• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Performa Sampai Umur 35 Hari

Bobot badan, konsumsi pakan dan Feed Conversion Ratio (FCR) pada keempat perlakuan ayam yang diberi nutrien secara in ovo dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan konsumsi pakan, bobot badan dan FCR pada minggu ke- I - V

Perlakuan

Data Yang Diambil P1 P2 P3 P4

Konsumsi Pakan (g/ekor) :

Minggu Ke-I 135.11 136.78 143.28 134.28

Minggu Ke-II 421.74 396.35 418.30 416.03

Minggu Ke-IIII 632.89 636.18 625.20 615.65

Minggu Ke-IV 854.48 847.90 907.90 907.90

Minggu Ke-V 1121.71 1159.90 1159.24 1142.76

Kumulatif konsumsi pakan 35 Hari 3165.93 3177.11 3253.92 3168.48 Bobot Badan (g) : Minggu Ke-I 182.17 177.94 177.56 177.56 Minggu Ke-II 477.00 468.79 468.86 467.43 Minggu Ke-III 948.00 876.48 947.52 941.90 Minggu Ke-IV 1469.05 1464.57 1502.00 1478.67 Minggu Ke-V 2132.76 2147.90 2181.90 2202.38 FCR (%) : Minggu Ke-I 0.74 0.77 0.8 0.73 Minggu Ke-II 1.17 1.14 1.2 1.18 Minggu Ke-III 1.26 1.35 1.25 1.24 Minggu Ke-IV 1.39 1.38 1.39 1.37 Minggu Ke-V 1.48 1.48 1.49 1.43

P1 : Perlakuan dengan glutamin P2 : Perlakuan dengan dekstrin

P3 : Perlakuan dengan kombinasi glutamin dan dekstrin P4 : Perlakuan dengan NaCl 0.5%

Minggu pertama bobot badan ayam dengan perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin menurun 3.18% dari bobot badan ayam placebo. Minggu kedua bobot badan ayam perlakuan glutamin meningkat 2.05% dari ayam placebo. Bobot badan ayam perlakuan dekstrin pada minggu ketiga meningkat 6.95% dari bobot ayam placebo, sedangkan pada minggu keempat bobot ayam pada kombinasi glutamin dan dekstrin meningkat 1.57% dari ayam placebo. Pada minggu kelima bobot ayam glutamin menurun 3.16% dari bobot ayam placebo

dan bobot ayam placebo memiliki bobot tertinggi dibandingkan perlakuan lain. Berikut adalah diagram bobot badan ayam penelitian pada minggu ke-I hingga minggu ke-V. 0 500 1000 1500 2000 2500

minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5

B obot B a da n ( g) Glutamin Dekstrin Glu + Deks NaCl 0.5%

Gambar 4 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan bobot badan pada minggu I-V

Minggu pertama hingga ketiga, bobot badan ayam placebo belum mengalami peningkatan yang pesat. Terlihat bahwa bobot badan ayam yang diberi perlakuan glutamin, dekstrin maupun kombinasinya memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam placebo. Hal ini dapat terjadi karena nutrien yang diberikan pada saat 18 hari inkubasi digunakan untuk menggertak pertumbuhan usus sehingga dapat menyerap makanan dengan lebih baik. Minggu keempat dan kelima perlakuan dengan NaCl 0.5% atau placebo memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena ayam pada perlakuan placebo memiliki pertumbuhan dan perkembangan usus yang lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Setelah mencapai

pertumbuhan maksimal, ayam placebo dapat menyerap nutrien labih baik pada usus, sehingga menghasilkan bobot badan yang lebih tinggi pada umur empat dan lima minggu. Namun demikian, hasil analisis statistik menyatakan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata terhadap bobot badan pada ayam minggu ke-I hingga V.

Pencapaian bobot badan akan lebih bermakna apabila dibandingkan dengan konsumsi sehingga mempunyai nilai efisiensi yang menguntungkan. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap konsumsi pakan ayam selama penelitian. Berikut adalah diagram konsumsi pakan ayam penelitian pada minggu ke-I hingga V.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5

K ons um s i P a k a n ( g) Glutamin Dekstrin Glu + Deks NaCl 0.5%

Gambar 5 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan konsumsi pakan pada minggu I-V

Apabila konsumsi pakan tidak berbeda nyata belum tentu menghasilkan bobot badan yang tidak berbeda nyata pula karena hal ini berhubungan dengan kemampuan mencerna pada ayam tersebut. Namun demikian pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang tidak nyata pada bobot badan ayam. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya perbedaan yang nyata pada pemakaian energi yaitu dilihat dari Gross Energy (GE) ayam pada umur 15 hari dan perkembangan villi usus yaitu tinggi dan lebar villi yang mengakibatkan tidak berbeda nyatanya luas permukaan villi pada umur 14 hari (unpublished data).

Nilai konsumsi akan bermakna apabila berhubungan dengan bobot badan yang dihasilkan yaitu setelah diketahui nilai FCR nya atau efisiensinya terhadap

penggunaan pakan itu sendiri. Berikut adalah gambar FCR pada minggu pertama hingga minggu terakhir penelitian (lima minggu).

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5

FC R Glutamin Dekstrin Glu + Deks NaCl 0.5%

Gambar 6 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan FCR pada minggu I-V

Feed Conversion Ratio merupakan sebuah pengukuran yang tepat dan umum digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan pada ayam. Apabila menambahkan nutrien tertentu pada saat setelah menetas akan mempercepat pertumbuhan villi usus, sehingga dapat meningkatkan kecernaan ayam terhadap pakan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi terhadap penggunaan pakan, begitu pula pemberian pakan lebih dini atau secara in ovo (Uni

et al. 2003).

Feed Conversion Ratio diketahui tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan oleh interaksi antara konsumsi pakan dan bobot badan yang tidak berbeda nyata pula. Meskipun berbeda tidak nyata, nilai FCR pada ayam dengan perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin menurun paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 9.58% dari placebo. Pada minggu kedua ayam dengan perlakuan dekstrin meningkat 3.39% dari placebo dan ayam dengan perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin menurun 1.69%. Minggu ketiga hingga minggu kelima FCR ayam perlakuan lainnya menurun dibandingkan dengan ayam placebo.

Pada minggu ketiga glutamin menurun paling tinggi dari perlakuan lainnya yaitu 8.87%, minggu keempat ayam dengan perlakuan glutamin menurun

1.46% dan pada minggu kelima ayam perlakuan dengan kombinasi glutamin dan dekstrin menurun sebesar 4.20% dari ayam placebo. Selain bobot badan yang lebih tinggi dari perlakuannya untuk ayam umur lima minggu, FCR ayam dengan perlakuan NaCl 0.5% juga paling baik diantara perlakuan lainnya. Hal ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Uni dan Ferket (2003) yang melaporkan bahwa ayam yang diinjeksikan NaCl 0.5% tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap performa terhadap ayam yang tidak diberi in ovo

dan ayam yang diberi karbohidrat secara in ovo. Namun demikian, hasil analisis statistik menyatakan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan pada FCR ayam. Hal ini terjadi dikarenakan oleh tidak berbeda nyatanya konsumsi pakan dan bobot badan yang dihasilkan antar perlakuan.

Soeharsono (1976) mengatakan bahwa pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah genetik dan lingkungan yang didalamnya adalah makanan yang dikonsumsi. Metode dengan menginjeksikan makanan ke dalam cairan amnion embrio menyebabkan embrio tersebut secara alami mengkonsumsi suplementasi nutrien tersebut secara oral sebelum menetas. Penambahan nutrien pada masa pertumbuhan kritis dengan teknologi in ovo ini dapat meningkatkan status nutrien pada saat penetasan, sehingga dapat mendatangkan efisiensi yang tinggi dalam pemanfaatan nutrien makanan (Noy & Sklan 2000). Pemberian asam amino dan karbohidrat secara in ovo akan mempercepat pertumbuhan villi usus, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan cara dapat menekan konsumsi pakan karena dapat meningkatkan absorbsi pakan tersebut (Izat et al. 1989).

Pemanfaatan glutamin dapat meningkat ketika glukosa menurun, bahkan pada beberapa kondisi sel-sel dapat bertahan dan tumbuh pada keadaan glukosa rendah dengan penambahan glutamin yang cukup (Antonio 1999). Namun demikian, hasil penelitian ini seperti yang terlihat pada Tabel 4 bahwa data bobot badan yang didapat tidak berbeda nyata secara statistik. Hal ini diduga terjadi karena pada umur 15 hari tidak tampak perbedaan yang nyata terhadap pemanfaatan energi yang dilihat dari Gross Energy ayam umur 15 hari dan tidak nyatanya perkembangan usus yaitu tinggi dan lebar villi pada ayam umur 14 hari (unpublished data). Hal ini menunjang penelitian Bhanja et al. (2004) yang

melaporkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata terhadap perkembangan saluran pencernaan dan bobot badan ayam yang diberi asam amino secara in ovo

pada 14 hari inkubasi.

Bartell dan Batal (2007) melaporkan hasil yang sesuai dengan penelitian ini, bahwa penambahan glutamin segera setelah menetas (early feeding) sebanyak 1% dari pakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan usus, yaitu tinggi villi duodenum dan tinggi villi jejenum. Uni et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian kabohidrat (maltosa, sukrosa dan dekstrin) secara in ovo menurunkan bobot badan terhadap kontrol (yang tidak injeksi maupun yang diinjeksi NaCl) baik pada ayam umur tujuh hari maupun pada ayam umur 14 hari. Bhanja et al.

(2004) melaporkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata terhadap perkembangan saluran pencernaan dan bobot badan ayam yang diberi asam amino secara in ovo pada 14 hari inkubasi. Apabila terdapat perbedaan yang tidak nyata pada pertumbuhan usus halus ayam yang diberi in ovo mengakibatkan tingkat penyerapan dan efisiensi pakan akan relatif sama sehingga akan menghasilkan performa yang relatif sama pula (Uni et al. 2005).

Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Leukosit dan Diferensiasinya

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sebagian kecil limfosit) dan di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Fungsi dari sebagian besar leukosit adalah untuk ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan yang mengalami peradangan serius (Sturkie 1976).

Jumlah leukosit pada unggas jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah leukosit pada mamalia, yaitu berkisar antara 20 000- 30 000 per mm3. Jumlah total leukosit berfluktuasi pada setiap individu pada kondisi tertentu seperti stres, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Sturkie 1976). Diferensiasi leukosit dilakukan dengan menghitung dan membedakan sel darah per 100 sel, sehingga diferensiasi yang didapat menggambarkan jumlah sel dalam persentase total sel darah (Benjamin 1980). Berikut adalah tabel dari jumlah leukosit dan diferensiasinya pada umur 7, 21 dan 35 hari.

Tabel 5 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan leukosit dan diferensiasinya pada umur 7, 21 dan 35 hari

Limfosit Heterofil Monosit Eosinofil Basofil Umur (Hari) Perlakuan Leukosit (Ribu/ml) ...%... 7 P1 49.00 73.00 23.40 3.40a 0.00 0.2 P2 40.80 67.20 30.20 2.40a 0.00 0.0 P3 53.04 74.40 22.40 3.00a 0.20 0.0 P4 45.68 68.60 29.00 2.00a 0.40 0.0 21 P1 29.88 70.00 26.40 2.80a 0.60 0.0 P2 26.36 73.40 23.40 2.80a 0.20 0.0 P3 25.08 72.40 25.80 1.80a 0.00 0.0 P4 23.28 72.00 24.40 3.20a 0.20 0.2 35 P1 19.04 66.60 28.40 3.40a 1.00 0.4 P2 15.16 67.80 25.60 4.00a 1.80 0.8 P3 20.48 61.80 32.80 3.60a 1.20 0.6 P4 18.60 66.00 32.00 1.20b 0.40 0.4

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) P1 : Perlakuan dengan glutamin

P2 : Perlakuan dengan dekstrin

P3 : Perlakuan dengan kombinasi glutamin dan dekstrin P4 : Perlakuan dengan NaCl 0.5%

Pada Tabel 5 untuk semua perlakuan dapat dilihat bahwa pada hari ke-7 jumlah leukosit diatas normal, yang kemudian pada hari ke-21 mulai menurun dan menurun lagi pada hari ke-35. Jumlah leukosit pada umur tujuh hari untuk perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin meningkat sebanyak 16.11% dari

placebo. Pada hari ke-21 jumlah leukosit pada ayam dengan perlakuan glutamin meningkat 29.88% dari placebo dan pada hari ke 35 jumlah leukosit ayam dengan perlakuan dekstrin menurun sebanyak 18.49% dari placebo. Ayam dengan perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin memberikan respon yang lebih baik yaitu memproduksi leukosit yang lebih tinggi terhadap reaksi pemberian vaksin dan lingkungan. Hasil analisis statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan baik pada hari ke-7 maupun hari ke 21 dan 35.

Pada hari ke-7 jumlah leukosit diatas normal yaitu diatas 30 000 per mm3 dapat disebabkan karena reaksi vaksin, yaitu tantangan pertama terhadap antigen dan masih terdapatnya imunitas bawaan sehingga menyebabkan tingginya jumlah leukosit. Pada hari ke-21 leukosit mulai menurun, hal ini dapat disebabkan oleh telah tertantangnya tubuh terhadap vaksin dan lingkungan sehingga tubuh telah beradaptasi dengan baik. Begitu pula pada hari ke-35, leukosit terus menurun. Perkembangan jumlah leukosit pada tiga kali pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 7. 0 10 20 30 40 50 60 7 21 35 Umur (Hari) Tot a l Le uk os it ( x 1 0 0 0 /m m 3 ) P1 P2 P3 P4

Gambar 7 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan jumlah leukosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari Perbedaan yang tidak nyata pada jumlah leukosit ini didukung dengan hasil penelitian Bartell dan Batal (2007) yang melaporkan bahwa pemberian

glutamin pada 48 jam pertama setelah menetas (early feeding) dapat

meningkatkan pembentukan antibodi yaitu IgG dan IgA pada usus halus ayam umur 7 sampai 21 hari. Peningkatan antibodi ini berfungsi untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam mukosa usus, sehingga usus dapat mencerna makanan lebih baik dibandingkan dengan ayam kontrol tanpa suplementasi.

Tidak berpengaruhnya jumlah leukosit secara nyata diduga karena suplementasi glutamin mempengaruhi respon humoral yaitu produksi IgG dan IgA pada usus halus dan kerja timus sebagai penghasil antibodi. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Newsholme dan Calder 2002 yang melaporkan bahwa glutamin dapat mempengarungi respon humoral pada saluran pencernaan.

Pemberian karbohidrat secara in ovo dilaporkan dapat meningkatkan produksi IgG pada mukosa usus (Uni et al. 2003).Pembentukan antibodi ini hanya pada organ tertentu yang juga sangat membutuhkan keberadaan antibodi tersebut dalam jumlah banyak, oleh sebab itu tidak dapat mempengaruhi jumlah leukosit secara keseluruhan yang diproduksi dalam sumsum tulang belakang. Hal ini mendukung penelitian Bhanja (2004) yang melaporkan bahwa pemberian asam amino secara

in ovo tidak mempengaruhi respon imun seluler ayam.

Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Limfosit

Limfosit secara normal merupakan bagian terbesar dari leukosit yang terdapat dalam aliran darah. Fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi dan sebagai efektor yang khusus merespon antigen yang diikat oleh makrofag (Tizard 1987). Limfosit juga diketahui hadir pada saat pengenalan dan penghancuran dari berbagai tipe patogen. Leukosit agranulosit yang merupakan bagian terbesar dari total leukosit dalam darah unggas adalah limfosit yang terdiri dari limfosit B (10– 12% dari total limfosit) yang diproduksi oleh bursa fabrisius yang berperan penting dalam respon imun humoral dengan memproduksi antibodi. Limfosit T (70–75% dari total limfosit) yang diproduksi oleh timus yang menghasilkan limfokin, serta berperan penting dalam respon imun selular (Dellman 1989).

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah limfosit meningkat dari hari ke-7 ke hari-21, dan menurun pada hari ke-35. Hal ini disebabkan oleh terpaparnya antigen sekitar lima sampai 14 hari setelah masuknya antigen. Saat terpapar ini pembentukan antibodi dimulai dan tidak dapat terlepas dari pembentukan limfosit atau sangat tergantung dari adanya limfosit (Butcher & Miles 1995), hal inilah yang menyebabkan meningkatnya jumlah limfosit, dan ketika tubuh telah beradaptasi terhadap reaksi vaksin maka jumlah limfosit akan menurun kembali menurun. Berikut adalah gambar persentase limfosit pada hari ke-7, 21 dan 35.

0 25 50 75 100 7 21 35

Umur (Hari ke-)

J u ml a h Li mfos it (% ) P1 P2 P3 P4

Gambar 8 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase limfosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari

Limfosit pada ayam yang diberikan dekstrin secara in ovo memperlihatkan persentase yang meningkat 2.73% dibandingkan placebo pada hari ke-35. Begitu pula dengan ayam perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin yang meningkat yaitu 8.45% dari placebo pada hari ke-7. Hal ini dapat disebabkan karena dekstrin berfungsi meningkatkan pembentukan antibodi atau IgG pada permukaan usus yang berhubungan dengan peningkatan pembentukan sel-sel limfosit pada saluran pencernaan. Berbeda dengan fungsi glutamin yang dapat meningkatkan pembentukan antibodi oleh sel B maupun sel T yang berhubungan dengan fungsi bursa maupun timus (Newsholme & Calder 2002). Oleh sebab itu secara

numerical ayam dengan perlakuan glutamin mempunyai jumlah limfosit yang lebih tinggi dibandingkan ayam placebo.

Menurut hasil analisis statistik tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap jumlah limfosit ayam-ayam pada penelitian ini baik untuk hari ke-7, 21 maupun ke-35. Bartell dan Batal (2007) melaporkan bahwa dengan suplementasi glutamin sebanyak 1% dari pakan dan 4% dari pakan tidak dapat menghasilkan antibodi (IgG dan IgA) yang berbeda nyata pada usus halus tetapi meningkatkan jumlahnya terhadap kontrol. Hal ini mulai berbeda nyata ketika penambahan glutamin sebanyak 1% dari pakan diberikan baik melalui pakan maupun melalui air minum. Bhanja (2004) melaporkan bahwa pemberian asam amino secara in ovo akan menurunkan respon imun seluler ayam. Oleh sebab itu tidak berbeda nyatanya jumlah limfosit pada penelitian ini diduga dikarenakan

tidak terpakainya nutrien yang diberikan pada saat 18 hari inkubasi secara optimal oleh embrio atau tidak tepatnya dosis yang digunakan secara in ovo pada penelitian ini sehingga tidak dapat merangsang produksi limfosit secara optimal.

Persentase limfosit menurut Hodges (1977) pada ayam umur 7 hari sebesar 75%, pada ayam umur 21 hari sebesar 68.6% dan pada umur 35 hari sebesar 69%. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ayam yang diberi nutrien secara in ovo

tersebut memiliki ketahanan imun yang lebih rendah dibandingkan ayam normal yang dilihat dari reaksi pembentukan limfosit terhadap vaksin yang diberikan dalam penelitian. Pemberian nutrien secara in ovo pada penelitian ini diketahui belum mampu menggertak reaksi pembentukan limfosit secara nyata antar perlakuan.

Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Heterofil

Heterofil merupakan sel-sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus, yang dapat ditemukan pula dalam sirkulasi darah. Pada saat stress dan terjadi peradangan diketahui bahwa jumlah heterofil meningkat dengan cepat. Heterofil berasal dari sel-sel stem pada sumsum tulang belakang (Maxwell & Robertson 1998). Pada saat menetas, sebelum sumsum tulang belakang memproduksi sel-sel darah yang matang, sebagian heterofil dilepaskan dari limfa menuju sirkulasi darah. Berikut adalah gambar persentase heterofil pada hari ke-7, 21 dan 35.

0 5 10 15 20 25 30 35 7 21 35

Umur (Hari ke-)

ju m la h H e te ro fil ( % ) P1 P2 P3 P4

Gambar 9 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase heterofil ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari

Persentase heterofil pada kombinasi glutamin dan dekstrin hari ke-7 menurun 22.76% dari ayam placebo. Hari ke-21 persentase heterofil ayam glutamin meningkat 8.2% dari ayam placebo. Pada hari ke-35 persentase heterofil ayam kombinasi glutamin dan dekstrin meningkat 25% dari ayam placebo. Ayam dengan kombinasi glutamin dan dekatrin memperlihatkan angka persentasi heterofil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain dan placebo. Hal ini dapat terjadi karena terdapatnya infeksi didalam tubuh ayam, sehingga ayam tersebut menggunakan nutrien yang disuntikkan menjadi sumber energi utama untuk sel-sel imun. Vaksin komponennya adalah mikroorganisme yang akan merangsang heterofil bersama komponen leukosit lainnya untuk memusnahkan mikroorganisme, sehingga pada saat pasca vaksinasi persentase heterofil cenderung akan meningkat.

Hodges (1977) melaporkan bahwa jumlah persentase heterofil ayam umur tujuh hari adalah 24%, pada ayam umur 21 hari sebesar 26.7 % dan pada ayam umur 35 hari sebesar 26%. Ayam-ayam pada penelitian ini memiliki rataan persentase heterofil yang lebih tinggi dibandingkan ayam normal. Persentase heterofil pada ayam perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin turun 22.76% dari ayam placebo pada hari 7 dan meningkat 2.8% dari kontrol pada hari ke-35. Hal ini dapat terjadi karena pada ayam umur 7 hari, ayam perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin masih memiliki antibodi maternal yang tinggi sehingga nutrien yang diberikan secara in ovo belum digunakan sel-sel imun secara maksimal sehingga belum tergertak untuk membentuk heterofil lebih banyak. Namun, ketika umur 35 hari terlihat bahwa respon imun yang lebih baik yaitu meningkatnya pembentukan heterofil ketika ayam tertantang oleh keberadaan mikroorganisme baik yang berasal dari vaksin maupun yang berasal dari lingkungan.

Jumlah heterofil berbeda-beda sesuai dengan respon fisiologisnya yaitu terhadap cekaman stres dan inflamasi akut. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap jumlah heterofil. Hal ini terjadi karena dekstrin hanya berfungsi untuk menghasilkan imunoglobulin pada mukosa usus, sedangkan glutamin diketahui dapat meningkatkan produksi sel-sel T dan sel-sel B sehingga dapat meningkatkan

fagositosis terhadap sel-sel asing (Uni et al. 2003), kedua hal ini tidak berhubungan dalam meningkatkan pembentukan heterofil pada sumsum tulang belakang.

Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Monosit

Leukosit lain yang berkembang di dalam sumsum tulang adalah monosit. Monosit diketahui akan berdeferensiasi menjadi makrofag yang berfungsi dalam fagositosis mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Hal ini menyebabkan bahwa banyaknya jumlah monosit merupakan tanda dari banyaknya makrofag (Bagish 1996). Jumlah makrofag pada hewan yang kebal lebih banyak dibanding dengan hewan yang normal, dan makrofag inilah yang berfungsi melakukan fagositosis atau membunuh dan memakan bakteri atau sel-sel darah tua yang telah ditandai untuk dihancurkan oleh sel-sel B, sel-sel T atau komplemen. Sel ini berkembang dengan sangat cepat, kemudian pindah ke aliran darah dan dibawa ke bagian-bagian tubuh yang jauh (Malole 1988). Berikut adalah gambar pengaruh perlakuan terhadap persentase monosit.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 7 21 35

Umur (Hari Ke)

J um la h M onos it ( % ) P1 P2 P3 P4 a a b a

Gambar 10 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase monosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari

Pada Tabel 5 jumlah monosit pada hari ke-7 dan 21, secara analisis statistik dinyatakan tidak berbeda nyata, tetapi pada hari ke-35 jumlah persentase

monosit menjadi berbeda sangat nyata (P<0.01). Jumlah monosit yang tertinggi dimiliki oleh ayam dengan perlakuan destrin meningkat 20% dari ayam placebo

pada hari ke-7 dan meningkat 233.3% pada hari ke-35. Meskipun tidak terjadi penurunan yang drastis pada jumlah monosit dari hari ke 7, 21 dan 35 untuk semua perlakuan, tetapi pada hari ke 35 perlakuan dengan NaCl (P4) mengalami penurunan yang drastis terhadap persententase monosit.

Hal diatas dapat disebabkan oleh kurangnya reaksi imun pada ayam

placebo untuk pembentukan monosit ketika antigen menyerang yaitu ketika tubuh mulai maksimal merespon vaksin yang diberikan atau tantangan terhadap lingkungan, ketika monosit dibutuhkan dalam jumah banyak sebagai pertahanan imun. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya sel-sel imun yang terbentuk pada ayam setelah menetas, sehingga pada masa selanjutnya reaksi imun terutama pembentukan monosit untuk kebutuhan makrofag kurang bereaksi secara maksimal.

Bhanja et al. (2004) dan Uni et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian asam amino melalui metode in ovo tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan organ-organ imun dan respon imun selular karena hanya dapat meningkatkan

Dokumen terkait