• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Tahap I: Pembuatan dan Evaluasi Kultur Starter Yogurt dengan SinbiotiTerenkapsulasi dalam Bentuk Granul

Pada penelitian tahap I didapatkan hasil pengujian kemurnian masing-masing bakteri asam kultur starter yogurt (St RM-01 dan Lb RM-01) dan probiotik (La RM-01 dan Bl RM-01) yang sesuai dengan Bergey’s manual determinative bacteriology. Kurva pertumbuhan dari masing-masing kultur starter yogurt dan probiotik diikuti untuk mendapatkan informasi mengenai waktu pemanenan, sedangkan evaluasi karakteristik mikrobiologis dilakukan pada setiap tahapan dalam pembuatan granul kultur starter yogurt sinbiotik untuk mengetahui kualitas mikrobiologis. Karakteristik mikrobiologis yang diamati pada granul kultur starter yogurt dengan sinbiotik terenkapsulasi adalah total bakteri asam laktat, TPC dan jumlah koliform.

a) Persiapan Kultur Starter Yogurt dan Probiotik

Persiapan kultur starter yogurt dan probiotik meliputi pemeriksaan masing-masing morfologi bakteri, pewarnaan Gram dan pengujian katalase. Pemeriksaan morfologi pada masing-masing kultur starter yogurt dan bakteri probiotik menunjukkan kesesuian dengan Holt et al., 1991. Karakteristik kultur starter yogurt dan probiotik dapat dilihat pada Tabel 4.

(a)St RM-01 (b)Lb RM-01

(c) La RM-01) (d)Bl RM-01

Gambar 6. Morfologi Kultur Starter Yogurt (a) dan (b), Kultur Probiotik (c) dan (d)denganPerbesaran 100x

Kultur starter St RM-01 memiliki morfologi kokus berantai, termasuk dalam golongan Gram positif dengan katalase negatif. Kultur starter Lb RM-01 memiliki morfologi dengan bentuk batang berantai, termasuk dalam golongan Gram positif dengan katalase negatif. Morfologi kultur starter La RM-01 menunjukkan sel berbentuk batang dengan susunan rantai yang panjang, termasuk dalam golongan Gram positif dengan katalase negatif. Kultur starter Bl RM-01 berbentuk batang, bersifat Gram positif dan memiliki katalase negatif.

Bakteri asam laktat termasuk dalam tipe Gram positif yaitu mampu mempertahankan warna kristal violet sehingga tetap berwarna ungu setelah diberi warna tandingan yaitu safranin yang berwarna merah. Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tebal tersusun dari lapisan peptidoglikan yang terdiri atas protein, asam teikoat dan polisakarida serta bagian luar dikelilingi dan dibungkus oleh lapisan sulfur protein (Delcour et al., 1999). Asam teikoat dalam dinding sel yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan etanol yang diberi pada saat pewarnaan sehingga menyebabkan dehidrasi pada dinding sel (Fardiaz, 1992). Dehidrasi menyebabkan pori-pori mengecil dan terjadi penurunan permeabilitas dinding sel sehingga kompleks kristal violet tidak keluar dari sel dan sel tetap berwarna ungu. Hasil pemeriksaan morfologi dari kultur starter yogurt dan probiotik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Kultur Starter Yogurt dan Probiotik Jenis Bakteri Pewarnaan Gram Sifat Katalase Morfologi

St RM-01 Gram positif Negatif Bulat atau kokus berantai Lb RM-01 Gram positif Negatif Batang berantai

La RM-01 Gram positif Negatif Batang susunan rantai yang panjang

Bl RM-01 Gram positif Negatif Batang pendek

Kultur starter St RM-01, Lb RM-01, La RM-01 dan Bl RM-01 mempunyai sifat katalase negatif artinya tidak mempunyai enzim katalase yang dapat mengkatalis H2O2, ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung gas (O2) setelah preparat ditetesi dengan H2O2. Menurut Prescott (2003) bakteri asam laktat yang

bersifat katalase negatif dan memiliki enzim peroksidase yang akan mengkatalisis H2O2 dengan senyawa organik dan tidak menghasilkan gelembung gas, dengan reaksi sebagai berikut :

oksidasi oleh

H2O2 + NADH + H+ 2H2O + NAD+ peroksidase

b) Penentuan Waktu Pemanenan Bakteri Asam Laktat sebagai Kultur Starter Yogurt dan Probiotik

Penentuan waktu inkubasi kultur starter yogurt dan probiotik bertujuan untuk mendapatkan informasi waktu pemanenan sel-sel bakteri yang harus dikondisikan pada fase logaritmik. Pertumbuhan kultur starter diikuti pada suhu 37 ± 1oC selama 24 jam, fase-fase pertumbuhan dari masing-masing bakteri asam laktat ditampilkan dalam bentuk kurva pertumbuhan pada Gambar 7.

(a) 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 11,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Inkubasi (Jam) Lo g ( cf u /m l)

Gambar 7. Kurva Pertumbuhan Kultur Starter (a) St RM-01, (b) Lb RM-01, (c) La RM-01 dan (d) Bl RM-01 Selama Diinokulasi dalam Media MRSB

Fase-fase pertumbuhan pada St RM-01 meliputi (a) fase adaptasi (0-1 jam inkubasi), (b) fase pertumbuhan awal (1-3 jam inkubasi), (c) fase logaritmik (3-10

(b) 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 11,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Inkubasi (Jam) Lo g ( cf u /m l) (d) 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 11,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Inkubasi (Jam) Log ( c fu /m l) (c) 7,00 7,50 8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 10,50 11,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Inkubasi (Jam) L o g (c fu /m l)

jam inkubasi) dan (d) fase stasioner (lebih dari 10 jam inkubasi). Pemanenan sel St RM-01 dilakukan pada fase logaritmik yaitu setelah 10 jam dilakukan inkubasi.

Fase-fase pertumbuhan pada Lb RM-01 meliputi (a) fase adaptasi (0 jam inkubasi), (b) fase pertumbuhan awal (0-1 jam inkubasi), (c) fase logaritmik (1-10 jam inkubasi) dan (d) fase stasioner (lebih dari 10 jam inkubasi). Pemanenan sel Lb RM-01 dilakukan pada fase logaritmik yaitu setelah 10 jam dilakukan inkubasi.

Fase-fase pertumbuhan pada La RM-01 meliputi (a) fase adaptasi (0-2 jam inkubasi), (b) fase pertumbuhan awal (2-4 jam inkubasi), (c) fase logaritmik (4-15 jam inkubasi) dan (d) fase stasioner (lebih dari 15 jam inkubasi). Pemanenan sel Lb RM-01 dilakukan pada fase logaritmik yaitu setelah 15 jam dilakukan inkubasi.

Fase-fase pertumbuhan pada Bl RM-01 meliputi (a) fase adaptasi (0-1 jam inkubasi), (b) fase pertumbuhan awal (1-2 jam inkubasi), (c) fase logaritmik (2-15 jam inkubasi) dan (d) fase stasioner (lebih dari 15 jam inkubasi). Pemanenan sel Lb RM-01 dilakukan pada fase logaritmik yaitu setelah 15 jam dilakukan inkubasi. Perubahan populasi kultur starter selama 24 jam pertumbuhan pada media MRSB ditampilkan pada Tabel 4 sedangkan waktu generasi dapat dilihat pada Lampiran 22.

Tabel 4. Populasi Kultur Starter Selama 24 Jam Pertumbuhan pada Media MRSB Mikroba Starter Populasi Awal (log cfu/ml) Lama Inkubasi Sebelum Akhir Fase Log (Jam) Populasi Sebelum Akhir Fase Log (log cfu/ml) Waktu Generasi (Jam) St RM-01 8,37 10 10,38 1,43 Lb RM-01 7,55 10 9,26 1,85 La RM-01 7,84 15 10,25 1,59 Bl RM-01 7,02 15 8,84 2,31

Pemanenan dikondisikan pada fase logaritmik dengan tujuan agar masing-masing bakteri ketika ditumbuhkan kembali dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya perbedaan waktu dalam mencapai fase logaritmik pada kultur starter yogurt dan probiotik dikarenakan terdapat perbedaan daya adaptasi dan populasi awal dari masing-masing kultur starter. Selama pertumbuhannya, suatu jenis

mikroba akan melakukan perbanyakan sel dengan cara membelah diri secara linier sehingga pada saat generasi jumlahnya menjadi dua kali populasi sebelumnya. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadi proses ini disebut waktu generasi (Fardiaz, 1992). Waktu generasi menunjukkan kemampuan mikroorganisme beradaptasi pada lingkungan dan dapat digunakan untuk menduga setiap mikroba dalam jangka waktu yang sama serta aktifitasnya dalam proses metabolisme. Waktu generasi masing-masing kultur starter adalah St RM-01 sekitar 1,43 jam, kultur Lb RM-01 sekitar 1,85 jam, La RM-01 sekitar 1,59 jam dan Bl RM-01 sekitar 2,31 jam. Usmiati (1998) mendapatkan waktu generasi lebih pendek dari kultur starter yang sama, bila ditumbuhkan dalam media susu skim.

Perbedaan waktu generasi ini disebabkan karena perbedaan media tumbuh yang digunakan dan suhu optimum yang dimiliki oleh masing-masing kultur starter yogurt dan probiotik berbeda-beda. Media susu skim mengandung laktosa yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk aktivitas metabolisme masing-masing kultur untuk memproduksi asam laktat bila dibandingkan dengan media pertumbuhan MRSB yang mengandung glukosa (Lampiran 20) sehingga daya adaptasi dari masing-masing kultur lebih rendah bila ditumbuhkan dalam media MRSB. Oleh sebab itu, waktu generasi kultur starter yogurt dan probiotik lebih cepat ditumbuhkan dalam media susu skim daripada di dalam media MRSB. Menurut Ray (2001) kurva pertumbuhan mikroba tergantung pada karakteristik spesies mikroba dan kondisi lingkungan. Suhu optimum pertumbuhan S. thermophilus antara 37 sampai 42oC L. bulgaricus antara 25 sampai 30oC (Johnson dan Steele, 1997), L. acidophilus 35-45oC dan B. longum 36-38oC (Nakazawa dan Hosono, 1992).

Menurut Ray (2001) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam makanan terdiri atas faktor intrinsik (nutrisi, faktor pertumbuhan dan anti mikrobial, aw, pH dan potensial oksidasi reduksi) dan faktor ekstrinsik (suhu dan pertumbuhan). Oleh sebab itu, tiap-tiap mikroba mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda meskipun kondisi lingkungan telah dikondisikan dalam keadaan yang sama. Jumlah populasi kultur starter yogurt dan probiotik pada fase logaritmik secara berturut-turut yaitu St RM-01 sebesar 10,38 log cfu/ml, Lb RM-01 sebesar 9,26 log cfu/ml, La RM-01 sebesar 10,25 log cfu/ml dan Bl RM-01 sebesar 8,39. Populasi

kultur starter yogurt dan probiotik tersebut masih memenuhi ketentuan Codex (2003) dengan syarat minimal jumlah populasi kultur starter yogurt minimal 107 cfu/g.

c) Pembuatan Kultur Starter Yogurt dan Enkapsulasi Sinbiotik dalam Bentuk Kering

c. 1. Kultur Starter Yogurt Kering

Proses pengeringan kultur kerja starter yogurt dilakukan dengan metode spray dry dengan suhu inlet 180oC dan outlet 80oC. Penambahan laktosa 6% sebagai senyawa kriogenik membantu kultur kerja menjaga stabilitasnya terhadap perlakuan pengeringan (Hartaji, 2000), juga maltodekstrin 4% sebagai zat pengisi (Pratiwi, 2005). Perubahan populasi St RM-01 dan Lb RM-01 selama proses pengeringan ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Populasi Kultur Starter Yogurt Selama Proses Pengeringan Kultur Starter Yogurt Populasi Kultur Starter Yogurt

Kultur Kerja Awal Kultur Kerja Sebelum Spray dry*) Kultur Kerja Setelah Spray dry ---(log cfu/g)--- St RM-01 9,38 ± 0,38a 8,70 ± 0,05b 8,45 ± 0,41b Lb RM-01 8,99 ± 0,18a 8,09 ± 0,19b 8,81 ± 0,17a

Keterangan: *) Kultur kerja yogurt yang ditambahkan laktosa 6% dan maltodekstrin 4% huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05)

Populasi kultur kerja St RM-01 dan Lb RM-01 sebelum dilakukan proses pengeringan spray dry mengalami penurunan secara nyata (P<0,05) akibat dari penambahan laktosa 6% dan maltodekstrin 4%. Penambahan laktosa 6% dan maltodekstrin 4% ke dalam kultur kerja St RM-01 dan Lb RM-01 menyebabkan pengenceran sehingga populasi kultur kerja yogurt mengalami penurunan populasi dari kultur kerja awal. Berdasarkan hasil perhitungan adalah untuk St RM-01 menjadi 8,44 log cfu/g dan Lb RM-01 sebesar 8,09 log cfu/g. Hasil pemupukan mendapatkan populasi St RM-01 sebesar 8,70 ± 0,05 log cfu/g dan Lb RM-01 sebesar 8,09 ± 0,19 log cfu/g, masih sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Proses pengeringan dengan metode spray dry tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kultur kerja St RM-01 yang mampu mempertahankan populasinya setelah proses pengeringan dan hanya mengalami penurunan populasi St RM-01 sebesar 0,25 log cfu/g. Proses pengeringan dengan metode spray dry nyata (P<0,05) meningkatkan populasi kultur kerja Lb RM-01 sebesar 0,72 log cfu/g. Penambahan laktosa sebesar 6% sebagai senyawa krioprotektan mampu mempertahankan viabilitas kultur starter kerja yogurt St RM-01 maupun Lb RM-01. Bila dibandingkan antara kedua kultur kerja St RM-01 dan Lb RM-01 dapat dinyatakan bahwa kultur Lb RM-01 lebih mampu mempertahankan diri dari proses pemanasan dengan suhu yang tinggi, ditunjukkan dengan jumlah populasi yang tidak mengalami penurunan. Peningkatan populasi Lb RM-01 sebagai akibat proses konsentrasi kultur karena terjadi pengurangan kadar air selama proses pengeringan. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2001) kadar air susu fementasi dengan metode spray dry pada suhu pengeringan yang sama (inlet 180oC dan outlet 80oC ) adalah sebesar 5,85% (Sari, 2001) atau bila dikonversikan terjadi peningkatan konsentrasi sebesar 11 kali, bila kultur kerja awal mempunyai kadar air sebesar 64,4%. Populasi kultur kerja yogurt St RM-01 dan Lb RM-01 mampu dipertahankan pada nilai ≥ 108 cfu/g, memenuhi ketentuan Codex (2003) dengan syarat minimal jumlah populasi kultur starter yogurt minimal 107 cfu/g.

c. 2. Enkapsulasi dan Pengeringan Sinbiotik

L. acidophilus dan B. longum sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam kondisi ekstrim saluran pencernaan yaitu dari kondisi asam lambung dengan pH yang rendah dan keberadaan garam empedu dalam usus halus. Proses enkapsulasi bertujuan untuk melindungi probiotik terhadap lingkungan ekstrim tersebut dan diharapkan jumlah populasi setelah berada di dalam saluran pencernaan masih mencapai ≥ 1,0 x 106 cfu/g. Bahan yang digunakan sebagai biokapsul adalah alginat. Alginat banyak digunakan untuk enkapsulasi bakteri asam laktat dan probiotik dengan konsentrasi yang biasa digunakan dalam kisaran 0,5-4,0% (Sultana et al., 2000). Kalsium alginat berdasarkan hasil penelitian banyak digunakan sebagai bahan yang menyelimuti bakteri probiotik, seperti telah diaplikasikan untuk melindungi L. acidophilus CSCC 2409, B. infantis CSCC 1912 saat akan dikeringbekukan (Kailasapathy dan Sureeta, 2004) dan kultur bakteri tidak beraktivitas pada produk

mayonaise (Sultana et al. 2000). Gel alginat yang terbentuk saat penambahan air akan membentuk matriks-matriks yang akan menjerat probiotik. Perubahan populasi bakteri probiotik selama proses enkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perubahan Populasi Bakteri Probiotik Selama Proses Enkapssulasi Sinbiotik

Bakteri Probiotik Populasi Bakteri Probiotik

Kultur Awal Biokapsul Basah Biokapsul Kering

---(log cfu/g)---

La RM-01 10,36 ± 0,08a 9,18 ± 0,27b 7,75 ± 0,42c

Bl RM-01 8,88 ± 0,04a 8,74 ± 0,16a 7,86 ± 0,28b

Keterangan: huruf superscript huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05)

Penjeratan probiotik dalam sodium alginat 3% dan penetesan campuran ke dalam larutan CaCl2 0,1 M mampu mempertahankan populasi probiotik dengan jumlah populasi tetap tinggi (Reyed, 2007) yaitu dengan jumlah populasi bakteri probiotik enkapsulasi sebelum proses freeze dry sekitar 4 x 109 cfu/ml dan setelah proses freeze dry sekitar 3,75 x 109 cfu/ml. Populasi bakteri yang tetap tinggi tersebut dapat dipertahankan karena adanya penambahan gliserol. Menurut Milanovic et al. (2001) gliserol merupakan salah satu zat yang berfungsi sebagai krioprotektan. Substrat prebiotik yang ditambahkan ke dalam bahan enkapsulasi adalah inulin 2%. Menurut Frank (2008) penambahan inulin dalam produk makanan sebesar 2-3%. Penambahan inulin sebesar 2% dimaksudkan agar dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas spesifik spesies bakteria di dalam kolon untuk kesehatan manusia (Yeung et al., 2005; Gibson dan Fuller, 2000).

Proses enkapsulasi bakteri probiotik Bl RM-01 menurunkan populasi awal sebesar 0,14 log cfu/g (1,58%) melalui pengenceran yang disebabkan adanya penambahan bahan-bahan enkapsulasi. Pengeringan biokapsul menurunkan populasi Bl RM-01 secara nyata (P<0,05) sebesar 0,88 log cfu/g (10,07%) dibandingkan dengan biokapsul basah. Bakteri probiotik La RM-01 lebih sensitif terhadap proses enkapsulasi maupun pengeringan. Proses enkapsulasi menurunkan secara nyata (P<0,05) populasi La RM-01 sebesar 1,18 log cfu/g (11,39%) dari populasi awal. Pengeringan biokapsul La RM-01 juga menurunkan secara nyata (P<0,05) populasi dari biokapsul basah sebesar 1,43 log cfu/g (15,58%).

Penurunan populasi bakteri probiotik La RM-01 dan Bl RM-01 selama tahapan proses enkapsulasi selain disebabkan pengaruh penambahan bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi juga disebabkan kontak dengan oksigen selama proses. Diharapkan pada penelitian ini, kapsul yang terbentuk mampu melindungi kedua bakteri probiotik La RM-01 dan Bl RM-01 yang termasuk bakteri anaerob. Inkorporasi oksigen ke dalam adonan menyebabkan gangguan oksidasi pada kultur probiotik. Keberadaan oksigen untuk bakteri anaerob akan menyebabkan peningkatan potensial reduksi oksidasi yang dapat mengganggu transfer elektron dalam respirasi anaerob. Inkorporasi oksigen disebabkan oleh peningkatan kadar dari anion superoksida (O2 -), hidrogen peroksida (H2O2) atau radikal hidroksil (OH-) yang dapat membahayakan semua komponen yang ada di dalam sel dan dapat menyebabkan kematian pada sel (Silva et al., 2005; Guchte et al., 2002). Hasil dari reaksi biasanya gabungan dari kombinasi reduksi produk radikal superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil. Menurut Prescott et al., 2003 hasil reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:

O2 + e- O2 -. (radikal superoksida) O2 -. + e- + 2H+ H2O2 (hidrogen peroksida)

H2O2 + e- + H+ O2 -. (radikal hidroksil)

Keberadaan oksigen sebagai agen oksidasi dalam produk menyebabkan racun karena dengan cepat dapat merusak komponen utama sel. Hal yang sama diungkapkan oleh Fardiaz (1992) bahwa oksigen merupakan racun bagi bakteri L. acidophilus dan B. longum karena senyawa yang terbentuk dari reaksi flavoprotein dengan O2 yaitu H2O2 dan O-2 tidak dapat dipecah oleh bakteri tersebut.

Rerata populasi La RM-01 dan Bl RM-01 dalam biokapsul basah mengalami penurunan, namun masih memenuhi kriteria kultur probiotik yaitu > 7,00 log10 cfu/g, penetesan adonan biokapsul ke dalam larutan CaCl2 berfungsi untuk mengeraskan permukaan alginat. Konsentrasi CaCl2 (0,1 M) yang digunakan tidak berpengaruh terhadap populasi L. acidophilus dan B. longum. Menurut Chandramouli et al., (2003) tingginya konsentrasi CaCl2 tidak akan mempengaruhi viabilitas enkapsulasi hingga konsentrasi 1 M.

Persentase penurunan populasi bakteri probiotik hingga menjadi produk enkapsulasi adalah 11,56-25,18%. Jumlah rerata populasi La RM-01 setelah proses pengeringan freeze dry mengalami penurunan nyata (P<0,05) sebesar 1,43 log cfu/g dibandingkan rerata populasi adonan enkapsulasi yang digunakan. Jumlah rerata populasi Bl RM-01 setelah proses pengeringan freeze dry mengalami penurunan nyata (P<0,05) sebesar 0,89 log cfu/g dibandingkan rerata populasi biokapsul basah. Suhu pengeringan dengan freeze dry dalam pembuatan biokapsul adalah -50oC sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai untuk bakteri probiotik yang hanya mempunyai suhu optimal sebesar 35-45oC untuk L. acidophilus dan 36-38oC untuk B. longum (Nakazawa dan Hosono, 1992).

Proses pengeringan beku menurunkan viabilitas L. acidophilus dan B. longum karena terjadi kerusakan sel akibat suhu yang terlalu rendah sehingga terbentuk kristal-kristal es yang akan menyebabkan kematian bakteri selama pencairan karena kristal-kristal es yang ada akan merusak struktur sel (Ray, 2001). Meskipun terjadi penurunan populasi La RM-01 dan Bl RM-01 selama pengeringan biokapsul, jumlah populasi La RM-01 dan Bl RM-01 masih memenuhi persyaratan bakteri terenkapsulasi ≥107 cfu/g (Sultana et al., 2000).

e) Formulasi, Granulasi dan Evaluasi Karakteristik Mikrobioligis Kultur Starter Yogurt dengan Sinbiotik Terenkapsulasi

Granulasi kultur starter yogurt sinbiotik dalam bentuk granul dilakukan dengan metode granulasi basah yaitu dengan penambahan sukrosa 60% sebagai larutan pengikatnya. Bahan-bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan granul terdiri atas laktosa, susu skim, sodium starch glikolat (SSG), bakteri probiotik yang terenkapsulasi dan bubuk kultur starter yogurt kering. Pembuatan granul starter kerja yogurt dibuat dengan tiga formula yang berbeda. Ketiga formula tersebut dibuat dengan persentase sodium starch glikolat (SSG) dan laktosa yang berbeda pada setiap formulasi.Karakteristik fisik dari granul yang dihasilkan dari ketiga formulasi mempunyai tekstur granul yang agak kasar karena adanya penambahan sukrosa. Ukuran rerata granul yang dihasilkan sekitar 0,1-1,2 µm. Warna granul starter yogurt pada ketiga formulasi adalah putih kecoklatan. Warna kecoklatan dihasilkan dari proses pemanasan (pengovenan pada suhu 40 ±1oC selama 2 jam). Granul kultur starter yogurt dengan sinbiotik terenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kultur Starter Yogurt Sinbiotik dalam Bentuk Granul

Reaksi Maillard yaitu terjadi antara gugus karbonil pada gula pereduksi dengan protein susu (gugus asam amino) menghasilkan pigmen berwarna coklat yang disebut melanoidin. Melanoidin merupakan produk akhir dari reaksi Mailard (Murano, 2003). Reaksi Mailard dalam pengeringan granul dimungkinkan terjadi karena di dalam granul kultur starter yogurt kaya akan protein (sumber asam amino), laktosa (gula pereduksi) dan didukung oleh suhu pengeringan yang tinggi (Winarno, 1996). Evaluasi karakteristik mikrobiologis kultur starter yogurt sinbiotik dalam bentuk granul ditentukan berdasarkan viabilitas bakteri asam laktat yang dihasilkan pada masing-masing formula. Total Plate Count dan jumlah koliform juga dievaluasi untuk menentukan kelayakan kultur dan keamanan pangan. Kualitas mikrobiologi kultur starter yogurt dalam bentuk granul dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kualitas Mikrobiologis Kultur Starter Yogurt Sinbiotik dalam Bentuk Granul

Parameter Uji Formulasi

L21S1 L20S2 L19S3

---(log cfu/g)---

TPC 8,09 ± 0,36a 8,38 ± 0,35a 8,35 ± 0,11a

BAL 8,11 ± 0,39a 8,29 ± 0,16a 8,47 ± 0,04a

Koliform*) <1 <1 <1

Keterangan : *) Tidak didapatkan pertumbuhan koliform dalam granul kultur starter kering yoghur yang ditumbuhkan dengan media VRBA

huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda

Jumlah Bakteri Asam Laktat. Jumlah bakteri asam laktat di dalam kultur starter yogurt sinbiotik dalam bentuk granul akan sangat menentukan kualitas produk yogurt yang dihasilkan. Diharapkan viabilitas BAL dalam granul tetap tinggi, juga produk yang dihasilkan akan meningkat sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan. Rerata jumlah bakteri asam laktat yang terdiri atas formulasi L21S1, L20S2 dan L19S3 berturut-turut adalah sebesar 8,11 ± 0,39 log cfu/g, 8,29 ± 0,16 log cfu/g dan 8,47 ± 0,04 logcfu/g (Tabel 10).

Komposisi bahan-bahan pada ketiga formula granul kultur starter yogurt dengan sinbiotik terenkapsulasi tidak memberikan pengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap jumlah bakteri asam laktat sehingga pemberian laktosa (21%-19%) dan SSG (1%-3%) tidak berpengaruh terhadap viabilitas BAL pada granul. Imbangan laktosa dan SSG yang berbeda dalam ketiga formulasi yang digunakan masih mampu mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat dalam granul kultur starter dengan jumlah populasi yaitu >107 cfu/g, memenuhi persyaratan dari Codex (2003).

Total Plate Count (TPC). TPC dapat memberikan gambaran umum tentang kondisi mikrobiologis secara menyeluruh dari mikroorganisme yang terkandung dalam produk meliputi bakteri, kapang dan khamir. Rerata populasi TPC untuk formula L21S1, L20S2 dan L19S3 berturut-turut adalah sebesar 8,09 ± 0,36 log cfu/g, 8,38 ± 0,35 log cfu/g dan 8,35 ± 0,11 log cfu/g tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Populasi TPC pada formula L21S1, L20S2 dan L19S3 didominasi oleh BAL dan tidak didapatkan pertumbuhan kapang dan khamir. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembuatan telah mengaplikasikan GMP dengan baik sehingga tidak didapatkan kontaminasi dari kapang dan khamir. Kedua mikroorganisme tersebut sangat berpotensi mengkontaminasi produk-produk dengan keasaman tinggi karena kapang dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan asam (Fardiaz, 1992).

Jumlah Bakteri Koliform. Penentuan jumlah koliform dalam produk bertujuan sebagai indikator sanitasi selama proses pembuatan kultur starter kering yogurt sinbiotik dalam bentuk granul. Bakteri koliform dievaluasi keberadaanya dalam kultur starter yogurt sinbiotik sebagai indikator sanitasi. Bakteri koliform tidak didapatkan pertumbuhannya pada ketiga formulasi kultur starter kering yogurt. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kontaminasi pada bahan-bahan yang digunakan

oleh air sebagai pelarut sukrosa. Hal ini dimungkinkan karena larutan sukrosa terlebih dahulu disterilisasi pada suhu 115o C selama 15 menit. Bakteri yang termasuk dalam kelompok koliform mempunyai suhu maksimal pertumbuhan 37o C. Pemanasan pada suhu sterilisasi telah mampu memusnahkan bakteri tersebut, bila pada awalnya terdapat didalam air yang digunakan.

e) Pengemasan. Granul kultur starter yogurt dengan sinbiotik terenkapsulasi dikemas secara vakum dalam kemasan alumunium foil berlapis Low Density Polyethylene (LDPE). Kultur starter yogurt dengan sinbiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul pada kemasan alumunium foil berlapis LDPE dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kultur Starter Yogurt Sinbiotik dalam Bentuk Granul pada Kemasan Alumunium Foil Berlapis LDPE

Plastik LDPE mempunyai sifat yang mudah dibentuk, mempunyai daya rentang baik, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penahan uap air yang baik namun bukan penahan oksigen yang baik, tidak menyebabkan aroma atau bau terhadap makanan dan mudah direkatkan (Harrington dan Jenkins, 1991). Alumunium foil merupakan penahan oksigen yang baik. Menurut Syarief dan Halid (1992) kemasan alumunium foil sangat baik untuk melindungi susu asam karena sifat alumunium foil yang tidak tembus cahaya, fleksibel dan hermetis.

Penelitian Tahap II Aplikasi Granul Kultur Starter Yogurt dengan Sinbiotik Terenkapsulasi dan Kultur Starter Yogurt Sinbiotik Cair

Penentuaan kualitas mikrobiologis dari granul kultur starter yogurt tidak hanya berdasar pada populasi BAL, TPC dan koliform dalam kultur starter dalam bentuk granul, tetapi dipertimbangkan juga berdasarkan kualitas mikrobiologi pada produk yogurt sinbiotik yang dihasilkan dari masing-masing formulasi granul

Dokumen terkait