• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa yang pada dasarnya berfungsi sebagai alat komunikasi untuk saling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa yang pada dasarnya berfungsi sebagai alat komunikasi untuk saling"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa yang pada dasarnya berfungsi sebagai alat komunikasi untuk saling bertukar informasi, juga menjadi perekat hubungan antara pembicara dan pendengar. Untuk dapat merekatkan hubungan antara pembicara dan pendengar dalam suatu peristiwa tutur, penutur dan petutur diharapkan menggunakan bahasa yang santun. Dengan menggunakan bahasa yang santun, kemungkinan terjadinya konflik akan semakin kecil sehingga perselisihan yang saat ini semakin marak kita saksikan baik di televisi maupun di lingkungan sekitar kita dapat dihindari dan suasana damai akan lebih mendominasi kehidupan ini.

Kesantunan berbahasa menjadi suatu hal yang penting untuk dibahas berkaitan dengan fenomena di masyarakat Indonesia terutama di bidang politik yang terjadi sejak lepas dari masa orde baru dan beralih ke masa reformasi. Masa reformasi yang telah berjalan hampir 15 tahun ini ditandai dengan uforia kebebasan berbicara oleh masyarakat Indonesia. Uforia kebebasan berbicara yang terkadang tak lagi menghiraukan kesantunan itu dapat dilihat pada suasana unjuk rasa, acara diskusi dan debat di televisi, bahkan di ruang sidang anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Akibatnya tak jarang kita saksikan terjadi konflik antara dua orang yang berseberangan pendapat yang dijadikan narasumber dalam suatu acara di televisi atau perang mulut antar anggota DPR yang terkadang juga berakhir anarkis. Hal-hal tersebut sebenarnya dapat dihindari jika kita masih berpedoman pada prinsip-prinsip

(2)

kesantunan dalam berkomunikasi. Tawuran pelajar hingga memakan korban jiwa juga sering dipicu oleh komunikasi yang tidak santun antara seorang siswa dengan siswa lain yang akhirnya melebar menjadi konflik antarsekolah.

Fenomena berbahasa yang terlihat saat ini sangat membuat miris perasaan. Tayangan televisi didominasi oleh acara-acara yang mempertontonkan orang-orang yang menggunakan bahasa yang tidak santun, sehingga tidak jarang terlihat dua narasumber yang berseberangan pendapat saling memotong pembicaraan, berebut kesempatan untuk memberikan pendapatnya masing-masing. Fenomena seperti ini dinilai kurang santun`karena tidak mengikuti pola giliran yang dianjurkan oleh

Ketidaksantunan dalam berbahasa yang terjadi di masyarakat cenderung dilakukan oleh remaja. Contoh tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan berbahasa berikut ini adalah tuturan seorang siswa yang merasa tidak terima dengan hukuman yang diberikan salah seorang guru kepadanya.

A: Elok-elok muncung Bapak tu mangeccek.

(Bagus-bagus muncung Bapak kalau berbicara)

Kata muncung yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘mulut’ namun merupakan kata yang sangat tidak santun dan kasar jika digunakan dalam pertuturan formal di sekolah, apalagi jika tuturan tersebut dituturkan oleh seorang siswa yang terhadap guru. Kata-kata yang tidak santun yang dituturkan oleh siswa tersebut pada contoh tuturan di atas sangat memungkinkan memicu konflik yang besar jika saja sang bapak guru tidak dapat menahan emosi. Di sinilah terjadinya penggunaan kekerasan terhadap siswa tersebut, yang kemudian si siswa mengadukan kepada orang tuanya tentang berlakunya kekerasan terhadap anaknya. Tanpa menyelidiki

(3)

dulu latar belakang terjadinya peristiwa tersebut, terjadilah konflik yang melebar hingga melibatkan aparat polisi.

Media jejaring sosial di dunia maya, seperti twitter dan facebook yang saat ini sangat digemari oleh masyarakat dunia terutama generasi muda, juga menunjukkan fenomena yang tidak jauh berbeda dari yang disaksikan di televisi. Fenomena penggunaan bahasa yang tidak santun di media jejaring sosial bahkan dapat dikatakan lebih parah jika dibandingkan dengan di televisi. Sering kali terjadi pengguna media ini menuliskan kata-kata yang penuh caci-maki di akun facebook atau twitternya, yang terkadang ditujukan langsung kepada orang yang dimaksud, atau tanpa menyebutkan secara eksplisit nama orang yang dituju. Komentar-komentar orang yang berseberangan pendapat terhadap suatu berita di situs berita online juga menggunakan bahasa yang jauh dari kata-kata santun, apalagi jika topik berita menyangkut masalah SARA.

Ironisnya, sebagian masyarakat semakin permisif dalam menanggapi masalah ketidaksantunan berbahasa ini dengan dalih perkembangan zaman akibat modernisasi dan globalisasi sehingga terjadi pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran kesantunan dalam berbahasa.

Untuk itulah masalah kesantunan berbahasa perlu diangkat dan dibahas dalam topik penelitian ini agar hasil penelitian ini dapat menyumbang pemikiran kepada masyarakat untuk peka mengenai masalah ketidaksantunan berbahasa bagi kaum muda yang lebih sering mengabaikan hal ini.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan erat yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk mempelajari suatu bahasa, mau tak mau kita juga harus mempelajari

(4)

budaya penutur bahasa tersebut sebab bahasa hanya mempunyai makna dalam latar kebudayaan yang menjadi wadahnya (Sibarani, 2004: 65). Seperti kata kepeng memiliki makna yang berbeda jika dibandingkan antara bahasa Pesisir yang penuturnya terdapat di Sibolga dan sebagian Tapanuli Tengah (Sumatera Utara) dengan bahasa Minangkabau (Sumatera Barat). Dalam bahasa Pesisir kata kepeng bermakna ‘uang’ atau ‘duit’ sedangkan bagi masyarakat Minang kata tersebut merupakan kata yang tabu diucapkan sebab kata tersebut merujuk pada organ tubuh yang lazim ditutupi oleh pakaian sehingga tidak sopan diucapkan di depan orang lain.

Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya. Itulah sebabnya kita perlu mempelajari atau memahami norma-norma budaya sebelum atau di samping mempelajari bahasa. Sebab, tatacara berbahasa yang mengikuti norma-norma budaya akan menghasilkan kesantunan berbahasa. Selain budaya, faktor- faktor sosial seperti status sosial, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan juga mempengaruhi pembentukan kesantunan berbahasa.

Kesantunan berbahasa dalam suatu masyarakat tertentu berbeda dengan masyarakat lainnya. Sebab, seperti telah disinggung sebelumnya, bahasa erat kaitannya dengan budaya.

Kesantunan berbahasa dalam bahasa rakyat (folk speech) sebagai bagian dari kebudayaan daerah di nusantara ini merupakan salah satu wujud dari tradisi lisan yang selayaknya ditumbuhkembangkan untuk menemukan kembali pedoman-pedoman leluhur yang terdapat pada kebudayaan penutur bahasa tersebut. Melalui tradisi lisan bahasa rakyat, yang dalam hal ini berupa bahasa tutur, kita dapat

(5)

menggali kearifan lokal yang terdapat pada kebudayaan penutur bahasa tutur tersebut untuk dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk menjawab permasalahan bangsa saat ini yang tak lepas dari ancaman disintegrasi akibat terjadinya konflik-konflik sosial yang salah satu penyebabnya adalah hilangnya nilai-nilai kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi.

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan keragaman kebudayaan yang sering dijadikan ladang penelitian. Keragaman kebudayaan ini biasanya dimiliki oleh suku-suku minoritas yang tinggal di pedalaman dan pedesaan di wilayah nusantara ini. Dalam masing-masing keragaman kebudayaan ini terdapat nilai-nilai luhur yang masih tetap dipertahankan dan menjadi kearifan lokal bagi masyarakat pemilik kebudayaan tersebut.

Penggalian kearifan lokal dalam suatu kebudayaan memiliki arti penting dalam upaya untuk keberlanjutan kebudayaan tersebut. Terlebih lagi di tengah modernisasi yang disebabkan oleh globalisasi menjadi penyebab bergesernya nilai-nilai budaya lokal yang berganti dengan budaya asing yang berkembang begitu pesat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.

Kearifan lokal (local wisdom) adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat (Sibarani, 2012: 112). Sejaln dengan pernyataan Sibarani di atas, kearifan lokal digali dari nilai-nilai luhur budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kedamaian dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pemilik nilai budaya tersebut.

(6)

Kearifan lokal dalam suatu kebudayaan digali melalui nilai-nilai budaya yang hanya dapat disimpulkan dari ucapan, perbuatan dan materi yang dibuat manusia yang diwariskan secara turun temurun. Namun nilai-nilai tersebut hanya dapat diperoleh pada masyarakat yang masih kokoh mempertahankan tradisi yang jumlahnya semakin sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang mengalami pergeseran nilai-nilai sebagai akibat dari modernisasi.

Nilai-nilai kearifan lokal dalam masyarakat ini tetap bertahan ditengah gencarnya ancaman budaya luar yang begitu mudah mempengaruhi masyarakat terutama generasi muda melalui media televisi dan internet yang menjadi imbas dari globalisasi informasi dan modernisasi. Pemertahanan nilai-nilai dalam kebudayaan ini biasanya melalui proses pewarisan secara lisan dengan menggunakan bahasa daerah masyarakat pemilik kebudayaan oleh orang-orang tua kepada anak cucu mereka.

Dari pengamatan penulis, kesantunan berbahasa saat berkomunikasi masih terlihat dalam interaksi pergaulan sehari-hari masyarakat Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah. Berikut adalah percakapan saat seorang ibu menyuruh kepada anak laki-laki tertuanya untuk memperbaiki atap rumah dan percakapan antara dua tetangga.

1. Ibu : Talok kuti mamparekkikan atok kito tu? ‘Bisa kuti memperbaiki atap (rumah) kita?

(Kuti adalah panggilan untuk anak laki-laki tertua dalam keluarga) Anak : Jadi. Sabanta lai yo mak. “Ya. Sebentar lagi bu’.

2. A: Jadi pai ka Medan barisuk? ‘jadi pergi ke Medan besok?’

Ado tampek-tampek makkan maccam etek Ana. Di medan katonyo dibalinyo. ‘Ada peralatan makan seperti punya bu Ana. Katanya dia beli di Medan.’

(7)

B: Bekko la kok sampat ambo carikan. ‘Kalau sempat saya nanti saya cari.’ Pada percakapan pertama, kalimat suruhan atau perintah yang seharusnya bermodus imperatif, tetapi dalam realisasinya si ibu menggunakan kalimat pertanyaan atau interogatif. Pertanyaan tersebut juga menyiratkan bahwa si ibu memberikan pilihan kepada si anak apakah ia mau melakukan yang diperintahkan atau tidak. Hal ini menunjukkan kesantunan berbahasa walaupun jelas-jelas yang disuruh adalah anaknya sendiri. Dalam hal ini si ibu juga menunjukkan kearifan kepada sang anak untuk membiasakan diri bersikap santun.

Kesantunan yang ditunjukkan B dalam percakapan kedua adalah dengan menjanjikan hal yang belum tentu dapat ia lakukan. Hal ini dilakukan hanya untuk menyenangkan hati A. Untuk meminta B melakukan hal yang diinginkannya, A tidak secara langsung mengutarakan maksudnya meminta B untuk membelikan suatu barang.

Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menemukan dan menggali kearifan lokal dalam kesantunan berbahasa masyarakat Pasisi Barus yang disimpulkan dan ditafsirkan dari bahasa tutur masyarakat tersebut. Barus merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara, yang menurut para sejarawan kebudayaannya telah dimulai sejak pertengahan abad 9 M.

Bahasa tutur atau bahasa rakyat (folk speech) yang digunakan masyarakat Barus saat ini adalah bahasa Pesisir (Pasisi) yang merupakan kombinasi bahasa Melayu, Batak dan Minang. Penutur bahasa Pesisir ini tersebar di daerah-daerah pesisir pantai Barat Sumatera dari Singkil (Nangroe Aceh Darussalam) hingga Natal (Madina, Sumatera Utara). Namun, Bahasa Pesisir yang digunakan masyarakat Barus

(8)

memiliki perbedaan dan ciri khas dibandingkan dengan penutur bahasa Pesisir di Sibolga, Sorkam, dan daerah lainnya.

1.2Ruang Lingkup

Kesantunan berbahasa merupakan salah satu objek kajian pragmatik. Pragmatik itu sendiri merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas pemakaian bahasa di dalam proses komunikasi. Oleh karena itu, teori pragmatik dinilai cocok untuk memahami masalah, menganalisis data, dan mendeskripsikan hasil analisis data tentang kesantunan berbahasa.

Kesantunan berbahasa dalam satu masyarakat berhubungan dengan budaya yang dimiliki masyarakat tersebut. Jadi, penelitian ini juga merupakan kajian antropolinguistik yang mengkaji tentang hubungan bahasa dengan kebudayaan. Antropolinguistik merupakan salah satu cabang linguistik yang menelaah antara hubungan bahasa dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. Antropologi linguistik biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bahasa bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya.

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, tepatnya di Desa Pasar Batu Gerigis, Desa Kampung Solok, Desa Pasar Tarandam dan Desa Kedai Gadang ini, dibatasi dengan hanya meneliti bagaimana kesantunan anggota masyarakat pada saat saling berkomunikasi dalam ranah keluarga dan

(9)

lingkungan tetangga di keempat desa tersebut. Penetapan keempat desa ini dilatari oleh letak geografisnya yang berada di pesisir pantai barat Pulau Sumatera.

1.3Rumusan Masalah

Dalam usaha untuk menemukan kearifan lokal dalam bahasa tutur masyarakat Barus, penelitian ini difokuskan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut;

1. Bagaimanakah strategi pembentukan kesantunan berbahasa dalam bahasa tutur pada masyarakat Pasisi Barus?

2. Bagaimanakah pola kesantunan berbahasa masyarakat Pasisi Barus?

3. Bagaimanakah kearifan lokal dalam kesantunan berbahasa masyarakat Pasisi Barus?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Menjelaskan strategi kesantunan berbahasa dalam bahasa tutur pada masyarakat Pasisi Barus.

2. Mendeskripsikan pola kesantunan berbahasa masyarakat Pasisi Barus.

3. Menjelaskan kearifan lokal dalam kesantunan berbahasa masyarakat Pasisi Barus.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

(10)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai kesantunan berbahasa yang berasal dari data bahasa daerah memperkaya khazanah penelitian tentang bahasa-bahasa daerah di Indonesia.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu usaha untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya lokal kepada generasi muda khususnya kesantunan bahasa pada budaya masyarakat Barus yang telah mulai tergerus modernisasi yang berpotensi menggeser nilai-nilai budaya lokal dan menggantinya dengan budaya asing dari luar. Kearifan lokal kesantunan berbahasa masyarakat Barus yang tergali dalam penelitian ini diharapkan juga mampu menjadi jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Barus pada khususnya yang pada akhirnya dapat memberikan kedamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan.

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan ini bertujuan untuk penyusunan IT strategic plan yang dilakukan di tahap keempat, untuk menghasilkan inisiatif IT dan roadmap untuk mencapai EA future pada Fakultas

• Peserta yang sudah mentransfer biaya PPL tetapi berhalangan hadir atau tempat sudah penuh, biaya dapat dialihkan ke PPL selanjutnya (Maksimal 2x Pengalihan , apabila

merupakan implementasi dari halaman dashboard warga dalam home yang dapat dilihat dengan login terlebih dahulu yang tersedia di header maka akan muncul

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

Grafik pada Gambar 3 menunjukkan bahwa mobile robot mengikuti lintasan yang telah ditentukan pada bidang XY, di mana hasil estimasi trajectory dengan menggunakan

Siswa kelas I (satu) yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 6 orang siswa perempuan. Penelitian dilakukan melalui 2 siklus, setiap siklus tediri dari 2 kali

Kewenangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 94, tetapi Tidak

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Sutoyo S.Pd., selaku guru PJOK dan beberapa siswa pada tanggal 20-21 Maret 2015 di SDN