• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Talas, Pati Kentang HMT dan Pati Pisang HMT

Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 menunjukkan hasil analisa yang dilakukan terhadap tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT yang meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan sifat fungsional.

Tabel 3 . Analisa sifat fisik tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT

Analisa Bahan

Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT Warna (oHue) 81,95 ± 0,95 62,72 ± 0,30 80,40 ± 1,75

VP (Viskositas puncak) 964,33 ± 325,20 5775,33 ± 3883,38 3182,33 ± 352,85 VPP (Viskositas pasta

panas) 808 ± 230,10 4077,33 ± 2352,65 3186 ± 353,45 BV (Breakdown

viscosity) 156,33 ± 99,90 1698 ± 1481,88 -3,67 ± 1,1547 FV (Viskositas akhir) 1166,33 ±

278,89 5736,67 ± 3006,12 5511,33 ± 808,29 SB (Setback viscosity) 358,33 ± 50,50 1659,33 ± 654,89 2325,33 ± 455,06 Suhu gelatinisasi (oC) 87,8  0,69 78,48 ± 14,69 82,6  0,43 Tabel 4 . Analisa sifat kimia tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang

HMT

Analisa Bahan

Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT Kadar oksalat (mg/100g) 37,67  0,04 Tidak diuji Tidak diuji

Uji tanin (-) Tidak diuji Tidak diuji

Kadar amilosa (%) 11,58  2,33 43,68 ± 0,63 61,59 ± 2,85 Kadar pati (%) 66,54  4,13 77,90 ± 2,21 67,55 ± 0,52

Keterangan:

(-) = negatif

Tabel 5 . Analisa sifat fungsional tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT

Analisa Bahan

Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT Daya serap air (g/g) 1,79  0,25 0,95 ± 0,32 0,88 ± 0,52 Daya serap minyak (g/g) 1,40  0,19 1,23 ± 0,09 1,29 ± 0,21 Swelling power (g/g) 2,55  0,13 6,40 ± 0,08 6,12 ± 0,19 Kelarutan (%) 21,87  1,49 13,56 ± 0,40 16,30 ± 0,63

Dari ketiga bahan baku, warna (oHue) terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Nilai L dan a tertinggi terdapat pada pati kentang HMT yang berarti bahwa warna pati tersebut lebih cerah (berwarna putih) dan lebih merah dibandingkan tepung talas dan pati pisang HMT. Nilai b tertinggi terdapat pada tepung talas dan nilai ini tidak jauh berbeda dengan pati pisang HMT yang berarti warna tepung dan pati ini lebih kuning dibandingkan pati kentang HMT.

Densitas kamba terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT. Nilai densitas kamba dapat menunjukkan besarnya muatan tepung atau pati dalam suatu kemasan.

Bahan yang memiliki nilai viskositas yang meliputi viskositas puncak, viskositas pasta panas, breakdown viscosity, viskositas puncak, dan setback viscosity yang terendah hingga tertinggi adalah tepung talas, pati pisang HMT dan pati kentang HMT. Namun untuk nilai setback viscosity pati kentang memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pati pisang. Menurut Olatunde, dkk. (2017) pengujian viskositas (profil amilograf) menunjukkan sifat pati yang telah disuspensikan dengan air selama proses pemanasan. Menurut Otegbayo, dkk.

(2010) viskositas puncak yang lebih tinggi menunjukkan bahwa pada saat pemasakan pati akan membentuk gel yang lebih padat. Menurut Afifah dan Ratnawati (2017) viskositas pasta panas menunjukkan kemampuan granula pati

yang tahan terhadap pemanasan dan kerusakan. Nilai breakdown viscosity menunjukkan kerentanan granula pati untuk menjadi rusak atau hancur. Viskositas puncak menunjukkan kemampuan bahan untuk menghasilkan gel yang kental setelah dimasak dan didinginkan. Nilai setback viscosity dapat menunjukkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Grafik viskositas dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Perubahan nilai viskositas tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT

Suhu gelatinisasi terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Kaur dan Singh (2005) suhu gelatinisasi menunjukkan suhu minimum untuk memanaskan tepung. Jika tepung memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi berarti tepung bersifat resisten terhadap pembengkakan dan penghancuran. Ini berarti tepung talas memiliki sifat yang lebih resisten terhadap pembengkakan dan penghancuran dibandingkan dua bahan lainnya karena memiliki suhu gelatinisasi tertinggi.

Kadar oksalat tepung talas adalah 37,6706 mg/100 g yang tergolong rendah. Kadar kristal oksalat tepung talas menurun ketika proses pengolahan talas

0

1 17 33 49 65 81 97 113129 145161177 193209 225241257 273289 305321337 Suhu (oC)

Viskositas (cP)

Waktu (detik)

Tepung Talas Pati Pisang HMT Pati Kentang HMT Suhu

menjadi tepung talas dan ini menyebabkan tepung talas tidak terasa gatal. Hal ini disebabkan umbi talas telah mengalami perlakuan perendaman dalam larutan garam. Selain itu proses pengolahan talas menjadi tepung talas yang melewati banyak perlakuan pengolahan seperti pemotongan, pengirisan, perendaman larutan garam, pengeringan, penghalusan, dan pemanasan yang dapat menyebabkan penurunan kadar oksalatnya. Uji tanin yang dilakukan bersifat negatif. .

Kadar amilosa terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT. Pati pisang memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi sehingga akan menghasilkan gel yang lebih padat dibandingkan pati kentang dan tepung talas (Olatunde, dkk. 2017). Kadar pati terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT.

Nilai kadar pati ketiga bahan tergolong tinggi.

Nilai daya serap air terendah hingga tertinggi terdapat pada pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas. Menurut Otegbayo, dkk. (2010) nilai daya serap air yang tinggi menunjukkan ikatan amilosa dan amilopektin yang renggang pada granula. Sedangkan jika nilai daya serap air rendah maka ikatannya lebih rapat. Ini menunjukkan bahwa pati pisang memiliki ikatan amilosa dan amilopektin yang lebih rapat.

Nilai daya serap minyak terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Singh, dkk. (2017) daya serap minyak yang tinggi menunjukkan bahwa tepung atau pati baik untuk membuat makanan yang memerlukan pencampuran dengan minyak seperti roti.

Nilai swelling power terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT. Menurut Olatunde, dkk. (2017) swelling power merupakan kemampuan pati untuk menyerap air dan membesar pada kondisi air yang berlebih. Nilai swelling power pati kentang HMT adalah yang tertinggi disebabkan oleh melemahnya ikatan amilosa dalam pati tersebut.

Menurut Pranoto, dkk. (2014) selama proses modifikasi heat moisture treatment (HMT), ikatan molekul di dalam pati akan melemah sehingga akan terjadi peningkatan swelling power.

Nilai kelarutan terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Ratnayake, dkk. (2002) kelarutan dapat meningkat apabila struktur kristal dalam pati yang dipanaskan mengalami kerusakan, maka molekul air akan membentuk ikatan hidrogen terhadap amilosa dan amilopektin yang terlepas. Kelarutan menunjukkan interaksi antara rantai pati dalam bagian kristal dan amorf. Interaksi ini dipengaruhi oleh perbandingan amilosa dan amilopektin. Ikatan amilosa yang lemah di dalam granula pati dapat meningkatkan nilai kelarutan (Pranoto, dkk., 2014). Kelarutan tepung talas adalah yang tertinggi sehingga dapat dikatakan bahwa ikatan amilosa yang terdapat dalam tepung lemah.

Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid terhadap Mutu Fisik Spaghetti

Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti pada parameter dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap mutu fisik spaghetti

Parameter Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas pada spaghetti taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.

Tabel 7. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti

Parameter Jenis hidrokoloid pada spaghetti

H1 = Xanthan gum H2 = CMC H3 = Gum arab

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.

Warna

Hasil analisis ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap warna spaghetti.

Cooking time

Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai cooking time spaghetti yang dihasilkan. Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan proporsi pati pisang HMT yang semakin tinggi maka nilai cooking time cenderung meningkat.

Gambar 13. Hubungan perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap cooking time spaghetti

Hal ini disebabkan oleh suhu gelatinisasi pati pisang HMT yang lebih tinggi daripada pati kentang HMT. Menurut Singh, dkk. (2002) mie yang terbuat dari pati kentang memiliki suhu gelatinisasi yang rendah dan Kaur dan Singh (2005) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi bahan yang lebih tinggi lebih resisten terhadap pembengkakan dan pengrusakan granula pati. Oleh sebab itu, spaghetti yang ditambahi pati pisang HMT memiliki cooking time yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditambahi pati kentang HMT karena pati pisang HMT memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi yaitu 82,6oC dibandingkan pati kentang HMT sebesar 78,48oC. Pati pisang HMT juga memiliki setback viscosity

525 cC

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas

dan kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan pati kentang HMT sehingga ecenderungan untuk beretrogradasi lebih tinggi. Retrogradasi merupakan keadaan dimana amilosa yang telah keluar dari granula pati yang pecah akan terikat kembali. Ikatan amilosa ini dapat menghalangi air untuk masuk sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pemasakan.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa jenis hidrokoloid yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap cooking time spaghetti yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai cooking time tertinggi terdapat pada penambahan hidrokoloid H1 (xanthan gum) dengan waktu 617 detik (10 menit 28 detik) sedangkan nilai cooking time terendah terdapat pada penambahan hidrokoloid H3 (gum arab) dengan waktu 587 detik (10 menit 18 detik). Menurut Kaur, dkk. (2015) waktu pemasakan yang dibutuhkan lebih lama dengan adanya penambahan hidrokoloid mungkin disebabkan oleh persediaan air yang terbatas di dalam granula pati yang terdapat pada untaian mie sehingga menyebabkan granula pati lebih lama untuk membengkak.

Gambar 14. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti

617 aA 615 abA

Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai cooking time spaghetti yang dihasilkan. Gambar 15 menunjukkan bahwa pada perbandingan T3 dan T4 cooking time tertinggi terdapat pada hidrokoloid xanthan gum dan diikuti oleh CMC dan gum arab. Pada T1 dan T5 cooking time antara ketiga jenis hidrokoloid berbeda tidak nyata. Sedangkan pada T2 cooking time tertinggi terdapat pada hidrokoloid CMC dan diikuti oleh gum arab dan xanthan gum. Pada gambar juga dapat dilihat bahwa cooking time meningkat seiring dengan peningkatan proporsi pati pisang HMT. Interaksi antara pati dengan hidrokoloid memberikan kontribusi terhadap cooking time spaghetti.

Menurut Wüstenberg (2015) xanthan gum bersifat stabil terhadap panas sedangkan protein dari gum arab yang berperan dalam emulsifikasi mengalami denaturasi ketika terkena panas. Adapun fungsi dari emulsifier menurut Gomez dan Sciarini (2015) yaitu untuk mengurangi pembengkakan pati dan keluarnya amilosa ketika dipanaskan. Suhu gelatinisasi pati pisang HMT lebih tinggi daripada pati kentang HMT. Menurut Singh, dkk. (2002) mie yang terbuat dari pati kentang memiliki suhu gelatinisasi yang rendah dan Kaur dan Singh (2005) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi bahan yang lebih tinggi lebih resisten terhadap pembengkakan dan pengrusakan granula pati. Selain itu, kadar amilosa dan setback viscosity pati pisang HMT lebih tinggi sehingga kecenderungan untuk beretrogradasi tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pemasakan disebabkan oleh ikatan amilosa yang terikat kembali yang menyebabkan masuknya air menjadi terhambat.

Gambar 15. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti

Cooking loss

Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking loss spaghetti. Tetapi, jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap cooking loss spaghetti yang dihasilkan. Gambar 16 menunjukkan bahwa nilai cooking loss tertinggi terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid H3 (gum arab) dengan nilai sebesar 36,55% sedangkan nilai cooking loss terendah terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid H1 (xanthan gum) dengan nilai sebesar 30,65%.

Menurut Wüstenberg (2015) xanthan gum bersifat stabil terhadap panas sedangkan protein dari gum arab yang berperan dalam emulsifikasi mengalami denaturasi ketika terkena panas. Adapun fungsi dari emulsifier menurut Gomez dan Sciarini (2015) yaitu untuk mengurangi pembengkakan pati dan keluarnya

524 ghEF 548 gE 687 aA 673 abAB 656 bcAB

527 ghEF 644 cdBCD 642 cdBCD 612 fD 652 bcBC

523 hEF 619 deCD 618 efCD 512 hF 665 bcAB

0

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas Xanthan gum CMC Gum arab

amilosa ketika dipanaskan. Berdasarkan hal ini maka penggunaan gum arab sebagai hidrokoloid pada spaghetti memiliki nilai cooking loss terbesar.

Gambar 16. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking loss spaghetti yang dihasilkan.

Tekstur

Tekstur (Fmax)

Hasil analisis ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur (Fmax) spaghetti.

Elongasi

Elongasi merupakan pengukuran seberapa jauh untaian mie terputus (Afifah dan Ratnawati, 2017). Hasil analisis ragam pada Lampiran 6

tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai elongasi spaghetti. Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi pati pisang HMT maka semakin rendah nilai elongasi yang diperoleh. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan dari Afifah dan Ratnawati (2017) yang menyatakan bahwa mie yang terbuat dari tepung yang memiliki amilosa tinggi memiliki elongasi yang lebih tinggi karena pati kentang HMT memiliki kadar amilosa yang lebih rendah yaitu sebesar 43,68% daripada pati pisang HMT sebesar 61,59%.

Menurut Herawati, dkk. (2017) mie yang bertekstur padat memiliki kandungan amilosa yang tinggi sehingga terjadi retrogradasi yang baik. Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dari mie sehingga semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi nilai elongasi mie.

Gambar 17. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap persen elongasi spaghetti

Hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai elongasi spaghetti. Gambar 18 menunjukkan bahwa persen elongasi tertinggi terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid H1 (xanthan gum) yaitu 20,19%

sedangkan persen elongasi terendah terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid

22,13 aA

19,89 bB 19,28 bB

14,09 cD

17,06 cC

0 5 10 15 20 25

T1 T2 T3 T4 T5

Persen elongasi (%)

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas

H2 (CMC) yaitu 16,69%. Penambahan xanthan gum memberikan bentuk adonan yang lebih kokoh dan keras dibandingkan dengan hidrokoloid lain. Menurut Kaur, dkk. (2015) hidrokoloid dapat meningkatkan mutu tekstur suatu produk.

Gambar 18. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi spaghetti Hasil analisis ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai elongasi spaghetti. Gambar 19 menunjukkan bahwa persen elongasi tertinggi terdapat pada interaksi T3H1 yaitu perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan perbandingan 15% : 15% : 70% dengan penambahan xanthan gum 0,5% dengan persen elongasi sebesar 25,78%.

Sedangkan persen elongasi terendah terdapat pada interaksi T4H2 yaitu perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan perbandingan 22,5% : 7,5% : 70% dengan penambahan CMC 0,5% dengan persen elongasi sebesar 13,34%.

Menurut Afifah dan Ratnawati (2017), mie yang terbuat dari tepung yang memiliki amilosa tinggi memiliki nilai elongasi yang lebih tinggi. Menurut Herawati, dkk. (2017) mie yang bertekstur padat memiliki kandungan amilosa

20,19 aA

16,69 cC

18,59 bB

0 5 10 15 20 25

H1 H2 H3

Persen elongasi (%)

Hidrokoloid 0,5%

yang tinggi sehingga terjadi retrogradasi yang baik. Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dari mie sehingga semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi nilai elongasi mie. Perlakuan T3H1 memiliki nilai amilosa yang lebih rendah dibandingkan dengan T4H2 namun adanya pengaruh dari penambahan xanthan gum memberikan hasil elongasi yang lebih baik pada T3 karena xanthan gum memiliki kemampuan seperti gluten yang mampu memerangkap pati dengan baik dan juga stabil terhadap panas yang terjadi saat perebusan spaghetti sebelum elongasi dianalisa.

Gambar 19. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan penambahan jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi spaghetti

Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid terhadap Mutu Kimia Spaghetti

Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

20,45 cdBC 20,04 cdBC 25,78 aA 15,28 gE 19,41 dCD

20,57 bcBC 18,13 eD 15,61 fE 13,34 hF 15,81 fE

25,38 aA 21,52 bB 16,43 fE 13,64 hF 15,95 fE

0 5 10 15 20 25 30

T1 T2 T3 T4 T5

Persen elongasi (%)

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas Xanthan gum CMC Gum arab

Tabel 8. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap mutu kimia spaghetti

Parameter Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas terhadap karakteristik fisik spaghetti

T1 T2 T3 T4 T5

Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.

Tabel 9. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti

Parameter Jenis hidrokoloid pada spaghetti

H1 = Xanthan gum H2 = CMC H3 = Gum arab

Hasil analisis ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air spaghetti.

Kadar abu

Hasil analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, jenis hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu spaghetti.

Kadar lemak

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, jenis hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak spaghetti.

Kadar protein

Hasil analisa ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar spaghetti. Tetapi jenis hidrokoloid dan interaksi antara perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein spaghetti. Gambar 20 menunjukkan bahwa penambahan sejumlah pati pisang termodifikasi HMT cenderung meningkatkan kadar protein spaghetti. Kadar protein spaghetti yang dihasilkan tergolong sangat rendah karena bahan baku yang digunakan memiliki kadar protein yang rendah. Menurut Yadav, dkk. (2016) kadar protein pati pisang lebih besar daripada pati kentang. sehingga spaghetti dengan proporsi pati pisang HMT yang semakin besar mengalami peningkatan kadar protein.

Gambar 20. Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap kadar protein

Kadar karbohidrat

Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar karbohidrat spaghetti.

Kadar serat kasar

Hasil analisa ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar serat spaghetti yang dihasilkan.

Tetapi, jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat spaghetti. Gambar 21. menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi terdapat pada T1 (0% : 30% : 70%) yaitu sebesar 2,62% sedangkan kadar serat terendah terdapat pada T2 (7,5% : 22,5% : 70%) yaitu sebesar 1,97% dimana kedua nilai tersebut tergolong rendah. Menurut Lizarazo, dkk. (2015) pati kentang memiliki kandungan serat kasar sebesar 0,02% dan menurut Olatunde, dkk.

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas

0,4%. Namun, kadar serat untuk setiap varietas memiliki perbedaan. Kentang merah yang digunakan mungkin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan pisang kepok yang digunakan dalam pembuatan spaghetti.

Gambar 21. Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap kadar serat spaghetti.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas serta hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat spaghetti. Gambar 22 menunjukkan bahwa pada perbandingan T1, T2, dan T4, kadar serat tertinggi diperoleh pada hidrokoloid xanthan gum diikuti oleh CMC dan gum arab, tetapi pada perbandingan T3 dan T5 kadar serat tertinggi diperoleh pada hidrokoloid gum arab diikuti oleh CMC dan xanthan gum. Hasil uji DMRT pada Lampiran 7 menunjukkan secara umum untuk semua interaksi perlakuan perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata kecuali pada perlakuan T1H1 (perbandingan 0% : 30% : 70% dengan penambahan hidrokoloid xanthan gum).

Interaksi antara pati dengan hidrokoloid memberikan kontribusi terhadap kadar

2,62 a

1,97 b

2,31 ab

2,02 b 1,99 b

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

T1 T2 T3 T4 T5

Kadar serat kasar (%)

Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas

serat spaghetti. Menurut Wüstenberg (2015), xanthan gum memiliki kandungan serat 100% dan gum arab sebesar 80%. Menurut Lizazaro, dkk. (2015) pati kentang memiliki kandungan serat kasar sebesar 0,02% dan menurut Olatunde, dkk. (2017), pati pisang memiliki kadar serat yang rendah yaitu sekitar 0,4%.

Namun, kadar serat untuk setiap varietas memiliki perbedaan. Kentang merah yang digunakan mungkin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan pisang kepok sehingga nilai kadar serat T1H1 lebih tinggi

Namun, kadar serat untuk setiap varietas memiliki perbedaan. Kentang merah yang digunakan mungkin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan pisang kepok sehingga nilai kadar serat T1H1 lebih tinggi

Dokumen terkait