• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi perikanan lobster Palabuhanratu

Berdasarkan pengukuran langsung di lapang selama penelitian, pengukuran panjang dan berat lobster hasil tangkapan nelayan akan disajikan sesuai dengan jenisnya. Hasil pengukuran pada lobster hijau pasir terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5 Persebaran berat dan panjang lobster hijau pasir (Panulirus homarus) bulan November 2016 berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian Lobster hijau pasir yang ditangkap nelayan palabuhanratu mayoritas memiliki berat kurang dari 300 gram, hanya 6 ekor yang memiliki berat ≥ 300 gram. Panjang karapas lobster hijau pasir berkisar antara 50 mm sampai 109 mm dan mayoritas memiliki panjang karapas 70-79 mm. Terdapat 73 ekor lobster hijau pasir yang memiliki panjang ≥ 80 mm (8 cm) dari total lobster 239 ekor.

Jenis lobster lain yang ada di Palabuhanratu dan sudah dilakukan pengukuran adalah lobster bambu. Hasil pengukuran hasil tangkapan lobster bambu terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6 Persebaran berat dan panjang lobster bambu (Panulirus versicolor) bulan November 2016 berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian

Lobster bambu yang ditangkap nelayan palabuhanratu mayoritas memiliki berat kurang dari 300 gram, hanya 6 ekor yang memiliki berat ≥ 300 gram.

Panjang karapas lobster bambu berkisar antara 40 mm sampai 129 mm dan mayoritas memiliki panjang karapas 60-69 mm. Terdapat 18 ekor lobster bambu yang memiliki panjang ≥ 80 mm (8 cm) dari total lobster 64 ekor.

Jenis lobster lain yang ada di Palabuhanratu dan sudah dilakukan pengukuran adalah lobster hitam. Hasil pengukuran lobster hitam terdapat pada Gambar 7.

Gambar 7 Persebaran berat dan panjang lobster hitam (Panulirus penicillatus) bulan November 2016 berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian

Lobster hitam yang ditangkap nelayan palabuhanratu mayoritas memiliki berat kurang dari 300 gram, hanya 1 ekor yang memiliki berat ≥ 300 gram.

Panjang karapas lobster bambu berkisar antara 45 mm sampai 109 mm dan mayoritas memiliki panjang karapas 55-59 mm. Terdapat 13 ekor lobster bambu yang memiliki panjang ≥ 80 mm (8 cm) dari total lobster 46 ekor.

Jenis lobster lain yang ada di Palabuhanratu dan sudah dilakukan pengukuran adalah lobster mutiara. Hasil pengukuran hasil tangkapan lobster mutiara terdapat pada Gambar 8.

Gambar 8 Persebaran berat dan panjang lobster mutiara (Panulirus ornatus) bulan November 2016 berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian Lobster mutiara yang ditangkap nelayan palabuhanratu mayoritas memiliki berat kurang dari 300 gram yaitu 109 ekor dan 64 ekor memiliki berat ≥ 300 gram. Panjang karapas lobster bambu berkisar antara 50 mm sampai 189 mm dan mayoritas memiliki panjang karapas 80-89 mm. Terdapat 96 ekor lobster bambu yang memiliki panjang ≥ 80 mm (8 cm) dari total lobster 147 ekor.

Secara keseluruhan selama penelitian dilakukan dimana terdapat 4 jenis lobster yang tertangkap di Palabuhanratu, terdapat data jenis kelamin.

16

Perbandingan jenis kelamin lobster hasil tangkapan sesuai dengan jenisnya terdapat pada Gambar 9.

Gambar 9 Persebaran lobster jantan dan betina di Palabuhanratu bulan November 2016 berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian

Berdasarkan pengamatan di lapang, lobster hijau pasir berjenis kelamin jantan sebanyak 126 ekor dan 114 ekor berjenis kelamin betina. Lobster bambu berjenis kelamin jantan sebanyak 30 ekor dan berjenis kelamin betina 27 ekor.

Lobster hitam tidak berbeda jauh, yaitu 21 ekor berjenis kelamin jantan dan 25 ekor berjenis kelamin betina. Lobster mutiara, sebagai jenis lobster di Palabuhanratu terbanyak ke dua memiliki jenis kelamin jantan sebanyak 87 ekor dan 63 ekor betina.

Informasi mengenai jumlah, jenis dan berat lobster yang ada di Palabuhanratu bermanfaat dalam penyusunan pengelolaan sumberdaya lobster yang ada. Jumlah untuk setiap jenis lobster setelah dilakukan pengumpulan data penelitian dan data dari pengepul lobster terdapat pada Gambar 10.

Gambar 10 Persebaran lobster di Palabuhanratu berdasarkan data pengepul lobster dan penelitian

Jenis lobster yang ada di Palabuhanratu terdiri dari lobster mutiara (Panulirus ornatus), lobster hitam/batu (Panulirus penicillatus), lobster bambu (Panulirus versicolor) dan lobster hijau pasir (Panulirus homarus). Namun pada bulan November tertangkap lobster jenis pakistan sebanyak 1 ekor. Dari kelima jenis lobster tersebut, mayoritas lobster yang tertangkap atau terdapat di Palabuhanratu adalah lobster mutiara dan lobster hijau pasir.

Karakteristik jaring insang dasar yang biasa digunakan nelayan untuk menangkap lobster

Sesuai dengan karakteristik lobster sebagai spesies target dari alat tangkap bottom gillnet, maka nelayan biasanya memiliki 2 macam jaring untuk menangkap lobster. Jaring dengan mesh size 4 inci hingga 5 inci yang digunakan untuk menangkap lobster mutiara dan jaring dengan mesh size 2,5 inci hingga 3 inci untuk menangkap lobster hijau dan lobster bambu. Ukuran lobster mutiara yang relatif lebih besar menyebabkan nelayan menggunakan jaring yang berbeda ketika akan menangkap lobster hijau dan lobster bambu dimana kedua lobster tersebut memiliki ukuran yang relatif lebih kecil daripada lobster mutiara.

Berdasarkan pengamatan di lapang bahwa kedua jenis jaring tersebut memiliki konstruksi yang sama, hanya ukuran mata jaring yang berbeda. Jaring blo’on yang biasa digunakan untuk menangkap lobster terdiri dari tali pelampung, tali ris atas, badan jaring, tali ris bawah dan tali pemberat. Badan jaring menggunakan jaring polyamide (PA) satu lapis dengan ukuran mata jaring 3-5 inci dan berbentuk empat persegi panjang. Nelayan dalam pengoperasian biasa menggunakan jaring blo’on sebanyak 15-17 pieces yang masing-masing piece disambung satu dengan yang lainnya menggunakan tali ris atas/bawah dan tali pemberat/pelampung. Jaring blo’on 1 piece yang dioperasikan memiliki panjang sekitar 64 m dan memiliki tinggi 18 mata (lampiran 1 dan lampiran 2).

Desain dan konstruksi jaring insang dasar dengan hang-in ratio berbeda Setelah dilakukan studi literatur untuk menentukan besar HR pembanding, penelitian akan memodifikasi jaring blo’on dengan hang-in ratio sebesar 0,2930 (hang-in ratio optimum). Hang-in ratio lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,4082 (lampiran 4).

Konstruksi jaring insang dasar dengan HR berbeda membutuhkan banyaknya bahan jaring yang berbeda. Perbedaan ini terjadi sebagai akibat dari perubahan jumlah mata untuk setiap satuan panjang. Jumlah mata jaring antar pemberat (30 cm) dan antar pelampung (460 cm).

18

Gambar 11 Jaring insang dasar yang biasa digunakan nelayan di Palabuhanratu Jumlah mata jaring antar pemberat yang digunakan pada jaring HR 0,2930 adalah yang paling sedikit dibandingkan HR 0,4082 dan HR 0,5234. Data penggunaan bahan jaring pada setiap desain jaring terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Penggunaan bahan jaring pada setiap desain hang-in ratio jaring insang dasar.

Jumlah mata jaring antar ikat pada tali ris atas (46 cm)

Jumlah mata jaring antar pemberat (30 cm)

Jumlah mata jaring pada tali ris bawah per pis (63,90 m)

Setiap 17 pis

HR 0,2930 5 3 639 10.863

HR 0,4082 6 4 852 14.484

HR 0,5234 8 5 1.065 18.105

Komposisi hasil tangkapan

Hasil tangkapan selama percobaan adalah 33 jenis organisme yang kemudian dilakukan pengelompokan menjadi 5 kelompok besar berdasarkan nilai ekonomis dari jenis organisme tersebut. Kelompok besar tersebut adalah kelompok udang karang, kepiting, kerapu, kakap, dan ikan lainnya. Jumlah dan berat hasil tangkapan tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan berat hasil tangkapan dari 3 desain jaring dengan hang-in ratio berbeda (masing-masing 2 pis) selama 23 trip operasi penangkapan pada bulan November 2016 di Palabuhanratu

No Jenis Jumlah (ekor) Berat (gram)

P1 P2 P3 P1 P2 P3

1 Lobster (Panulirus sp.) 5 1 5 1.239 320 1.192 2

Kepiting dan Rajungan

(Scylla sp. dan Portunus) 55 21 17 6.040 1.831 56

3 Kerapu (Epinephelus sp.) 3 2 1 710 720 80

Tabel 5 Lanjutan

Keterangan: PI (hang-in ratio 0,5234), P2 (hang-in ratio 0,4082), P3 (hang-in ratio 0,2930)

Jumlah lobster yang tertangkap pada jaring blo’on adalah 11 ekor dari total organisme sebanyak 215 atau sebanyak 5,11 % dari total hasil tangkapan.

Kelompok lobster sendiri mutiara. Walaupun ada 1 ekor lobster bambu namun lobster bambu yang tertangkap pun memiliki ukuran besar yaitu seberat 429 gram.

Sedangkan jika menangkap dua jenis lobster yaitu lobster mutiara sebanyak 10 ekor dan lobster bambu sebanyak 1 ekor. Dominasi lobster mutiara dikarenakan penggunaan mata jaring yaitu 5 inci yang memang diperuntukan menangkap lobster dengan ukuran besar seperti menangkap lobster dengan ukuran yang lebih kecil seperti lobster hijau dapat menggunakan jaring dengan mesh size 3 – 4 inci.

Lobster mutiara yang tertangkap masing-masing memiliki ukuran lebih dari 200 gram.

Karakteristik hasil tangkapan pada masing-masing jaring insang dasar Pengamatan terhadap karakteristik hasil tangkapan adalah jenis, jumlah dan berat pada setiap desain hang-in ratio. Karakteristik hasil tangkapan jaring insang dasar dengan hang-in ratio 0,5234 terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi hasil tangkapan jaring hang-in ratio 0,5234 sebanyak 2 pis pada bulan November 2016 di Palabuhanratu selama 23 trip penangkapan

No Jenis Jumlah

(ekor)

Berat (gram)

1 Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 4 810

2 Lobster bambu (Panulirus versicolor) 1 429

3 Sebelah (Pleuronectes sp.) 5 1040

4 Sedapang waru (Drepane punctata) 16 3670

5 Kerapu (Epinephelus sp.) 3 710

6 Samgeh (Pseudociena amoyensis) 1 61

7 Ikan Ayam-ayam (Abalistes stellaris) 2 1200

8 Kepiting (Scylla sp.) 55 6040

20

19 Torontong (Caranx sexfasciatus) 9 1730

20 Ikan Kadal (Echeneida spp.) 4 1080

21 Camaul (Priacanthus tayanus) 2 280

22 Boce (Nemipterus nematophorus) 1 40

23 Bogot (Aluterus monoceros) 1 50

24 Cawane (Caesio erythrogaster) 1 80

25 Bakuku (Etelis oculatus) 3 1550

26 Singrang (Lutjanus synagris) 6 280

Jumlah 141 38722

Karakteristik hasil tangkapan terhadap desain hang-in ratio 0,4082 juga telah dilakukan. Tabel 7 menunjukkan data pengukuran hasil tangkapannya.

Tabel 7 Komposisi hasil tangkapan jaring hang-in ratio 0,4082 sebanyak 2 pis pada bulan November 2016 di Palabuhanratu selama 23 trip penangkapan

No Jenis Jumlah

(ekor)

Berat (gram)

1 Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 1 320

2 Bawal putih (Pampus argentus) 1 365

9 Ayam-ayam (Abalistes stellaris) 1 600

10 Udang (Metapenaeus sp.) 3 120

11 Gerbah (Charybdis natator) 1 137

13 Ikan Banteng (Lagocephalus spp.) 1 65

14 Boce (Nemipterus nematophorus) 1 40

15 Ikan Kadal (Echeneida spp.) 1 320

Jumlah 40 6104

Desain hang-in ratio jaring insang 0,2930 juga telah dilakukan pengamataan terhadap karakteristik hasil tangkapannya. Karakteristik ikan yang tertangkap pada desain hang-in ratio jaring 0,2930 terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Komposisi hasil tangkapan jaring hang-in ratio 0,2930 sebanyak 2 pis pada bulan November 2016 di Palabuhanratu selama 23 trip penangkapan

No Jenis Jumlah

(ekor)

Berat (gram)

1 Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 5 1192

2 Rajungan (Portunus sp.) 4 241

8 Ayam-ayam (Abalistes stellaris) 1 720

9 Lepo/Gelang Hantu (Pterois voltans) 1 160

10 Ikan Kadal (Echeneida spp.) 2 320

11 Torontong (Caranx sexfasciatus) 1 200

12 Boce (Nemipterus nematophorus) 1 80

Jumlah 34 6462

Karakteristik hasil tangkapan lobster

Karakteristik hasil tangkapan yang dikaji meliputi jumlah, proporsi lobster layak tangkap dan kelengkapan tubuh lobster. Jumlah hasil tangkapan lobster setelah dilakukan uji coba di lapang adalah seperti yang terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah hasil tangkapan lobster dengan perbedaan hang-in ratio selama 23 trip penangkapan dengan 2 pis jaring pada bulan November 2016 di Palabuhanratu

Jenis Hasil Tangkapan Hang-in Ratio Jumlah (ekor) menghasilkan tangkapan lobster sebanyak 5 ekor dengan lobster mutiara sebanyak 4 ekor dan lobster bambu sebanyak 1 ekor. Jaring dengan HR 0,4082 hanya dapat menangkap 1 ekor lobster mutiara. Desain yang ketiga yaitu jaring dengan HR 0,2930 menangkap 5 ekor lobster mutiara. Jika dilakukan dilihat secara keseluruhan maka penggunaan HR memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan. Jaring dengan HR 0,5234 dan HR 0,2930 menangkap lobster lebih banyak daripada menggunakan HR 0,4082. Namun, setelah dilakukan uji Kruskal Wallis didapatkan nilai Chi-Square 2,163 (df 2 dan P value 0,339). P value tersebut lebih besar dari α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan HR tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan. Secara statistik, jumlah hasil tangkapan lobster pada ketiga desain HR adalah sama.

22

Kelayakan hasil tangkapan ditentukan berdasarkan berat atau panjang karapas (CL) dan digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu layak tangka (L) dan tidak layak tangkap (TL). Proporsi lobster yang layak tangkap dari ketiga jenis HR dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Ukuran hasil tangkapan dan kelayakan lobster dari 3 desain jaring dengan hang-in ratio berbeda (masing-masing 2 pis) selama 23 trip operasi penangkapan pada bulan November 2016 di Palabuhanratu

Jenis

Keterangan: CL (Panjang Karapas) L (Lengkap) TL (Tidak Lengkap)

Ketiga jaring menangkap lobster dengan panjang dan berat yang bervariasi.

Penggunaan HR 0,5234 menangkap lobster yang layak tangkap sebanyak 4 ekor (80%), tidak layak tangkap sebanyak 1 ekor. Begitu juga lobster mutiara 1 ekor yang tertangkap pada jaring HR 0,4082 memiliki ukuran yang sudah layak tangkap (100%). Jaring dengan HR 0,2930 menangkap lobster mutiara sebanyak 3 ekor (60%) yang layak tangkap dan 2 ekor lobster mutiara yang tidak layak.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa lobster yang tertangkap selama percobaan 72,73 % sudah layak tangkap dan 27,73 belum layak tangkap.

Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah ada perbedaan proporsi lobster yang layak tangkap pada ketiga desain jaring. Hasil pengujian memperoleh nilai Chi-Square 2,190 (df 2 dan P value 0,335). P value tersebut lebih besar dari α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi lobster yang layak tangkap pada ketiga desain jaring.

Kelengkapan lobster hasil tangkapan diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu lengkap dan second (bagian tubuh lobster patah lebih dari 2 bagian disisi yang sama). Hasil pengamatan kelengkapan hasil tangkapan lobster selama penelitian terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kelengkapan tubuh hasil tangkapan lobster berbeda hang-in ratio selama 23 trip penangkapan dengan 2 pis jaring pada bulan November 2016 di Palabuhanratu

Jenis HR 0,5234 HR 0,4082 HR 0,2930

Lobster mutiara Lengkap Lengkap Lengkap

Lobster mutiara Lengkap - Lengkap

Lobster mutiara Lengkap - Lengkap

Lobster mutiara Lengkap - Lengkap

Lobster mutiara - - Lengkap

Lobster bambu Lengkap - -

Tabel 11 menunjukkan bahwa lobster yang tertangkap baik pada HR 0,5234; 0,4082 dan 0,2930 adalah sama, yaitu memiliki bagian tubuh yang lengkap. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa semua lobster yang tertangkap selama penelitian memiliki bagian tubuh lengkap.

Tingkat kemudahan melepaskan lobster dari jaring

Selama kegiatan uji coba jaring dilakukan nelayan berpendapat bahwa penggunaan jaring dengan HR 0,2930 lebih mudah untuk melepaskan hasil tangkapan terutama tangkapan lobster yang penuh duri. Kemudahan selanjutnya terjadi pada desain HR 0,4082. Sedangkan paling sulit melepaskan hasil tangkapan terjadi pada desain jaring dengan HR 0,5234.

Desain jaring insang terbaik dari tiga jenis hang-in ratio berbeda

Penentuan pemilihan desain jaring terbaik untuk menangkap lobster berdasarkan 6 indikator yang sudah ditentukan sebelumnya. Penilaian terhadap indikator-indikator tersebut terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai skor untuk 3 jenis jaring insang dasar berbeda hang-in ratio berdasarkan indikator penentu pemilihan desain jaring terbaik di Palabuhanratu

2. Proporsi lobster berukuran layak tangkap 1 1 1

3. Proporsi lobster dengan tubuh lengkap 1 1 1

4. Kemudahan melepaskan lobster dari jaring 1 2 3

5. Kebutuhan bahan jaring 1 2 3

6. Komposisi jenis hasil tangkapan jaring 1 2 3

Jumlah 6 9 12

Berdasarkan rekapitulasi skor peringkat desain jaring untuk setiap indikator (Tabel 12), jaring insang dasar dengan HR 0,2930 memiliki jumlah nilai yang paling tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa jaring dengan desain hang-in ratio 0,2930 adalah yang terbaik untuk menangkap lobster di Palabuhanratu.

24

Pembahasan

Panjang karapas lobster hijau yang tertangkap di Palabuhanratu berkisar antara 50 – 109 mm sedangkan lobster hijau pasir yang tertangkap di perairan Yogyakarta berkisar antara 50 – 105 mm (Aisyah et al. 2010), di perairan Cilacap berkisar antara 23 – 97 mm (Bakhtiar et al. 2013) dan di perairan Tabanan yang berkisar antara 36 – 104,7 mm (Kembaren et al. 2015). Jika kita bedakan lagi berdasarkan jenis kelamin lobster hijau pasir dan kelayakan tangkapan lobster dengan syarat berat > 300 gram atau panjang > 8 cm maka jumlah lobster hijau pasir betina yang layak tangkap sebanyak 5 ekor dan 109 ekor tidak layak tangkap. Sedangkan lobster jantan sebanyak 6 ekor sudah layak tangkap dan 120 ekor belum layak tangkap. Adanya keterbatasan peneliti untuk melihat secara langsung jenis kelamin lobster hijau pasir tersebut, terdapat 64 ekor lobster yang tidak teridentifikasi jenis kelaminnya dengan proporsi 8 ekor sudah layak tangkap dan 56 ekor belum layak tangkap. Jadi total lobster hijau pasir yang sudah layak tangkap sebanyak 20 ekor sedangkan yang belum layak sebanyak 284 ekor.

Panjang lobster bambu yang tertangkap di Palabuhanratu memiliki kisaran panjang karapas 45 – 129 mm, penelitian yang dilakukan oleh Ernawati et al.

(2014) menghasilkan panjang karapas lobster bambu di perairan Sikka berkisar antara 20 mm sampai 150 mm. Jika kita bedakan lagi berdasarkan jenis kelamin lobster bambu dan kelayakan tangkapan lobster dengan syarat berat > 300 gram atau panjang > 8 cm maka jumlah lobster bambu betina yang layak tangkap sebanyak 8 ekor dan 19 ekor tidak layak tangkap. Sedangkan lobster jantan sebanyak 10 ekor sudah layak tangkap dan 20 ekor belum layak tangkap. Adanya keterbatasan peneliti untuk melihat secara langsung jenis kelamin lobster bambu tersebut, terdapat 7 ekor lobster yang tidak teridentifikasi jenis kelaminnya dengan proporsi 2 ekor sudah layak tangkap dan 5 ekor belum layak tangkap. Jadi total lobster bambu yang sudah layak tangkap sebanyak 20 ekor sedangkan yang belum layak sebanyak 44 ekor.

Lobster hitam di Palabuhanratu memiliki kisaran panjang karapas 45 - 109 mm. Mayoritas berat lobster yang tertangkap masih dibawah 300 gram. Jika kita bedakan lagi berdasarkan jenis kelamin lobster hitam dan kelayakan tangkapan lobster dengan syarat berat > 300 gram atau panjang > 8 cm maka jumlah lobster hitam betina yang layak tangkap sebanyak 4 ekor dan 21 ekor tidak layak tangkap.

Sedangkan lobster jantan sebanyak 2 ekor sudah layak tangkap dan 19 ekor belum layak tangkap. Jadi total lobster hitam yang sudah layak tangkap sebanyak 6 ekor sedangkan yang belum layak sebanyak 40 ekor.

Lobster mutiara memiliki panjang karapas berkisar antara 50 - 189 mm.

Walaupun mayoritas lobster mutiara yang tertangkap masih dibawah 300 gram namun ada juga lobster mutiara yang tertangkap pada ukuran lebih dari 1000 gram per ekor nya. Namun, panjang karapas lobster mutiara mayoritas lebih dari 8 cm atau sudah layak tangkap. Jika kita bedakan lagi berdasarkan jenis kelamin lobster mutiara dan kelayakan tangkapan lobster dengan syarat berat > 300 gram atau panjang > 8 cm maka jumlah lobster mutiara betina yang layak tangkap sebanyak 39 ekor dan 24 ekor tidak layak tangkap. Sedangkan lobster jantan sebanyak 46 ekor sudah layak tangkap dan 41 ekor belum layak tangkap. Adanya keterbatasan peneliti untuk melihat secara langsung jenis kelamin lobster mutiara tersebut, terdapat 23 ekor lobster yang tidak teridentifikasi jenis kelaminnya dengan

proporsi 11 ekor sudah layak tangkap dan 12 ekor belum layak tangkap. Jadi total lobster mutiara yang sudah layak tangkap sebanyak 96 ekor sedangkan yang belum layak sebanyak 77 ekor.

Menurut Nevada et al. (2012), jenis lobster yang tertangkap di Palabuhanratu adalah lobster hijau pasir, lobster bambu dan lobster mutiara.

Ukuran panjang karapas maksimal untuk lobster yang ada di Palabuhanratu adalah untuk lobster mutiara 50 cm, lobster hijau pasir 31 cm, dan lobster bambu 40 cm (Moosa dan Aswandy 1984). Perbedaan ukuran lobster tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi tempat tinggal dan ketersediaan makanan yang ada.

Jumlah populasi yang ada di tempat tersebut juga memungkinkan memengaruhi ukuran lobster yang ada, semakin banyak populasi lobster namun ketersediaan makanan rendah maka mereka akan bersaing untuk mendapatkan makan. Berbeda daerah memungkinkan terjadi perbedaan ukuran lobster yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan dan tekanan penangkapan di masing-masing lokasi tersebut (Kembaren dan Nurdin 2015).

Perbedaan jumlah lobster jantan dan betina untuk semua jenis lobster adalah rendah (antara 3 hingga 24 ekor). Menurut Effendie (2002), keseimbangan perbandingan jumlah individu jantan dan betina memungkinkan terjadinya pembuahan antara sel telur oleh sel sperma hingga menjadi individu-individu baru yang pada akhirnya kelestarian suatu populasi dapat dipertahankan.

Lobster hijau pasir ini merupakan jenis lobster yang mayoritas di Palabuhanratu. Daerah penangkapan yang tidak jauh dari daratan dapat dijangkau dengan alat bantu apung ban membuat banyak nelayan menangkap lobster.

Lobster hijau pasir Palabuhanratu banyak ditemukan di daerah PLTU. Lobster banyak bersembunyi dibebatuan pemecah gelombang yang dibuat oleh pihak PLTU. Menurut Moosa dan Aswandy (1984); Holthuis (1991) daerah tinggal lobster hijau pasir adalah diantara batu-batu, perairan berombak dan terkadang di perairan agak keruh. Di dekat PLTU tersebut juga terdapat sebuah sungai besar yang bermuara di laut yaitu sungai Cimandiri. Sehingga tidak menutup kemungkinan banyak lobster yang berada di sana untuk mencari makan, menunggu datangnya makanan dari aliran sungai tersebut. Menurut Philips dan Kittaka (2000), makanan yang disukai lobster adalah jenis mollusca dan echinodhermata (yang memiliki kandungan protein, lemak dan chitine). Ketika musim penghujan banyak lobster yang tertangkap karena mereka mencari makan di muara sungai yang banyak membawa makanan dan unsur hara sebagai makanan dari mollusca dan echinodermata.

Selain itu, lobster jenis ini merupakan jenis lobster yang berkelompok sehingga dalam sekali memasang jaring dapat menangkap lobster hijau dalam jumlah banyak. Berdasar pengamatan di lapang, kegiatan penangkapan di dekat PLTU dengan memasang jaring 4 pis (292 m) dapat menangkap lebih dari 40 ekor lobster dengan berat total lebih dari 8 kg dengan berbagai ukuran. Penggunaan jaring yang tidak disertai pelampung menungkinkan peluang lobster terpuntal pada jaring tinggi. Lobster yang berukuran kecil tidak ada kemungkinan untuk meloloskan diri. Jaring tidak akan berdiri tegak ketika berada di perairan melainkan akan menempel pada bebatuan karena tidak adanya pelampung.

Berbeda untuk jaring yang digunakan untuk menangkap jenis lobster mutiara, hitam, bambu atau lobster hijau pasir yang berada di lokasi lain. Jaring dioperasikan menggunakan perahu diperairan yang lebih dalam. Jaring pun

26

dilengkapi dengan pelampung untuk menegakan jaring ketika berada di dalam air.

Tingkah laku lobser yang berkelompok di daerah tempat terdapat banyak makanan untuk mereka, memungkinkan terjadinya variasi ukuran yang akan berpengaruh terhadap tingkat kelayakan hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan lobster hijau pasir ini pun tidak membutuhkan jaring yang panjang karena sifat berkelompok dari lobster hijau pasir itu sendiri. Menurut Menurut Moosa dan Aswandy (1984); Holthuis (1991), lobster hijau pasir merupakan lobster yang suka hidup berkelompok. Berbeda dengan lobster mutiara, lobster bambu dan lobster hitam yang tidak suka bergerombol. Hasil tangkapan ikan juga dipengaruhi ketersediaan sumberdaya di alam, serta musim penangkapan.

Saat musim kemarau dapat dikatakan bahwa jumlah lobster lebih sedikit daripada musim penghujan dan itu berlaku khususnya untuk jenis mutiara dan hijau pasir (Gambar 10). Peningkatan jumlah lobster bambu sangat drastis terjadi pada bulan Oktober 2015 dimana bulan September berjumlah 8 ekor, pada bulan Oktober sebanyak 343 ekor dan kembali turun pada bulan Desember. Dimana bulan Desember berjumlah 19 ekor. Menurut Sobari et al. (2008), musim penangkapan spiny lobster terjadi pada musim penghujan yaitu pada bulan September sampai Februari.

Persentase kelayakan berat lobster Palabuhanratu berdasarkan undang-undang yaitu lebih dari 300 gram maka mayoritas lobster yang ditangkap di Palabuhanratu tidak layak. Semua lobster hijau pasir dan lobster hitam/batu yang

Persentase kelayakan berat lobster Palabuhanratu berdasarkan undang-undang yaitu lebih dari 300 gram maka mayoritas lobster yang ditangkap di Palabuhanratu tidak layak. Semua lobster hijau pasir dan lobster hitam/batu yang

Dokumen terkait