• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN HIDROKOLOID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN HIDROKOLOID"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN

HIDROKOLOID

SKRIPSI

Oleh :

SONIA

140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN

HIDROKOLOID

SKRIPSI

Oleh :

SONIA

140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)
(4)

ABSTRAK

SONIA. Pembuatan Pasta Berbahan Dasar Talas dengan Penambahan Pati Termodifikasi dan Hidrokoloid.

Keberadaan para penderita celiac disease menyebabkan mereka menjadi tidak bisa mengonsumi makanan yang berbahan dasar gluten. Salah satu cara adalah dengan menciptakan makanan yang berbahan dasar non gluten seperti spaghetti talas yang ditambahkan pati termodifikasi dan hidrokoloid. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu pembuatan tepung talas, pembuatan pati kentang dan pisang termodifikasi HMT dengan perbandingan 0%:30%:70%, 7,5%:22,5%:70%, 15%:15%:70%, 22,5%:7,5%:70%, and 30%:0%:70% yang ditambahkan dengan hidrokoloid 0,5% (xanthan gum, CMC, dan gum arab) dan pembuatan spaghetti. Hasil yang diperoleh adalah pada perbandingan komposisi tepung dan pati yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01) terhadap kadar protein, cooking time, dan elongasi dan berbeda nyata (P > 0,05) terhadap kadar serat kasar, pada penambahan hidrokoloid yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01) terhadap cooking loss dan elongasi dan berbeda nyata (P > 0,05) terhadap cooking time dan interaksi antara kedua faktor yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01) terhadap kadar serat kasar, cooking time dan elongasi. Komposisi spaghetti terbaik dinilai berdasarkan nilai cooking time, cooking loss, dan elongasi yang diperoleh pada perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas 15% : 15%: 70% dengan penambahan hidrokoloid 0,5% jenis xanthan gum.

Kata kunci: Spaghetti, Heat Moisture Treatment (HMT), dan Hidrokoloid.

ABSTRACT

SONIA. The Making of Taro Flour Based Pasta with Addition of Modified Starches and Hydrocolloids.

People with celiac disease are not able to consume food that contains gluten. In order to make them able to eat a gluten-based food is by creating a food that does not contain gluten like taro flour based pasta with the addition of modified starches and hydrocolloids. This research was conducted in 2 steps that were the making of heat moisture treatment (HMT) modified banana and potato starch and taro flour with proportion 0%:30%:70%, 7.5%:22.5%:70%, 15%:15%:70%, 22.5%:7.5%:70%, and 30%:0%:70% added with 0,5% of hydrocolloids (xanthan gum, CMC, and arabic gum) and the making of spaghetti.

The results showed that proportions of starches and flour were high significantly different (P > 0.01) in protein content, cooking time and elongation and significantly different (P > 0.05) in crude fibre content, hydrocolloids were high significantly different (P > 0.01) in cooking loss and elongation and significantly different (P > 0.05) in cooking time and interactions of two factors were high significantly different (P > 0.01) in crude fibre content, cooking time and elongation. The best spaghetti composition was based on cooking time, cooking loss and elongation which can be found in the proportion of 15%:15%:70% of modified banana starch, modified potato starch and taro flour with the addition of xanthan gum of 0.5%.

Keyword: Spaghetti, Heat Moisture Treatment (HMT), and Hydrocolloids.

(5)

RIWAYAT HIDUP

SONIA dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Oktober 1996, dari Bapak Bun Hoa Sutardji dan Ibu Fong Gok Mie. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Swasta Methodist-3, SD Swasta Methodist-3, SMP Swasta Methodist-3, dan SMA Swasta Methodist-3.

Pada tahun 2014 penulis berhasil masuk ke Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis pernah menjadi peserta kompetisi The 4th Indonesian Food Quiz Bowl tingkat regional di Universitas Sriwijaya, Indralaya dan meraih peringkat ke-2 dan menjadi partisipan pada tingkat nasional di Universitas Pasundan, Bandung. Penulis pernah mengikuti kepanitiaan International Conference on Agricultural, Environment, and Food Security (AEFS) tahun 2017 di Hotel Aryaduta, Medan. Pada tahun 2016-2018, penulis merupakan asisten di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “Pembuatan Pasta Berbahan Dasar Tepung Talas dengan Penambahan Pati Termodifikasi dan Hidrokoloid”.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2017 hingga Juli 2018 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, USU. Penelitian ini disponsori oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, dalam program Indofood Riset Nugraha tahun 2017/2018.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Pasta Berbahan Dasar Tepung Talas dengan Penambahan Pati Termodifikasi dan Hidrokoloid” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Selain itu, banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti program riset Indofood Riset Nugraha 2017/2018 dan mendanai penelitian penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi atas bimbingan, motivasi, dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi penulis.

3. Ridwansyah, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi atas bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Budi Prasetyo Widyobroto, DESS, DEA, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc., PhD, dan Ir. Winarti Tjondro Koesoemo, selaku Dewan Pakar program riset Indofood Riset Nugraha 2017/2018 atas motivasi dan saran dalam menyempurnakan skripsi penulis.

5. Staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi.

(7)

6. Ibu yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan dorongan selama proses penyelesaian skripsi dan Bapak yang sudah membantu dalam penyelesaian skripsi penulis.

7. Egi, Maria, Metta, dan Vivi yang sudah membuat hari-hari di kampus lebih berwarna dan menyenangkan.

8. Asisten 2014 Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan yaitu Bobby, Kansari, Nazhifah, Nursarah, dan Pretty serta kakak dan abang asisten 2013, Kak Mei, Kak Suci, Kak Sophie, Kak April, Kak Putri, Bang Kevin, Bang Jaswan, dan Bang Kenzi yang sudah banyak membantu selama penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan ITP 2014, kakak dan abang 2013, dan adik-adik 2015, dan semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian skripsi.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

Hipotesa Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pasta dan Spaghetti ... 5

Talas ... 6

Kentang ... 8

Pisang ... 9

Pati ... 9

Pati Termodifikasi ... 10

Hidrokoloid ... 11

Viskositas ... 14

Tekstur ... 14

Penelitian Sebelumnya ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

Tahapan Penelitian ... 18

Model Rancangan... 20

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 28

Warna ... 28

Densitas kamba ... 28

Profil amilograf ... 29

(9)

Kadar oksalat ... 29

Uji tanin ... 30

Kadar amilosa... 30

Kadar pati ... 31

Daya serap air dan minyak ... 32

Swelling power ... 32

Kelarutan (Solubility) ... 33

Cooking time dan cooking loss ... 33

Analisis tekstur Universal Testing Machine Zwick Type Z0.5 ... 33

Kadar air ... 34

Kadar abu ... 34

Kadar lemak ... 35

Kadar protein ... 35

Kadar karbohidrat (by difference) ... 36

Kadar serat kasar ... 36

Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Talas, Pati Pisang HMT, dan Pati Kentang HMT ... 38

Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Fisik Spaghetti... 42

Warna ... 43

Cooking time ... 44

Cooking loss ... 47

Tekstur ... 48

Tekstur (Fmax) ... 48

Elongasi ... 48

Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Kimia Spaghetti... 51

Kadar air ... 52

Kadar abu ... 53

Kadar lemak ... 53

Kadar protein ... 53

Kadar karbohidrat... 54

Kadar serat kasar ... 54

Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Sensori Spaghetti... 56

Nilai organoleptik ... 58

Warna (Spaghetti kering) ... 58

Tekstur (Spaghetti kering) ... 58

Warna (Spaghetti matang)... 58

Tekstur (Spaghetti matang) ... 58

Rasa ... 58

Aroma ... 59

Penerimaan umum ... 59

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 60

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 68

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Spaghetti ... 6

2. Granula pati kentang dan granula pati pisang ... 10

3. Struktur kimia xanthan gum ... 12

4. Struktur kimia CMC ... 13

5. Struktur kimia gum arab ... 14

6. Skema pembuatan tepung talas ... 22

7. Skema pembuatan pati kentang ... 23

8. Skema pembuatan pati pisang ... 24

9. Skema pembuatan pati pisang termodifikasi ... 25

10. Skema pembuatan pati kentang termodifikasi ... 26

11. Skema pembuatan spaghetti talas ... 27

12. Perubahan nilai viskositas tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT ... 39

13. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap cooking time spaghetti... 54

14. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti ... 55

15. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti ... 56

16. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti ... 52

17. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap persen elongasi spaghetti ... 57

18. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi spaghetti ... 58 19. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,

dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi

(12)

spaghetti ... 59 20. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan

tepung talas terhadap kadar protein spaghetti ... 49 21. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan

tepung talas terhadap kadar serat spaghetti ... 50 22. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,

dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar serat

spaghetti ... 51

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal 1. Komposisi talas dalam basis basah ... 7 2. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur ... 37 3. Analisa sifat fisik tepung talas, pati kentang HMT, dan pati

pisang HMT ... 38 4. Analisa sifat kimia tepung talas, pati kentang HMT, dan pati

pisang HMT ... 38 5. Analisa sifat fungsional tepung talas, pati kentang HMT, dan pati

pisang HMT ... 39 6. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan

tepung talas terhadap mutu fisik spaghetti ... 43 7. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti... 43 8. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan

tepung talas terhadap mutu kimia spaghetti ... 52 9. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti... 52 10. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan

tepung talas terhadap mutu sensori spaghetti ... 57 11. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu sensori spaghetti ... 57

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data analisa ragam warna spaghetti... 68

2. Data analisa ragam cooking time spaghetti, uji DMRT pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti ... 69

3. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti ... 70

4. Data analisa ragam cooking loss spaghetti dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti ... 71

5. Data analisa ragam tekstur (Fmax) spaghetti ... 72

6. Data analisa ragam elongasi spaghetti, uji DMRT pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap elongasi spaghetti ... 73

7. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap elongasi spaghetti ... 74

8. Data analisa ragam kadar air spaghetti ... 75

9. Data analisa ragam kadar abu spaghetti ... 76

10. Data analisa ragam kadar lemak spaghetti ... 77

11. Data kadar protein spaghetti dan uji DMRT pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap kadar protein spaghetti ... 78

12. Data analisa ragam kadar karbohidrat spaghetti ... 79

13. Data analisa ragam kadar serat spaghetti dan uji DMRT pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas ... 80

14. Interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar serat spaghetti ... 81

15. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti kering ... 82

(15)

16. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti kering ... 83

17. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti matang ... 84

18. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti matang ... 85

19. Data analisa ragam nilai organoleptik rasa spaghetti... 86

20. Data analisa ragam nilai organoleptik aroma spaghetti ... 87

21. Data analisa ragam nilai organoleptik penerimaan umum spaghetti ... 88

22. Gambar spaghetti kering ... 89

23. Gambar spaghetti setelah dimasak ... 90

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Celiac disease merupakan penyakit usus yang kronis yang dapat menyebabkan malabsorpsi yang disebabkan oleh intoleransi seseorang terhadap gluten (Holtmeier dan Caspary, 2006). Penyakit ini merupakan penyakit autoimun serius yang bersifat genetis. Jika seorang penderita celiac disease mengonsumsi makanan yang mengandung gluten maka sistem imunnya akan merespon dengan menghancurkan vili yang terdapat dalam usus halus. Akibatnya tubuh menjadi tidak mampu untuk menyerap nutrisi untuk dialirkan ke darah sehingga akan terjadi malnutrisi (Beyond Celiac, 2017).

Penyakit celiac disease dapat diatasi dengan cara menghindari konsumsi makanan yang mengandung gluten seperti roti, mie, kue, dan makanan lainnya yang terbuat dari terigu. Tetapi hal ini menyebabkan penderita celiac disease tidak bisa menikmati makanan yang beragam. Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin banyak inovasi pangan yang berkembang. Orang-orang berkebutuhan khusus dapat memperoleh makanan yang sama dengan orang normal dengan membuat inovasi terhadap makanan tersebut yang dikenal sebagai makanan bebas gluten (gluten free).

Pasta merupakan makanan khas Italia yang terbuat dari gandum durum semolina dengan air. Pasta terdiri atas beberapa jenis yaitu spaghetti, fusili, macaroni, dan lain-lain. Pasta memiliki penampakan warna kuning pada umumnya dan bertekstur kenyal. Pasta yang akan dibuat adalah jenis spaghetti.

Spaghetti adalah pasta yang memiliki bentuk yang panjang, tipis, silindris, dan

(17)

berisi padat (Wikipedia, 2017). Agar penderita celiac disease dapat mengonsumsi spaghetti maka diubah bahan dasar dari spaghetti gandum menjadi spaghetti talas.

Umbi talas (Colocasia esculenta) atau taro adalah umbi yang berasal dari famili Araceae. Talas memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan beras. Kandungan gizi talas seperti karbohidrat, protein, tiamin, riboflavin, niasin, asam oksalat, kalsium oksalat, mineral, lipid, asam lemak tidak jenuh, dan antosianin. Selain itu, talas memiliki keunggulan seperti mudah untuk dicerna karena granula patinya dan sifatnya yang tidak menimbulkan alergi (Pereira, dkk., 2015). Namun, penggunaan talas dalam pembuatan produk pangan tidak terlalu banyak karena kandungan bahan toksik berupa kristal kalsium oksalat yang dimilikinya. Kristal oksalat pada umbi talas menyebabkan rasa gatal pada mulut dan tenggorokan (Rahmawati, dkk., 2012).

Jika kristal oksalat yang dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan penyakit batu ginjal. Namun, kristal ini dapat dihilangkan dengan cara pencucian atau perebusan selama pengolahannya.

Tepung talas tidak mengandung gluten yang berfungsi dalam memperangkap pati oleh jaringan protein gluten, tetapi tepung talas memiliki kemampuan menyerap air yang baik. Dalam pembuatan spaghetti talas diperlukan penambahan pati termodifikasi seperti pati kentang dan pati pisang dan hidrokoloid seperti xanthan gum, CMC (Carboxymethyl cellulose), dan gum arab.

Kedua jenis bahan ini dapat membantu dalam pembentukan struktur spaghetti yang dikenal memiliki tekstur yang kenyal. Selain itu, xanthan gum dapat berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein dan memiliki kemampuan untuk mengikat air. Xanthan gum juga dapat membentuk lapisan tipis

(18)

dengan pati sehingga berfungsi sebagai pengganti gluten (Waruwu, dkk., 2015).

Sedangkan CMC dapat membentuk ikatan silang dalam molekul polimer sehingga molekul pelarut terjebak di dalamnya dan terjadi imobilisasi yang dapat membentuk struktur molekul yang kaku dan tahan terhadap tekanan (Kamal, 2010). Dan gum arab mampu menjaga nilai viskositas dan sifat reologi produk (Hutapea, dkk., 2016).

Perumusan Masalah

Munculnya celiac disease menyebabkan seseorang menjadi tidak bisa mengonsumsi makanan yang mengandung gluten. Penyebab penyakit ini adalah karena keturunan, akibat operasi, kehamilan, kelahiran, infeksi virus ataupun stres. Diet makanan bebas gluten diharapkan dapat mengatasi masalah celiac disease seseorang. Oleh karena itu perlu dibuat produk makanan bebas gluten seperti spaghetti talas.

Talas memiliki sifat tidak membuat alergi dan kaya akan nutrisi serta mudah untuk dicerna. Namun, talas tidak mengandung gluten seperti gandum durum semolina yang mampu untuk mengoagulasi dan memerangkap pati. Ini yang menyebabkan jaringan protein sulit untuk terbentuk dan menghasilkan spaghetti dengan viskoelastisitas yang kurang baik.

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mengembangkan makanan pasta talas untuk penderita celiac disease

2. Bagaimana mengkaji pengaruh penambahan pati termodifikasi dan hidrokoloid terhadap produk pasta talas yang akan dihasilkan

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menciptakan produk non gluten bagi orang yang tidak bisa mengonsumsi produk gluten dan mendapatkan formula pembuatan pasta berbahan dasar tepung talas dengan penambahan pati termodifikasi dan hidrokoloid.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan keanekaragaman produk pangan yang diperoleh dari pembuatan spaghetti yang berbahan baku talas, pisang, dan kentang dan mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

Perbandingan pati pisang termodifikasi HMT, pati kentang termodifikasi HMT, xanthan gum, CMC, dan gum arab berpengaruh terhadap mutu spaghetti.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pasta dan Spaghetti

Pasta merupakan suatu produk yang terbuat dari gandum durum semolina dengan penambahan air. Produk ini dapat diolah lebih lanjut dengan cara dimasak atau dibuat mentah. Pasta yang dibuat dengan gandum durum biasanya memiliki kualitas yang lebih baik seperti struktur pasta yang kuat, kehilangan akibat pemasakan yang rendah, dan sebagainya. Komponen yang berperan penting dalam pembentukan struktur pasta yaitu gluten (Padalino, dkk., 2011).

Pasta kering merupakan makanan pokok orang Barat. Cara pembuatan pasta adalah dengan mencampurkan air dengan gandum durum semolina sehingga menghasilkan adonan. Adonan diekstruksi melalui suatu pencetak untuk menghasilkan bentuk pasta yang diinginkan. Struktur dari pasta kering maupun yang dimasak dideskripsikan sebagai suatu matriks kompak dimana granula pati terperangkap di dalam jaringan protein yang terkoagulasi (Stuknyte, dkk., 2013).

Semolina merupakan bahan dasar yang sangat terkenal dalam pembuatan pasta. Gandum ini mengandung gluten yang terdiri atas gliadin dan glutenin.

Keunikan yang dimiliki oleh gluten yaitu mengkoagulasi dan mampu untuk memperangkap komponen pati dalam pasta ketika dimasak, sehingga akan membentuk suatu kompleks jaringan protein dengan viskoelastisitas yang sangat baik (Laleg, dkk., 2016).

Spaghetti adalah jenis pasta yang memiliki berbentuk seperti senar dan panjang yang dapat dilihat pada Gambar 1. Kata spaghetti berasal dari bahasa Italia yaitu spaghetto yang berarti senar. Spaghetti terbuat dari mie gandum yang

(21)

direbus dalam air dalam waktu yang singkat. Bisa disajikan sebagai makanan utama atau makanan sampingan. Biasanya pada spaghetti yang dihidangkan sebagai makanan utama ditambahkan saus seperti saus tomat (Wikipedia, 2017).

Gambar 1. Spaghetti (Wikipedia, 2017)

Talas

Talas memiliki umbi yang dapat direbus, dimasak, dipanggang, atau dihaluskan (mashed) untuk dijadikan makanan. Talas di Nigeria dijadikan sebagai makanan pokok dan sebagai pengental makanan. Ini terjadi karena granular pati dari talas kecil dan dapat meningkatkan pencernaan. Talas mengandung protein, vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, dan jumlah serat pangan yang besar. Nutrisi utama dari talas adalah kandungan energi yang didapat dari karbohidrat (Ogundare-Akanmu, dkk., 2015). Berdasarkan Wikipedia (2017), klasifikasi ilmiah talas adalah sebagai berikut.

(22)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Alismatales Famili : Araceae Genus : Colocasia Spesies : C. esculenta

Talas mengandung karbohidrat, serat, dan mineral yang tinggi namun memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah. Sekitar 11% dari total protein talas adalah albumin dengan jumlah fenilalanin dan leusin yang tinggi.

Talas juga mengandung ratusan asam amino esensial namun memiliki kandungan histidin dan lisin yang rendah. Pati talas mengandung amilosa yang rendah (<50%) dan amilopektin yang tinggi dibandingkan dengan yang sereal lain.

Perbandingan amilosa dan amilopektin adalah 1:7 (Temesgen dan Retta, 2015).

Adapun komposisi talas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi talas dalam basis basah

Komponen Kandungan

Kadar air (%) 63-85

Karbohidrat (%) 13-29

Protein (%) 1,4-3,0

Lemak (%) 0,16-0,36

Serat kasar (%) 0,60-1,18

Kadar abu (%) 0,60-1,3

Vitamin C (mg/100g) 7-9

Tiamin (mg/100g) 0,18

Riboflavin (mg/100g) 0,04

Niasin (mg/100g) 0,9

Sumber: Onwueme, 1999

Talas memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu sekitar 70-80%

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku tepung-tepungan. Ukuran granula

(23)

tepung talas tergolong kecil yaitu sekitar 0,5-5 mikron sehingga talas mudah dicerna bagi orang yang bermasalah dengan pencernaannya. Kandungan oksalat talas yang cukup tinggi dapat membuat seseorang mengalami rasa gatal apabila talas dikonsumsi. Oksalat pada talas dapat dihilangkan dengan cara perendaman dalam asam sulfat dan dalam air mendidih (Koswara, 2013).

Karbohidrat pada talas terdiri dari pati (77,9%), pentosan (2,6%), serat kasar (1,4%), gula pereduksi (0,5%), dekstrin (0,1%), dan sukrosa (0,1%). Elemen mineral yang terdapat pada talas yaitu kalsium, fosfor, kalium, klorin, magnesium, sulfur, besi, tembaga, mangan, dan seng. Selain itu, talas juga memiliki nilai pengobatan dan telah dijadikan sebagai makanan untuk bayi yang mengalami alergi dan bagi orang yang menderita kelainan lambung (Eneh, 2013).

Kristal kalsium oksalat dari talas terbentuk dalam ikatan dengan bagian ujungnya menghadap keluar dan akan dilepas ketika dinding sel pecah. Dengan proses pemasakan yang diperpanjang, dinding sel akan menjadi lembut dan ikatan kristal akan rusak sehingga bagian umbi dapat dimakan. Pembuangan kulit dan bagian luar tanaman ini dapat mengurangi tusukan tajam di lidah, mulut, dan tenggorokan karena sebagian besar kristal kalsium oksalat terdapat pada kedua bagian tersebut (Tong, 2016).

Kentang

Kentang merupakan tanaman hortikultura yang digunakan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri (Husna, dkk., 2014). Kentang mudah rusak karena memiliki kandungan air yang tinggi dan penyimpanannya tidak tahan lama karena akan tumbuh tunas. Kentang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar dan hasil industri makanan olahan seperti pati (Martunis, 2012). Kentang merah

(24)

mengandung karbohidrat yang lebih banyak dengan kadar air lebih rendah sehingga sering diolah menjadi keripik dan juga dapat membuat makanan menjadi lebih gurih dan lezat (Fauzi, dkk., 2016).

Pisang

Pisang merupakan tumbuhan herba terbesar di dunia yang berasal dari genus Musa dan sangat banyak dijumpai di negara berkembang yang dianggap sebagai salah satu sumber energi terpenting bagi manusia. Pisang termasuk ke dalam tumbuhan terpenting keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Buah ini bersifat mudah rusak. Pisang memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu lebih dari 70% dari berat keringnya sehingga diolah menjadi bentuk tepung dan pati (Waliszewski, dkk., 2003).

Pati

Pati (amilum) merupakan polisakarida yang terdiri atas sejumlah besar unit glukosa yang tergabung oleh ikatan glikosida yang mengandung amilosa dan amilopektin. Pati dapat dijumpai pada tanaman seperti kentang, gandum, beras, dan bahan pangan lainnya. Pati memiliki kegunaan yang terbatas dalam bentuk tidak termodifikasi (alami) seperti pembentukan jaringan yang lemah, tekstur atau elastisitas produk yang kurang baik ketika dipanaskan dan pembentukan gel yang kurang baik saat campuran pangan didinginkan. Oleh karena itu, industri pangan lebih memilih pati termodifikasi karena dapat meningkatkan water holding capacity, resistensi terhadap panas, meningkatkan pengikatan, mengurangi seneresis pati dan meningkatkan konsistensi (Abbas, dkk., 2010).

Pati merupakan cadangan makanan dalam tanaman yang berfungsi sebagai sumber energi untuk manusia. Setiap tanaman memiliki morfologi granula

(25)

pati, berat molekul, komposisi, dan juga sifat fisikokimia yang berbeda. Pati memiliki kemampuan untuk meningkatkan konsistensi, stabilitas, dan sifat makanan yang lain. Karena sifatnya yang alamiah dan aman maka pati sering digunakan dalam modifikasi tekstur makanan (Yadav, dkk., 2016). Adapun gambar granula pati pisang dan pati kentang dapat dilihat pada Gambar .

(a) (b) Gambar 2. (a) Granula pati kentang (González-Soto, dkk., 2006)

(b) Granula pati pisang (Szymońska, dkk., 2009) Pati Termodifikasi

Tujuan dari modifikasi pati adalah mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati alami. Cara-cara memodifikasi pati termodifikasi yaitu dengan memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi atau melakukan substitusi gugus kimia pada molekul pati (Herawati, 2011). Modifikasi pati dengan HMT (heat moisture treatment) dapat meningkatkan ketahanan terhadap panas, perlakuan mekanis, dan pH asam dengan menyebabkan suhu gelatinisasi naik dan membuat kapasitas pembengkakan granula menjadi turun (Jacobs dan Delcour, 1998).

Nilai kelarutan dalam air dingin pati kentang dan pati pisang termodifikasi adalah lebih rendah dibandingkan pati yang alami karena pada pati termodifikasi HMT telah mengalami pemanasan yang berulang. Akibat

(26)

pemanasan yang berulang ini yaitu terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier dan berkurangnya daerah amorf yang mudah dimasuki oleh air sehingga kelarutan pati termodifikasi menjadi lebih rendah (Erika, 2010). Penggunaan suhu pemanasan yang melebihi titik optimum dari pati dapat menyebabkan rusaknya granula pati sehingga daya pembengkakan dan kelarutan pati mengalami penurunan (Hakiim dan Sistihapsari, 2011).

Hidrokoloid

Hidrokoloid adalah polimer berantai panjang yang heterogen yang memiliki sifat untuk membentuk dispersi yang kental dan atau gel ketika terdispersi dalam air. Dengan adanya gugus hidroksil yang banyak dapat meningkatkan afinitas untuk mengikat molekul air dan membuat menjadi senyawa hidrofilik. Kemudian, akan terbentuk dipersi yang merupakan intermediat antara larutan dan suspensi dan terbentuk koloid. Karena dua sifat ini, maka dinamakan sebagai hidrokoloid (Saha dan Bhattacharya, 2010).

Hidrokoloid dalam produk pangan memiliki fungsi sebagai perekat, pengikat air, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Selain itu, hidrokoloid mampu untuk menurunkan kandungan air bebas dalam bahan pangan.

Hidrokoloid berinteraksi dengan makromolekul yang bermuatan seperti protein sehingga dapat menghasilkan pembentukan gel. Molekul ini membentuk ikatan double helix yang mengikat rantai menjadi tiga dimensi. Pembentukan gel oleh hidrokoloid menyebabkan terjadinya peningkatan kekenyalan pada mie (Widyaningtyas dan Susanto, 2015).

Hidrokoloid dapat meningkatkan tekstur produk, meningkatkan retensi air dan di sisi lain menghasilkan energi yang rendah. Hidrokoloid sering dijumpai

(27)

pada makanan berkalori rendah. Fungsi lainnya seperti mengontrol sifat pasta pada makanan, meningkatkan retensi air dan memperbaiki keseluruhan kualitas produk selama penyimpanan. Selain itu, jika ditambahkan ke dalam makanan yang mengandung pati dapat memodifikasi sifat gelatinisasi dan retrogradasi dan stabilitas pemanasan setelah pembekuan (freeze-thaw) (Alam, dkk., 2009).

Xanthan gum merupakan heteropolisakarida dengan struktur primer yang terdiri atas pentasakarida berulang yang dibentuk oleh dua unit glukosa, dua unit manosa, dan satu unit asam glukuronat (Garcia-Ochoa, dkk., 2000). Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Struktur kimia xanthan gum (Garcia-Ochoa, dkk., 2000)

Xanthan gum memiliki efek yang besar untuk meningkatkan viskositas adonan yang dapat memperlambat kelajuan difusi gas dan menahan gas pada tahap awal pembuatan kue sehingga dapat memberikan volume akhir kue yang lebih tinggi (Jarnsuwan dan Thongngam, 2012).

(28)

Penggunaan xanthan gum dalam pembuatan produk seperti roti, cake, dan mie dapat menyebabkan terjadi interaksi dengan komponen lain seperti pati dan protein dan memiliki kemampuan untuk mengikat air. Xanthan gum juga dapat membentuk lapisan tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi sebagai gluten. Hidrokoloid jenis ini dapat membentuk gel sehingga mampu mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat sensoris dari produk pangan bebas gluten (Waruwu, dkk., 2015).

CMC (Carboxymethyl cellulose) merupakan polisakarida larut air yang berpengaruh dalam gelatinisasi dan retrogradasi pati. Selain itu, CMC juga memiliki aplikasi yang sangat besar dalam pembuatan kosmetik dan makanan karena berperan sebagai agen retensi air dan penstabil dispersi (Leite, dkk., 2012).

Struktur kimia CMC dapat dilihat pada Gambar 3 .

Gambar 4. Struktur kimia CMC (Cellulose ether, 2018).

Gum arab merupakan campuran kompleks dari glikoprotein dan polisakarida (Wikipedia, 2018). Bubuk gum arab bersifat mudah larut dalam air.

Rantai arabinogalaktan dalam gum arab berikatan dengan protein sehingga membentuk arabinogalaktoprotein (AGP). Struktur arabinogalaktan berfungsi untuk menghasilkan larutan dengan viskositas yang rendah sedangkan bagian protein berperan sebagai pengemulsi yang baik (Wüstenberg, 2015). Struktur kimia gum arab dapat dilihat pada Gambar 4.

(29)

Gambar 5. Struktur kimia gum arab (Bakerpedia, 2018).

Viskositas

Pengujian profil amilograf (viskositas) menunjukkan sifat pati yang telah disuspensikan dengan air selama proses pemanasan (Olatunde, dkk., 2017).

Viskositas puncak (peak viscosity) menunjukkan sifat pati apabila dilakukan pemasakan akan membentuk gel yang padat (Otegbayo, dkk., 2010). Viskositas pasta panas (trough viscosity) menunjukkan ketahanan pati terhadap pemanasan dan kerusakan. Breakdown viscosity menunjukkan kerentanan granula pati yang telah dipanaskan untuk terurai. Viskositas akhir (final viscosity) menunjukkan sifat bahan untuk dapat membentuk gel yang kental setelah pemasakan dan pendinginan. Setback viscosity menunjukkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi (Afifah dan Ratnawati, 2017).

Tekstur

Elongasi menunjukkan jarak yang dibutuhkan untuk memutuskan satu untaian mie. Jika mie membutuhkan waktu singkat untuk putus, maka nilai ekstensibilitasnya rendah. Kandungan amilosa yang terdapat dalam mie berbanding lurus dengan nilai elongasi. Semakin tinggi nilai amilosa maka

(30)

semakin tinggi nilai elongasi (Afifah dan Ratnawati, 2017). Semakin kompak struktur mie maka semakin tinggi nilai elongasi (Herawati, dkk., 2017).

Penelitian Sebelumnya

Tepung talas memiliki komposisi kimia dan sifat fungsional yang berbeda dibandingkan dengan tepung lain seperti tepung kedelai, tepung jagung, dan tepung kentang. Penelitian Kaur, dkk. (2013), menunjukkan bahwa tepung talas memiliki kekuatan menyerap air (WAC) yang paling baik dan kapasitas pembentukan buih terkecil dibandingkan dengan tepung lain seperti tepung jagung, kentang, dan kacang kedelai. WAC (Water absorption capacity) yang tinggi dan puncak viskositas dari tepung talas dapat dijadikan sebagai agen untuk pembentukan struktur produk yang baik dan dapat digunakan sebagai pengental atau pembentuk gel di berbagai produk. Pasta yang dihasilkan oleh pemanasan tepung talas bersifat stabil saat pendinginan dengan adanya setback viscosity yang rendah. Sifat ini berguna pada keadaan dimana stabilitas pati diperlukan dalam suhu yang rendah.

Menurut Gomez dan Sciarini (2015), hidrokoloid dapat berfungsi untuk mensubstitusi gluten dalam produk atau makanan yang tidak mengandung gluten.

Hidrokoloid digolongkan dalam serat yang larut air. Hidrokoloid dapat menyatu dengan air dan membentuk jaringan dengan partikel tepung sehingga menjadi jaringan yang kohesif. Xanthan gum dan CMC dapat menghasilkan struktur yang lebih baik dan memiliki jumlah sel yang lebih tinggi, dan menurut Hakim dan Chamidah (2013), gum arab bersifat sebagai emulsifier sehingga gum arab akan mudah dilarutkan dalam air maupun minyak.

(31)

Menurut Hager, dkk. (2012) celiac disease adalah keadaan dimana seseorang tidak bisa mengonsumsi makanan yang mengandung gluten sehingga cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengonsumsi makanan bebas gluten seperti pasta bebas gluten. Ada banyak pasta bebas gluten yang telah diproduksi seperti pasta yang terbuat dari beras putih, beras coklat, jagung, dan golongan kacang-kacangan. Diketahui bahwa, pasta jenis ini memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan protein dan serat yang rendah. Pasta bebas gluten memiliki tekstur yang berbeda dari pasta gandum dimana biasanya pasta bebas gluten memiliki tekstur yang terlalu lunak.

(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dari bulan September 2017 hingga Juli 2018.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas ketan, air, garam, kentang merah dan pisang kepok matang fisiologis, xanthan gum, CMC, dan gum arab.

Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, asam borat, NaOH, aquadest, tablet Kjeldahl, HCl, etanol, asam asetat, fenol, Na-K-tartarat, larutan iod, H2SO4 , heksan, FeCl3, NaCl, dan Na-metabisulfit.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat untuk pembuatan tepung dan pati yaitu blender, oven, timbangan, ayakan 80 mesh, termometer, dan kulkas. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan spaghetti adalah pasta maker, loyang, timbangan, dan oven. Peralatan yang digunakan untuk analisa sifat fisika-kimia pati kentang, pati pisang termodifikasi HMT, tepung talas serta mutu spaghetti adalah timbangan analitik, centrifuge, peralatan gelas lainnya, vortex, hot plate, desikator, oven, autoklaf, chromameter dan Universal Testing Machine.

(33)

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan yaitu

Tahap 1. Pembuatan tepung talas, pati kentang, dan pati pisang termodifikasi HMT Umbi talas dikupas kulitnya, dipotong, dan diiris tipis. Irisan talas direndam dalam larutan garam 10% selama 2 jam. Irisan disusun di atas loyang yang telah dilapisi plastik kajang. Irisan talas dikeringkan hingga irisan mengering. Irisan talas dihaluskan hingga halus dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Tepung talas disimpan dalam plastik. Secara lengkap tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Kentang dikupas kulitnya, dicuci dan dipotong. Potongan kentang

direndam dalam larutan garam 5% selama 30 menit dan dihaluskan. Hancuran kentang disaring menggunakan kain saring. Sari kentang dimasukkan ke dalam

toples besar dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:3. Pati diendapkan di dalam stoples selama 2 jam. Endapan pati dicuci sebanyak 2-3 kali untuk memperoleh pati kentang yang bersih. Pati kentang diambil dan dioleskan diatas loyang yang telah dilapisi plastik kajang. Pati dikeringkan dengan oven dengan suhu 50 oC selama 24 jam, diblender hingga halus dan disimpan dalam plastik kemasan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 7.

Pisang dikupas kulitnya, dipotong, dan direndam dalam larutan natrium metabisulfit 2000 ppm selama 15 menit. Potongan pisang dihaluskan dengan blender. Hancuran pisang disaring dengan menggunakan kain saring. Sari pisang dimasukkan ke dalam stoples besar dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:3. Pati diendapkan di dalam stoples selama 1 jam. Endapan pati dicuci sebanyak 2-3 kali untuk memperoleh pati pisang yang bersih. Pati pisang diambil dan

(34)

dioleskan diatas loyang yang telah dilapisi plastik kajang. Pati dikeringkan dengan oven dengan suhu 50 oC selama 24 jam, dihaluskan hingga halus dan disimpan dalam plastik kemasan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.

Pembuatan pati pisang termodifikasi dilakukan dengan meningkatkan kadar air awal pati pisang hingga 25% pada pH netral dengan cara menambahkan air pada pati pisang menggunakan alat semprot. Banyak air yang ditambahkan berdasarkan pada kadar air awal pati. Pati yang kadar airnya sudah mencapai 25%

disimpan pada ruang pendingin pada suhu 6 oC selama 12 jam, Kemudian pati dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 110 oC selama 3 jam. Selanjutnya pati dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit, setelah 30 menit pati dikeringkan pada suhu 50 oC selama 4 jam. Pati yang telah kering dihaluskan dan diayak. Pati disimpan dalam plastik. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9.

Pembuatan pati kentang termodifikasi dilakukan dengan meningkatkan kadar air awal pati kentang hingga 25% pada pH netral dengan cara menambahkan air pada pati kentang menggunakan alat semprot. Banyaknya air yang ditambahkan berdasarkan pada kadar air awal pati. Pati yang kadar airnya sudah mencapai 25% disimpan pada ruang pendingin pada suhu 6 oC selama 12 jam, Kemudian pati dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 110 oC selama 3 jam.

Selanjutnya pati dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit, setelah 30 menit pati dikeringkan pada suhu 50 oC selama 4 jam. Pati yang telah kering dihaluskan dan diayak. Pati disimpan dalam plastik. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 10.

Adapun perhitungan banyak air yang ditambahkan untuk mencapai 25% pada pati yaitu:

(35)

% Kadar air (bk) = Berat air Berat kering bahan awal

Banyak air yang ditambahkan = Berat air - berat air bahan awal Tahap 2. Pembuatan spaghetti

Penelitian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor sebagai berikut

Faktor I : perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas (T) T1 = 0% : 30% : 70%

T2 = 7,5% : 22,5% : 70%

T3 = 15% : 15 % : 70%

T4 = 22,5% : 7,5% : 70%

T5 = 30% : 0% : 70%

Faktor II : penambahan hidrokoloid (H) sebanyak 0,5%

H1 = Xanthan gum H2 = CMC

H3 = Gum arab Model Rancangan

Ŷijk = µ + Ti + Hj + (TH)ij + εijk dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke- j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

Ti : Efek faktor T pada taraf ke-i Hj : Efek faktor H pada taraf ke-j

(TH)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke-j

(36)

εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pembuatan spaghetti talas dilakukan dengan mencampurkan tepung talas, pati pisang dan kentang HMT, hidrokoloid (xanthan gum, CMC, gum arab) dan air. Campuran adonan diadon hingga kalis dan tidak menimbulkan buih udara..

Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam pasta maker dan dilanjutkan dengan pencetakan untaian spaghetti. Spaghetti dipotong, disusun di atas loyang, dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 60 oC selama 12 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 11.

(37)

Pengupasan, pemotongan, dan pengirisan

Pengeringan Penghalusan

Talas

Analisa

Perendaman irisan dalam larutan garam 10% selama 2 jam

Gambar 6. Skema pembuatan tepung talas Pengayakan

Tepung talas Analisa sifat fisik : warna,

densitas, dan viskositas Analisa sifat fungsional :

daya serap air, daya serap minyak, swelling power, kelarutan.

Analisa sifat kimia : kadar oksalat, uji tanin, kadar amilosa, dan kadar pati

(38)

Pengupasan, pencucian, dan pemotongan

Penyaringan Air : Sari Kentang = 3 : 1

Pengendapan dan Pencucian Air

Pati Kentang Penghalusan

Pengeringan dan Penghalusan

Perendaman larutan garam 5% selama 30 menit

Gambar 7. Skema pembuatan pati kentang Kentang

(39)

Pengupasan dan pemotongan

Air : Sari Pisang = 3 : 1 Penyaringan

Pengendapan dan Pencucian Air

Pati Pisang

Perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 2000 ppm selama 15 menit

Pengeringan dan Penghalusan

Gambar 8. Skema pembuatan pati pisang Penghalusan

Pisang

(40)

Gambar 9. Skema pembuatan pati pisang termodifikasi HMT Peningkatan kadar air hingga 25%

Pendinginan pada suhu 6 oC, 12 jam Pemanasan pada suhu 110 oC, 3 jam

Analisa sifat fisik : warna, densitas, viskositas

Pati Pisang

Pati HMT Kering

Analisa sifat kimia : kadar amilosa dan kadar pati

Pendiaman pada suhu ruang, 30 menit

Analisa sifat fungsional : daya serap air, daya serap minyak, swelling power, kelarutan.

Air

Pengeringan suhu 50 oC, 4 jam

Penghalusan

Pengayakan Pengemasan

Analisa

(41)

Gambar 10. Skema pembuatan pati kentang termodifikasi HMT Peningkatan kadar air hingga 25%

Pendinginan pada suhu 6 oC, 12 jam

Pemanasan pada suhu 110 oC, 3 jam

Pati HMT Kering

Analisa sifat fisik : warna, densitas kamba, dan viskositas

Pati Kentang

Pendiaman pada suhu ruang, 30 menit

Analisa sifat fungsional : daya serapair, daya serap minyak, swelling power, kelarutan.

Analisa sifat kimia : kadar pati dan kadar amilosa

Air

Pengeringan suhu 50 oC, 4 jam

Penghalusan Pengayakan

Pengemasan

Analisa

(42)

Campuran pati dan tepung =

250 g

H1 = Xanthan gum H2 = CMC

H3 = Gum arab

Hidrokoloid

= 1,25 g Perbandingan PK:PP:TT

T1 = 0% : 30% : 70%

T2 = 7,5% : 22,5% : 70%

T3 = 15% : 15% : 70%

T4 = 22,5% : 7,5% : 70%

T5 = 30% : 0% : 70%

Gambar 11. Skema pembuatan spaghetti talas Pencampuran dan Pengadonan

Penyusunan spaghetti di atas loyang

Pengeringan Analisa:

- Proksimat (Kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat)

- Kadar serat

- Organoleptik (warna dan tekstur)

Pati kentang termodifikasi HMT (PK)

Tepung Talas (TT)

Pencampuran

Pencetakan untaian spaghetti

Spaghetti Talas Kering

Pemasakan

Spaghetti Talas Analisa:

- Organoleptik (warna, rasa, aroma, dan tekstur) - Cooking Loss

- Waktu pemasakan - Uji warna dan tekstur

Air = 175 g Pati pisang

termodifikasi HMT (PP)

(43)

Pengamatan dan Pengukuran Data Warna (Hutching, 1999)

Sampel spaghetti dipotong 2-3 mm dihaluskan dan ditempatkan pada wadah yang transparan. Selanjutnya sensor alat kromameter didekatkan pada sampel dan tombol pengukur ditekan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b.

L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0 = hitam sampai 100 = putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0- 100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b-

= 0-(-70) untuk warna biru). oHue dapat dihitung dengan rumus:

oHue =

a

tan1 b. Jika hasil yang diperoleh:

18o - 54o maka produk berwarna red (R)

54o - 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o - 126o maka produk berwarna yellow (Y)

126o - 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o - 198o maka produk berwarna green (G)

198o - 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o - 270o maka produk berwarna blue (B)

270o - 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o - 342o maka produk berwarna purple (P)

Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 dengan modifikasi)

Bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya mencapai 100 ml. Semua bahan dari gelas ukur dikeluarkan dan ditimbang beratnya. Densitas kamba dinyatakan dengan satuan g/ml.

(44)

Profil amilograf

Bahan sebanyak  3 g dilarutkan secara langsung pada akuades sebanyak  25 ml. Pada pengukurannya sampel akan diatur suhu awalnya 50 oC dalam satu menit pertama kemudian dipanaskan sampai suhu 95oC dalam waktu 7,5 menit dan ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan kembali pada suhu awal 50 oC selama 7,5 menit dan ditahan selama 2 menit. Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat diukur adalah viskositas puncak, viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir (FV) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback (SB=FV-VPP) temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.

Kadar oksalat (Ukpabi dan Ejidoh, 1989)

Sebanyak 2 g tepung disuspensikan dalam 190 ml air suling yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan larutan HCl 6 M sebanyak 10 ml. Suspensi dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam, diikuti oleh pendinginan, dan kemudian ditambahkan air sampai 250 ml sebelum difiltrasi. Kemudian jumlah filtrat sebanyak 125 ml yang dihasilkan dari tahap pemanasan diencerkan sampai 300 ml lalu diambil 125 ml untuk dipanaskan sampai hampir mendidih, lalu dititrasi dengan larutan KMnO4 0,05 M sampai berubah warna menjadi warna merah muda hampir hilang yang berlangsung selama 30 detik. Kandungan kalsium oksalat dapat dihitung dengan rumus:

4 5

5 10 ng berat tepu

2,4 0,00225 KMnO

volume g)

(mg/100 oksalat

kalsium

Kadar 

 

(45)

Uji tanin (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2 g ditambahkan 1 ml NaCl 10%, kemudian disaring.

Ditambahkan gelatin 10% ke dalam filtrat. Jika terbentuk endapan putih maka hasil positif. Sedangkan dengan FeCl3 1% hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau kebiruan.

Kadar amilosa (Apriyantono, dkk., 1989)

Pembuatan kurva standar amilosa dilakukan dengan menimbang 40 mg amilosa murni (potato starch) dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan di dalam air mendidih selama 10 menit. Setelah didinginkan larutan diencerkan dengan akuades sampai volume 100 ml, kemudian diambil sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan tersebut masing-masing dimasukkan dalam labu takar 100 ml, ditambahkan masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml asam asetat 1 N dan ditambahkan 2 ml larutan iod, kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tepat 100 ml, dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Penetapan contoh, sebanyak 100 mg contoh ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N, campuran dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit. Setelah dingin diencerkan dengan akuades sampai volume labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod selanjutnya ditambahkan air destilat sampai volume tepat 100 ml, dikocok dan didiamkan selama 20 menit.

Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dalam sampel dihitung berdasarkan nilai absorbansi dengan persamaan:

(46)

Kadar amilosa (%) 100%

b FP v

A 

 

  

 dimana

a = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml) fp = faktor pengenceran

v = volume awal b = berat sampel (mg)

Kadar pati (Apriyantono, dkk., 1989)

Sampel sebanyak 2-5 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml HCl 25%. Kemudian ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan diatas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Dibiarkan dingin dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml sampai ± pH 7. Disaring kembali campuran diatas pada kertas saring, setelah itu ditentukan kadar gula menggunakan DNS yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh.

Pereaksi DNS untuk analisa kadar pati dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g Na-K-Tartarat, 7,6 g fenol (dicairkan pada suhu 50 oC dan 8,3 g Na metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).

Pengujian gula pereduksi dengan menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut: 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air

(47)

mendidih selama 5 menit dan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang. Blanko dipersiapkan dengan mengganti sampel dengan akuades. Kurva standar dengan konsentrasi larutan glukosa dan standar 0,05 – 0,25 mg/ml dilakukan dengan cara yang sama seperti sampel. Kadar pati diukur dengan absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.

Kadar pati (%) 100%

b FP G

0,9 

 

  

 dimana:

0,90 = faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati G = konsentrasi glukosa dari kurva standar (mg/ml)

FP = faktor pengenceran b = berat sampel (g)

Daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Bahan sebanyak 1 g dilarutkan ke dalam 10 ml air (untuk daya serap air) atau minyak (untuk daya serap minyak) selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (21 oC). Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit.

Volume dari supernatan dicatat dan volume air atau minyak dapat dihitung dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml sedangkan minyak 0,8888 g/ml.

Swelling power (Leach, dkk., 1959)

Bahan sebanyak 1 g dicampur dengan 10 ml akuades dan dipanaskan pada suhu 900C selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya campuran disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 2200 rpm untuk memisahkan antara padatan dengan cairannya. Selanjutnya dibuang airnya lalu ditimbang berat supernatan.

Swelling power dihitung dengan rumus:

(48)

Swelling power = berat endapan tertinggal berat kering sampel

Kelarutan (Solubility) (Anderson, 1982)

Sebanyak 1 g bahan (tepung) dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 10 ml akuades, kemudian dikocok hingga tercampur merata.

Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 90oC selama 30 menit dan disentrifuse dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit. Supernatan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan pada oven suhu 105oC hingga beratnya konstan lalu berat padatan supernatan kering ditimbang.

100%

x awal

sampel Berat

kering supernatan padatan

Berat (%)

Kelarutan 

Cooking time dan cooking loss (Oh, dkk., 1983)

Penentuan cooking time dan cooking loss dilakukan dengan merebus 5 g spaghetti dalam air 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan yang ditandai dengan menghilangnya warna putih pada bagian tengah spaghetti, spaghetti direndam dalam air dingin dan kemudian ditiriskan. Spaghetti ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. Cooking loss dihitung dengan rumus berikut:

Cooking loss 100%

sampel) air

kadar - (1 awal Berat

n dikeringka setelah

sampel Berat

1 

 

 

Analisa tekstur dengan Universal Testing Machine Zwick Type Z0.5

Sampel direbus dalam air mendidih selama 9 menit kemudian diuji teksturnya dengan menggunakan universal testing machine berdasarkan gaya yang diberikan dengan cara menjepit kedua ujung dari spaghetti dengan panjang minimal 5-10

(49)

cm. Kuat patah dihasilkan berdasarkan nilai F max (N) dan elongasi atau kuat tarik berdasarkan nilai F strain (%).

Kadar air (AOAC, 1995)

Bahan ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan aluminum yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 105oC – 110oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikatorselama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

Berat sampel awal – Berat sampel akhir

Kadar air (%) = x 100%

Berat sampel awal

Kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997)

Bahan yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 3-5 g di dalam cawan porselin kering yang telah diketahui berat kosongnya (terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Bahan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100oC, 2 jam dengan suhu 300oC kemudian dengan suhu 500oC selama 2 jam. Cawan porselin didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.

Kadar abu diperoleh dengan rumus : Kadar abu (%) = Berat akhir x 100%

Berat sampel

(50)

Kadar lemak (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.

Labu beserta lemaknya ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus : Berat Lemak (g)

Kadar lemak (%) = x 100%

Berat Sampel (g)

Kadar protein (Apriyantono, dkk., 1989)

Kadar protein dianalisis menggunakan metode kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 15 ml H2SO4 pekat dan 1 tablet kjeldahl sebagai katalis. Sampel didestruksi pada suhu 300 oC selama 4-6 jam. Labu kjeldahl beserta isinya kemudian didinginkan lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40%

sebanyak 30 ml dan dibilas dengan akuades sebanyak 40 ml. Lalu ditambahkan larutan asam borat 4% sebanyak 60 ml dan dititrasi dengan HCl 0,1 N. Hasil titrasi akan muncul di layar alat titrasi dan alat destilasi. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus berikut:

(B-A) x N x 14,01 x FK

Kadar protein (%) = x 100%

Berat sampel x 1000

(51)

Dimana :

A = ml HCl untuk titrasi blanko (ml) B = ml HCl untuk titrasi sampel (ml) N = Normalitas HCl

FK = Faktor Konversi (5,7)

Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

Kadar serat kasar (Apriyantono, dkk., 1989)

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan dihidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121 oC. Setelah didinginkan, ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml ke dalam sampel, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit.

Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama satu jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan.

Berat Kertas Saring + Serat (g) – Berat Kertas saring (g) x 100%

Kadar serat = Berat Sampel Awal (g)

Kasar (%)

Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur

Uji organoleptik warna, aroma, dan rasa dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Sampel berupa spaghetti kering dan yang sudah dimasak diberikan pada panelis sebanyak 20 orang dengan kode tertentu. Parameter yang

(52)

diamati pada spaghetti kering yaitu warna dan tekstur dan spaghetti matang yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan skala hedonik dan numerik seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Talas, Pati Kentang HMT dan Pati Pisang HMT

Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 menunjukkan hasil analisa yang dilakukan terhadap tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT yang meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan sifat fungsional.

Tabel 3 . Analisa sifat fisik tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT

Analisa Bahan

Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT Warna (oHue) 81,95 ± 0,95 62,72 ± 0,30 80,40 ± 1,75

L 87,30 ± 1,16 92,97 ± 0,14 82,62 ± 1,68

a 1,51 ± 0,28 3,86 ± 0,16 1,71 ± 0,22

b 10,62 ± 1,11 7,49 ± 0,39 10,21 ± 0,57

Densitas kamba (g/ml) 0,69  0,01 0,76 ± 0,02 0,73 ± 0,01 Viskositas (cP)

VP (Viskositas puncak) 964,33 ± 325,20 5775,33 ± 3883,38 3182,33 ± 352,85 VPP (Viskositas pasta

panas) 808 ± 230,10 4077,33 ± 2352,65 3186 ± 353,45 BV (Breakdown

viscosity) 156,33 ± 99,90 1698 ± 1481,88 -3,67 ± 1,1547 FV (Viskositas akhir) 1166,33 ±

278,89 5736,67 ± 3006,12 5511,33 ± 808,29 SB (Setback viscosity) 358,33 ± 50,50 1659,33 ± 654,89 2325,33 ± 455,06 Suhu gelatinisasi (oC) 87,8  0,69 78,48 ± 14,69 82,6  0,43 Tabel 4 . Analisa sifat kimia tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang

HMT

Analisa Bahan

Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT Kadar oksalat (mg/100g) 37,67  0,04 Tidak diuji Tidak diuji

Uji tanin (-) Tidak diuji Tidak diuji

Kadar amilosa (%) 11,58  2,33 43,68 ± 0,63 61,59 ± 2,85 Kadar pati (%) 66,54  4,13 77,90 ± 2,21 67,55 ± 0,52

Keterangan:

(-) = negatif

Gambar

Gambar 1. Spaghetti (Wikipedia, 2017)
Tabel 1. Komposisi talas dalam basis basah
Gambar 3. Struktur kimia xanthan gum (Garcia-Ochoa, dkk., 2000)
Gambar 4. Struktur kimia CMC (Cellulose ether, 2018).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode transformasi Fourier juga digunakan dalam matematika keuangan untuk perhitungan harga opsi dengan pergerakan harga saham mengikuti proses Lévy.. Integral

membuat struktur pembiayaannya terlebih dahulu. Dalam struktur pembiayaan tersebut telah diketahui margin yang akan diambil oleh LKS, jumlah dana pembiayaan

Apakah berbeda dengan dengan perkawinan pada umumnya, serta menjawab dari asumsi masyarakat yang berkembang luas mengenai ajaran serta bentuk perkawinan yang sebenarnya di

(2) Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan berada pada Bupati dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), Pejabat

Jangan takut untuk klik iklan Adsense,anda sebenarnya membantu merancak lagi perkembangan perniagaan di internet dengan klik Adsense tersebut.Ini adalah kerana lebih ramai

Penelitian yang dilakukan terhadap 109 orang responden menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki posisi kerja yang salah sebanyak 65 responden (59,6%) mengalami

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-3/W1, 2014 EuroCOW 2014, the European Calibration and Orientation