• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. MFI informal : 1 Pelepas uang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komoditi padi organik dalam proses produksinya membutuhkan lebih banyak biaya (Rubinos et al. 2007), sehingga bagi petani yang tidak memiliki cukup modal harus mencari sumber modal yang dapat menutupi biaya produksi padi organik. Lembaga keuangan formal seperti bank, tidak bisa diakses oleh petani karena kendala collateral dan time lag produksi (Anggraeni 2009). Petani di Kabupaten Bogor memilih mengubah haluan pada usahatani padi organik dikarenakan ingin memproduksi pangan yang lebih baik dan dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidup karena nilai jual yang lebih tinggi dan jumlah produksi yang lebih banyak.

Keikutsertaan petani pada kelompok tani merupakan modal sosial yang bisa diandalkan dalam hal pengembangan teknis usahatani dan juga manajemen usahatani. Termasuk peralihan dari pertanian konvensional ke sistem organik. Kelompok tani akan memfasilitasi kebutuhan modal dengan memberikan kredit mikro tanpa agunan dan proses yang cepat. Tapi sebagai perbandingan, petani padi organik yang berkelompok ada juga yang tidak bisa mengakses kredit karena terkendala hal-hal teknis seperti tidak berfungsinya koperasi dan sebagainya. Bagi sebagian petani responden, koperasi adalah lembaga penting yang dapat memberikan solusi terhadap keterbatasan modal yang dimiliki untuk proses usahatani. Tidak adanya koperasi, mengharuskan petani mengelola keuangan kelompok dengan lebih bijak dan diutamakan untuk memberikan fasilitas kredit dan juga kemudahan memperoleh input dengan harga yang lebih murah.

Penyaluran Kredit Mikro untuk Petani Padi Organik

Petani padi organik di Kabupaten Bogor mengakses kredit untuk menutupi kekurangan modal dalam membiayai usahatani. Semakin luas lahan garapan,

36

maka jumlah kredit yang diakses semakin besar. Besaran kredit yang bisa diakses oleh petani padi organik di Kabupaten Bogor antara 300 000 rupiah sampai dengan 2 juta rupiah. Lembaga yang diakses pun hanya sampai pada lembaga semi-formal yaitu koperasi dan gapoktan. Koperasi yang memberi pinjaman untuk usahatani memiliki dana simpan pinjam sehingga petani anggota dapat memanfaatkan fasilitas tersebut selama menjadi anggota. Sedangkan gapoktan, dengan dana yang diperoleh dari berbagai instansi pemerintah (PUAP, bantuan teknis, dan sebagainya), dapat memfasilitasi kredit selama petani menjadi anggota kelompok tani.

Petani penerima kredit memperoleh kredit dari lembaga semi-formal yang memiliki mekanisme penyaluran sederhana dan mudah dijangkau oleh petani padi organik yaitu koperasi. Koperasi menyalurkan kredit melalui unit simpan pinjam dimana petani yang telah menjadi anggota koperasi dapat memanfaatkan fasilitas simpan dan pinjam untuk usahatani padi organik. Koperasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT Lisung Kiwari) di Desa Ciburuy. Koperasi ini berdiri pada tahun 2004 atas inisiasi Gapoktan dengan LPS Dompet Dhuafa Republika dan telah memiliki berbagai unit usaha yang dapat memutar modal dari seluruh simpanan wajib dan simpanan pokok para anggotanya, sehingga dapat menyalurkan kredit kepada semua anggota koperasi (Budiningrum 2011). Namun demikian, agar proses administrasi berjalan dengan baik dan petani juga belajar untuk disiplin terhadap tanggung jawab pencatatan keuangan terkait kegiatan usahatani, maka diperlukan syarat dan ketentuan yang sifatnya mengikat.

Adapun syarat yang diberlakukan koperasi (Gambar 7), yaitu (1) telah menjadi anggota koperasi; (2) merupakan anggota kelompok tani; dan (3) tidak memiliki tunggakan kredit di musim tanam sebelumnya. Selain itu berlaku ketentuan : (1) pembayaran dilakukan setelah panen (tempo ±4 bulan); (2) dikenakan biaya administrasi sebesar 1 persen per bulan; dan (3) hasil panen dijual ke koperasi. Ketentuan ini diberlakukan agar petani tidak lari dan tetap konsisten dengan tanggung jawab selama masa penyaluran kredit sampai dibayar kembali pada saat panen tiba.

Gambar 7 Mekanisme penyaluran kredit mikro dari koperasi

Koperasi

Unit simpan-pinjam

Petani

Ketentuan:

1. Pembayaran pasca panen (± 4 bulan)

2. Biaya Administrasi = 4% 3. Hasil panen dijual ke

koperasi

Syarat:

1. Anggota koperasi 2. Anggota kel. Tani 3. Tidak punya

37 Keanggotaan koperasi dapat diperoleh dengan membayar iuran wajib dan iuran pokok di awal keanggotaan. Iuran pokok hanya dibayarkan sekali di awal keanggotaan yaitu sebesar 100 000 rupiah dan simpanan wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 10 000 rupiah. Besarnya iuran ini merupakan hasil kesepakatan bersama rapat akhir tahun yang direpresentasikan oleh ketua-ketua kelompok tani yang juga ikut mengelola koperasi. Selain dapat memperoleh kredit untuk usahatani, petani yang menjadi anggota juga dapat memanfaatkan fasilitas lainnya terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang bisa dibayar diakhir bulan atau pada saat panen.

Untuk gapoktan, keuangan berasal dari hibah pemerintah daerah berupa dana bimbingan teknis yang dapat diatur penggunaannya oleh gapoktan dan semua anggota dan bantuan dana lainnya. Dana tersebut dikelola untuk memfasilitasi petani memperoleh tambahan modal karena tidak bisa meminjam ke lembaga semi formal lainnya apalagi lembaga formal. Gapoktan ini dikelola oleh petani di Desa Muara Jaya Kecamatan Caringin. Untuk memfasilitasi kebutuhan usahatani padi organik, gapoktan yang bernama Gapoktan Maju Jaya memberikan kredit secara langsung ke petani dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati bersama kelompok tani yang menjadi anggota gapoktan. Syarat yang diberlakukan yaitu : (1) petani merupakan anggota kelompok tani yang menjadi anggota gapoktan dan (2) petani tidak memiliki tunggakan kredit di musim sebelumnya.

Adapun ketentuan yang harus dipenuhi oleh petani, yaitu : (1) biaya administrasi yang dibebankan sebesar 0.5% per bulan dan (2) kredit tersebut dibayarkan pada saat panen (±4 bulan). Hal ini dimaksudkan agar petani konsisten membayar kembali kredit yang telah diambil. Jika hasil panen tidak memberikan keuntungan, maka petani tetap harus membayar kredit tersebut dengan mencari sumber dana lainnya. Untuk itu, di saat menunggu panen petani bekerja di lahan milik petani lainnya sebagai buruh tani. Dengan begitu, mereka memperoleh tambahan penghasilan untuk menutupi biaya usahatani dan juga untuk berjaga- jaga seandainya hasil panen tidak sesuai dengan prediksi di awal musim tanam. Mekanisme lengkap dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8 Mekanisme penyaluran kredit mikro dari Gapoktan

Besaran kredit yang disalurkan ke petani beragam disesuaikan dengan luas lahan garapan. Semakin luas lahan garapan maka kredit yang diajukan dan diperoleh semakin besar. Tapi jumlah kredit yang diperoleh hanya untuk menambah modal usahatani yang akan dilakukan. Sedangkan modal usahatani

Gapoktan

Petani

Ketentuan:

1. Pembayaran pasca panen 2. Biaya Administrasi = 2%

Syarat:

1. Anggota kel. Tani

38

secara keseluruhan menjadi tanggung jawab dari petani itu sendiri. Tapi ada juga petani yang memperoleh tambahan modal dari anggota keluarga sehingga dapat menambah modal usahatani tanpa harus dikembalikan karena sifatnya hibah (bantuan), sedangkan petani tersebut tidak dapat mengakses kredit atau kredit yang diperoleh tidak cukup membiayai usahatani selama 1 musim tanam. Umumnya modal diperoleh dari hasil musim tanam sebelumnya dan juga modal dari sumber penghasilan lain bagi petani yang tidak menjadikan usahatani padi organik sebagai satu-satunya mata pencaharian keluarga.

Kedua jenis lembaga semi-formal tersebut mensyaratkan keanggotaan dalam kelompok tani dengan alasan : (1) memudahkan pengawasan dalam penggunaan kredit dan pengembaliannya; (2) sebagai pembuka jaringan horizontal dan vertikal (Anderson et al. 2000); dan (3) menghilangkan biaya aksi kolektif yang memungkinkan ketidakstabilan kondisi kelompok tani. Hal ini akan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota kelompok tani untuk memperoleh kredit dan informasi terkait produksi dan pasar. Komitmen yang dibangun oleh masing-masing petani telah dicatat di memori setiap anggota kelompok untuk bersama-sama menjalankan usahatani guna menghasilkan produk berkualitas.

Sejalan dengan itu, perbedaan luas lahan akan menentukan besaran kredit yang diterima oleh petani. Semakin luas lahan garapan, maka semakin tinggi nilai kredit yang diperoleh. Dari kedua sumber kredit, koperasi merupakan lembaga yang paling banyak di akses oleh petani yaitu sebanyak 41.2 persen. Sedangkan gapoktan hanya diakses oleh sebanyak 10.3 persen. Petani yang tidak mengakses kredit sepenuhnya menggunakan modal sendiri yang diperoleh dari pendapatan musim tanam sebelumnya dan anggota keluarga yang sifatnya hibah karena tidak harus dikembalikan lagi oleh petani. Tabel 16 menyajikan informasi mengenai sumber modal usahatani responden.

Tabel 16 Sumber modal usahatani responden berdasarkan luas lahan garapan Luas Lahan

(ha)

Sumber Kredit dan Jumlah Petani (%)

Modal Sendiri Koperasi Gapoktan < 0.3 491000 (n=17.7%) 500 000 (n=4.4%) 1 124 700 (n=33.8) 0.3 – 0.5 723 100 (n=17.6%) 1 000 000 (n=2.9%) 3 288 200 (n=8.8) > 0.5 1 750 000 (n=5.9%) 975 000 (n=3%) 5 921 300 (n=5.9) Jumlah Petani (%) 41.2 10.3 48.5

Sumber : Data primer

Luasan lahan garapan di bawah 0.3 hektar, memperoleh kredit rata-rata sebesar 491 000 rupiah dari koperasi dan rata-rata sebesar 500 000 rupiah dari gapoktan. Petani dengan luas lahan garapan antara 0.3 sampai dengan 0.5 hektar, rata-rata memperoleh kredit dari koperasi sebesar 723 100 rupiah dan rata-rata sebesar 1 000 000 rupiah dari gapoktan. Untuk petani dengan luas lahan di atas 0,5 hektar, rata-rata memperoleh kredit dari koperasi sebesar 1 750 000 rupiah dan rata-rata memperoleh kredit dari gapoktan sebesar 975 000 rupiah. Petani yang

39 tidak memperoleh kredit, mengandalkan modal sendiri sebesar 1 124 700 rupiah sampai dengan 5 921 300 rupiah. Walau demikian, nilai kredit tersebut masih sangat kecil karena hanya bisa memenuhi biaya usahatani tidak lebih dari 20 persen total biaya usahatani setiap musim tanamnya.

Realisasi Penggunaan Kredit terhadap Total Biaya Usahatani

Realisasi penyaluran kredit mikro belum bisa menutupi semua biaya usahatani selama satu musim tanam. Hal ini karena tujuan dari penyaluran kredit mikro hanya untuk menambah kekurangan biaya usahatani dan disalurkan sesuai dengan permintaan petani. Kekurangan biaya yang dialami oleh petani adalah pada saat membayar upah tenaga kerja yang harus dibayar dalam bentuk uang tunai. Jalan keluar untuk memenuhi biaya tersebut adalah dengan mengajukan kredit kepada koperasi atau gapoktan.

Kredit mikro yang disalurkan pada petani baik melalui gapoktan maupun koperasi berupa uang tunai dan diserahkan sekaligus sesuai dengan pengajuan petani untuk satu musim tanam. Sesuai dengan mekanisme yang sudah dijelaskan sebelumnya, petani akan mengembalikan kredit tersebut setelah panen atau pada saat gabah kering panen terjual. Penggunaan kredit mikro untuk setiap musim tanam bisa berbeda tergantung dari biaya usahatani yang dikeluarkan dan luas lahan yang digarap. Untuk itu, realisasi penggunaan kredit terhadap total biaya usahatani dibagi berdasarkan luas lahan garapan petani pada satu musim tanam. Tabel 17 berikut memperlihatkan rata-rata jumlah kredit dan presentasenya relatif terhadap total biaya usahatani pada satu musim tanam.

Tabel 17 Rata-rata persentase penggunaan kredit terhadap total biaya usahatani berdasarkan luas lahan garapan

Luas Lahan (ha) Rata-rata Jumlah Kredit (Rp) Rata-rata Biaya Tunai (Rp) Rata-rata Kredit terhadap Biaya

Total (%) < 0.3 492 857 2 674 386 (n=14) 18.42 0.3 – 0.5 760 571 3 754 138 (n=15) 20.26 > 0.5 1 491 667 7 424 327 (n=6) 20.09 Nilai rata-rata 778 571 4 475 725 19.59 Sumber : Data primer

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa semakin luas lahan garapan petani maka jumlah kredit dan presentasi relatifnya terhadap biaya akan semakin besar. Tapi secara umum, dari semua petani responden yang memperoleh kredit, alokasi kredit hanya digunakan untuk membiayai sebesar 19.59 persen dari total biaya usahatani padi organik pada satu musim tanam. Petani dengan luas lahan garapan kurang dari 0.3 hektar, rata-rata jumlah kredit yang disalurkan sebesar 492.857 rupiah dengan presentase relatif terhadap biaya usahatani adalah sebesar 18.42 persen. Kelompok petani dengan luas lahan garapan antara 0.3 sampai 0.5 hektar, rata-rata jumlah kredit yang disalurkan sebesar 760 571 rupiah dengan presentase relatif penggunaan kredit terhadap total biaya usahatani adalah sebesar 20.26 persen. Kelompok petani dengan luas lahan garapan di atas 0.5 hektar

40

dimana hanya 6 orang petani saja yang mengelola, rata-rata jumlah kredit yang diterima sebesar 1 491 667 rupiah dengan presentase relatif penggunaan kredit terhadap total biaya usahatani adalah sebesar 20.09 persen. Realisasi kredit ini masih sangat kecil karena petani tetap harus mencari sumber modal lainnya untuk membiayai usahatani padi organik. Fluktuasi harga input dan output tidak bisa dihindari oleh petani sehingga petani harus bisa mengelola usahataninya agar efisien dari segi penggunaan input namun hasil yang diperoleh lebih banyak dan berkualitas.

Statistik Deskriptif Variabel-variabel dalam Model

Analisis akses dan dampak kredit mikro terhadap produksi dan penerimaan usahatani padi organik, dihitung menggunakan perangkat lunak STATA 13.0 dan dilakukan dalam dua tahap. Dikarenakan model seleksi Heckman membolehkan memasukkan responden kontrol sebagai pembanding, maka penghitungan menggunakan STATA hanya dilakukan dua kali. Sebagai gambaran awal, dilakukan penghitungan secara deskriptif untuk melihat keragaman data yang digunakan untuk masing-masing variabel. Tabel 18 menyajikan hasil penghitungan deskriptif variabel-variabel dalam model yang dibagi menjadi dua kategori berdasarkan status akses dan tidak akses pada kredit mikro. Berdasarkan hasil penghitungan secara deskriptif, dapat dilihat bahwa data pada setiap variabel memiliki keragaman yang relatif tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai deviasi standar relatif besar.

Usia petani rata-rata 51 dan 54 tahun untuk petani penerima kredit dan bukan penerima kredit. Hal ini menandakan bahwa usahatani padi organik didominasi orang-orang tua yang tidak memiliki keahlian lain karena tingkat pendidikan yang rendah, yaitu rata-rata hanya mampu menyelesaikan sekolah dasar dan tidak sampai menamatkan sekolah menengah pertama baik petani penerima kredit maupun petani yang tidak mengakses kredit. Sedangkan ilmu mengenai usahatani padi itu sendiri diperoleh secara turun temurun dari orang- orang tua terdahulu dan tidak diperoleh dari pendidikan formal.

Jumlah anggota keluarga petani penerima kredit sebanyak 3 orang dan petani bukan penerima kredit sebanyak 4 orang. Hal ini bukan berarti petani tidak memiliki banyak anak, namun karena usia petani sudah setengah baya maka sebagian bahkan semua anak dari petani sudah memiliki keluarga. Sehingga petani tidak lagi memiliki tanggungan keluarga yang banyak. Justru hal ini menguntungkan petani karena dapat membantu dalam permodalan usahatani bagi mereka yang memiliki penghasilan lebih. Kondisi ini juga dapat meningkatkan kelayakan (credit worthiness) petani untuk mengakses kredit.

Pengalaman usahatani petani rata-rata lebih dari 18 tahun sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan petani sudah dapat mengelola usahatani dengan baik khususnya dalam penggunaan input dan mengetahui fenomena-fenomena alam yang mungkin terjadi selama musim tanam. Berdasarkan pengalaman juga, petani lebih memahami kondisi lahan dan apa yang dibutuhkan tanaman selama proses tanam sampai panen. Hal ini menjadi penting mengingat sektor pertanian adalah sektor yang memiliki risiko relatif tinggi karena tergantung pada kondisi alam di luar usaha yang telah dilakukan oleh petani itu sendiri. Namun demikian,

41 petani padi organik masih tergolong petani yang risk averse, sehingga tidak banyak mengeksplor semua sumber daya yang dimiliki dan mungkin diperoleh (Rahayu 2011).

Tabel 18 Statistik dekriptif variabel-variabel dalam model

Variabel Jml

Responden

Rata-rata Deviasi standar

AKSES = 0

Usia petani (tahun) 33 54.15 10.49

Jumlah anggota keluarga (orang) 33 3.58 2.41

Lama pendidikan petani (tahun) 33 8.36 2.69

Pengalaman usahatani (tahun) 33 18.15 8.51

Lama jadi anggota kel. tani (tahun) 33 6.94 2.47

Luas lahan garapan (ha) 33 0.26 0.23

Total biaya (Rp) 33 2 061 052.00 2 135 048.00

Produksi GKP (Kg) 33 1 583.33 1 641.67

Produktifitas (ton/ha) 33 5.58 1.34

Pendapatan (Rp) 33 2 897 585.00 3 712 221.00

AKSES = 1

Usia petani (tahun) 35 51.26 11.95

Jumlah anggota keluarga (orang) 35 2.69 1.75

Lama pendidikan petani (tahun) 35 8.26 2.64

Pengalaman usahatani (tahun) 35 16.00 10.54

Lama Jadi anggota kel. tani (tahun) 35 7.60 2.19

Luas lahan garapan (ha) 35 0.38 0.24

Total biaya (Rp) 35 4 475 725.00 2 651 961.00

Produksi GKP (Kg) 35 1 885.43 1 194.77

Produktifitas (ton/ha) 35 5.04 1.28

Jumlah kredit (Rp) 35 788 571.40 430 336.00

Pendapatan (Rp) 35 1 345 981.00 1 212 923.00

Sumber : Data primer

Kriteria penting yang juga harus dimiliki oleh petani adalah keanggotaan dalam suatu kelompok tani. Dimana akan menjadi modal sosial bagi petani untuk bisa memanfaatkan segala informasi dan jaringan yang dapat diakses melalui kelompok tani. Termasuk juga informasi mengenai akses terhadap permodalan. Baik dari lembaga formal maupun semi-formal. Keikutsertaan petani dalam kelompok tani akan membangun imej bagi anggota lain dan juga kepercayaan lembaga penyalur kredit agar dapat mengakses kredit sejumlah yang dibutuhkan.

Pada luas lahan garapan, dapat dilihat bahwa petani penerima kredit memiliki luas lahan garapan lebih besar dari petani bukan penerima kredit. Petani yang tidak memperoleh kredit hanya mengusahakan lahan rata-rata 0.26 hektar sedangkan petani penerima kredit, rata-rata luas lahan yang digarap seluas 0.38 hektar. Walau demikian luas lahan tersebut masih sangat kecil jika ingin mencapai produktifitas yang optimal karena penggunaan input menjadi lebih efisien dan pendapatan yang maksimal.

Adapun rata-rata kentungan yang diperoleh petani dari kedua kategori tersebut sangat berbeda. Pada Tabel 18 dapat dilihat, bahwa ternyata petani yang

42

tidak menerima kredit rata-rata menerima pendapatan lebih besar dibandingkan dengan petani penerima kredit. Petani penerima kredit rata-rata memperoleh pendapatan sebesar 1 345 981 rupiah. Jumlah tersebut hanya ½ dari pendapatan yang diperoleh petani yang tidak menerima kredit yaitu sebesar 2 897 585 rupiah. Hal ini dikarenakan jumlah kredit yang belum maksimal dan hasil panen yang tidak sesuai dengan harapan. Dimana produktifitas petani bukan penerima kredit ternyata juga lebih tinggi (5.58 ton/hektar) dibandingkan dengan petani penerima kredit yakni sebanyak 5.04 ton/hektar.

Analisis Akses Kredit Mikro

Bagi petani skala mikro dan kecil, modal yang dibutuhkan tidak sebanyak petani yang sudah terintegrasi dan memiliki perputaran modal yang cepat. Petani hanya membutuhkan sedikit tambahan modal untuk membeli input dan membayar sejumlah tenaga kerja. Hanya saja skala usaha yang masih mikro dari segi luas lahan dan keterbatasan-keterbatasan lainnya tidak serta merta meningkatkan pendapatan petani jika tidak ditingkatkan produktifitasnya.

Hasil analisis Model Seleksi Heckman tahap pertama (model Probit) yang diterapkan untuk mengetahui dampak terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi organik, diperoleh bahwa terdapat 5 faktor yang dapat menentukan akses petani terhadap kredit mikro (Tabel 20). Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana variabel usia, jumlah anggota keluarga, lamanya menjadi anggota kelompok tani, pengalaman usahatani, dan luas lahan garapan dapat menentukan peluang petani dalam mengakses kredit mikro, sedangkan variabel pendidikan petani dan pekerjaan utama tidak menentukan akses petani terhadap kredit mikro (tidak signifikan secara statistik). Di antara faktor-faktor tersebut terdapat 3 variabel yang mempengaruhi secara negatif terhadap akses petani terhadap kredit mikro, yaitu usia petani, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman usahatani, sedangkan dua variabel lainnya yaitu lama keanggotaan dalam kelompok tani dan luas lahan garapan mempengaruhi akses kredit secara positif.

Analisis regresi probit yang merupakan tahap pertama dari model seleksi Heckman dilakukan dengan bantuan perangkat lunak STATA 13.0, secara simultan diperoleh nilai rasio Likelihood Chi-square (LR chi2) yaitu sebesar 31,07 dan nilai prob>chi2 = 0.000 (p<0.05). Jika H0 = variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas dan H1 = variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Dikarenakan 0.000 < 0.05 maka disimpulkan bahwa H0 ditolak. Artinya setidaknya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap peluang petani padi organik untuk mengakses kredit mikro. Pengujian parameter secara parsial dilakukan dengan uji Wald, variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 adalah usia petani, jumlah anggota keluarga, lama menjadi anggota kelompok tani, pengalaman usahatani, dan luas lahan garapan seperti yang terlihat pada Tabel 20.

Terdapat juga nilai Pseudo R2 sebesar 0.33 atau 33 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa akses kredit mikro dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang ada dalam model namun masih ada variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model yang mungkin dapat menentukan akses kredit mikro. Di antara variabel yang diduga dapat mempengaruhi akses kredit mikro adalah jarak tempat

43 tinggal ke lokasi kredit, aset yang dimiliki petani, jumlah tabungan, dan pendapatan di luar usahatani. Tabel 19 berikut menyajikan hasil penghitungan Modal Seleksi Heckman tahap pertama.

Tabel 19 Aksesibilitas kredit mikro pada petani padi organik

Variabel Koefisien Z P>|z|

Usia petani (tahun) -5.7813* -2.12 0.034

Jumlah anggota keluarga (orang) -2.2103* -2.62 0.009 Lama pendidikan petani (tahun) -0.8045 -0.56 0.573 Pengalaman usahatani padi (tahun) -2.4997* -2.37 0.018 Lama menjadi anggota kel. tani (tahun) 5.3747* 3.21 0.001 Luas lahan garapan (m2) 1.8641* 3.06 0.002

Konstanta 3.6258 0.84 0.404

LR chi2 = 31.07 Prob > chi2 = 0.0000 Log likelihood = -31.57179 Pseudo R2 = 0.3298 Sumber : Data primer

Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 0.5

Usia memiliki koefisien negatif dan signifikan pada taraf nyata 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan usia tua cenderung bersifat risk averse (tidak mau mengambil risiko) sehingga keinginan untuk mengakses kredit juga kecil. Selain itu, petani dengan usia tua memiliki produktifitas kerja yang lebih rendah sehingga dianggap tidak layak memperoleh kredit (credit worthiness rendah). Berbeda dengan petani muda yang masih berani mengambil risiko dalam mengembangkan usahataninya (risk taker) dan sangat berpeluang mengakses kredit (memiliki credit worthiness tinggi) karena produktifitas kerja masih tinggi.

Hasil ini sejalan dengan temuan Anyiro and Oriaku (2011) yang juga menghasilkan temuan bahwa usia memiliki koefisien negatif dimana semakin tua usia maka sikap petani cenderung tidak ingin mengambil risiko dan hanya mengandalkan modal yang dimiliki sendiri. Petani muda cenderung lebih enerjik dan produktif sehingga mampu mengembangkan usahataninya dengan mengadopsi inovasi-inovasi baru. Berbeda dengan temuan Ibrahim dan Bauer (2013) yang menemukan bahwa usia tidak berpengaruh terhadap akses petani pada mikrokredit. Hal ini menandakan tidak ada kaitan antara usia dengan akses pada mikrokredit. Begitu pun dengan lembaga keuangan mikro yang ada, tidak memandang petani itu tua atau muda tetap memiliki kesempatan untuk memperoleh kredit mikro.

Variabel jumlah anggota keluarga memiliki koefisien negatif dan signifikan pada taraf 0.05. Hal ini berarti jumlah anggota keluarga akan menjadi kendala dalam mengakses kredit jika semakin banyak jumlahnya. Semakin banyak anggota keluarga, credit worthy petani semakin rendah. Walaupun ada anggota keluarga yang bekerja di sektor lain dan bisa menjamin pembayaran kredit, pada

Dokumen terkait