• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung

Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan

waktu terbaik selama perlakuan pemanasan, yaitu pada selang suhu 100-120oC

dan waktu 12-20 jam. Hasil proses modifikasi HMT ini menghasilkan rendemen pati termodifikasi sebanyak 90%. Penentuan kondisi terbaik proses modifikasi

didasarkan dari hasil analisis sifat pati jagung yaitu profil gelatinisasi, swelling

volume dan kelarutan. Analisis tersebut memberikan hasil sebagai berikut :

Profil Gelatinisasi Pati Jagung HMT

Hasil analisis profil gelatinisasi pati jagung dengan menggunakan instrumen RVA memberikan data antara lain : suhu gelatinsasi, viskositas

maksimum (Peak Viscosity=PV), viskositas breakdown (BDV), viskositas

setback (SV) dan viskositas akhir (Final Viscocity=FV) sebelum dan setelah

proses modifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data hasil analisis karakterisik gelatinisasi pati jagung tanpa HMT dan pati jagung HMT pada beberapa perlakuan

Perlakuan Suhu(0C) : Waktu (jam)

Data Hasil RVA (cP)

Suhu gelatinisasi (oC) Peak (PV) (cP) Breakdown (BDV) (cP) Setback (SV) (cP) Final (FV) (cP) Pati jagung tanpa HMT 79.05+3.39 a 1697+63,6b 385+7,07c 473.5+40,31b 1785.5+30.4c 100 : 12 81.45+0.0ab 1175+79,2a 91.5+19,09b 183,5+55,86a 1288+116.0b 100 : 16 83.1+1.06b 1191.5+47,4a 100+3,54b 191+14,85a 1269.5+36.1b 100 :20 83.92+0.04b 820.5+0,7a 96+0,71b 183.5+0,0a 917+1.4a 110 : 12 86.0+0.57bc 1169.5+193,7a 81+32,53a 200.5+36,06a 1289+190.2b 110 : 16 89.15+0.64c 1058.5+10,6a 70.5+2,12a 229.5+7,78a 1217.5+16.3b 110 : 20 88.73+0.04c 994+1,4a 70.5+2,12a 195.5+24,75a 1119+25.5a 120 : 12 87.18+2.37bc 925+46.7a 105.5+38,89b 208+8,49a 1027.5+16.3a 120 : 16 89.15+0.64c 937.5+16,3a 110+18,38b 230.5+19,09a 1058+17.0a 120 : 20 87.48+2.8bc 894+104,7a 115+36,77b 224+25,46a 1003+93.3a

Ket : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji LSD (P>0.05). PV = peak viscosity (viskositas maksimum), BDV = breakdown (perubahan viskositas selama pemanasan), SB = Setback (perubahan viskositas selama pendinginan), FV = Final viscosity (viskositas akhir)

 

Suhu gelatinisasi yang dihasilkan dari pati jagung tanpa HMT berbeda

nyata dengan pati jagung HMT kecuali pada perlakuan suhu 100oC selama

12 jam. Data ini menunjukkan bahwa rata-rata terjadi peningkatan suhu gelatinisasi lebih dari 10% dari pati jagung tanpa HMT. Peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan karena proses modifikasi HMT menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati sehingga menyebabkan pati jagung yang dimodifikasi HMT menjadi lebih tahan terhadap panas sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi (Kulp and Lorenz 1981; Stute 1992; Miyoshi 2001; Gunaratne and Corke 2007).

Waktu dan suhu pencapaian viskositas maksimum untuk setiap jenis pati jagung berbeda-beda. Berdasarkan data yang dihasilkan, terlihat bahwa terjadi perubahan PV pati jagung antara pati jagung tanpa HMT dan pati jagung HMT, dimana PV pati jagung dari keseluruhan perlakuan HMT mengalami penurunan dari pati jagung tanpa HMT, yaitu dari 1697 cP menjadi 820-1160 cP. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa antara pati jagung tanpa HMT dan keseluruhan perlakuan pati jagung HMT berbeda nyata

pada taraf α 0.05%, sedangkan antar pati jagung HMT tidak berbeda nyata.

Penurunan viskositas maksimum menurut Hoover dan Gunaratne (2002) disebabkan karena interaksi rantai amilosa–amilosa, dengan rantai amilosa–amilopektin yang terjadi selama proses modifikasi, sehingga ikatan antar molekul menjadi lebih rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula. Interaksi ini menyebabkan viskositas pati jagung yang dimodifikasi HMT menjadi lebih encer dibanding pati jagung tanpa HMT.

Selain itu menurut Hoover et al (1993) yang dikutip oleh Pukkahuta et

al (2008), penurunan PV ini juga disebabkan karena pembentukan kompleks

amilosa–lipid selama proses HMT dimana lipid menurut Wang et al (1998)

merupakan komponen yang dapat mempengaruhi sifat fungsional dari pati jagung karena membatasi interaksi molekul pati jagung dengan molekul lain di luar granula.

Setelah mengalami viskositas maksimum, granula pati jagung akan pecah karena pemanasan yang terus berlangsung dan juga karena pengadukan. Kestabilan suspensi pati jagung selama pemanasan dan

 

pengadukan ini dapat dilihat dari nilai BDV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BDV pati jagung tanpa HMT (385 cP) lebih besar dibanding nilai BDV pati jagung lainnya. Penurunan nilai BDV ini menunjukkan bahwa pati jagung HMT lebih stabil terhadap perlakuan panas dan pengadukan dibanding pati jagung tanpa HMT.

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa nilai BDV (Lampiran 4c) pati

jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati jagung HMT. Viskositas

BDV pati jagung HMT terutama pada perlakuan suhu 110oC pada semua

variabel waktu berbeda nyata dengan pati jagung HMT suhu 100oC dan

120oC pada semua variabel waktu. Namun viskositas BDV untuk pati

jagung HMT 100oC tidak berbeda nyata dengan pati jagung HMT suhu

120oC pada semua variabel waktu.

Nilai FV pati jagung tanpa HMT dari hasil penelitian juga menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan pati jagung lainnya (pati

jagung HMT), namun antar pati jagung HMT perlakuan suhu 100oC dengan

waktu 20 jam tidak berbeda nyata dengan perlakuan pati jagung HMT suhu

110oC dengan waktu 12 jam. Nilai FV pati jagung HMT pada perlakuan

120oC untuk semua waktu pemanasan berbeda nyata dengan pati jagung

HMT lainnya. Nilai FV ini menunjukkan kemampuan pati jagung untuk cepat mengalami proses retrogradasi. Semakin meningkat FV, maka terdapat kecenderungan kemudahan pembentukan gel.

Pati jagung hasil modifikasi HMT untuk semua perlakuan menunjukkan nilai FV yang lebih rendah dibanding pati jagung tanpa HMT, hal ini disebabkan karena pati jagung memiliki karakter yang berbeda dengan pati jagung dari sumber pati lainnya seperti pati kentang, ubi jalar

dan gandum. Pati jagung HMT menurut Pukahutta et al (2008) dan

Gunaratne and Corke (2007) memiliki nilai FV yang tidak lebih tinggi dari pati jagung tanpa HMT.

Viskositas setback menunjukkan kestabilan pati jagung pada saat

didinginkan. Hasil uji LSD (Lampiran 4d) menunjukkan bahwa viskositas

setback pati jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati jagung HMT,

 

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Viskositas setback sangat

dibutuhkan dalam produk mi karena viskositas ini akan mempengaruhi

kekerasan mi. Oleh sebab itu viskositas setback pati untuk produk mi

diharapkan tidak terlalu tinggi karena semakin tinggi viskositas setback

yang dihasilkan maka tekstur mi akan semakin keras. Hasil analisis RVA

pati jagung menunjukkan bahwa viskositas setback pati jagung hasil

modifikasi HMT lebih rendah dari pati jagung tanpa modiikasi.

Menurut Lii and Chang (1981), profil gelatinisasi pati jagung yang

sesuai untuk produk mi (noodle) adalah profil tipe C (tidak memperlihatkan

puncak viskositas tetapi viskositasnya cenderung dapat dipertahankan bahkan dapat meningkat jika dipertahankan pada suhu tinggi) serta memiliki swelling volume (volume pengembangan granula) dan kelarutan yang terbatas. Pati jagung dengan profil tipe C mempunyai kecenderungan mengalami retrogradasi yang tinggi. Kemampuan gelatinisasi untuk mengalami proses retrogradasi yang cepat sangat baik untuk pembentukan tekstur mi setelah didinginkan.

Contoh profil gelatinisasi pati jagung dari pengukuran dengan RVA untuk pati jagung tanpa HMT dan pati jagung yang dimodifikasi HMT dapat

dilihat pada Gambar 10. Grafik profil gelatinisasi pati jagung tanpa HMT

menunjukkan profil tipe A dimana setelah mencapai viskositas maksimum

dengan membentuk peak, viskositas langsung mengalami penurunan

(+23%) selama pemanasan dipertahankan. Penurunan viskositas ini menunjukkan bahwa pati jagung tanpa HMT tidak stabil terhadap pemanasan dan pengadukan.

 

Gambar 10. Contoh grafik hasil analisis RVA profil gelatinisasi pati jagung

tanpa HMT dan pati jagung HMT perlakuan suhu 110oC, 16

jam

Viskositas mulai meningkat lagi setelah proses pendinginan dimulai sampai proses analisis selesai. Profil ini berbeda dengan profil yang

ditunjukkan oleh pati jagung HMT dengan perlakuan 110oC:16 jam, dimana

pada saat mencapai viskositas maksimum profil gelatinisasinya tidak

memperlihatkan pembentukan peak akan tetapi grafiknya cenderung landai.

Ketika suhu pemanasan dipertahankan, viskositas tidak mengalami penurunan yang drastis (+6,7%) seperti pada profil pati jagung tanpa HMT. Hal ini menunjukkan bahwa pati jagung HMT lebih stabil tehadap pemanasan dibanding pati jagung tanpa HMT. Peningkatan viskositas pada saat pendinginan juga dialami oleh pati jagung HMT, namun viskositasnya tidak lebih tinggi dari pati jagung tanpa HMT.

Swelling volume dan Kelarutan

Modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi

lebih rapat sehingga kemampuan granula membengkak (swelling power)

menjadi terbatas. Oleh sebab itu pati jagung HMT mengalami penurunan

nilai swelling volume dibanding pati jagung tanpa HMT (Tabel 5).

Newport Scientific Pty Ltd

0 0 400 800 1200 1600 2000 2000 45 60 75 90 105 0 0 3 6 9 12 1515 Time mins Viscosity cP Temp 'C Peak = 1652.00 Peak = 1066.00 Hold = 1262.00 Hold = 994.00 Final = 1764.00 Final = 1229.00 Native 110:16

 

Tabel 5. Data swelling volume dan kelarutan pati jagung tanpa HMT dengan pati jagung HMT pada beberapa perlakuan

Perlakuan Suhu (0C) : Waktu (jam)

Swelling volume (ml/g) Kelarutan (%) Tanpa HMT 20.00 + 0.0b 15.23 + 3.98c 100 : 12 11.43 + 0.0a 7.24 + 1.23ab 100 : 16 11.43 + 0.81a 7.46 + 0.93ab 100 : 20 12.14 + 1.01a 8.46 + 0.48b 110 : 12 12.86 + 0.0a 8.39 + 2.06b 110 : 16 12.14 + 1.01a 6.56 + 0.42a 110 : 20 12.14 + 1.0a 6.83 + 0.2a 120 : 12 11.4 + 0.0a 7.69 + 0.17ab 120 : 16 11.43 + 0.0a 7,51 + 2.38ab 120 : 20 11.43 + 0.0a 8,13 + 2.16b Ket : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji LSD (P > 0.05)

Karakteristik pati jagung yang diinginkan dalam produksi mi adalah

pati jagung dengan swelling volume dan kelarutan yang rendah. Pati dalam

kondisi telah dimodifikasi dengan HMT akan mengalami penurunan nilai swelling volume (Kulp and Lorenz 1981; Collado and Corke 1999).

Penurunan nilai swelling volume ini terkait erat dengan penurunan

viskositas maksimum (PV) pada profil gelatinisasi pati jagung (Tabel 4).

Perubahan susunan molekul pati jagung akibat proses modifikasi menyebabkan pembengkakan granula menjadi terbatas. Oleh sebab itu swelling volume granula pati jagung menjadi lebih rendah dan hal ini menyebabkan viskositas pati jagung HMT lebih rendah dibanding pati jagung tanpa HMT.

Menurut Hoover dan Hadziyev (1981) dalam Ratnayake et al (2002)

ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi “terganggu” sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa

dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling dan

kelarutan granula. Swelling volume dan kelarutan merupakan petunjuk

besarnya interaksi antar rantai pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin. Besarnya interaksi ini dipengaruhi oleh rasio amilosa dan

 

amilopektin, karakteristik amilosa dan amilopektin berdasarkan distribusi berat molekul, derajat percabangan, panjangnya rantai cabang dan konformasi molekul.

Dalam kondisi termodifikasi HMT, granula pati kemungkinan tidak mengalami proses interaksi seperti pada proses gelatinisasi pati tanpa modifikasi. Hal ini disebabkan karena menurut Miyoshi (2001) pati yang dimodifikasi HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalissi. Perubahan ini kemungkinan menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar granula dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula untuk membengkak menjadi terbatas.

Kelarutan menunjukkan karakteristik sifat kelarutan pati setelah

dilakukan pemanasan. Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan. Molekul pati

yang larut dalam air panas (amilosa) (Chen et al, 2003) akan ikut keluar

bersama air tersebut sehingga terjadi leaching amilosa.

Besarnya jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi viskositas pati. Semakin banyak komponen amilosa yang keluar, viskositas semakin menurun. Akan tetapi, metode modifikasi HMT

menyebabkan berkurangnya leaching amilosa sehingga kelarutan pati

jagung HMT menjadi lebih rendah dari kelarutan pati jagung tanpa HMT.

Proses ini juga terkait erat dengan viskositas breakdown (BDV) (Tabel 4),

dimana pati jagung HMT memiliki nilai BDV yang lebih rendah dari pati jagung tanpa HMT yang berarti viskositasnya dapat dipertahankan selama pemanasan (lebih stabil). Kestabilan viskositas pati jagung disebabkan

 

Hasil uji LSD (Lampiran 5a) untuk nilai swelling volume

menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara pati jagung tanpa HMT

dengan pati jagung HMT. Pati jagung HMT hasil perlakuan suhu 100oC

menghasilkan pengaruh yang sama dengan perlakuan HMT pada suhu

110oC dan 120oC pada semua variabel waktu pengujian kecuali pati jagung

HMT suhu 110oC dengan waktu pemanasan 12 jam dimana pati jagung pada

perlakuan tersebut memiliki nilai swelling yang lebih tinggi namun tidak

berbeda nyata dengan pati jagung HMT lain.

Hasil uji LSD prosentase kelarutan menunjukkan bahwa pati jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati HMT pada semua perlakuan. Pati

HMT hasil perlakuan suhu 110oC selama 16 dan 20 jam menunjukkan

prosentase kelarutan yang lebih rendah dibanding perlakuan HMT lainnya. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa pati HMT hasil perlakuan ini berbeda

nyata dengan pati HMT hasil perlakuan suhu 100oC selama 20 jam dan

perlakuan suhu 120oC selama 20 jam, namun tidak berbeda nyata dengan

hasil perlakuan suhu 100oC selama 12 jam dan 16 jam serta pati HMT hasil

perlakuan suhu 120oC selama 12 dan 16 jam.

Penurunan nilai swelling volume pada suspensi pati ini sangat

dibutuhkan pada produk mi, karena dengan nilai swelling yang terbatas akan

menghasilkan mi yang tidak terlalu mengembang karena terlalu banyak menyerap air sehingga mudah hancur. Begitu pula halnya dengan nilai

kelarutan, karena semakin kecil nilai kelarutan yang dihasilkan

menunjukkan bahwa untaian mi lebih kompak dan tidak mudah larut karena pengaruh pemanasan.

Penentuan Kondisi Terbaik Pati jagung Hasil Modifikasi HMT

Kriteria penentuan kondisi terbaik pati jagung hasil modifikasi HMT yang akan diaplikasikan ke dalam produk mi adalah memiliki nilai

viskositas maksimum (PV), dan viskositas breakdown (BDV) yang rendah,

viskositas akhir (FV) dan setback (SV) yang tinggi dari pati tanpa HMT,

 

tanpa HMT) (Gunaratne and Corke 2007; Pukahutta et al 2007; Collado et

al 2001 ; Purwani et al 2006). Selain itu menurut Lii and Chang (1981) pati

jagung yang sesuai untuk aplikasi ke produk mi adalah pati jagung yang memiliki profil gelatinisasi tipe C.

Profil gelatinisasi pati jagung dari seluruh perlakuan HMT menunjukkan perubahan profil gelatinisasi dari tipe A menjadi tipe C yang sesuai untuk diaplikasikan ke dalam produk mi. Namun demikian dari keseluruhan perlakuan, perlu dipilih kondisi yang terbaik dalam menghasilkan profil yang sesuai untuk diaplikasikan ke dalam produk mi.

Kondisi optimum yang dipilih dari hasil analisis profil gelatinisasi

adalah pati jagung HMT dari perlakuan suhu 110oC. Perlakuan ini dipilih

karena dari hasil analisis profil gelatinisasi menunjukkan bahwa pati jagung

HMT dengan kondisi perlakuan suhu 110oC menghasilkan nilai BDV yang

paling rendah dan berbeda nyata dibanding pati jagung HMT dari perlakuan

suhu 100oC dan 120oC (Lampiran 4c), sedangkan nilai PV dan SV tidak

berbeda nyata untuk semua perlakuan pati jagung HMT.

Faktor penentu kondisi terbaik selanjutnya adalah nilai swelling

volume dan kelarutan. Hasil analisis swelling volume pati jagung HMT dari

perlakuan suhu 110oC untuk tiga variabel waktu yang diuji yaitu 12, 16 dan

20 jam, menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda. Akan tetapi dari hasil

analisis kelarutan pati jagung HMT pada perlakuan suhu 110oC pada 16 jam

dan 20 jam (6,56% dan 6,83%) berbeda dengan nilai kelarutan pati jagung HMT pada suhu yang sama dengan waktu pemanasan 12 jam (8,39%),

sedangkan antara pati jagung HMT dari perlakuan suhu 110oC pada 16 jam

dan 20 jam tidak berbeda nyata. Nilai kelarutan pati jagung HMT dari

perlakuan suhu 110oC pada 12 jam masih lebih tinggi dibanding pati jagung

HMT pada dua perlakuan waktu yang lain. Oleh sebab itu kondisi optimum yang dipilih berdasarkan parameter di atas adalah pati jagung HMT dari

perlakuan suhu 110oC pada 16 jam dan 20 jam. Akan tetapi untuk efektifitas

dan efisiensi, maka dipilih kondisi proses modifikasi pati jagung HMT dari waktu pemanasan yang lebih pendek yaitu 16 jam.

 

Pengaruh Proses Modifikasi HMT Terhadap Struktur Granula Pati jagung

Ukuran granula pati jagung tanpa HMT rata-rata 33.8 µm, sedangkan pati jagung yang telah dimodifikasi HMT, granula pati jagungnya lebih kecil dengan ukuran rata-rata 26.37µm. Menurut Hoseney (1998) yang dikutip oleh Hatorangan (2007) bahwa pati jagung memiliki ukuran 25µm dengan bentuk polyhedral atau bulat.

Namun demikian, pati jagung HMT masih memantulkan cahaya

terpolarisasi (memiliki sifat birefringence). Sifat birefringence berhubungan

dengan titik gelatinisasi dimana menurut Fennema (1996) yang dikutip oleh Hatorangan (2007) bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati jagung mulai menghilang. Adanya sifat birefrigence pada pati jagung HMT menunjukkan bahwa pati jagung ini belum mengalami proses gelatinisasi selama modifikasi dengan bentuk granula pati jagung masih seperti bentuk pati jagung tanpa HMT.

Proses gelatinisasi selama proses modifikasi HMT tidak terjadi karena kadar air yang digunakan untuk proses modifikasi dibatasi (26%) sehingga tidak cukup untuk proses gelatinisasi karena menurut Hoover dan Hadziyev (1981) yang

dikutip oleh Ratnayake et al (2002) bahwa proses gelatinisasi dapat terjadi jika

sejumlah pati jagung dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih sehingga granula pati jagung yang membengkak akan pecah. Pecahnya granula pati jagung diikuti

dengan hilangnya sifat birefringence pati jagung.

Berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop polarisasi (Gambar 11),

diperoleh bahwa bentuk granula pati jagung tanpa HMT jagung lebih banyak yang berbentuk bulat sedangkan bentuk granula pati jagung hasil HMT lebih banyak membentuk persegi (tidak bulat). Hasil ini memperkuat penelitian yang dilakukan

oleh Miyoshi (2002) dimana hasil analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

 

(a) (b)

( a ) ( b )

(c) (d)

Gambar 11. Bentuk granula dan sifat birefringence pati jagung perbesaran

20 x. (a) & (b) pati jagung tanpa HMT ; (c) dan (d) pati jagung

HMT skala laboratorium.

Verifikasi Proses Modifikasi Pati jagung HMT Pada Skala Diperbesar

Pati jagung hasil modifikasi HMT pada skala laboratorium diverifikasi kembali pada skala diperbesar dengan jumlah pati jagung sebanyak 2kg dan 4kg. Perbesaran skala ini bertujuan untuk melihat konsistensi hasil proses modifikasi pati jagung metode HMT pada skala yang diperbesar.

Profil Gelatinisasi Pati jagung

Seperti halnya pati jagung hasil modifikasi HMT pada skala laboratorium, pati jagung hasil modisfikasi HMT pada skala diperbesar juga

 

dianalisis profil gelatinisasi yang dihasilkan. Data profil gelatinisai hasil

rekapitulasi verifikasi proses modifikasi HMT ini disajikan pada Tabel 6 :

Tabel 6. Profil gelatinisasi pati jagung tanpa HMT dibandingkan dengan

pati jagung HMT (110oC:16 jam) skala laboratorium dan skala

diperbesar (2kg dan 4kg) Pati jagung Jagung Suhu gelatinisasi (oC) Peak Visc (PV) (cP) Breakdown (BDV) (cP) Setback (SV) (cP) Final Visc (FV)cP Pati jagung Tanpa HMT 79.05 +3.39 a 1697 + 63.6b 385 + 7.07c 473,5 + 40,31c 1785.5 + 30.4b HMT Skala laboratorium 89.15 +0.64 b 1058.5 + 10,6a 70.5 + 2,12a 229.5 + 7,78ab 1217.5 + 16.3a HMT skala 2kg 82.6 + 1.95a 1057 + 87.7a 127.5 + 10.61b 247 + 32.53b 1153.5 + 74.2a HMT skala 4kg 86.5+12,1b 1131 + 19.8a 75 + 4.24a 171.5 + 9.19a 1250.5 + 62.9a Ket : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji LSD

(P > 0.05)

Hasil analisis profil gelatinisasi pati jagung tanpa HMT dan pati jagung HMT baik skala laboratorium maupun skala yang diperbesar pada tabel diatas menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi pati jagung tanpa HMT tidak berbeda nyata dengan pati jagung skala 2kg, tetapi keduanya berbeda dengan pati jagung skala laboratorium dan skala 4kg. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi pati jagung HMT yang diproduksi pada skala 2kg lebih kering (kadar air 2,8%) dibanding pati jagung HMT yang diproduksi pada skala laboratorium dan skala 4kg (8-9%) sehingga ketika berinteraksi dengan air pada proses gelatinisasi, granula pati jagung yang lebih kering lebih cepat menyerap air dan cepat mengalami pengembangan yang ditunjukkan dengan pencapaian suhu gelatinisasi yang lebih rendah.

Viskositas maksimum (PV) pati jagung HMT baik skala laboratorium maupun skala yang diperbesar baik 2kg maupun 4kg cenderung mengalami penurunan dan berbeda nyata dengan pati jagung tanpa HMT. Viskositas breakdown (BDV) pati jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati jagung HMT dimana pada pati jagung HMT viskositas BDV cenderung menurun. Pati jagung HMT skala laboratorium menunjukkan viskositas BDV yang lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata dengan viskositas BDV dengan pati

 

jagung HMT skala 4kg namun berbeda dengan pati HMT skala 2kg. Hal yang

sama juga terlihat pada viskositas setback, dimana viskositas pati jagung

tanpa HMT berbeda nyata dengan pati jagung HMT baik skala laboratorium

maupun skala diperbesar. Namun viskositas setback (SV) pati jagung HMT

skala laboratorium dan pati jagung HMT skala 4kg berbeda nyata dengan pati HMT skala 2kg.

Perbedaan viskositas BDV dan viskositas SV antara pati jagung HMT laboratorium dan skala 4kg dengan pati jagung HMT skala 2kg kemungkinan disebabkan oleh transfer panas yang diterima oleh pati jagung HMT skala 2kg dan 4kg tidak sama. Jumlah pati jagung yang dimodifikasi pada skala 2kg lebih sedikit dibanding pati jagung HMT skala 4kg, sedangkan suplai panas dan instrumen yang digunakan sama. Oleh sebab itu, pati jagung HMT skala 2kg lebih banyak menerima panas dibanding pati jagung HMT skala 4kg. Besarnya jumlah panas yang diterima oleh pati jagung HMT skala 2kg kemungkinan menyebabkan pati jagung menjadi kurang stabil pada saat pengadukan dibanding pati jagung HMT skala laboratorium dan skala 4kg.

Viskositas akhir (FV) pati jagung tanpa HMT berbeda nyata dengan pati jagung HMT baik skala laboratorium maupun skala diperbesar. Pati jagung HMT untuk semua skala modifikasi menunjukkan viskositas akhir yang lebih rendah dibanding pati jagung tanpa HMT.

Grafik RVA pati jagung HMT skala laboratorium dan skala diperbesar (4kg) memperlihatkan nilai-nilai yang hampir sama sehingga grafiknya tampak tidak jauh berbeda. Hal ini berarti perlakuan HMT pada skala laboratorium dan skala yang diperbesar (4kg) akan menghasilkan profil gelatinisasi yang sama. Contoh perbandingan kurva profil gelatinisasi (RVA) antara pati jagung tanpa HMT dengan pati jagung HMT skala laboratorium

 

Gambar 12. Contoh Profil gelatinisasi pati jagung HMT (110oC, 16 jam) pada

skala proses produksi yang diperbesar menggunakan mollen dryer

skala 4kg dibandingkan pati jagung HMT skala laboratorium dan pati jagung tanpa HMT

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses

Dokumen terkait