• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Glutamin, Dekstrin Dan Kombinasinya Secara In Ovo Terhadap Respon Imun, Profil Darah Dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Glutamin, Dekstrin Dan Kombinasinya Secara In Ovo Terhadap Respon Imun, Profil Darah Dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN GLUTAMIN, DEKSTRIN DAN KOMBINASINYA

SECARA IN OVO TERHADAP RESPON IMUN, PROFIL

DARAH DAN KOMPOSISI KARKAS AYAM

BROILER JANTAN

INTAN MUSTIKA HERFIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasinya secara In Ovo terhadap Respon Imun, Profil Darah dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan, merupakan hasil karya saya sendiri atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Semua sumber data dan informasi atau pustaka yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan dengan jelas dan lengkap dan dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun atau untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Bogor, Desember 2007

Intan Mustika Herfiana

(3)

ABTRACT

INTAN MUSTIKA HERFIANA. The effect of Glutamine, Dextrin and Its Combination Through In Ovo Feeding on Immune Response, Blood Profiles and The Carcass Composition of Male Broiler Chicken. Under the supervisions of WIRANDA G. PILIANG, DEWI APRI ASTUTI and DESIANTO BUDI UTOMO.

In ovo feeding is a mechanism to feed embryos by injecting nutrient in the forms of liquid into the embryos amniotic fluid. This research was done to study the effect of dextrin, glutamine and its combination on immune response, blood profiles and the carcass composition of broiler chickens. The data were analyzed by a Completely Randomized Design followed by the Tukey Test. Two hundred DOC males were devided into four treatments and five replications, with 10 chicks in each replicate. The treatments used were the supplemention of glutamine liquid (P1), dextrin liquid (P2), the combination of glutamine and dextrin in liquid (P3), and NaCl 0.5% (P4) as placebo or control, that were given to the embryos at 18 days of the incubation period. The immune response were measured through the weight of thymus and bursal fabricius at the age of 14 days old and titer antibody. The first and second Newcastle Disease (ND) vaccines were applied at 5 and 21 days of age respectively. Before the vaccinations the titer antibody were measured at 4 and 20 days of age respectively. A week after the vaccinations the titer were measured at the age of 12 and 28 days. The vaccine against Infectious Bursal Disease (IBD) was applied at 13 days old. One day before and a week after the vaccination the titer antibody against IBD were measured.The blood profiles were measured through the amount of blood leucocytes and the percentage of heterophyl, lymphocyte, monocyte, eosinophil and basophil at the age of 7, 21 and 35 days old. The performances of broiler were measured through the quality of carcass ( the percentage of protein and lipid content in the dark and white meats) and the quantity of carcass at the age of 35 days old. The result showed that there was a highly significant difference (P< 0.01) on the monocytes percentage at 35 days old between the chickens given the treatments diet as compared to that of the chicken given the diet control. The ND titer at 4 days of age showed a highly significant difference (P< 0.01), where the chickens given glutamine in treatment gave the highest titer and the combination of glutamine and dextrin chickens gave the lowest titer. The lipid content of the dark meat at 35 days old also gave a highly significant difference (P< 0.01), where the chicken given dextrin in treatment gave the highest lipid content, and the placebo treatment gave the lowest lipid content. The thymus weight were significant different (P< 0.05), where the chickens given the combination of dextrin and glutamine treatment gave the highest score and the chickens of placebo treatment gave the lowest score. There were no significant difference on the total amount of leucocytes, the percentage of heterophyl, lymphocyte, eosinophil and basophil. The bursal weight, IBD titer, the protein content of the white and the dark meat and the lipid content of the white meat were not significantly different. It was concluded that in ovo feeding did not affect the immune response and the chicken performances.

(4)

RINGKASAN

INTAN MUSTIKA HERFIANA. Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasinya secara In Ovo Terhadap Respon Imun, profil darah dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan. Dibimbing oleh WIRANDA G. PILIANG, DEWI APRI ASTUTI dan DESIANTO BUDI UTOMO.

In ovo feeding merupakan metode menyuntikkan nutrien berupa cairan ke dalam cairan amnion embrio. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian dekstrin dan glutamin serta kombinasi dari keduanya secara in ovo

terhadap respon imun dan komposisi karkas ayam broiler. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan uji lanjut Tukey. Duaratus DOC jantan dibagi dalam empat perlakuan dan lima ulangan, sehingga tiap ulangan terdiri dari 10 ekor DOC. Empat perlakuan yang digunakan adalah Doc jantan yang menerima larutan glutamin (P1), larutan dekstrin (P2), larutan kombinasi dari glutamin dan dekstrin (P3) serta larutan NaCl 0.5% (P4) sebagai placebo atau kontrol, pada hari ke-18 inkubasi secara in ovo. Respon imun diukur melalui bobot relatif timus dan bursa pada umur 14 hari dan titer antibodi. Vaksin

Newcastle disease (ND) diberikan dua kali yaitu pada umur 5 dan 21 hari. Titer antibodi terhadap ND diukur pada satu hari sebelum vaksin (umur 4 dan 20 hari) dan seminggu setelah vaksin (umur 12 dan 28 hari). Vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) diberikan pada umur 13 hari. Titer antibodi terhadap vaksin IBD diukur sehari sebelum vaksin (umur 12 hari) dan seminggu setelah vaksin (umur 20 hari). Profil darah diukur melalui jumlah leukosit darah dan persentase heterofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil pada umur 7, 21 dan 35 hari. Komposisi karkas diukur melalui kandungan protein dan lemak daging ayam bagian dada dan paha dan kuantitas karkas pada umur 35 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan sangat nyata (P<0.01) terhadap persentase monosit ayam umur 35 hari, antara ayam placebo dengan ayam perlakuan. Perbedaan sangat nyata (P<0.01) terjadi pada titer ND ayam umur 4 hari, antara ayam perlakuan glutamin dengan ayam perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin. Kadar lemak paha diketahui berbeda sangat nyata (P<0.01), antara ayam perlakuan dekstrin dengan ayam perlakuan NaCl 0.5% atau placebo. Perbedaan nyata (P<0.05) juga ditemukan pada bobot timus pada ayam dengan perlakuan kombinasi glutamin dan dekstrin yang memperoleh bobot tertinggi, dan ayam dengan perlakuan placebo yang memperoleh bobot terendah. Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata terhadap bobot relatif bursa, titer IBD, jumlah total leukosit, persentase heterofil, limfosit, eosinofil serta basofil, kadar protein daging dada dan paha serta kadar lemak daging dada. Disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa in ovo feeding tidak mempengaruhi respon imun dan performa ayam broiler.

(5)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

PEMBERIAN GLUTAMIN, DEKSTRIN DAN KOMBINASINYA SECARA IN OVO TERHADAP RESPON IMUN, PROFIL DARAH DAN KOMPOSISI

KARKAS AYAM BROILER JANTAN

INTAN MUSTIKA HERFIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasinya secara In Ovo terhadap Respon Imun, Profil Darah dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan

Nama : Intan Mustika Herfiana

NIM : D051050011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Wiranda G. Piliang, Ph.D., M.Sc Ketua

Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. drh. Desianto Budi Utomo, Ph.D., M.Sc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi Dekan Sekolah Pascasarjana dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasinya secara In Ovo terhadap Respon Imun, Profil Darah dan Komposisi Karkas Ayam Broiler Jantan” dapat berjalan dengan lancar dan dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Ilmu Ternak, Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Prof. Ir. Wiranda G. Piliang, Ph.D., M.Sc, Ibu Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS, dan Bapak drh. Desianto Budi Utomo, Ph.D, selaku komisi pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran dan kesabaran serta ilmu yang diberikan selama proses penyusunan tesis ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. drh. Hera Maheswari M.Sc, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, saran dan ilmu kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. M. Ridla M.Sc selaku ketua program studi ilmu ternak, Bapak Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc, dan staf lainnya yang telah membantu penulis selama mengikuti program magister.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Pak Bagus, Mas Ipep, Mas Andi, Mbak Ina dan Mbak Erma serta seluruh karyawan Peternakan Charoen Pokphand, Cikupa, Tanggerang, atas bantuan, dukungan dan saran selama penulis menjalani penelitian. Rasa terimakasih juga penulis ucapkan kepada Mas Supri, Bang Anto, Bang Syarif, Risma, Bang Yajis, Pak Aris, Fera dan seluruh teman-teman Pascasarjana ilmu ternak dan pihak-pihak yang tidak tersebutkan namanya satu-persatu, yang telah sangat membantu dan memberikan saran dan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terimaksih kepada para sahabat tercinta, Lely, Diah, Yie dan Mas Jop yang telah sangat membantu dan mendukung penulis setiap saat, serta kasih sayang yang tiada habisnya. Oleh karena itu penulis selalu punya kekuatan baru untuk meyelesaikan tesis ini.

Terakhir, penulis mengucapkan terimakasih kepada Papah Fill, Mamih Rina, Mbak Udith, Mbak Delly, Mas Anton, Ayu dan Iogh atas cinta, perhatian, dukungan, pengertian dan kepercayaan yang diberikan, sehingga penulis tidak pernah kehilangan semangat dan kepercayaan diri untuk menyelesaikan studi dan penyusunan tesis ini. Penulis persembahkan tesis ini atas nama cinta kepada Keluarga tersayang.

Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Desember 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Desember 1981, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari Ir. Moch. Fillhasny Junus dan Dr. Herla Rusmarilin, Ir., MS.

Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kaliasin III Surabaya. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Hangtuah I Surabaya pada tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Padjadjaran, Fakultas Peternakan, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak melalui jalur UMPTN. Penulis lulus dari perguruan tinggi tersebut pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana, program Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan minat studi ilmu nutrisi.

(11)

DAFTAR ISI

Perumusan Masalah Penelitian ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesa Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Pengaruh In Ovo Feeding dan Early Feeding Terhadap Performa Ayam ... 7

Dextrin dan Glutamin... 13

Respon Imun ... 16

Newcastle Disease (ND)... 20

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro... 21

Komposisi Karkas Ayam Broiler... 23

MATERI DAN METODA... 26

Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

(12)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN... 39 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Performa Sampai Umur 35 hari ... 39 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya

Terhadap Leukosit dan Diferensiasinya... 44 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi

Keduanya Terhadap Limfosit... 47 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi

Keduanya Terhadap Heterofil ... 49 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi

Keduanya Terhadap Monosit ... 51 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi

Keduanya Terhadap Eosinofil... 52 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi

Keduanya Terhadap Basofil... 54 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Rasio Heterofil/Limfosit ... 55 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Berat Relatif Bursa dan Timus... 57 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Titer ND dan IBD ... 64 Pengaruh Pemberian Glutamin, Dekstrin dan Kombinasi Keduanya Terhadap Kuantitas dan Kualitas Karkas... 68

KESIMPULAN DAN SARAN... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sejarah Perkembangan Penelitian In Ovo Feeding...11

2. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian...27

3. Tahap pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian...33

4. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan konsumsi pakan, bobot badan dan FCR pada minggu ke- I-V...39

5. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan Leukosit dan diferensiasinya pada umur 7, 21 dan 35 hari ...45

6. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rasio Heterofil/Limfosit ayam Umur 7, 21 dan 35 hari...56

7. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan bobot relatif bursa dan timus umur 14 hari ...58

8. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan jumlah titer darah sebelum dan sesudah vaksin ND (Log 2n HAU) dan IBD (EU) pada ayam yang diberi in ovo feeding sesuai dengan perlakuan...65

9. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase karkas, dada dan paha ayam ...69

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran...4

2. Sistem Imun ...16

3. Alur penelitian yang dilakukan selama masa penelitian ...30

4. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan bobot badan pada minggu I-V ...40

5. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan konsumsi pakan pada minggu I-V...41

6. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan FCR pada minggu I-V ...42

7. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan jumlah leukosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari...46

8. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase limfosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari ...48

9. Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase heterofil ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari ...49

10.Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase monosit ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari...51

11.Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase eosinofil ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari...53

12.Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan persentase basofil ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari...54

13.Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan rasio H/L ayam pada umur 7, 21 dan 35 hari ...57

14.Bursa fabrisius ayam perlakuan glutamin (P1) ...59

15.Bursa fabrisius ayam perlakuan dekstrin (P2) ...60

(15)

Halaman

17.Bursa fabrisius ayam perlakuan NaCl 0.5% (P4)...61

18.Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap rataan titer IBD umur 12 dan 20 hari ...67

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis statistik bobot badan ayam umur I dan II minggu ...79

2. Hasil analisis statistik bobot badan ayam umur III dan IV minggu...80

3. Hasil analisis statistik bobot badan ayam umur V minggu ...81

4. Hasil analisis statistik konsumsi pakan ayam minggu ke-I dan II ...82

5. Hasil analisis statistik konsumsi pakan ayam minggu ke-III dan IV ...83

6. Hasil analisis statistik konsumsi pakan ayam minggu ke-V ...84

7. Hasil analisis statistik Feed Conversion Ratio (FCR) minggu ke-I dan II....85

8. Hasil analisis statistik FCR minggu ke-III dan IV ...86

9. Hasil analisis statistik FCR minggu ke-V ...87

10.Hasil analisis statistik persentase bobot karkas...88

11.Hasil analisis statistik persentase bobot dada dan paha ...89

12.Hasil analisis statistik leukosit umur 7 dan 21 hari...90

13.Hasil analisis statistik leukosit umur 35 hari...91

14.Hasil analisis statistik persentase heterofil umur 7 dan 21 hari ...92

15.Hasil analisis statistik persentase heterofil umur 35 hari ...93

16.Hasil analisis statistik persentase limfosit umur 7 dan 21 hari ...94

17.Hasil analisis statistik persentase limfosit umur 35 hari ...95

18.Hasil analisis statistik persentase monosit umur 7 dan 21 hari...96

19.Hasil analisis statistik persentase monosit umur 35 hari...97

20.Hasil analisis statistik persentase eosinofil umur 7 dan 21 hari...98

(17)

Halaman

22.Hasil analisis statistik persentase basofil umur 7 dan 21 hari...100

23.Hasil analisis statistik persentase basofil umur 35 hari...101

24.Hasil analisis statistik bobot relatif bursa...102

25.Hasil analisis statistik bobot relatif timus ...103

26.Hasil analisis statistik titer ND umur 4 hari ...104

27.Hasil analisis statistik titer ND umur 12 dan 20 hari ...105

28.Hasil analisis statistik titer ND umur 28 hari ...106

29.Hasil analisis statistik titer IBD umur 12 dan 20 hari ...107

30.Hasil analisis statistik kadar protein daging bagian dada dan paha ...108

31.Hasil analisis kadar lemak daging bagian dada dan paha ...109

32.Hasil uju Tukey kadar lemak daging bagian paha ...110

33.Data temperatur lingkungan pada hari ke-1 sampai hari ke-35 ...111

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Metode menyuntikkan nutrien berupa cairan ke dalam amnion embrio (in ovo feeding), menyebabkan embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum menetas (Uni et al. 2003). Pemberian suplemen berupa nutrien pada masa kritis pertumbuhan embrio dengan cara teknologi in ovo feeding dapat meningkatkan kualitas nutrisi embrio, yaitu diharapkan dapat memberikan keuntungan di lapangan antara lain: a) peningkatan efisiensi penggunaan pakan, b) meniadakan pertumbuhan tulang yang menyimpang, c) meningkatkan pertumbuhan otot terutama otot dada dan d) peningkatan respon imun terhadap antigen pencernaan serta e) menurunkan mortalitas dan

morbiditas pasca penetasan, sehingga dapat menekan biaya produksi per kilogram ayam pedaging (Tako et al. 2004).

Kemampuan in ovo feeding dalam menggertak respon imun baik secara humoral maupun selular membuka peluang pemanfaatan teknologi ini secara komersial untuk unggas. In ovo feeding ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian yang banyak terjadi pada saat pengiriman DOC ke peternakan-peternakan komersial serta dapat meningkatkan tanggap kebal ayam tersebut selama masa pemeliharaan sampai panen, sehingga dapat menghasilkan ayam dengan berat panen yang lebih tinggi (Uni et al. 2005).

Terdapat banyak nutrien yang dapat digunakan dalam teknologi in ovo feeding. Dekstrin dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding untuk sumber glukosa yang sangat penting bagi masa pertumbuhan periode penetasan (Moran 1985). Glutamin digunakan sebagai bahan in ovo feeding karena digunakan sebagai bahan bakar utama untuk perkembangan sel-sel secara cepat seperti pada enterosit saluran pencernaan dan limfosit aktif (Newsholme & Calder 2002).

(19)

pedaging, sehingga penting untuk dilakukan program vaksinasi selama masa pemeliharaan. In ovo feeding diketahui dapat meningkatkan respon imun ayam. Pengujian respon imun pada penelitian ini dilakukan dalam berbagai macam cara. Salah satunya adalah pengukuran titer antibodi terhadap vaksin ND dan IBD yang diberikan, sehingga diharapkan dengan metode in ovo feeding ini dapat meminimalkan terjadinya penyebaran kedua penyakit ini pada saat pemeliharaan.

Respon imun dibagi menjadi dua, yaitu respon imun spesifik dan non spesifik. Respon imun non spesifik merupakan respon langsung dalam menghadapi serangan berbagai organisme terhadap antigen. Salah satu dari respon imun non spesifik adalah reaksi biokimia tubuh, heterofil dan makrofag. Respon imun spesifik adalah respon yang membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan responnya, dibagi menjadi respon imun humoral dan seluler. Respon imun humoral adalah sel-sel B yang menghasilkan antibodi, sedangkan respon imun seluler adalah sel-sel T yang berdiferensiasi didalam timus diantaranya adalah sel-sel T radang, heterofil, eosinofil, monosit dan basofil (Tizard 1987).

Meningkatnya respon imun pada ayam yang diberi in ovo feeding

diketahui juga dapat meningkatkan performa ayam sehingga dapat meningkatkan produksi ayam pada saat panen. Peningkatan produksi ayam tidak hanya dilihat dari kuantitasnya saja, tetapi kualitas karkas dari daging ayam tersebut juga dapat mempengaruhi nutrien manusia (Rogers et al. 2001). Dua komponen yang mendominasi metode analisis kimia daging adalah protein dan lemak. Protein dan lemak merupakan komponen yang sangat penting dalam nutrien manusia sehingga sangat berpengaruh terhadap bahan pangan manusia yang diantaranya adalah daging ayam. Komposisi kimiawi daging dipengaruhi oleh bangsa, pakan, umur, dan penggemukan serta komposisi karkas, diantaranya adalah pembentukan otot-otot tubuh, diantaranya white meat (daging dada) dan dark meat (daging Paha) (Lawrie 1979).

(20)

meningkatkan produksi pada saat panen yang dilihat melalui kuantitas karkas dan kadar protein dan lemak pada daging dada dan paha. Selain itu juga dapat dilihat nutrien yang terbaik untuk digunakan dalam in ovo feeding, dengan melihat respon imun ayam yaitu jumlah leukosit dan deferensiasinya, berat organ timus dan bursa, titer antibodi terhadap vaksin ND dan IBD.

(21)

18 Hari Inkubasi :

- Seleksi telur-telur fertil (Candling)

- Injeksi larutan Nutrien Ke Cairan amnion

Umur 1 hari : Bobot Badan Doc (Day Old Chick)

Yang Digunakan

4 hari : Titer Antibodi Terhadap Vaksin Newcastle Disease (ND)

Umur 5 hari : Vaksin ND Pertama

Umur 7 hari :

- Total Leukosit dan Diferensiasinya - Bobot Badan

- Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio

Umur 12 hari :

- Titer Antibodi terhadap Vaksin ND - Titer Antibodi terhadap Vaksin Infectious

Bursal Disease (IBD)

Umur 14 hari : - Bobot Badan - Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio - Bobot Bursa dan Timus

Umur 20 hari :

- Titer Antibodi terhadap Vaksin ND - Titer Antibodi terhadap Vaksin IBD

Umur 21 hari :

- Total Leukosit dan Diferensiasinya - Bobot Badan

- Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio - Vaksin ND Kedua Umur 28 hari :

- Bobot Badan - Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio

Umur 35 hari :

- Total Leukosit dan Diferensiasinya - Bobot Badan

- Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio - Persentase Karkas - Persentase Dada - Persentase Paha

Umur 13 hari : Vaksin IBD Inkubasi selama 18 hari Telur tetas Ross 308

(22)

Perumusan Masalah Penelitian

Beberapa permasalahan yang timbul berdasarkan penelitian terdahulu dan yang timbul di lapangan, diantaranya adalah rentang waktu yang cukup lama yang dilalui anak ayam sebelum mendapat pakan pertama, dan penyebaran penyakit yang cepat sehingga banyak menimbulkan kematian dan menurunkan produksi. Berdasarkan permasalahan diatas, in ovo feeding diharapkan menjadi metode baru yang dapat mengurangi dampak dari rentang waktu yang cukup lama sebelum mendapatkan pakan pertama, sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak ayam tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dekstrin dan glutamin serta kombinasi keduanya secara in ovo terhadap:

1. Profil darah yang diukur melalui jumlah leukosit darah dan diferensiasinya.

2. Respon imun, yang diukur melalui :

a. Berat timus. b. Berat bursa.

c. Titer antibodi yang diukur pada saat sebelum dan sesudah vaksin

Newcastle disease (ND).

d. Titer antibodi yang diukur pada saat sebelum dan sesudah vaksin

Infectious Bursal Disease (IBD).

3. Kuantitas dan kualitas karkas ayam broiler jantan.

Hipotesa

Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat diambil hipotesa :

(23)

H1 : Pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi mempengaruhi jumlah leukosit dan diferensiasinya, bobot timus dan bursa, titer terhadap ND dan IBD, serta kuantitas dan kualitas ayam broiler jantan.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya secara

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh In Ovo dan Early Feeding Terhadap Performa Ayam

Beberapa hari sebelum dan sesudah penetasan merupakan periode kritis

untuk pertumbuhan dan ketahanan pada ayam broiler (pedaging) komersial. Anak

ayam yang baru menetas harus dapat beradaptasi terhadap perubahan metabolisme

nutrisi dari penggunaan yolk sebagai sumber nutrisi pada saat embrio, berubah

menjadi pakan komplit kaya nutrisi setelah penetasan. Pankreas dan enzim-enzim

pencernaan pada brush border harus sudah tersedia atau sudah tumbuh secara

maksimal untuk digunakan dalam proses pencernaan sehingga nutrisi pada pakan

tersebut dapat diserap di seluruh tubuh. Enzim pankreas terbentuk pada

masa-masa terakhir embrio sebelum menetas (Marchaim & Kulka 1967).

Pada penelitian yang telah dilakukan Noy dan Sklan (2001), dilaporkan

bahwa adanya makanan dalam saluran pencernaan anak ayam yang baru menetas

akan merangsang sekresi yolk ke dalam usus halus dan merangsang bahan-bahan

hidrofilik. Masa inkubasi yang lebih lama dari 21 hari pada proses penetasan

menyebababkan rendahnya status glikogen pada anak ayam. Pada masa ini banyak

embrio yang menggunakan glikogen sebagai energi untuk penetasan. Oleh sebab

itu, anak ayam itu harus membentuk glikogen melalui proses gluconeogenesis dari

protein tubuh untuk mendukung termogulasi post-hatch dan daya tahan tubuh. Hal

ini berlangsung sampai anak ayam tersebut dapat asupan makanan dan

memanfaatkan nutrien dari makanan tersebut. Setelah ayam menetas, terjadi

perubahan penggunaan pemanfaatan energi dari tubuh menjadi pemanfaatan

energi melalui makanan yang tercerna pada saluran pencernaan.

Intestine merupakan organ utama penyuplai nutrisi untuk tubuh. Semakin

cepat saluran pencernaan pada anak ayam dapat berfungsi dengan baik maka

semakin cepat pula anak ayam tersebut dapat mencerna dan menggunakan nutrisi

yang terdapat dalam makanan. Nutrisi tersebut dapat digunakan untuk tumbuh dan

berkembang sesuai dengan potensi genetik dari anak ayam (Uni & Ferket 2004).

Cadangan glikogen mulai disimpan kembali pada saat anak ayam yang

(25)

yang tersimpan dalam yolk sac secara maksimal (Rosebrough et al. 1978b).

Kurangnya jumlah glikogen dan albumin akan memaksa embrio untuk

menggunakan protein otot dalam jumlah besar. Hal ini akan menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan embrio pada periode akhir inkubasi dan anak ayam

yang baru menetas (Uni et al. 2005).

Pertumbuhan saluran pencernaan dimulai selama inkubasi (Romanoff

1960), tetapi baru mulai berfungsi pada saat cairan amnion dikonsumsi secara oral

yaitu pada hari ke 16-17 masa inkubasi. Berat intestine (bagian dari berat embrio)

meningkat dari sekitar 1% pada 17 hari masa inkubasi menjadi 3.5% pada saat

menetas (Uni et al. 2003).

Anak ayam umur sehari yang mencerna makanan menunjukkan

peningkatan aktivitas total trypsin, amylase, dan lipase yang berkorelasi dengan

berat intestine dan berat badan (Noy & Sklan 2000). Broiler umur sehari yang

mendapatkan early feeding memiliki tingkat pertumbuhan saluran cerna yang

lebih tinggi termasuk luas permukaan villi yang lebih luas dan meningkatnya

jumlah sel villi usus (Gonzales et al. 2003).

Menyuntikkan nutrien ke dalam cairan amnion embrio menyebabkan

embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum

menetas. Penambahan nutrien pada masa pertumbuhan kritis dengan teknologi in

ovo dapat meningkatkan status nutrisi pada saat penetasan, sehingga dapat

mendatangkan beberapa keuntungan. Keuntungan yang dimadsud yaitu efisiensi

yang tinggi dalam pemanfaatan nutrisi makanan, menurunkan kematian pada

periode post hatch, serta meningkatkan respon imun pada saluran pencernaan dan

meningkatkan pertumbuhan otot terutama otot daging pada bagian dada (Uni et al.

2003).

Berbagai macam nutrien dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding.

Karbohidrat dapat digunakan untuk sumber glukosa, dimana sangat penting bagi

masa pertumbuhan periode penetasan (Moran 1985). Begitu pula dengan glutamin

yang dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu yang paling penting adalah

menurunkan kematian periode post hatch. Glutamin juga diketahui dapat

meningkatkan pertumbuhan saluran pencernaan sehingga menghasilkan efesiensi

(26)

Pertumbuhan adalah perubahan dalam unit terkecil sel yang mengalami

pertambahan jumlah (hyperplasi) dan dengan pertumbuhan ukuran (hypertropi).

Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan dinyatakan dengan pengukuran

pertambahan berat badan. Peningkatan berat badan dapat diketahui dengan cara

menimbang secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan

biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya

perlahan-lahan lagi atau berhenti sama sekali (Anggorodi 1990).

Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa terjadi peningkatan berat

badan sebanyak 5 gram pada anak ayam yang mengkonsumsi pakan 48 jam

setelah penetasan. Pada masa ini ukuran yolk menurun sekitar 60% untuk diubah

menjadi 1 gram lemak dan protein agar dapat dimanfaatkan oleh anak ayam

tersebut. Sebaliknya anak ayam yang tidak mengkonsumsi pakan segera setelah

penetasan (48 jam setelah penetasan) akan mengalami penurunan berat badan

sebanyak 3.5 gram. Pada periode ini yolk akan menurun lebih sedikit

dibandingkan dengan anak ayam sebelumnya sehingga dapat dikatakan bahwa

anak ayam tersebut lebih sedikit memanfaatkan lemak dan protein dari yolk

tersebut (Noy & Sklan 1999).

Baik buruknya pemeliharan ayam pada periode awal, sangat

mempengaruhi pertumbuhan pada periode selanjutnya. Pada 7 hari pertama pasca

penetasan, ayam mengalami perkembangan saluran pencernaan yang lebih cepat

dari pada organ-organ lain seperti tulang dada, otot kaki, dan bulu. Pada fase ini

ayam mempersiapkan kerangka tubuh untuk pertumbuhan selanjutnya. Pada fase

ini penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi performa ayam

selanjutnya (Scott 2001).

Uni dan Ferket (2004) melaporkan bahwa pemberian karbohidrat yaitu

maltosa, sukrosa dan dekstrin secara in ovo feeding pada cairan amnion embrio

broiler dapat meningkatkan jumlah cadangan glikogen pada hati embrio dan pada

anak ayam yang baru menetas. Pada mukosa usus halus embrio ayam memiliki

kemampuan mencerna dan menyerap nutrisi yang terbatas pada waktu menjelang

menetas (Uni et al. 2003b). Kemampuan untuk absorbsi ini meningkat saat

(27)

makan sedini mungkin pada anak ayam setelah menetas akan menstimulasi

perkembangan saluran pencernaan sehingga dapat mempercepat morfologi

pertumbuhan usus halus. Hal ini dapat menghasilkan berat badan yang lebih tinggi

sehingga dapat memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencapai berat

panen (Uni et al. 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Tako et al. (2004) yang berjudul “Effects

of In Ovo Feeding of Carbohydrates and β-Hydroxy-β-Methylbutyrate on The

Development of Chicken Intestine” memberikan hasil yang baik. Penelitian ini

menyuntikkan cairan karbohidrat (CHO) dan β-Hydroxy-β-Methybutyrate (HMB)

pada cairan amnion embryo ayam umur 17.5 hari. In ovo feeding dapat

meningkatkan pertumbuhan saluran pencernaan embrio dengan meningkatkan

ukuran villi dan meningkatkan kapasitas cerna disakarida usus (meningkatkan

aktivitas enzim pada brush border). Hal ini menyebabkan DOC yang menerima in

ovo feeding memiliki berat badan yang lebih berat sehingga menghasilkan

performa yang lebih baik (Tako et al. 2004).

Penelitian tentang in ovo feeding sudah banyak dilakukan, tetapi

penelitian-penelitian yang khusus menyangkut fungsinya sebagai penstimulir

kekebalan pada unggas dan pengaruhnya terhadap kualitas karkas masih belum

banyak diteliti. Berikut adalah beberapa penelitian in ovo feeding yang pernah

(28)

Tabel 1 Sejarah perkembangan penelitian inovo feeding

Tahun Peneliti Judul dan Hasil

1999 Ohta et al. Effect of Amino Acid Injection in Broiler Breeder Eggs on Embryonic Growth and Hatchability of Chicks. Lokasi injeksi: yolk. Umur : 7 hari inkubasi. Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo mungkin merupakan suatu metode yang efektif untuk meningkatkan berat anak ayam saat menetas.

2001 Ohta et al. Optimum Site for In ovo Amino Acid Injection in Broiler Breeder Eggs.

Hasil : lokasi optimal penginjeksian cairan asam amino adalah kuning telur dan extra-embyonic coelom.

2001 Ohta et al. Embryo Growth and Amino Acid Concentration Profiles of Broiler Breeder Eggs, Embryos, and Chicks After In Ovo Administration of Amino Acids.

Lokasi injeksi: yolk. Umur: 7 hari inkubasi.

Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo dapat meningkatkan konsentrasi asam amino embryo ayam.

2003 Z. Uni dan R. P. Ferket

Enhancement of Development of Oviparous Species by In Ovo Feeding. US Patent No. 6,592,878.

2003 Z. Uni dan R. P. Ferket

Methods For Early Nutrition and Their Potential.

Lokasi injeksi: Cairan amnion embryo ayam.Umur: 18 hari inkubasi. Nutrien: karbohidrat.

Hasil: Pemberian karbohidrat secara in ovo

meningkatkan berat DOC, berat ayam hingga umur 35 hari, meningkatkan tinggi villi dan level glycogen hati. Pemberian karbohidrat + protein secara in ovo

meningkatkan berat DOC, berat ayam hingga 14 hari dan berat otot DOC.

2004 E. Tako, R. P. Ferket dan Z. Uni

Effects of In Ovo Feeding of Carbohydrate and β

-Hydroxy-β-Methylbutyrate on The Development of

Chicken Intestine. Lokasi injeksi: cairan amnion

embryo.Umur injeksi : 17,5 hari.

(29)

Tahun Peneliti Judul dan Hasil

2005 Z. Uni, E. Tako, R. P. Ferket, dan O. Kedar

In Ovo Feeding Improves Energy Status of Late –

Term Chicken Embryos. Lokasi injeksi: cairan

amnion embryo. Umur: 17,5 hari.

Nutrient: karbohidrat + HMB.

Hasil: Pemberian karbohidrat + HMB secara in ovo

meningkatkan berat DOC, level glycogen hati dan ukuran otot dada.

2005 Ondulla T. Foye-Jackson

The Biochemical and Molecular Effects of Amnionic Nutrient Administration, “in ovo feeding” on Intestinal Development and Function and Carbohydrate Metabolism in Turkey Embryos and Poults. Coauthored by P. R. Ferket (advisor) and Z. Uni. Salah satu dari pemenang PSA Awards 2005.

2005 Z. Uni, R. P. Ferket, O.T Foye

The effects Of Amniotic Nutrient Administration “ In

Ovo Feeding” Arginine And/Or β-Hydroxy-β

-Methylbutyrate (HMB) On Insulin Like Growth Factors, Energy Metabolism & Growth In Turkey Poults.

Hasil : HMB dapat meningkatkan berat badan DOC sampai 14 hari.

HMB + Arg dapat meningkatkan plasma IGF-I dan IGF-II.

HMB, Arg dan HMB + Arg dapat meningkatkan Glukosa 6 phosphat.

HMB dan Arg dapat meningkatkan glikogen hati.

2006 A. Smirnov, E. Tako, R. P. Ferket dan Z. Uni

Mucin Gene Expression and Mucin Content in The Chicken Intestinal Goblet Cells Are Affected by In Ovo Feeding of Carbohydrates. Lokasi injeksi: cairan amnion embryo. Umur: 17,5 hari inkubasi. Nutrient: Karbohidrat.

Hasil: Pemberian karbohidrat secara in ovo memiliki efek thropic terhadap usus kecil , meningkatkan

mucin mRNA expression dan meningkatkan

perkembangan sel goblet usus.

2006 O. T. Foye, Z. Uni dan R. P. Ferket

Effect of In Ovo Feeding Egg White Protein, β

-Hydroxy-β-Methylbutyrate, and Carbohydrates on

(30)

Dekstrin dan Glutamin

Banyak nutrien yang dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding.

Karbohidrat dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding untuk sumber glukosa

yang sangat penting bagi masa pertumbuhan periode penetasan (Moran 1985).

Karbohidrat adalah komponen penting sebagai larutan in ovo feeding

karena berperan penting dalam perkembangan embrio stadium akhir, untuk keluar

dari cangkang telur ketika level karbohidrat yang terdapat dalam telur sebelum

menetas sangatlah sedikit (Christensen et al. 1993). Karbohidrat yang digunakan

umumnya mengandung glukosa, maltosa, sukrosa dan dekstrin serta digunakan

juga NaCl untuk aksi transport pada brush border (Gal Gerber et al. 2000).

Dekstrin merupakan grup karbohidrat yang mempunyai berat molekul

yang rendah dan lebih kompleks sebagai hasil dari hidrolisis pati. Dekstrin

mempunyai rumus bangun yang sama dengan karbohidrat, tetapi dengan panjang

rantai yang lebih pendek. Dekstrin merupakan zat yang larut dalam air dan

alkohol. Dekstrin yang dihasilkan dari pati jagung disebut dengan maltodekstrin.

Oligosakarida diatas ini memiliki rasa yang manis dimana biasanya digunakan

sebagai food additive. Dekstrin diketahui mudah dicerna dan diabsorbsi sebagai

glukosa (Groff et al. 2000).

Dekstrin yang digunakan untuk industri biasanya terbuat dari pati gandum,

tetapi di negara Amerika dan Eropa sudah beralih menggunakan dekstrin dari

jagung. Hal ini dilakukan karena dekstrin dari jagung ini mempunyai harga yang

lebih terjangkau dan mempunyai fungsi sebagai sumber karbohidrat yang mudah

diserap sebagai glukosa (Groff et al. 2000).

Glukoneogenesis merupakan proses menghasilkan glukosa yang berasal

dari sumber non-karbohidrat. Konversi alanin, glisin, serine, aspartat, dan

glutamat ke piruvat, oksaloasetat, terutama terdapat pada hati dan diketahui

menjadi lebih aktif selama proses embriogenesis dan ketika telah menetas

terutama pada saat tubuh kekurangan makanan (Sturkie 1976).

Glutamin merupakan asam amino alifatik bersifat polar tidak bermuatan,

merupakan amida dari asam glutamate, bersifat mudah larut dalam air karena

mempunyai gugus ekstra-NH2 yang bersifat polar. Glutamin diketahui menjadi

(31)

mempunyai dua grup ammonia, satu dari prekursornya yaitu glutamat dan yang

lainnya berasal dari ammonia bebas pada aliran darah (Antonio et al. 1999).

Glutamin merupakan asam amino non essensial dimana dapat berubah fungsi

menjadi essensial pada kasus-kasus peradangan tertentu (Newsholme 2001).

Glutamin merupakan asam amino bebas yang keberadaannya paling

banyak pada pembuluh darah. Glutamin menyumbang sekitar 50% dari pool α

-asam amino bebas didalam tubuh dan secara kuantitas merupakan -asam amino

paling penting yang terlibat dalam organ dalam transpor nitrogen. Sebenarnya

glutamin merupakan asam amino non-essensial, karena dapat disintesis pada

sel-sel dan jaringan-jaringan tubuh (Lund & Williamson 1985).

Meskipun banyak jaringan yang dapat mensintesa glutamin, tetapi hanya

jaringan tertentu saja yang dapat melepaskan glutamin ke pembuluh darah dalam

jumlah yang signifikan. Jaringan-jaringan ini diantaranya adalah paru-paru, otak,

otot-otot kerengka dan jaringan adiposa. Karena jumlahnya yang sangat banyak,

otot-otot kerangka diketahui sebagai organ yang paling penting dalam hal

memproduksi glutamin di dalam tubuh. Pada otot-otot kerangka glutamin terdapat

sekitar 60% dari total pool asam amino bebas. Organ-organ yang menggunakan

glutamin diantaranya adalah ginjal, hati, usus halus dan sel-sel dari sistem imun

(Newsholme & Calder 2002).

Pada penelitian Bartell dan Batal (2007) diketahui bahwa pemberian

glutamin sebesar 1% dapat meningkatkan penggunaan dan absorbsi nutrien karena

dapat meningkatkan tinggi villi sehingga mempunyai area yang lebih banyak

dalam pengguanaan nutrien. Ketika diberikan glutamin sebanyak 4% terjadi

penurunan performa yaitu menurunnya konsumsi pakan dan bobot badan, yang

diketahui sebagai indikasi dari efek toksik dari dosis glutamin yang diberikan

tersebut.

Glutamin mempunyai aturan metabolik yang berbeda-beda pada tiap-tiap

organ yang menggunakannya. Pada hati, kerangka karbon glutamin merupakan

prekursor untuk sintesis glukosa, sedangkan glutamin itu sendiri dapat digunakan

untuk sintesis asam-asam amino dan protein-protein yang lainnya, dengan

(32)

dapat digunakan sebagai prekursor untuk bagian glutamat dari glutathione,

dimana secara utama disintesis pada hati (Newsholme & Calder 2002) .

Glutamin berpartisipasi pada keseimbangan asam basa di ginjal,

mendonorkan nitrogen-nitrogen amida dan amino untuk bergabung dengan

proton-proton untuk membentuk ion-ion amonium yang akan di di eksresikan ke

urine. Kerangka karbon yang tidak terpakai dapat digunakan untuk menghasilkan

energi atau sebagai prekursor untuk sintesis glukosa (glukoneogenesis). Glutamin

merupakan sumber energi utama pada usus halus dan merupakan sumber energi

yang penting untuk sel-sel imun (Newsholme & Calder 2002).

Produksi glukosa dari nutrien non-karbohidrat diketahui sebagai

glukoneogenesis. Glutamin adalah salah satu substrat non karbohidrat yang paling

efisien karena dapat digunakan sebagai energi. Pada beberapa sel sekitar 30% dari

degradasi glutamin dapat di konversikan menjadi laktat dan karbondioksida, dan

2% lagi dapat digunakan untuk makromolekul. Pemanfaatan glutamin dapat

meningkat ketika glukosa menurun, bahkan pada beberapa kondisi sel-sel dapat

bertahan dan tumbuh pada keadaan glukosa rendah dengan penambahan glutamin

yang cukup. Glutamin dapat di metabolisme pada siklus urea, jalur sintesis protein

dan siklus krebs untuk energi serta produksi dari sitrat, laktat dan glukosa

(Antonio 1999).

Glutamin adalah vital untuk struktur saluran pencernaan dan

produksivitasnya dengan cara memperketat sistem imun, pertumbuhan mukosa

dan lubrikasi (Ardawi 1985). Glutamin merupakan prekursor yang penting untuk

sintesis asam amino, nukleotida, asam nukleat, gula-gula amino, protein-protein

dan banyak lagi molekul-molekul yang penting secara biologi (Souba 1993).

Aktivitas glutaminase pada semua organ lymphoid adalah tinggi, termasuk

lymp nodes, spleen, timus, Peyer’s patches dan sumsum tulang serta pada limfosit,

makrofag, serta heterofil. Aktivitas glutaminase meningkat pada popliteal lymph

node ketika merespon tantangan imun. Respon proliferasi limfosit tikus terhadap

mitogens T-cell tergantung dari kemampuan dari glutamin yaitu diketahui bahwa

ketika ketidakberadaan glutamin, sel-sel ini tidak dapat berproliferasi, tetapi

ketika konsentrasi glutamin pada medium kultur meningkat, maka proliferasi

(33)

Glutamin merupakan bahan bakar utama untuk perkembangan sel-sel

secara cepat seperti pada enterosit saluran pencernaan dan limfosit aktif

(Newsholme & Calder 2002). Pada penelitian Allee (2005), diketahui bahwa

pemberian suplementasi glutamin pada anak ayam sebanyak 1% pada pakan

setelah menetas dapat meningkatkan performa pertumbuhan, menurunkan angka

kematian dan mempunyai perkembangan intestinal yang lebih baik serta

mempunyai respons imun yang lebih tinggi.

Respon Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme tubuh dalam mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan dari

berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja 1991). Dijelaskan bahwa

sistem pertahanan meliputi sistem imun non-spesifik (innate/natural) dan sistem

imun spesifik (adaptive/acquired). Diperlihatkan pada Gambar 1 sistem imun

non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan

berbagai mikroorganisme yang dapat memberikan respon langsung terhadap

antigen dan sistem ini telah berfungsi sejak lahir.

SISTEM IMUN

(34)

Sistem imun spesifik memerlukan waktu untuk mengenal antigen terlebih

dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Dijelaskan oleh Tizard (1987)

bahwa respon imun sebagai akibat dari antigen pada kontak pertama dengan

sel-sel imun, dapat membentuk klon atau kelompok sel-sel yang disebut memory cells

yang dapat mengenali antigen yang bersangkutan. Bila kemudian ditemukan lagi

antigen yang sama, maka klon akan berproliferasi dan menimbulkan respon

sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif dibandingkan

dengan respon primer.

Tizard(1987) mengatakan bahwa terdapat dua kategori mayor dari respon

kekebalan yaitu respon yang melibatkan antibodi, yang disebut respon imun

humoral dan respon-respon yang bebas dari antibodi atau cell mediated immune

responses. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemanfaatan respon kekebalan sebagai

suatu sifat indikator resistensi penyakit yang memerlukan pengertian kontrol

genetik.

Unggas mengalami berbagai tekanan dalam hidupnya. Tekanan ini dapat

menyebabkan perubahan hormon, penurunan konsumsi pakan, menurunkan

metabolisme nutrisi dan menekan fungsi imun. Hal-hal inilah yang menyebabkan

peneliti meneliti berbagai cara untuk menekan dampak yang merugikan ini.

Nutrien diketahui dapat mempengaruhi respon unggas tersebut untuk memerangi

penyakit. Respon yang paling mudah diukur terhadap imunitas tubuh adalah

leukosit dan diferensiasinya.

Menurut Kimball (1983) darah adalah suspensi yang terdiri dari

elemen-elemen, atau sel-sel, dan plasma yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul

organik dan anorganik. Ada tiga grup sel darah, yaitu sel darah merah atau

eritrosit, sel darah putih atau leukosit, keping-keping darah atau trombosit. Sel-sel

ini cukup besar sehingga dapat diamati dengan mikroskop biasa. Leukosit

berbentuk bola (spherical), dengan diameter 7-20 µm dan terdapat kurang dari 1%

volume darah total. Sel ini memiliki struktur internal, termasuk nukleus dan

mitokondria serta mempunyai fungsi melindungi badan dari infeksi.

Ada dua kelas leukosit yaitu yang mengandung granula dalam sitoplasma

nya (granulosit) dan agranulosit yang tidak mengandung granula. Granulosit dari

(35)

leukosit terdiri dari limfosit dan monosit. Profil leukosit menyempurnakan fungsi

leukosit dengan membungkusnya secara endositosis partikel-partikel asing yang

masuk dalam badan. Ketika melaksanakan fungsinya monosit dan heterofil ini

keluar melalui dinding kapiler di area terjadinya kerusakan jaringan, bila telah

bebas dalam jaringan mereka mulai fagositosis. Bakteri-bakteri atau partikel

lainnya ditelan di dalam vakuola-vakuola yang bersatu dengan lisosom, dimana

enzim-enzimnya dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut. Biasanya

perlawanan berakhir dengan kematian sel darah putih (Kimball 1983).

Menurut Maxwell (1993) leukosit pada unggas mempunyai fungsi yang

berbeda-beda dalam tubuh. Monosit setelah matang berubah menjadi jaringan

makrofag. Makrofag atau monosit dalam bentuk matang mempunyai fungsi yang

penting dalam pertahanan, yaitu fagositosis terhadap parasit-parasit diluar sel

seperti virus dan beberapa bakteri atau bahkan terhadap benda-benda asing dalam

tubuh. Heterofil berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri yang masuk

dengan cara fagositosis. Limfosit-limfosit biasanya tidak melakukan endositosis,

melainkan memerangi penyakit dengan ikut serta dalam pembentukan antibodi.

Antibodi adalah protein-protein yang dihasilkan apabila makromolekul asing

(antigen) masuk dalam badan. Limfosit berfungsi terhadap pengenalan dan

penghancuran dari berbagai tipe-tipe patogen dalam tubuh.

Eosinofil berfungsi sebagai pertahanan terhadap kutu-kutu dan protozoa.

Basofil pada unggas kurang diketahui fungsinya, tetapi pada manusia diketahui

berfungsi sebagai mediator respon awal terhadap infeksi. Secara normal

persentase eosinofil dan basofil dalam darah sangat rendah, tetapi tetap memegang

peranan penting dalam memerangi penyakit. Jumlah eosinofil dengan mencolok

meningkat dalam penyakit tertentu terutama yang disebabkan oleh cacing-cacing

parasit. Selama terjadi infeksi jumlah basofil juga meningkat. Bila basofil

meninggalkan darah, mereka berkembang menjadi sel-sel mast, dimana di tempat

terjadianya infeksi, sel-sel mast ini akan melepaskan histamin yang akan

meningkatkan aliran darah di daerah tersebut (Tizard 1987).

Zinkl (1986) mengatakan bahwa jumlah leukosit yang normal pada ayam

bekisar antara 12 000 sampai 30 000 per mm3. Jumlah leukosit meningkat seiring

(36)

bahwa persentase normal bagian-bagian leukosit pada ayam umur 1 minggu

kira-kira heterofil 24%, eosinofil 0%, basofil 0%, monosit 1% dan limfosit 75% dari

total leukosit. Untuk ayam umur 6 minggu kira-kira heterofil 26%, eosinofil 0%,

basofil 1%, monosit 3% dan limfosit 69% dari total leukosit (Hodges 1997).

Sistem imun pada unggas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya adalah anatomi pembentukan jaringan limpa, produksi mucus, sintesis

dari substansi aktif imunologi, perkembangbiakan sel dan aktivasi dan

perpindahan sel atogen yang mati pada intraselular dan regulasi dari proses imun.

Pada masa embrional, timus berasal dari ekstroderm, yakni perkembangan

dari kantong kerongkongan (pharynx) keempat. Secara anatomis timus ayam

terletak pada sisi kanan dan kiri saluran nafas. Pengembangan timus ayam dimulai

dari bagian posterior rahang bawah mencapai kelenjar tiroid di dalam rongga

(thorax). Jaringan timus seringkali berproliferasi pada kelenjar tiroid. Timus

merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari

sumsum tulang dan membuat sel-sel itu mampu secara imunologik bertindak

sebagai pembentuk antibodi tubuh (Tizard 1987).

Bursa fabricius terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa fabricius terdiri

dari sel-sel limfoid yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang disebut folikel

limfoid. Pada bagian dalam ditemukan lumen yang dibatasi oleh deretan epitel

yang membungkus folikel limfoid. Setiap folikel limfoid terdiri dari korteks yang

berisi sel-sel limfosit, sel plasma dan makrofag, sedangkan bagian medula hanya

terdiri dari sel-sel limfosit. Bursa diketahui sebagai organ limfoid primer yang

fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan deferensiasi bagi sel dari sistem

pembentuk antibodi. Timus dan bursa pada ayam mencapai ukuran maksimal

sekitar dua sampai tiga minggu sesudah menetas dan sesudahnya mengalami

inovulasi perlahan-lahan (Tizard 1987).

Unggas mengalami berbagai tekanan dalam hidupnya. Tekanan ini dapat

menyebabkan perubahan hormon, penurunan konsumsi pakan, menurunkan

metabolisme nutrisi dan menekan fungsi imun. Nutrien diketahui dapat

mempengaruhi repon unggas tersebut untuk memerangi penyakit. Timus

merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari

(37)

sebagai pembentuk antibodi tubuh. Sedangkan bursa diketahui sebagai organ

limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan deferensiasi bagi

sel dari sistem pembentuk antibodi (Tizard 1987).

Perubahan-perubahan patologi anatomi yang terjadi sebagai akibat respon

terhadap perlakuan dapat dilihat dari berat relatif bursa dan timus. Melalui berat

relatif bursa dan timus dapat lebih terlihat jelas ada atau tidaknya efek in ovo

feeding terhadap respon imun yang dapat menandakan lebih bertahannya ayam

tersebut tehadap lingkungan sekitarnya.

Keterlambatan maturasi enzim-enzim yang mengontrol metabolisme yang

disebabkan oleh terlambatnya pemberian pakan pada masa post hatch (seperti

sistem de-iodinasi dan aktivasi jalur T3 serta retardasi perkembangan sistem

imun) akan terjadi pada anak kalkun yang terlambat menerima pakan ketika

menetas (Dibner 1999). Suplementasi nutrien yaitu β-hydroxybeta- methylbutyrate

(HMB) pada saat segera setelah penetasan diketahui dapat meningkatkan respon

mediasi T-sel terhadap mitogen, meningkatkan respon hipersensitivitas terhadap

mitogen, tetapi tidak mempengaruhi berat timus, bursa serta tidak berpengaruh

terhadap potensi fagositas makrofag. Selain hal ini juga diketahui bahwa

pemberian in ovo feeding segera setelah penetasan dapat meningkatkan respon

antibodi yaitu dengan cara meningkatkan IgG ( Uni & Ferket 2003).

Newcastle Disease (ND)

Newcastle Disease adalah salah satu penyakit pernafasan pada ayam yang

disebabkan oleh virus jenis paramyxovirus dengan penyebaran yang luas dan

angka kematian yang sangat tinggi, bahkan dapat mencapai seratus persen

(Gordon & Jordan 1982) di seluruh dunia dan dapat menyerang ayam pada

berbagai tingkat umur dan dapat terjadi setiap saat (Wiharto 1985).

Pencegahan infeksi akut terhadap ND virus telah dilakukan dengan

melaksanakan program vaksinasi secara teratur. Vaksinasi diartikan sebagai

tindakan memasukkan antigen ke dalam tubuh sehat dengan madsud agar

terbentuk kekebalan yang dapat melindungi individu yang bersangkutan terhadap

infeksi penyakit di alam (Tizard 1987). Ada dua jenis vaksin ND yaitu inaktif dan

(38)

bahan kimia, sedangkan vaksin aktif mengandung virus ND yang masih hidup

tetapi sifat keganasannya telah berkurang. Vaksin aktif sering digunakan dalam

pencegahan ND secara maksimal karena harga yang murah serta mampu

digunakan sebagai pelindung terhadap infeksi alam (Brugh & Siegel 1978).

Berdasarkan tingkat virulensinya, virus ND dibagi menjadi tiga tipe yaitu

lentogenik, mesogenik dan velogenik (National Acedamy Of Science 1971).

Terdapat tiga macam lentogenik yang dipakai sebagai bahan vaksin yaitu strain

V4, B1 Hitchner dan La Sota. Dari ketiga tipe tersebut ternyata strain La Sota

adalah jenis yang Paling Patogen (Wetsbury et al. 1984). Rombout et al. (1992)

mengatakan bahwa sel-sel limfosit pasca vaksinasi dengan ND strain La Sota

menunjukkan adanya penurunan jumlah limfosit yang terjadi tiga hari setelah

vaksinasi dan kemudian meningkat kembali pada enam sampai sepuluh hari

setelah vaksinasi.

Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingginya titer antibodi ND

didalam serum adalah mikrotitrasi, dengan diawali dengan uji aglutinasi (uji

Hemaglutinasi) untuk menentukan titer virus dalam satuan HA-unit. Setelah

dilakukan uji hemaglutinasi dilanjutkan dengan uji penghambatan aglutinasi (HI)

(Villegas 1987). Malole (1988) melaporkan bahwa uji HI dapat ditujukan untuk

mengukur tingginya titer antibodi yang terkandung di dalam serum untuk

menggambarkan tingkat kekebalan ayam setelah divaksinasi dengan vaksin ND.

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro adalah penyakit menular

akut yang menyerang ayam muda 2.5 sampai 14 minggu yang ditandai khas

dengan pembengkakan bursa fabricius, proliferasi dan nekrosa sampai pendarahan

dari jaringan limfoid, degenerasi ginjal, diare, nafsu makan menurun, kelemahan

dan diikuti kematian (Parede et al. 2000).

Virus IBD mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap lingkungan sehingga

virus ini masih bertahan dalam kandang yang sudah dibersihkan dan telah

disinfeksi. Untuk itu prinsip pencegahan dari penyakit ini adalah vaksinasi,

terutama pada ayam pedaging sangat dianjurkan karena umurnya hanya empat

(39)

Vaksin IBD intermediate strain dapat menimbulkan kerusakan pada bursa

baik pada ayam bukan ras (buras/kampung) maupun ayam komersial (ras) yang

digunakan sebagai hewan percobaan dan menimbulkan efek imunosupresif

terhadap vaksin ND pada kelompok hewan vaksinasi (Berg 2000).

Target organ dari virus IBD adalah bursa fabricius dan timus. Bursa

fabrisius secara spesifik sebagai sumber dari sel limfosit B pada unggas.

Penggunaan vaksin IBD aktif untuk vaksinasi pertama dan kedua menyebabkan

perubahan patologik pada bursa yang lebih berat dibandingkan dengan

penggunaan satu kali saja. Vaksin aktif menyebabkan kerusakan pada sel limfoid

bursa (Soejoedono 1998).

Ayam specific pathogen free (SPF) umur satu hari dan tiga minggu yang

divaksin dengan intermediate strain mengalami efek patogenik dan

imunosupresif, indeks bursa-body weight ratio dan bursa lesion score diperoleh

secara hispatologi. Hasil indeks bursa body weight ratio menurun pada ayam SPF

umur tiga minggu, sedangkan bursa lesion score lebih rendah menunjukkan

peningkatan pada ayam umur tiga minggu, demikian juga analisa serum

Netralisasi dan Uji Hambatan Aglutinasi cenderung meningkat (Mazariegos

1990). Kemampuan produksi antibodi akan membaik kembali dan repopulasi dari

pada folikel bursa ayam SPF umur satu minggu yang divaksin dengan

intermediate strain IBD (strain ganas) akan terlihat pada minggu ke tujuh pasca

vaksinasi (Kim 1999).

Salah satu metode pengukuran titer antibodi terhadap IBD adalah uji

ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Pada ELISA tidak langsung untuk

melihat atau menemukan keberadaan antibodi. Akan tetapi melalui permukaan

polistiren yang digunakan untuk menyerap antigen protein. Pertama-tama tabung

polistiren dilapisi dengan antigen yakni dengan pengeraman antigen didalam

tabung semalam. Setelah antigen yang tidak terikat dicuci, serum yang diuji

ditambahkan ke tabung sehingga antibodi didalam serum akan terikat dengan

antigen pada dinding tabung. Pengeraman dan pencucian untuk menghilangkan

antibodi yang tidak terikat dilakukan setelah itu. Adanya antibodi yang terikat

diketahui dari penambahan antiglobulin terikat enzim. Antiglobulin ini diketahui

(40)

dihasilkan produk berwarna dalam tabung. Intensitas perubahan warna

proporsional dengan jumlah antiglobulin terikat enzim yang terikat, sebaliknya

proporsional dengan jumlah antibodi yang terdapat didalam serum yang diuji.

Warna yang dihasilkan dapat diukur secara visual atau untuk lebih baik dibaca

dalam spektrofotometer (Tizard 1987).

Komposisi Karkas Ayam Broiler

In ovo feeding diketahui dapat meningkatkan perkembangan saluran

pencernaan ayam. Selain itu in ovo feeding juga diketahui dapat meningkatkan

total glikogen hati pada embrio dan pada saat penetasan. In ovo feeding juga

diketahui dapat meningkatkan ukuran relatif otot dada (% dari berat badan ayam

broiler) (Uni & Ferket 2004).

Dengan meningkatnya glikogen hati dan persentase otot dada diharapkan

dapat juga meningkatkan status nutrisi pada saat panen bukan hanya

meningkatkan berat panen saja. Komposisi kimiawi daging dipengaruhi oleh

bangsa, pakan, umur, dan penggemukan (Lawrie 1979).

Komposisi karkas memegang peranan penting karena berhubungan dengan

jumlah jumlah otot, tulang, dan lemak. Otot memiliki nilai ekonomis yang paling

tinggi. Persentase karkas meningkat seiring dengan peningkatan bobot potong.

Nilai komersial karkas dapat ditentukan dari ukuran struktur dan komposisinya.

Sifat-sifat karkas untuk kepentingan komersial mengikuti bobot, penampilan luar,

komposisi kimia, proporsi jaringan utama karkas (daging, tulang, lemak) dan

ketebalan lemak (Rogers et al. 2001).

Komposisi kimiawi daging dipengaruhi oleh bangsa, pakan, umur dan

penggemukan (Lawrie 1979). Komposisi kimiawi daging ayam secara umum

terdiri dari air (65.99%), protein (18.6%), lemak (15.06%), abu (0.8%), substansi

non-protein soluble dan sedikit vitamin (Stadelman et al. 1988).

Air merupakan komponen daging yang terbesar, diikuti oleh protein,

lemak, karbohidrat, dan mineral. Air adalah konstituen utama cairan ekstraseluler.

Sejumlah konstituen kimia yang mudah larut terdapat di dalam air, termasuk

(41)

Protein merupakan komponen kimiawi di dalam tubuh yang sangat

penting, beberapa diantaranya sangat di perlukan untuk struktur dan fungsi reaksi

metabolik. Protein otot mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging.

Protein otot mempunyai sifat hidrofilik, yaitu mengikat molekul-molekul air

daging. Protein terdiri dari serangkaian asam-asam amino yang berkaitan secara

kimiawi. Asam amino dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu essensial dan

non essensial. Asam amino dapat pula berfungsi sebagai pembentuk cita rasa yang

terjadi apabila senyawa-senyawa yang larut dalam air dipanaskan maka akan

menghasilkan aroma daging (Rogers 2001).

Lemak adalah susunan gliserida terutama dari trigliserida, fosfolipid, dan

sterol terutama kolesterol. Sebagian lemak tubuh disimpan dalam depot lemak dan

lemak otot yang didominasi oleh lemak netral dalam bentuk gliserol dan

asam-asam lemak rantai panjang. Komposisi lemak daging di bagi menjadi dua kategori

yaitu berasal dari jaringan otot dan jaringan adiposa dengan komposisi yang

berbeda-beda. Peningkatan deposisi lemak dalam jaringan otot terjadi apabila

aktivitas otot menurun. Lemak berfungsi sebagai sumber energi lebih efektif

dibandingkan karbohidrat dan protein, disamping itu berperan sebagai pelarut

vitamin A, D, E dan K (Guyton 1997).

Karkas ayam pedaging diperoleh setelah ayam pedaging dipotong,

dikeluarkan darahnya, dibuang bulu, kepala dan lehernya serta saluran pencernaan

dan reproduksinya. Karkas ayam pedaging ini disebut juga eviscerated carcass

yang merupakan 73.7% dari bobot hidup ayam pedaging (broiler). Karkas terdiri

dari kulit, daging dan tulang. Daging pada karkas dapat dibagi menjadi daging

dada (21.67%), daging paha (16.8%), serta sayap (12.6%) (Rose 1997).

Daging dada memiliki warna yang lebih pucat dari daging paha karena

konsentrasi myoglobin yang lebih sedikit. Salah satu komposisi otot baik pada

dada maupun paha yang bernama myoglobin memegang peranan yang penting

dalam transpor oksigen. Otot-otot ini digunakan untuk periode aktifitas, yaitu

untuk berdiri dan berjalan. Oleh sebab itu butuh sumber energi yang konsisten dan

dalam hal ini oksigen yang dibawa oleh myoglobin digunakan untuk

menghasilkan kebutuhan akan energi. Myoglobin kaya akan pigmentasi protein,

(42)

Berdasarkan warnanya itulah daging dada disebut white meat dan daging paha

disebut dark meat (Rose 1997).

Dalam beberapa dekade ini telah ditemukan berbagai cara atau metode

pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur komposisi kimia daging

diatas. Pada tahun 1999 The Official Methods Of Analysis of AOAC international

mengeluarkan metode pengukuran secara proksimat yaitu kadar air, kadar abu,

kadar protein kasar dan kadar lemak kasar yang digunakan untuk pengukuran

(43)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di peternakan ayam, Tangerang, Cikupa, selama 35

hari. Inkubasi dan penyuntikan larutan nutrien ke dalam telur (in ovo) dilakukan di

hatchery Subang. Analisa darah untuk mengetahui jumlah leukosit dan diferensiasinya dilakukan di laboratorium Fisiologi FKH IPB. Analisa untuk

pengukuran titer antibodi terhadap vaksin ND dan IBD serta histopat bursa

dilakukan di laboratorium Animal Health Charoen Pokphand Indonesia,

sedangkan analisa proksimat daging ayam dilakukan di laboratorium Pusat

Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian ini dilakukan

pada bulan Maret hingga Juli 2007.

Hewan Percobaan

Sebanyak 4100 butir telur tetas strain Ross 308 yang berasal dari flok dan

umur yang sama ditetaskan dengan inkubator merk Jamesaway di hatchery

Subang. Pada umur 18 hari inkubasi, setelah di candling terdapat 3280 telur yang ber-embrio (hidup), secara acak dibagi menjadi empat perlakuan dan sebanyak 0.8

ml gutamin, dekstrin, kombinasi glutamin dan dekstrin serta NaCl 0.5%,

diinjeksikan pada cairan amnion menggunakan syringe. Setelah menetas, DOC

diseleksi dan diambil 50 ekor jantan per perlakuan yang dibagi dalam lima

ulangan (10 ekor per ulangan) atau dengan jumlah total 200 ekor.

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan telur fertil strain Ross 308 yang berasal dari

umur dan flok yang sama. Larutan yang digunakanyaitu larutan dekstrin, larutan

glutamin, kombinasi larutan glutamin dan dekstrin serta larutan NaCl fisiologis

(0.5%) yang akan diinjeksikan ke dalam telur berumur 18 hari inkubasi dengan

menggunakan sebuah syringe. Penelitian ini juga menggunakan pakan broiler

starter produksi Charoen Phokphand Indonesia, kandang postal, mesin tetas,

(44)

penelitian ini antara lain alat bedah (gunting dan pinset), cawan petri, candling

telur dan timbangan.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat

perlakuan dan lima ulangan, sehingga penelitian ini memiliki 20 satuan

percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 ekor ayam, sehingga jumlah

seluruh ayam yang digunakan sebanyak 200 ekor. Analisis data yang di peroleh

diuji melalui perhitungan anova dengan model Rancangan Acak Lengkap.

Apabila dari hasil sidik ragam terdapat paling sedikit ada sepasang perlakuan yang

tidak sama maka dilanjutkan dengan Uji Tukey (Steel & Torrie 1991). Adapun Perlakuan yang dicobakan antara lain:

P1 = DOC jantan yang pada hari ke-18 inkubasi menerima larutan glutamin

secara in ovofeeding.

P2 = DOC jantan yang pada hari ke-18 hari inkubasi menerima larutan

dekstrin secara in ovofeeding.

P3 = DOC jantan yang pada hari ke-18 inkubasi menerima kombinasi larutan

dekstrin dan glutamin secara in ovo feeding.

P4 = DOC jantan yang pada hari ke-18 inkubasi menerima larutan NaCl

(0.5%) secara in ovo feeding. Perlakuan ini adalah kontrol atau

placebo.

Tabel 2 Perlakuan yang digunakan dalam penelitian

Gambar

Gambar 2 Sistem imun  (Baratawidjaja 1991)
Tabel 2 Perlakuan yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3 Tahap pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian
Tabel 4 Pengaruh pemberian glutamin, dekstrin dan kombinasi keduanya terhadap   rataan konsumsi pakan, bobot badan dan FCR pada minggu ke- I - V
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggali kearifan lokal yang terdapat pada kebudayaan penutur bahasa tutur tersebut untuk dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk menjawab permasalahan bangsa saat

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan DANAREKSA ANGGREK FLEKSIBEL yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berjenis studi kasus, yaitu mempelajari secara mendalam interaksi guru dan siswa tunanetra sehingga dapatdigambarkan

Budidaya tanaman nilam tidak boleh di tumpangsari dengan tanaman pohon sengon; (ii) Dalam budidaya tanaman nilam seharusnya bibit nilam disemaikan terlebih dahulu

Selain itu, dengan menemukan hipogram puisi yakni teks yang menjadi latar penciptaan sajak lain, juga menerangkan bahwa puisi yang diciptakan seorang penyair, tidak

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah melalui siklus tindakan ditemukan langkah-langkah yang efektif penerapan pembelajaran membedakan bentuk geometri melalui

sehingga berubah menjadi senyawa yang tidak aktif, atau mengalami pelarutan seperti pada kasus vitamin larut air yang hilang pada proses blansing atau pemasakan.. • Vitamin

Sebuah tinjauan teori dan meta-analisis dari tujuh penelitian kohort prospektif menunjukkan bahwa di negara berkembang, perburukan infeksi HIV terjadi secara progresif