• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah pati jagung komersil dengan merek “Maizenaku” yang diproduksi PT. Honig dan tepung jagung pipil varietas Pioneer-21 yang diperoleh dari Purwokerto, Jawa Tengah. Bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan mi adalah garam dan guar gum. Bahan- bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, HNO3, dietil eter, K2SO4, HgO, H2SO4, HCl dan bahan-bahan analisis kimia lainnya.

Peralatan utama yang digunakan untuk memproduksi tepung jagung adalah hammermill, disc mill, dan automatic siever, sedangkan untuk memproduksi mi jagung digunakan peralatan timbangan (top loading balance), varimixer, roll press dan slitter, steaming box, pengering (cabinet dryer), dan pensuplai uap (boiler). Beberapa peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk memproduksi pati jagung HMT pada skala laboratorium digunakan peralatan oven pengering dan sprayer, sedangkan pada skala pilot plant digunakan alat molen dryer yang terdapat di laboratorium Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.. Peralatan analisis yang digunakan di antaranya adalah Rapid Visco Analyzer (RVA) (Thermocline version 2.3) dan Texture Analyzer (TA-XT2), moisture content digital dan mikroskop polarimeter.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai November tahun 2008 di Laboratorium lini proses mi skala Pilot plan SEAFAST Center IPB, Laboratorium uji fisik Departemen Kelautan Dan Perikanan dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Bogor serta Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

 

Metode Penelitian

Penelitian secara garis besar dilakukan atas 3 tahapan yang terdiri dari (1) tahap pemilihan kondisi terbaik proses modifikasi pati jagung dengan teknik HMT pada skala laboratorium, (2) tahap modifikasi pati jagung dengan metode HMT pada skala diperbesar, (3) tahap pemilihan tingkat subtitusi pati jagung termodifikasi yang terbaik dalam proses produksi mi jagung; Jabaran kegiatan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut (Gambar 5) :

Gambar 5. Diagram Alir Kegiatan Penelitian Pengaturan kadar air + 26%

Pati jagung (Maizena)

Modifikasi Metode HMT suhu (100, 110, 1200C),

waktu (12, 16, 20 jam)

Modifikasi pati jagung HMT skala diperbesar (2 kg dan 4 kg)  

Formulasi Mi Jagung skala 1 kg Tepung Jagung

Pioneer 21

Mi Jagung Kering Pati HMT

 

Tahap Proses Modifikasi Pati Jagung Metode HMT

Tahap penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik proses modifikasi HMT yang dapat menghasilkan pati dengan karakteristik yang sesuai untuk aplikasi pembuatan mi. Metode modifikasi mengikuti prosedur Collado et al (1999) dan Purwani et al (2006). Prinsip modifikasi HMT ini adalah memberikan perlakuan panas secara kontinyu dalam selang waktu tertentu terhadap pati yang kandungan airnya dibatasi (+26%). Penetapan batasan kadar air 26% didasarkan pada hasil penelitian Lim et al (2001) bahwa pati dapat diatur kadar air antara 20%-30% dan untuk pati jagung kadar airnya dapat dibatasi pada 25% atau 30%. Tahapan proses modifikasi HMT dilakukan sebagai berikut (Gambar 6)

Gambar 6. Diagram Alir Proses Modifikasi Pati dengan Metode HMT Jumlah pati yang dimodifikasi adalah 200g (Lampiran 2c). Penentuan kadar air ini diawali dengan mengukur kadar air pati sebelum diberi perlakuan. Setelah kadar air awal pati diketahui, pati diberi air dengan cara disemprot sambil diaduk dengan menggunakan sendok sebagai pengaduk. Pemberian air dan pengadukan dilakukan sedikit demi sedikit,

Pati Jagung Diatur kadar air + 26% 

Equilibrium T= 4-5oC,semalam Dipanaskan, T=100,110,120oC, t= 12,16, 20 Di keringkan T=50oC, t = 4 jam Pati termodifikasi HMT

 

karena pemberian air secara langsung dengan jumlah yang banyak akan menghasilkan gumpalan pati yang besar dan keras. Pengukuran kecukupan air ke dalam pati dilakukan dengan menggunakan Moisture Content Digital

(Lampiran 3c).

Pati dengan kondisi kadar air 26% selanjutnya ditempatkan dalam Loyang aluminium bertutup untuk selanjutnya disimpan pada suhu dingin (4-5oC) selama semalam. Proses penyimpanan ini dilakukan agar kondisi air dalam pati menjadi equilibrium (seimbang). Selanjutnya pati dipanaskan pada perlakuan suhu 100, 110 dan 120oC dalam oven selama 12, 16 dan 20 jam. Setiap 2 jam sekali pati diaduk agar panas yang diterima oleh pati lebih merata. Pengadukan juga dlakukan untuk mencegah pembentukan gumpalan pati yang besar.

Setelah proses pemanasan selesai, selanjutnya pati ditempatkan kembali dalam loyang aluminium tanpa tutup untuk dikeringkan selama 4 jam. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 50oC. Pati jagung yang telah dimodifikasi dikemas dalam kemasan polyethylen setelah sebelumnya didinginkan terlebih dahulu. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 2 ulangan.

Analisis karakter sifat fungsional pati hasil modifikasi HMT yang dilakukan terdiri dari profil gelatinisasi pati dengan menggunakan RVA, swelling volume, kelarutan, kekuatan gel, freeze thaw stability dan water retention capacity Penentuan kondisi optimum proses modifikasi pati didasarkan dari hasil analisis profil gelatinisasi pati, swelling volume dan kelarutan. Kondisi optimum yang diperoleh dari hasil analisis tahap pertama ini akan diaplikasikan ke tahap kedua (skala diperbesar).

Tahap Modifikasi Pati Metode HMT Skala Diperbesar

Seperti halnya metode modifikasi HMT pada skala laboratorium, prinsip kerja dari tahapan proses modifikasi pada skala yang diperbesar ini juga adalah pemberian panas pada suhu tertentu secara kontinyu dalam waktu yang ditetapkan.

 

Pada tahap modifikasi pati skala diperbesar ini jumlah pati yang dimodifikasi adalah 2kg dan 4kg. Jumlah ini berbeda dengan jumlah pati yang dimodifikasi pada skala laboratorium. Proses awal modifikasi dimulai dengan mengkondisikan kadar air pati menjadi 26% dengan cara mengukur kadar air awal pati. Pati jagung yang dimodifikasi pada skala diperbesar ini adalah pati yang sama dengan pati yang dimodifikasi pada skala laboratorium sehingga analisis kadar air awal pati sama dengan pati skala laboratorium yatu 14%. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 20-21% dengan cara disemprot sambil diaduk. Proses pengadukan menggunakan hand mixer dengan tangkai pengaduk spiral. Selanjutnya pati ditempatkan dalam wadah aluminium bertutup kemudian disimpan pada refrigerator suhu 4-5oC selama semalam untuk proses equilibrium.

Selanjutnya pati dipanaskan dalam mollen dryer (Lampiran 1g). Alat pemanas ini berbeda dengan alat yang digunakan dalam proses modifikasi pada skala laboratorium. Pada skala laboratorium alat yang digunakan adalah oven (Lampiran 1i). Suhu pemanasan yang digunakan diatur pada thermocontrol yang ada pada alat mollen dryer. Pengaturan suhu awal mollen dryer dilakukan dengan cara mengatur suhu thermocontrole pada skala 145oC, setelah 20 menit (mencapai suhu thermostate 110oC) suhu thermocontrole diturunkan pada skala 135oC. Penurunan ini dilakukan karena jika suhu thermocontrole tetap pada skala 145oC maka suhu dalam mollen dryer yang ditunjukkan oleh thermostat akan terus naik melebihi suhu yang diinginkan (110oC). Setiap 10 menit blower dalam alat mollen dryer secara otomatis akan mati selama 2 menit setelah itu akan berputar lagi. Otomatisasi ini menyebabkan suhu pemanasan dalam mollen dryer dapat dipertahankan pada suhu 110oC.

Putaran mollen diatur pada 9 rpm (round per mnuite). Pengaturan putaran ini dtetapkan setelah sebelumnya dicoba pada putaran 3–6 rpm. Hasilnya pati tidak bercampur dengan baik karena putaran terlalu lambat dan tabung mollen semakin lama semakin turun sehingga pati akan tumpah. Percobaan juga dilakukan pada skala 12 rpm, akan tetapi pada skala ini

 

putaran mollen terlalu cepat sehingga pati banyak yang keluar dari celah penutup mollen.

Setelah proses pemanasan selesai, suhu mollen diatur pada 50oC dari thermocontrol untuk proses pengeringan. Tabung mollen yang masih panas, dikompres dengan serbet basah sampai suhu pati dalam tabung 50oC (terukur pada termometer penutup mollen). Pati yang telah kering kemudian dipindahkan ke dalam loyang aluminium untuk didinginkan dan dikemas dalam plastik polyethylen kemudian disimpan dalam freezer sampai pati akan digunakan. Setiap skala perlakuan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Proses analisis untuk pati hasil modifikasi skala diperbesar sama dengan proses analisis untuk pati hasil modifikasi skala laboratorium.

Tahap Penentuan Tingkat Subtitusi Pati Jagung HMT Terbaik Dalam Proses Produksi Mi Jagung

Tahap penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan pati jagung termodifikasi HMT yang terpilih sebagai pensubstitusi tepung jagung terhadap kualitas mi jagung yang dihasilkan. Tahap optimasi ini terdiri dari tahap persiapan bahan baku, tahap formulasi proses produksi mi jagung. Penentuan kondisi terbaik dari formulasi mi jagung kering yang disubtitusi dengan pati HMT ditentukan berdasarkan beberapa parameter pengamatan antara lain parameter fisik yang terdiri dari kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), waktu optimum pemasakan dan texture profile analysis (TPA) serta parameter organoleptik yang terdiri dari kekerasan, kekenyalan, kelengketan dan kesukaan secara keseluruhan (overall).

Proses penyediaan bahan baku diawali dengan proses penepungan jagung pipil kering. Jagung pipil yang ditepungkan adalah jagung varietas Pioneer-21 (Lampiran 2a). Hasil penggilingan jagung pipil sebanyak 25 kg menghasilkan tepung jagung yang lolos ayakan ukuran 100 mesh sebanyak + 7–8kg. Jumlah ini menunjukkan bahwa proses penepungan jagung menghasilkan rendemen + 28 – 29 %.

 

Proses penepungan jagung pipil dilakukan dengan penggilingan kering (dry milling). Proses ini dimulai dari pemisahan bagian biji jagung yang terdiri dari grits, lembaga dan tip cap dari bagian jagung lainnya (Hoseney, 1998). Proses pemisahan ini dilakukan dengan cara menggiling biji jagung menggunakan hammer mill, selanjutnya dicuci berulang-ulang sampai bersih.

Proses pencucian bertujuan untuk memisahkan grits dari kulit dan lembaga serta bagian biji jagung lainnya. Grits adalah bagian jagung yang terdapat dalam endosperma yang mengandung pati dan merupakan bagian yang akan ditepungkan. Bagian lain yang dihasilkan dari penggilingan kasar adalah kulit, tipcap dan lembaga. Bagian ini dibuang pada saat pencucian dan perendaman grits. Bagian kulit dan tipcap dibuang karena teksturnya lebih keras dan mengandung serat yang tinggi sehingga menyebabkan grits menjadi lebih sulit untuk ditepungkan. Begitu pula halnya dengan lembaga dimana bagian ini mengandung lemak yang tinggi sehingga menyebabkan tepung menjadi cepat tengik karena proses oksidasi.

Grits yang diperoleh digiling kembali sehingga menghasilkan tepung. Untuk menghasilkan tepung jagung yang halus dan homogen dengan ukuran 100 mesh, maka dilakukan pengayakan menggunakan vibrating screen (Lampiran 1c). Tepung ukuran 100 mesh yang diperoleh kemudian dioven 60oC selama 2 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sebagian besar air pada tepung sehingga tepung jagung lebih tahan lama selama proses penyimpanan. Kadar air tepung jagung yang diharapkan adalah tidak lebih dari 10% (Anonima 2008).

Penggilingan basah tidak diplih karena menurut Nobel dan Andrizal (2003) biasanya menghasilkan rendemen yang lebih rendah dibanding penggilingan kering. Selain itu tepung hasil penggilingan basah memiliki masa simpan yang singkat karena kadar air yang tinggi sehingga tepung mudah sekali mengalami proses fermentasi.

Tahap selanjutnya adalah proses formulasi mi jagung dengan mensubstitusi sebagian tepung jagung dengan pati jagung HMT hasil perlakuan terbaik (110oC, 16 jam). Karena pati jagung HMT hanya

 

digunakan untuk memperbaiki karakteristik fisik mi jagung dan pertimbangan potensi kenaikan harga produksi, maka penggunaan pati HMT dibatasi. Rasio formulasi mi jagung kering dengan teknologi sheeting pada skala produksi 1 Kg/batch dapat dilihat pada Tabel 3, dan proses produksi mi jagung secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 3. Persentase penggunaan tepung dan pati jagung HMT dalam formulasi mi jagung (sheeting) pada skala produksi 1 Kg

Bahan F1 F2 F3 F4 F5

Tepung Jagung 100% 95 % 90 % 85% 80 % Pati Jagung HMT 0% 5 % 10 % 15 % 20 %

Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Jagung Kering Tepung Jagung dan Pati HMT Garam 1%, Guar gum 1% Air Formulasi dan Pencampuran 70% adonan 30% adonan Pengukusan , T= 900C ; t = 15 mnt Pengeringan, T = 800C ; t = 70 mnt  Pengukusan, T = 950C ; t = 20 mnt  Sheeting 8 x Penggilingan 2x Pencampuran adonan Mi Jagung Kering

 

Proses pembuatan mi jagung berbeda dengan proses pembuatan mi kering lainnya dimana tepung yang akan dijadikan sebagai bahan baku adonan dibagi menjadi dua bagian, satu bagian dikukus dan satu bagian lainnya dibiarkan dalam bentuk kering. Hasil penelitian yang dilakukan Pratama (2008) dan Putra (2008) menetapkan bahwa bagian yang dikukus sebanyak 70% dari keseluruhan tepung dan 30 % yang dibiarkan kering. Pati HMT dan tepung jagung ditimbang sesuai dengan formulasi pada

Tabel 3 dengan jumlah adonan 1 kg dicampur kemudian ditambahkan garam 1%, guargum 1% dan air 50% dari keseluruhan adonan sehingga membentuk adonan yang homogen. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan dough mixer selama + 10 menit. Sebanyak 70% adonan dikukus dengan menggunakan steamer untuk perlakuan pregelatinisasi dengan suhu 900C selama 15 menit.

Adonan mi dalam kondisi panas selanjutnya dicampur dengan 30% adonan yang kering kemudian digiling sebanyak 2x dengan grinder agar adonan lebih kompak dan mudah dibentuk menjadi lembaran. Proses selanjutnya adalah pembentukan lembaran adonan dengan teknik sheeting. Proses sheeting dilakukan sebanyak 8x dimulai dari skala roller 1,8 (0,5 cm) sampai skala terakhir 0,2 pada roller (0,12 cm). Pada putaran ketiga lembaran adonan ditaburi tepung jagung sebanyak 6 g (0,6%). Lembaran adonan yang terbentuk selanjutnya dipotong (slitting) untuk menghasilkan untaian mi yang kemudian akan melewati proses pengukusan kedua untuk mematangkan mi pada suhu 950C selama 20 menit. Untaian mi hasil pengukusan selanjutnya dikeringkan dalam oven.

Penentuan kondisi formulasi mi jagung kering terbaik yang disubtitusi dengan pati HMT ditentukan berdasarkan beberapa analisis dan pengamatan yaitu analisis karakter fisik yang diukur dengan menggunakan instrumen TA-XT-2, sifat kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), waktu optimum pemasakan serta analisis organoleptik.

 

Metode Analisis

Analisis dilakukan untuk mengukur hasil proses secara kuantitatif berdasarkan parameter setiap tahapan. Tahapan yang akan dianalisis terdiri dari pemilihan kondisi perlakuan terbaik untuk karakter pati yang sesuai untuk mi jagung, analisis hasil modifikasi pati HMT pada skala diperbesar dan prosedur analisis untuk pemilihan kondisi formulasi mi jagung kering yang terbaik. Prosedur analisis untuk setiap tahapan adalah diatas adalah sebagai berikut:

Analisis Karakteristik Pati Jagung

Analisis profil gelatinisasi dengan RVA (Collado et al 2001)

Profil gelatinisasi pati ditentukan dengan menggunakan RVA,

(Lampiran 3a) dimana prinsip kerja dari instrumen ini adalah mengukur perubahan viskositas pati selama diberi perlakuan panas dan pengadukan dalam waktu tertentu. Data yang dapat diperoleh dari analisis ini adalah suhu gelatinisasi, peak viscosity (PV) atau viskositas maksimum, breakdown viscosity (BDV), setback viscosity (SV) dan Final viscosity (FV) atau viskositas akhir.

Viskositas maksimum adalah viskositas yang bisa dicapai oleh pati jika dipanaskan. PV merupakan viskositas pada saat granula pati mengalami pembengkakan yang maksimal sehingga suspensi akan mengental.. Viskositas BDV adalah viskositas suspensi pati ketika suhu dipertahankan pada 95oC. BDV menunjukkan kestabilan pasta pada suhu tinggi serta kestabilannya terhadap proses pengadukan. BDV terbentuk karena pati mengalami degradasi setelah proses gelatinisasi sehingga viskositas suspensi akan menurun Semakin kecil nilai BDV yang diperoleh menunjukkan semakin stabil suspensi pasta tersebut. Selain PV dan BDV, data penting lainnya yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan RVA ini adalah viskositas setback yaitu viskositas pati yang terukur dari viskositas akhir dikurangi viskositas ketika pati mulai didinginkan. Nilai SV

 

A A

merupakan nilai viskositas yang kembali meningkat karena pembentukan gel pada suhu rendah.

Prosedur analisis dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 3g (kadar air 14%) kemudian dilarutkan dalam 25g akuades, selanjutnya dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan. Sampel dipanaskan hingga suhu 50oC dan dipertahankan selama 1 menit. Sampel dipanaskan dari 50oC hingga 95oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu suhu 95oC dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan hingga suhu 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu suhu 50oC dipertahankan selama 5 menit. Hasil pengukuran dengan alat ini diantaranya adalah suhu awal gelatinisasi (A), viskositas maksimum (PV) (B), viskositas pada suhu 95oC (C), viskositas setelah holding 950C (D), viskositas pada suhu 50oC (E) dan viskositas setelah holding 500C (F). BDV diperoleh dari B – D, sedangkan SV diperoleh dari F – B (Gambar 8)

Pemanasan Pendinginan 50 95 95 50 50

Gambar 8. Contoh grafik hasil analisis RVA. B

C

D

E

F

Newport Scientific Pty Ltd 0 0 400 800 1200 1600 2000 2000 0 0 3 6 9 12 1515 Time mins Vi s c o s it y c P Peak = 1652.00 Hold = 1262.00 Final = 1764.00 Peak Time = 5.27 native A

 

Swelling volume dan Kelarutan

Proses analisis swelling volume ini dilakukan berdasarkan penelitian Crosbie (1991) yang dikutip oleh Collado dan Corke (1999). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan gel mengembang selama proses pemanasan. Kemampuan gel mengembang akan mempengaruhi nilai viskositas sehingga akan mempengaruhi kualitas produk mi. Untuk analisis kelarutan dianalisis berdasarkan penelitian Subramanian et al (1994) yang dikutip oleh Collado et al (2001). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jumlah amilosa yang leaching selama proses pemanasan.

Pengukuran ini diawali dengan penimbangan pati jagung sebanyak 0,35g (W1) ke dalam tabung sentrifugasi berskala yang kemudian ditambahkan air 10 ml. Nilai skala awal yang ditunjukkan oleh suspensi dalam tabung sentrifugasi dicatat untuk perhitungan nilai swelling volume Selanjutnya suspensi dipanaskan dalam water bath dengan suhu 85oC selama 30 menit. Pembentukan gumpalan dicegah dengan cara mengaduk suspensi dengan vortex mixer selama 10 detik. Campuran disentrifuse pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dituang ke dalam wadah yang telah diketahui beratnya dan endapan pati yang mengembang diukur volumenya. Skala gel pati yang dihasilkan diukur dan selanjutnya dikonversi dalam bentuk volume gel per berat kering sampel awal (Vend).

Analisis kelarutan sampel diukur dari prosentasi jumlah komponen yang keluar bersama supernatan pada saat penentuan swelling volume, Supernatan hasil sentrifugasi yang telah dituang sebelumnya ke dalam wadah aluminium yang telah diketahui beratnya dikeringkan pada suhu 1100C selama satu malam. Sampel yang sudah kering ditimbang sampai beratnya konstan dan nilai yang dihasilkan adalah berat sampel akhir (W2).

 

Analisis Kekuatan Gel (Gunaratne dan Corke, 2007)

Untuk menguji kekuatan gel dibuat suspensi pati 10% yaitu 10g pati dalam 100ml air destilat, kemudian dipanaskan sampai tergelatinisasi (suspensi kelihatan bening). Setelah didinginkan selama satu jam dimasukkan ke dalam wadah plastik. Proses selanjutnya adalah gel didinginkan pada suhu 4oC selama 7 jam. Selanjutnya gel diukur dengan menggunakan instrumen Texture Analyzer (TA-XT2) (Lampiran 3b)

dengan kecepatan 0,5 mm/s untuk jarak 10 mm dengan probe silindris 6 mm. Kekuatan gel dapat dilihat dari peak tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran (gf).

AnalisisFreeze-Thaw Stability (Gunaratne dan Corke, 2007).

Preparasi sampel untuk analisis freeze thaw stability (FTS) dilakukan seperti halnya pada analisis kekuatan gel dimana suspensi pati 10% dipanaskan sampai tergelatinisasi. Pasta pati yang telah digelatinisasi dimasukkan ke dalam tabung berskala. Skala teratas yang berisi pasta dicatat untuk perhitungan data FTS. Analisis FTS dilakukan dengan 4 siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari 24 jam disimpan pada suhu freezer (-40C) dan 48 jam pada suhu freezer (-200C). Air yang terbentuk pada permukaan gel dikeluarkan, gel yang terukur diamati dan dicatat. Selisih antara nilai skala awal (sebelum pendinginan) dan skala akhir (setelah pendinginan) adalah nilai FTS

Analisis Kapasitas Pengikatan Air (Water Retention Capacity)

Analisis Water Retention Capacity (WRC) diperlukan untuk mengetahui bagaimana adonan yang paling baik yang dapat diolah menjadi mi selama proses sheeting dan cutting (Oh et al 1985). Selain itu, analisis ini juga diperlukan untuk mengetahui kemampuan optimal pati atau tepung dalam menahan air. Semakin tinggi nilai WRC berarti pati tersebut mampu menahan air dengan baik.

 

Prosedur analisis ini dilakukan sesuai dengan metode Bryant and Hamaker (1997) dalam Perez et al (2001) yaitu pati ditimbang sebanyak 1g (basis basah) (P1) kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan air destilasi sebanyak 5 mL. Larutan pati didispersi sepenuhnya selama 30 detik menggunakan vortex mixer. Selanjutnya suspensi pati dipanaskan pada suhu 85oC selama 20 menit dan setiap 5 menit suspensi divortex agar distribusi air lebih merata. Larutan ini kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada 3400 rpm. Tabung kemudian dimiringkan dengan posisi 45oC selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dituang. Selanjutnya berat tabung ditimbang dan berat yang diperoleh digunakan sebagai nilai P2 yang akan digunakan dalam perhitungan persen WRC.

Ukuran dan Bentuk Granula

Pengamatan ukuran dan bentuk granula bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses modifikasi terhadap struktur granula pati. Pengamatan yang dilakukan mencakup ukuran, bentuk dan ada tidaknya sifat birefringence pati.

Prosedur pengamatan dilakukan dengan cara membuat suspensi sampel 1% dalam tabung reaksi kemudian dipipet ke atas permukaan object glass sebanyak satu tetes, kemudian diletakkan di bawah lensa mikroskop polarisasi. Proses pengamatan dilakukan dengan perbesaran 20 x. Ukuran granula (µm) diperoleh dari rata-rata diameter tiga granula yang berukuran kecil, sedang dan besar.

Analisis Kualitas Mi Jagung

Untuk mengetahui kualitas mi yang dihaslkan dari pati jagung hasil modifikasi dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan padatan (cooking loss) akibat pemasakan (KPAP) (Juniawati 2003), waktu optimum pemasakan (Collado

 

et al 2001), kekerasan tekstur mi, elatisitas, dan kelengketan serta uji organoleptik dan analisis komponen kimia untuk formula mi yang terpilih. Prosedur analisis mutu mi secara lengkap dijabarkan sebagai berikut:

Waktu optimum pemasakan (Juniawati, 2003)

Analisis waktu optimum pemasakan ini diawali dengan persiapan sampel yang akan dianalisis. Untaian mi kering dipotong dengan ukuran + 10cm, selanjutnya ditimbang sebanyak 5g. Mi kering yang telah direbus dalam 150ml air yang telah mendidih. Setiap 30 detik diambil 2-3 untai mi kemudian ditekan di antara dua punggung petridish. Pemasakan dihentikan jika sudah tidak terbentuk lagi garis putih di tengah untaian mi matang. Waktu yang dicapai ketika mi menunjukkan kematangan yang sempurna ditetapkan sebagai waktu optimum pemasakan.

Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP/Cooking loss) Oh et al 1985 yang dikutip oleh Juniawati, 2003)

Analisis KPAP diawali dengan preparasi sampel yaitu menimbang mi sebanyak 5g. Mi yang telah ditimbang diseduh dalam 150ml air yang telah mendidih sampai mencapai waktu optimum pemasakan, kemudian mi ditiriskan dan disiram dengan air dingin. Mi matang ditiriskan kembali selama 5 menit, lalu ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai berat konstan. Persen KPAP dihitung dengan rumus sebagai berikut: 100% contoh) air kadar (1 awal berat n dikeringka setelah sampel berat 1 KPAP × ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − − =  

Texture profile analysis (TPA) dengan TAXT-2 (Juniawati 2003)

Preparasi sampel untuk analisis TPA mi dilakukan seperti preparasi sampel pada analisis KPAP, namun untuk analisis ini dipilih mi yang ukurannya lebih panjang yaitu + 15cm. Setelah mi matang dan didinginkan

Dokumen terkait