.32 0.24 0.22 0.26 b Rerata 0.32 a 0.25 b 0.25 b

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

Sukrosa berpengaruh terhadap bobot basah planlet yang digunakan sebagai sumber energi untuk mempercepat pembelahan sel guna meningkatkan penambahan volume dan bobot planlet (Gurel & Gulsen 1998). Selain itu Jain et al. (1997) menyebutkan bahwa sukrosa merupakan disakarida yang menghasilkan bobot basah tumbuhan secara optimal. Namun, Javed & Ikram (2008) melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa menyebabkan semakin rendahnya bobot basah planlet gandum. Semakin tinggi konsentrasi karbohidrat dalam medium tumbuh menyebabkan semakin rendahnya bobot basah planlet sagu sebagai akibat terjadinya stres osmosis.

Diameter Planlet

Jenis dan konsentrasi karbohidrat berpengaruh nyata terhadap diameter planlet namun interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh. Rerata diameter planlet terbesar dan terkecil dihasilkan pada medium yang mengandung sukrosa (6,5 mm) dan glukosa (4,9 mm). Konsentrasi karbohidrat 30 g/L dan

60 g/L menghasilkan rerata diameter yang sama sedangkan 45 g/L menghasilkan diameter yang lebih kecil. Sukrosa 30 g/L menghasilkan planlet dengan diameter terbesar (7,3 mm) (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap diameter planlet sagu (mm)

Jenis karbohidrat Konsentrasi karbohidrat (g/L) Rerata 30 45 60 Sukrosa 7,3 5,1 7,2 6,5 a Maltosa 5,6 5,9 5,8 5,7 ab Glukosa 5,7 3,7 5,3 4,9 b Fruktosa 6,1 5,0 6,3 5,8 ab Rerata 6,2 a 4,9 b 6,1 a

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

Diameter merupakan parameter pertumbuhan lateral tumbuhan yang menandakan pertambahan ukuran. Karbohidrat mengendalikan morfogenesis yang berperan dalam perluasan, pengerasan dan komposisi penyusun dinding sel (Baskaran & Jayabalan 2005). Sukrosa penting untuk membesaran sel dan memelihara tekanan osmosis sel (Jeffs & Northcote 1967) sehingga meningkatkan diameter planlet sagu.

Persentase Perakaran Planlet

Dari penelitian ini diketahui bahwa persentase planlet yang berakar paling banyak dihasilkan pada medium yang mengandung sukrosa 30 g/L (40,0 %). Tidak ada planlet pada medium dengan fruktosa 45 g/L yang berakar (0,0%) (Tabel 3).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Al Khateeb (2008) pada Phoniex dactylifera yang menunjukkan bahwa medium dengan sukrosa 30 g/L menghasilkan jumlah akar planlet paling banyak dan panjang. Medium yang mengandung fruktosa menghasilkan persentase perakaran yang paling rendah. Fruktosa menyebabkan nekrosis dan penghambatan perakaran pada embrio Elaeis guineesis Jacq. var. Dura (Buffard-Morel 1968 diacu dalam Buah et al. 2000).

25

Tabel 3 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap persentase perakaran planlet sagu (%)

Jenis karbohidrat Konsentrasi karbohidrat Rerata 30 45 60 Sukrosa 40,0 13,3 6,7 20,0 Maltosa 20,0 33,3 26,7 26,7 Glukosa 26,7 26,7 6,7 20,0 Fruktosa 20,0 0,0 13,3 11,1 Rerata 26,7 18,3 13,3

Sukrosa mempengaruhi pembesaran sel dengan cara memelihara tekanan osmosis dalam sel sehingga menyebabkan pertumbuhan atau pertambahan ukuran planlet baik tinggi, diameter, bobot basah dan jumlah daun. Maltosa dihidrolisis 20 kali lebih lambat daripada sukrosa sehingga penyerapan dan metabolisme maltosa lebih lama daripada sukrosa (Blanc et al. 2002). Fruktosa dan glukosa merupakan monosakarida yang lebih mudah didekomposisi daripada sukrosa. Namun fruktosa merupakan hasil sementara dari katabolisme glukosa yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan kultur in vitro secara lambat. Fruktosa merupakan heksosa yang tergolong dalam monosakarida yang tidak menstimulasi diferensiasi jaringan tetapi mempengaruhi aktivitas sukrosa. Glukosa meningkatkan perkembangan batang, fruktosa meningkatkan perkembangan akar dan sukrosa dapat meningkatkan perkembangan keduanya yaitu akar dan batang (Tiexeira da Silva 2004).

Karbohidrat sebagai sumber karbon pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan planlet (Tiexeira da Silva 2004). Semakin tinggi konsentrasi karbohidrat dalam medium tumbuh menyebabkan semakin rendah pertumbuhan planlet sagu baik tinggi, jumlah daun, bobot basah, diameter dan persentase perakaran sebagai akibat terjadinya stres osmosis. Stres osmosis menyebabkan potensial air jaringan semakin negatif atau menurun sehingga sel tidak mampu melakukan perbesaran. Pembesaran sel diakibatkan oleh pertambahan volume karena terjadi pengambilan air secara osmosis oleh sel yang kemudian meregangkan dindingnya. Penimbunan bahan organik dalam sel akan menyebabkan potensial air dalam sel menjadi rendah. Perbedaan potensial air ini akan menyebabkan air akan bergerak masuk ke dalam

sel dan menekan dinding sel akibat adanya tekanan turgor. Tekanan turgor menyebabkan terjadinya pertumbuhan dengan cara mendorong dinding dan membran sel untuk melar.

Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Planlet Sagu Penelitian intensitas cahaya menggunakan medium sukrosa 30 g/L yang merupakan medium terbaik hasil dari penelitian karbohidrat.

Pertumbuhan Tinggi Planlet

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi planlet sagu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan tinggi planlet semakin meningkat pada setiap perlakuan intensitas cahaya. Intensitas cahaya paling rendah yaitu 10 µmol/m2/detik menghasilkan pertambahan paling tinggi selama masa kultur (Gambar 9).

Gambar 9 Kurva pertumbuhan tinggi planlet sagu pada berbagai intensitas cahaya. 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 0 2 4 6 8 10 12 waktu (minggu) ti ng gi pl anl et ( cm ) 10 umol/m2/detik 20 umol/m2/detik 30 umol/m2/detik 40 umol/m2/detik

27

LPR untuk Tinggi dan Jumlah Daun Planlet

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap pertambahan tinggi planlet sagu. Intensitas cahaya 20 dan 10 µmol/m2/detik menghasilkan LPR tinggi yang tidak berbeda yaitu 0,15 dan 0,14. LPR tinggi terkecil dihasilkan pada 40 µmol/m2/detik (0,07) (Tabel 4).

Hasil penelitian ini didukung oleh Soontornchainaksaeng et al. (2001) yang melaporkan bahwa planlet Vanda coerulea tertinggi dihasilkan pada intensitas cahaya lebih rendah. Intensitas cahaya yang berlebih mengakibatkan kekerdilan pada batang dan daun tumbuhan alpin (Datta 1994 diacu dalam Soontornchainaksaeng et al. 2001). Tinggi planlet meningkat pada intensitas cahaya yang lebih rendah disebabkan oleh hormon auksin. Auksin merupakan hormon tumbuhan yang mempengaruhi pemanjangan sel, bersifat sensitif yang akan mengalami kerusakan atau degradasi pada intensitas cahaya tinggi. Pada intensitas cahaya rendah auksin bekerja lebih optimal sehingga mengakibatkan pemanjangan batang planlet sagu.

Tabel 4 Pengaruh intensitas cahaya terhadap LPR tinggi dan jumlah daun planlet sagu Intensitas cahaya (µmol/m2/detik) LPR Tinggi (cm/cm/minggu)

Jumlah daun (jumlah daun/ jumlah daun/minggu)

10 0.14 0.08

20 0.15 0.03

30 0.09 0.05

40 0.07 0.05

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap LPR jumlah daun planlet sagu. Intensitas cahaya 10 µmol/m2/detik menghasilkan LPR jumlah daun paling besar (0,08). LPR jumlah daun paling sedikit (0,03) dihasilkan pada kultur dengan cahaya 20 µmol/m2/detik (Tabel 4).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Soontornchainaksaeng et al. (2001) membuktikan bahwa pada intensitas cahaya yang lebih rendah menghasilkan tumbuhan Vanda coerulea dengan jumlah daun terbanyak.

Warna Daun Planlet

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap warna daun planlet sagu. Intensitas cahaya 10 µmol/m2/detik menyebabkan warna daun lebih hijau dibandingkan dengan intensitas yang lebih tinggi (Gambar 10).

Tidak semua tumbuhan membutuhkan cahaya yang tinggi untuk fotosintesis karena cahaya yang terlalu tinggi dapat merusak klorofil sehingga menghambat fotosintesis dan akumulasi fotosintat (Gardner et al. 1991). Klorofil akan mengalami degradasi pada intensitas cahaya tinggi (Okada et al. 1992). Intensitas cahaya tinggi dapat menyebabkan fotooksidasi yang bersifat merusak klorofil. Intensitas cahaya tinggi menghambat proses pemecahan air pada fotosistem II yang dapat menyebabkan degradasi pusat reaksi (Soontorchainaksaeng et al. 2001).

Gambar 10 Pengaruh intensitas cahaya terhadap warna daun planlet sagu.

Bobot Basah, Diameter, dan Persentase Perakaran Planlet

Dari penelitian ini diketahui bahwa Intensitas cahaya 20 µmol/m2/detik menghasilkan bobot basah paling besar (Tabel 5). Intensitas cahaya berperan dalam morfologi dan pertumbuhan tumbuhan khususnya bobot basah (Begna et al. 2002). Intensitas cahaya 20 µmol/m2/detik merupakan intensitas yang paling baik untuk pertambahan bobot basah planlet sagu. Peningkatan bobot basah dan tinggi tumbuhan terjadi pada intensitas cahaya rendah (Clayton et al. 2003). Intensitas cahaya yang lebih tinggi cenderung mengakibatkan penurunan bobot basah tumbuhan karena menghambat proses fotosintesis sehingga mengurangi

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

10

20

30

40

Dokumen terkait