• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: (1) mengetahui desain konstruksi jaring insang dasar yang biasa digunakan nelayan (yaitu jaring blo’on), (2) merencanakan dan membuat desain baru jaring insang dasar, serta (3) melakukan uji coba di lapangan terhadap desain jaring insang dasar yang biasa digunakan nelayan dan hasil modifikasi. Penelitian tahap pertama dilakukan bulan Maret 2016 yang bertempat di Palabuhanratu, Jawa Barat dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tahap kedua dilaksanakan bulan April hingga Agustus 2016 bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Stasiun Lapang Kelautan, Palabuhanratu Institut Pertanian Bogor. Tahap ketiga yaitu percobaan lapang dilakukan di perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Agustus - November 2016. Pemilihan waktu uci coba alat disesuaikan dengan musim penangkapan lobster. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengepul lobster, nelayan lobster yang ada di Palabuhanratu dan studi literatur dari beberapa penelitian mengenai lobster bahwa puncak produksi lobster secara umum saat musim penghujan. Namun, ada juga yang menyatakan bahwa musim puncak penangkapan lobster mutiara adalah pada musim kemarau (Agustus).

Gambar 3 Lokasi dan titik pengambilan data penelitian

8

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jaring satu lapis yang terbuat dari polyamide berukuran mesh size 5 inci. Kemudian terdapat pelampung, pemberat, serta tali temali sehingga dapat dibentuk menjadi sebuah jaring insang dasar. Bahan-bahan apa saja yang digunkan selama penelitian untuk lebih jelasnya terlampir pada Lampiran 1. Penggunaan mesh size 5 inci karena spesies target dari jaring blo’on adalah lobster mutiara yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Rp 700.000,-/kg) daripada jenis lobster lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah 3 (tiga) jenis jaring dengan hang-in ratio yang berbeda-beda (Gambar 11) yang masing-masing berjumlah 2 (dua) pis sehingga total jaring yang digunakan dalam penelitian adalah 6 (enam) pis. Dua buah jaring menggunakan desain jaring yang biasa digunakan nelayan dan 4 (empat) lagi sesuai dengan hang-in ratio yang dibutuhkan. Timbangan duduk dengan ketelitian 1 gram yang digunakan untuk mengukur berat hasil tangkapan. Neraca ohaus yang digunakan untuk mengukur berat pelampung, pemberat, jaring, serta tali temali dengan ketelitian 0,01 gram. Penggaris digunakan untuk mengukur panjang lobster dengan ketelitian 0,1 cm. Meteran jahit yang digunakan untuk mengukur jaring jaring insang dasar dengan ketelitian 0,1 cm. Jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm yang digunakan untuk mengukur mesh size jaring, diameter pelampung dan pemberat serta lebar lobster.

Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian serta alat tulis yang digunakan untuk mencatat selama penelitian. GPS digunakan untuk mengetahui posisi pengoperasian alat tangkap. Kertas label yang digunakan untuk menandai hasil tangkapan.

Pengambilan Data

Tahap I

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai nelayan yang biasa menangkap lobster dengan jaring insang di Palabuhanratu dan wawancara terhadap salah satu pengepul lobster yang ada di Palabuhanratu. Data-data yang dikumpulkan berdasarkan wawancara dengan nelayan adalah mengenai desain dan konstruksi alat tangkap jaring insang dasar, cara tertangkap lobster, musim penangkapan, keadaan atau permasalahan perikanan lobster saat ini dan hasil tangkapan selain lobster. Peneliti juga membawa satu pis jaring insang dasar yang digunakan nelayan untuk diukur kembali di kampus FPIK IPB, memvalidasi hasil wawancara dari nelayan. Setelah data mengenai alat tangkap lengkap maka dibuat sebuah desain jaring insang dasar yang biasa digunakan nelayan. Sedangkan wawancara yang dilakukan kepada salah satu pengepul lobster di Palabuhanratu adalah untuk melihat kondisi pasar ekspor lobster, jenis lobster yang ada di Palabuhanratu, serta kondisi perikanan lobster saat ini.

Tahap II

Tahap II (dua) ini dilakukan kajian untuk membuat atau mendesain jaring yang berbeda hang-in ratio dengan yang biasa digunakan oleh nelayan. Pemilihan hang-in ratio dilakukan berdasarkan studi literatur dari perhitungan HR dalam

buku Jaring insang (Gillnet) (Martasuganda 2008). Bukaan mata jaring akan berbentuk belah ketupat (bentuk optimum) saat nilai hang-in ratio nya adalah 29,3% dan akan menghasilkan tinggi jaring yang optimum (Martasuganda 2008).

Penggunaan mata berbentuk belah ketupat akan mengurangi tingkat terpuntalnya lobster dan memberikan kemungkinkan meloloskan hasil tangkapan berukuran kecil. Penggunaan hang-in ratio 0,4082 merupakan nilai tengah antara hang-in ratio 0,5234 dan 0,2930. Penggunaan jumlah mata jaring yang digunakan pada alat tangkap untuk bagian tali ris atas dan tali ris bawah, dihitung berdasarkan persamaan yang dibuat oleh Martasuganda (2008):

Sa = (L-La) / L Sb = (L-Lb) / L dengan:

Sa = hang-in ratio bagian tali ris atas;

Sb = hang-in ratio bagian tali ris bawah;

L = panjang bahan jaring terenggang sempurna;

La = panjang jaring ketika dipasang pada tali ris atas; dan Lb = panjang jaring ketika dipasang pada tali ris bawah Tahap III

Penelitian tahap III dilakukan dengan eksperimental fishing. Menurut Natsir (2003), eksperimental adalah observasi di bawah kondisi buatan, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti. Penelitian eksperimental ini membandingkan hang-in ratio yang biasa digunakan nelayan (0,5234) dengan hang-in ratio modifikasi oleh peneliti yaitu 0,2930 dan 0,4082.

Jaring yang digunakan berbeda untuk setiap ukuran hang-in ratio berbeda, diletakkan secara bersebelahan untuk menghindari adanya faktor lain yang memengaruhi hasil tangkapan seperti daerah penangkapan, komponen alat tangkap, metode pengoperasian, waktu pengoperasian tidak dibedakan dalam penelitian (Gambar 4).

~

~

Keterangan:

P1 : Jaring dengan hang-in ratio 0,2930 P2 : Jaring dengan hang-in ratio 0,4082 N : Jaring nelayan (hang-in ratio 0,5234)

Gambar 4 Model posisi pemasangan jaring dalam uji coba di lapang

Ulangan dalam suatu penelitian perlu dilakukan untuk mengurangi bias selain dari yang disebutkan di atas. Menurut Hanafiah (2005), ulangan (replication) adalah frekuensi suatu perlakuan yang diselidiki dalam suatu percobaan. Jumlah ulangan suatu perlakuan tergantung pada derajat ketelitian yang diinginkan oleh peneliti terhadap kesimpulan percobaannya. Sebagai suatu patokan, jumlah ulangan dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut:

10

maka banyaknya ulangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

(r-1) (n-1) ≥ 15 memperkecil kesalahan dalam pengambilan data maka ulangan yang akan dilakukan sebanyak 23 kali dengan lokasi atau titik pengoperasian alat yang berbeda-beda (Gambar 3 dan Lampiran 5).

Penentuan titik sampling dilakukan berdasarkan pertimbangan atau kebiasaan nelayan mengoperasikan alat tangkap, dimana lokasi tersebut dianggap memiliki potensi lobster yang lebih banyak daripada lokasi yang lain. Daerah penangkapan lobster mutiara berbeda dengan lobster hijau pasir dimana harus menggunakan kapal/perahu untuk menuju lokasi. Menurut Moosa dan Aswandy (1984) dalam Holthuis (1991) bahwa lobster mutiara mendiami perairan pada kedalaman 1-8 m dan juga ditemukan pada kedalaman 50 m dengan substrat berpasir dan berlumpur. Purposive sampling menurut Sugiyono (2007) adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Metode pengoperasian

Metode pengoperasian alat tangkap sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh nelayan yang mencari lobster mutiara, yaitu pemasangan alat tangkap dilakukan pada sore hari (Pukul 17.00 WIB) dengan posisi pemasangan alat seperti pada Gambar 4. Alat akan direndam selama semalam. Proses pengangkatan alat dilakukan pada pagi harinya pukul (05.00 WIB). Setelah proses pengangkatan selesai, hasil tangkapan sudah diambil semua maka alat tangkap akan direndam kembali di laut tidak dibawa ke darat. Keesokan harinya pukul 05.00 WIB nelayan akan kembali ke tempat pemasangan alat untuk mengambil hasil tangkapan, begitu seterusnya. Pelampung penanda pada jaring digunakan untuk mengetahui posisi pemasangan alat tangkap oleh nelayan.

Masing-masing hasil tangkapan akan dimasukkan kedalam wadah sesuai dengan jenis jaringnya (setiap wadah diberi penanda). Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pengukuran dan mengurangi kesalahan pada saat pengambilan data. Pengukuran untuk pengambilan data akan dilakukan ketika sudah sampai di darat.

Jenis dan sumberdata

Data yang akan diambil selama penelitian meliputi komposisi hasil tangkapan, karakteristik hasil tangkapan lobster, efisiensi penggunaan bahan jaring dan kemudahan melepaskan hasil tangkapan dari jaring. Karakteristik yang dimaksud meliputi: jumlah, ukuran (panjang dan berat), dan kelengkapan tubuh lobster yang tertangkap. Mempertimbangkan pendapat Park et al. (2014), penelitian mencatat hasil tangkapan sampingan, yaitu hasil tangkapan selain lobster. Hal tersebut dilakukan karena hasil tangkapan lain tersebut juga dimanfaatkan oleh nelayan, baik dijual atau dikonsumsi sendiri.

Variabel jumlah hasil tangkapan (ekor) diamati untuk melihat kemampuan alat menangkap lobster. Kondisi lobster dilihat dari kelengkapan anggota tubuhnya. Berdasarkan studi lapangan di salah satu pengusaha lobster bahwa lobster yang dapat diekspor dan memiliki nilai jual tinggi adalah lobster dalam kedaan hidup, memiliki berat yang sesuai peraturan serta memiliki anggota tubuh yang lengkap. Patah pada bagian tubuh diperbolehkan jika patah maksimal dua buah dalam satu sisi yang sama.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Menurut Natsir (2003), cara pengumpulan data dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau organisasi langsung melalui obyeknya.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Data sudah dikumpulkan oleh pihak instansi lain.

Data sekunder yang diambil yaitu kondisi perairan Palabuhanratu, peta perairan Palabuhanratu, dan data statistik lobster di Palabuhanratu. Data primer penelitian yang dikumpulkan adalah data primer pada tahap I dan tahap III, sedangkan tahap II diperoleh melalui data sekunder atau studi literatur. Jenis dan sumber data yang diperoleh pada tahap I dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian tahap I

No. Jenis data Sumber data

1 Desain dan spesifikasi jaring insang dasar nelayan

Nelayan dan pengukuran

2 Metode penangkapan Nelayan

3 Daerah penangkapan Nelayan

4 Dokumentasi Peneliti

Data primer pada tahap III diambil melalui eksperimen. Data-data yang diambil terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian tahap III

No. Jenis data Nilai Sumber data

1 Jumlah bahan jaring yang digunakan

Jumlah mata persatuan panjang (buah) yang dibutuhkan untuk membuat desain masing-masing jaring (ekor) yang tertangkap (2 pis jaring untuk setiap lobster yang tertangkap pada masing-masing jaring (2 pis jaring untuk setiap jenis hang-in ratio).

Experimental fishing

4 Kelengkapan lobster hasil tangkapan

Kelengkapan bagian tubuh lobster yang tertangkap jaring (2 pis jaring untuk

12

Tabel 2 Lanjutan

No. Jenis data Nilai Sumber data

2. patah kurang dari 3 (tiga) bagian pada sisi yang sama atau lengkap masuk dalam kategori normal.

5 Komposisi hasil tangkapan

Jumlah (ekor), berat (gram) dan jenis hasil tangkapan pada masing-masing jenis jaring (2 pis jaring untuk setiap terburuk, sedangkan nilai 2 untuk baik.

Experimental fishing

Analisis Data

Data yang sudah terkumpul dari percobaan di lapangan diolah secara deskriptif (menggunakan tabel atau diagram) dan menggunakan uji statistik non parametrik. Deskriptif digunakan untuk membahas kondisi perikanan lobster Palabuhanratu, desain dan konstruksi jaring insang dasar, komposisi hasil tangkapan, kemudahan melepaskan lobster dari jaring serta kelengkapan tubuh lobster. Seluruh hasil tangkapan lobster masuk dalam kategori lengkap sehingga tidak diperlukan uji statistik.

Ada tidaknya perbedaan jumlah (ekor) dan proporsi lobster layak tangkap berdasarkan panjang karapas atau berat dari ketiga jaring akan diujicobakan dengan uji nonparametrik dengan Kruskal Wallis Test. Penggunaan test nonparametrik dilakukan ketika data yang diperoleh memiliki varian sama namun tidak menyebar normal. Prosedur uji Kruskal Wallis adalah:

1. Hipotesis

H0 : tidak ada perbedaan nilai median populasi dari percobaan ketiga jenis HR H1 : ada perbedaan nilai median populasi dari percobaan ketiga jenis HR 2. Taraf nyata atau taraf signifikansi (α): 0,05

3. Statistik uji:

4. Kriteria keputusan

(Walpole 1995)

Penentuan desain jaring insang terbaik dari tiga desain jaring dengan HR berbeda (d) dilakukan dengan menerapkan metode pemberian skor (scoring) yang mempertimbangkan 6 indikator (i), yaitu jumlah hasil tangkapan per trip, proporsi

lobster berukuran legal/layak tangkap (CL > 8 cm atau berat > 300 gram), proporsi lobster dengan tubuh yang utuh/lengkap, kemudahan melepaskan lobster dari jaring, jumlah bahan jaring yang diperlukan untuk membuat satu pis jaring (meter) dan komposisi jenis hasil tangkapan. Dalam penelitian ini, setiap indikator memiliki kontribusi yang sama dalam menentukan desain jaring terbaik. Skoring dilakukan dengan membandingkan peringkat (ranking) dari nilai indikator antar jaring dengan desain yang berbeda. Setiap instrumen atau indikator dalam suatu penelitian digunakan untuk melakukan pengukuran untuk menghasilkan data kuantitatif yang akurat, efisien dan komunikatif sehingga harus memiliki skala (Sugiyono 2011).

Penilaian setiap indikator dilakukan dengan cara mengurutkan 3 nilai dari tertinggi ke terendah. Penilaian untuk 3 indikator pertama, jaring dengan nilai tertinggi diberi skor 3, jaring dengan nilai terendah diberi nilai 1 dan jaring dengan nilai di antara tertinggi dan terendah diberi skor 2. Indikator keempat, semakin mudah nelayan melepaskan lobster dari jaring maka diberi skor 3 dan semakin sulit melepaskan lobster diberi skor 1. Sedangkan skor 2 untuk biasa saja ketika melepaskan lobster dari jaring. Untuk indikator kelima (jumlah bahan jaring), jaring dengan jumlah bahan terkecil diberi skor 3 sedangkan jaring dengan jumlah bahan terbanyak diberi skor 1. Indikator keenam, semakin sedikit komposisi jenis hasil tangkapan maka akan diberi nilai maksimal yaitu 3. Semakin banyak komposisi jenis hasil tangkapan maka akan diberi nilai minimal yaitu 1.

Nilai 2 diberikan pada nilai antara komposisi jenis hasil tangkapan maksimal dan minimal.

Hasil penelitian tersebut adalah skor setiap indikator (Ddi). Jumlah skor dari setiap indikator kemudian dihitung untuk masing-masing jaring. Jaring dengan jumlah skor tertinggi dinyatakan sebagai jaring terbaik untuk menangkap lobster.

Tabel 3 Perhitungan untuk menentukan jaring lobster terbaik di Palabuhanratu Desain Jaring (D)

Indikator HR 0,5234 HR 0,4082 HR 0,2930

1. Rata-rata jumlah tangkapan per trip D1,1 D2,1 D3,1

2. Proporsi lobster berukuran layak tangkap D1,2 D2,2 D3,2

3. Proporsi lobster dengan tubuh lengkap D1,3 D2,3 D3,3

4. Kemudahan melepaskan lobster dari jaring D1,4 D2,4 D3,4

5. Kebutuhan bahan jaring D1,5 D2,5 D3,5

6. Komposisi jenis hasil tangkapan D1,6 D2,6 D3,6

Jumlah

Desain jaring terbaik adalah jaring dengan menangkap lobster berukuran legal terbanyak, memiliki tubuh utuh yang terbanyak, mudah dilepaskan dari jaring, memerlukan bahan jaring dalam jumlah paling sedikit dan jaring menangkap ikan lain dalam jumlah jenis yang paling sedikit.

14

Dokumen terkait