• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PT Gula Putih Mataram (PT GPM) merupakan perusahaan yang mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula, berbe ntuk perseroan terbatas (PT) swasta penuh dengan status penanaman modal dalam negeri (PMDN). PT GPM didirikan dengan akta notaris Imas Fatimah, SH. nomor 33 tanggal 21 April 1988 dan surat izin nomor 064/SITU/BKPMD/II/1988.

PT GPM mempunyai tujuan: (1) mampu menunjukkan eksistensi dan peranan dalam menunjang program-program pemerintah terutama penyediaan gula untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun penyediaan lapangan kerja; (2) berusaha mendayagunakan lahan yang kurang produktif menjadi lahan produktif; (3) ikut serta menggali potensi pengalaman dan pengetahuan tentang budidaya tebu di lahan kering; dan (4) mampu menunjang dan mewujudkan upaya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan.

PT GPM terletak di Wilayah Mataram Udik, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung dengan kantor pusat di Jakarta. Areal berbentuk Site (Remote Area) berjarak ± 144 km dari Bandar Lampung. Letak geografis PT GPM adalah 105°26’18” - 105°30’22” dan 4°42’5” LS. Batas-batas areal PT GPM di sebelah Selatan dan Timur adalah areal perkebunan tebu milik PT Gunung Madu Plantations dan areal milik Inhutani, di sebelah Barat bagian Utara dan Utara adalah Sungai Way terusan dan areal perkebunan tebu milik PT Sweet Indo Lampung, dan di sebelah Barat bagian Selatan adalah areal perkebunan milik PT Indo Lampung Perkasa (Gambar 82).

Keadaan topografi areal PT GPM mulai dari datar sampai bergelombang dengan kemiringan 0 – 8 %°. Ketinggian tempat antara 32 – 37 meter di atas permukaan laut.

Perkebunan tebu PT GPM mulai dibangun tahun 1983, dengan penanaman tebu pada keseluruhan areal efektif sampai Juli 2002 seluas ± 25.000 hektar. Pembangunan pabrik PT GPM dimulai pada bulan Juni 1986 dan selesai pada

Gambar 82 Peta lokasi PT Gula Putih Mataram.

bulan Juli 1987. Pada bulan Agustus 1987 mulai dilakukan percobaan giling tanpa beban. Pabrik dioperasikan secara penuh dan memproduksi gula untuk pertama kalinya pada bulan Desember 1987 dengan kapasitas giling 8000 ton tebu perhari. Sejak tahun 1994, kapasitas giling pabrik ditingkatkan menjadi 10.000 – 12.000 ton tebu perhari. Luas areal tanam dan produksi PT GPM tahun 1984 – 2002 disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Luas areal tanam dan produksi PT Gula Putih Mataram Tahun 1984 – 2002

Tebu Gula

Luas tanam

Luas

tebang Produksi Produk- tivitas Produksi Produk- tivitas

Ren- demen Tahun

(ha) (ha) (ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)

Ton tebu per ton gula (%) 1984 363 - - - - 1985 1,152 1,077 111,711 103.72 6,703.0 6.2 16.7 6.0 1986 2,131 2,034 182,113 89.53 10,926.7 5.4 16.7 6.0 1987 4,197 3,172 221,339 69.78 12,900.0 4.1 17.2 7.1 1988 8,151 6,254 481,373 76.97 26,063.3 4.2 18.5 5.8 1989 13,954 13,354 1,070,245 80.14 60,021.9 4.5 17.8 5.6 1990 16,774 15,747 1,260,402 80.04 66,898.6 4.2 18.8 5.3 1991 17,189 16,305 1,072,425 65.77 66,029.2 4.0 16.2 6.2 1992 17,888 16,108 1,165,938 72.38 65,548.4 4.1 17.8 5.6 1993 18,153 17,008 1,500,266 88.21 110,959.3 6.5 13.5 8.0 1994 17,693 16,893 1,371,572 81.19 113,084.8 6.7 12.1 8.2 1995 18,512 17,307 1,450,377 83.80 97,992.2 5.66 14.8 6.8 1996 22,216 20,945 1,885,142 90.00 157,686.0 7.53 12.0 8.4 1997 22,278 21,275 1,960,427 92.20 184,127.9 8.65 10.6 9.4 1998 23,389 20,893 1,613,953 77.30 100,768.5 4.82 16.0 6.3 1999 23,621 21,846 1,612,792 73.83 135,043.4 6.18 11.9 8.5 2000 23,998 21,961 1,808,150 82.33 162,387.0 7.39 11.1 9.0 2001 24,290 22,060 1,780,227 80.70 164,612.1 7.46 10.8 9.2 2002 24,278 22,529 1,788,321 79.38 151,794.2 6.74 11.8 8.5

(Sumber: Divisi PAS – Plantation Department GPM, 2003)

Kebun di PT GPM terdiri atas blok-blok dengan luas 70-80 ha perblok yang dibagi menjadi 10 petak, luas satu petak rata-rata 7-8 ha. Bentuk petak sebagian besar berbentuk persegi panjang dengan ukuran 500 m x 200 m kecuali pada petak-petak yang berbatasan dengan sungai atau lebung dan terpotong oleh

saluran drainase yang dalam. Antar blok maupun antar petak dipisahkan oleh jalan. Areal tanam dibagi menjadi Divisi 1, Divisi 2, Divisi 3, Divisi 4, Divis i 5 (Inti dan Plasma), Riset dan Pengembangan (R & D), dan areal perencanaan.

Pada umumnya tanah di PT GPM didominasi oleh tanah Ultisol yang memiliki sifat kimia kurang baik. Berdasarkan hasil analisis tanah tahun 1998 – 2001, tanah memiliki keasaman yang tinggi (pH < 5.5), bahan organik rendah ( < 2.0 ), dan miskin unsur hara (Tabel 18).

Tabel 18 Hasil analisa tanah PT Gula Putih Mataram tahun 1998 – 2001 Tahun 1998 1999 2000 2001 Parameter Satuan TS SS TS SS TS SS TS SS pH H2O - 5.10 4.76 5.07 4.70 5.17 4.80 5.25 4.85 pH KCl - 4.68 4.37 4.62 4.25 4.69 4.29 4.71 4.37 C-Organik % 1.97 1.00 1.96 0.72 1.76 0.82 - - N % 0.17 0.11 0.17 0.08 0.14 0.08 0.16 0.09 C/N - 11.84 9.79 11.53 9.00 12.57 10.25 - - P-Total ppm 50.44 10.92 56.24 9.56 50.91 13.29 56.47 13.92 K-dd me/100g 0.16 0.08 0.15 0.07 0.15 0.08 0.16 0.09 Ca-dd me/100g 0.89 0.54 0.88 0.45 0.93 0.48 0.92 0.49 Mg-dd me/100g 0.30 0.22 0.28 0.16 0.27 0.16 0.32 0.19 Al-dd me/100g 0.29 0.47 0.39 0.39 0.36 0.46 0.28 0.37 H-dd me/100g 0.93 0.98 0.84 0.92 0.78 0.89 0.78 0.88 KTK - 9.00 6.98 8.30 5.81 8.46 5.79 - - TS = topsoil ; SS = subsoil

(Sumber: Soil & Plant Laboratory - R&D GPM Group, 2003)

PT GPM beriklim tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tipe iklim di PT GPM menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B dengan curah hujan bulanan 204.5 mm dan curah hujan rata -rata tahunan 2,454 mm. Suhu rata-rata bulanan 29.1°C. Kelembaban relatif rata -rata bulanan 75%. Kecepatan angin rata-rata 3.4 km/jam. Lama penyinaran rata-rata 5.5 jam/hari.

Tanaman tebu yang dibudidayakan di PT GPM terdiri atas tiga kategori yaitu Plant Cane (PC), Replanting Cane (RPC), dan Ratoon Cane (RC). Plant Cane adalah tanaman tebu yang pertama kali ditanam di areal yang baru dibuka, Replanting Cane adalah tanaman tebu yang ditanam pada areal tanaman tebu

sebelumnya yang telah dibongkar, sedangkan Ratoon Cane adalah tanaman tebu

yang setelah tebang tidak dibongkar tetapi dipelihara kembali.

Tanaman plant cane dimulai dengan kegiatan pembukaan lahan,

pembentukan lahan, persiapan lahan (pembajakan I, pengumpulan akar I, penggaruan I, pembajakan II, pengumpulan akar II, penggaruan II, pembuatan kairan, pengumpulan akar III, pemberian dolomit), pemupukan I, penanaman/irig asi, pengendalian gulma pra tumbuh, pemeliharaan (penyulaman, kultivasi, pemupukan II, pengendalian gulma pascatumbuh I, pengendalian gulma manual).

Tanaman replanting cane dimulai dengan kegiatan pemanenan/tebang,

pembakaran sampah, pemberian blotong, persiapan lahan (pembajakan I, penggaruan I, pembajakan II, pembuatan kairan, pemberian dolomit), pemupukan I, penanaman/irigasi, pengendalian gulma pra tumbuh, penanaman, pemeliharaan (penyulaman, kultivasi, pemupukan II, pengendalian gulma pascatumbuh I, pengendalian gulma pascatumbuh II, pengendalian gulma manual).

Tanaman ratoon cane dimulai dengan kegiatan pemanenan/tebang,

pembakaran sampah, penyulaman/kepras tunggul, kultivasi, pemupukan II, penggemburan, pembakaran sampah sisa/serak sampah, perbaikan jalan, pengendalian gulma pra tumbuh, pengendalian gulma pascatumbuh I, pengendalian gulma pascatumbuh II, pengendalian gulma manual.

Varietas tanaman tebu yang ditanam di PT GPM terdiri dari berbagai macam jenis dan asal tempat pemuliaan. PT GPM sendir i melalui bagian pemuliaan tanaman pada Divisi Reserach & Development telah menghasilkan

beberapa temuan varietas. Deskripsi varitas tebu yang ditanam di PT GPM disajikan pada Tabel 19. Sementara itu data produksi tahun 2002 petak lahan yang digunakan untuk penelitian ini disajikan pada Tabel 20.

Tabel 19 Deskripsi varietas tebu yang ditanam di PT Gula Putih Mataram

Varietas Parameter

GP 94-2027 P ROC 11 ROC 13 ROC 14 ROC 15 ROC 22 TC 04 TC 09

Asal Negara Indonesia Taiwan RRC RRC RRC RRC RRC Malaysia Malaysia

Hasil persilangan SIL 04 - SS13 - - - -

Umur tanaman (bulan) 10 11 – 12 - - - -

Populasi (000/ha) - - 81 70 84 89 107 91 156

Tinggi batang (cm) 275 – 310 290 – 325 311 295 304 303 301 287 293

Diameter batang (cm) 2.3 – 2.5 2.5 – 2.7 2.69 2.66 2.36 2.36 2.66 2.62 2.36

Bobot/batang (kg) - - 1.75 1.69 1.68 1.00 1.54 1.46 1.17

Jumlah anakan tiap rumpun 3 – 4 4 – 5 - - - -

Jumlah daun tiap batang 8 – 10 8 – 9 - - - -

Kerobohan (%) - - 42.50 10.00 12.50 78.13 4.00 - 0.50 Agronomi Pembungaan - - 43.75 3.00 - 94.38 1.00 - - Brix - - 19.35 18.68 16.56 17.6 19.78 16.45 19.62 Pol - - 17.40 15.89 14.13 14.64 17.60 13.46 17.47 Purity - - 89.92 85.06 85.23 83.19 88.98 81.80 89.04 Kualitas Rendement 8 – 9.60 9.49 9.26 9.15 8.13 8.19 8.92 7.02 9.12

Ton tebu per hektar (TCH) 86 – 102 94.32 97.43 116.95 140.96 87.09 146.43 132.49 160.37

Produksi

Ton gula per hektar (TSH) 8 – 10.22 8.94 9.02 10.70 11.44 7.13 13.06 9.30 14.55

Ketahanan Sedang Sedang - - - -

Ringkai Daun (%) - - 0.77 - - 0.88 1.88 - - Karat Daun (%) - - - 1.16 0.33 0.51 Noda Cincin (%) - - - 0.70 - - Noda Kuning (%) - - 0.76 2.44 1.76 0.74 3.89 0.94 3.79 Top Borer (%) - - - 1.13 1.22 - - 3.24 - Hama dan Penyakit Stem Borer (%) - - - 37.20 31.80 - - 14.75 -

(Sumber: R&D PT Gula Putih Mataram, 2003)

Tabel 20 Data produksi beberapa petak lahan tebu di PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo Lampung, dan PT Indo Lampung Perkasa Tahun 1993 – 2002

PT Gula Putih Mataram

Petak 56 TU 3 , luas 3.58 ha Petak 58 TU 3 , luas 5.82 ha Petak 60 TU 3 , luas 4.11 ha Tahun

Produk- tivitas (ton/ha)

Brix

(%) (%) Pol Purity (%) Varietas Kategori

Produk- tivitas (ton/ha)

Brix

(%) (%) Pol Purity (%) Varietas Kategori

Produk- tivitas (ton/ha)

Brix

(%) (%) Pol Purity (%) Varietas Kategori

1993 - - - -

1994 - - - -

1995 - 17.67 15.27 86.42 - - - 17.67 15.27 86.42 - - - 17.67 15.27 86.42 - - 1996 84.05 18.71 16.57 88.56 PS 84 - 14707 R2 99.78 18.71 16.57 88.56 PS 84 - 14707 R2 68.72 18.71 16.57 88.56 PS 84 - 14707 R2 1997 95.66 19.36 17.39 89.82 ROC 11 RPc 88.28 19.36 17.39 89.82 ROC 11 RPc 110.39 19.36 17.39 89.82 ROC 11 RPc 1998 56.45 17.95 15.32 85.35 ROC 11 R1 75.31 17.95 15.32 85.35 ROC 11 R1 85.91 17.95 15.32 85.35 ROC 11 R1 1999 61.09 19.55 17.19 87.93 ROC 11 R2 86.64 19.55 17.19 87.93 ROC 11 R2 64.02 19.55 17.19 87.93 ROC 11 R2 2000 71.35 18.69 16.24 86.89 ROC 15 RPc 64.55 18.69 16.24 86.89 ROC 15 RPc 62.72 18.69 16.24 86.89 ROC 15 RPc 2001 65.91 19.26 16.92 87.85 ROC 15 R1 66.70 19.26 16.92 87.85 ROC 15 R1 68.60 19.26 16.92 87.85 ROC 15 R1 2002 78.03 19.31 16.50 85.45 GP 94-2027 RPc 85.42 19.31 16.50 85.45 GP 94-2027 RPc 75.57 19.31 16.50 85.45 GP 94-2027 RPc PT Sweet Indo Lampung PT Indo Lampung Perkasa Tahun Petak 44 E 45 , luas 9.36 ha Petak 259 A 24 , luas 7.09 ha 1993 92.30 - - - ROC 11 PC - - - - 1994 85.40 - - - ROC 11 R1 - - - - 1995 72.30 19.18 17.08 89.05 ROC 11 R2 - - - - 1996 81.32 18.49 16.42 88.80 Sil 03 RPc - - - - 1997 73.20 19.43 17.45 89.81 Sil 03 R1 - - - - 1998 75.60 16.64 14.12 84.86 ROC 15 RPc - - - - 1999 81.25 19.02 16.89 88.80 ROC 15 R1 133.85 17.17 19.50 88.05 ROC 11 - 2000 75.82 19.39 17.19 88.65 ROC 15 R2 78.41 17.13 19.40 88.29 ROC 11 - 2001 101.78 19.29 16. 99 88.08 ROC 22 RPc 96.88 17.27 19.66 87.84 ROC 11 - 2002 - - - -

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dengan mengambil data sekunder telah dilaksanakan pada tanggal 24 April 2002 dan diperoleh data produktivitas lahan tebu pada sebagian areal tebu yang disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Produktivitas lahan tebu Blok TU 1/14 PT Gula Putih Mataram Tahun 2001

Petak Kategori Varietas Produktivitas lahan tebu (ton/ha)

132TU003 R1 TC 04 63.31 132TU004 R1 TC 04 86.13 132TU007 R1 TC 04 98.79 132TU010 R1 TC 04 103.65 133TU001 R1 TC 04 90.04 133TU002 R1 TC 04 91.68 133TU003 R1 TC 04 89.82 133TU004 R1 TC 04 84.14 133TU005 R1 TC 04 69.33 133TU006 R1 TC 04 84.45 133TU007 R1 TC 04 68.78 133TU010 R1 TC 04 85.64 134TU002 R1 TC 04 101.97 134TU010 R1 TC 04 92.00

Rata-rata produktivitas lahan tebu (ton/ha) 86.41

Koefisien Variansi (%) 14.10

(Sumber: Departemen Tanaman PT Gula Putih Mataram, 2002) Keterangan:

R1 : keprasan pertama (ratoon 1)

TC 04 : Tebu Cuping 04 (varietas tebu dari Malaysia)

Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa terdapat keragaman produktivitas lahan tebu (rata -rata 86.41 ton/ha dengan koefisien variansi 14.1%). Jenis tanah pada keseluruhan lahan tebu adalah seragam yaitu Podsolik Merah Kuning (Ultisol).

Aplikasi pupuk di PT GPM dikenal dua cara yaitu pemupukan sekali dan bertahap. Pemupukan sekali merupakan pemberian pupuk dengan sekali penambahan, dilaksanakan karena adanya keterbatasan alat, ketersediaan pupuk di pasaran, kondisi lingkungan yang tidak mendukung pelaksanaan pemupukan bertahap, dan lebih mempertimbangkan faktor efisiensi. Pemupukan sekali lebih

banyak diterapkan pada tanaman ratoon, dilaksanakan setelah penggemburan (±

satu minggu setelah tebang) dengan dosis pupuk seragam untuk keseluruhan petak lahan tebu.

Pemupukan bertahap merupakan penambahan pupuk secara bertahap berdasarkan pertimbangan sifat dari pupuk yang diberikan dan faktor-faktor lain seperti iklim dan cara kerja peralatan, dilaksanakan pada awal penanaman (pemupukan pertama) dan pemupukan kedua dengan dosis pupuk yang juga seragam untuk keseluruhan petak lahan tebu. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah pembuatan alur tanaman dan sebelum penanaman bibit dengan cara sebar di sepanjang alur tanam dan kedalaman 5 – 10 cm. Sedangkan pemupukan kedua dilaksanakan pada saat tanaman berumur 1.5 – 2.0 bulan. Pada tanaman baru, pemupukan kedua dilaksanakan setelah penggemburan, sedangkan untuk tanaman

ratoon dilaksanakan setelah pengendalian gulma pra tumbuh dengan cara

ditempatkan di dalam larikan di antara barisan tanaman tebu.

Penentuan dosis pupuk di PT GPM didasarkan pada analisa tanah dan daun. PT GPM melaksanakan analisa tanah rutin yang dilaksanakan pada musim tebang dan analisa daun rutin yang dilaksanakan setiap bulan setelah tanaman mencapai umur dua bulan. Pupuk yang digunakan di PT GPM terdiri atas beberapa jenis, tetapi yang paling banyak digunakan adalah Urea (45% N), SP 36(36% P2O5), dan KCl (60% K2O).

Analisa tanah dimulai dengan pengambilan sampel tanah sebanyak enam lubang perhektar pada tiga petak yang mewakili setiap blok. Lokasi pengambilan sampel secara zig -zag pada setiap petak yang mewakili. Kedalaman sampel

dibedakan menjadi 0-25 cm untuk lapisan top soil dan 25-50 cm untuk lapisan sub soil. Untuk masing-masing sampel dilakukan pencampuran dan diambil 1.5 kg.

Sampel tanah tersebut dikeringkan dan dihaluskan untuk dianalisa. Standar hara tanah yang digunakan di PT GPM disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Standar penggolongan kandungan hara tanah di PT Gula Putih Mataram

No. Unsur hara Sangat rendah (kurang) Rendah (miskin) Sedang (cukup) Tinggi Sangat tinggi

(Berlebih) Metode analisis Sumber acuan 1. N (%) < 0.1 0.1 – 0.2 0.21 – 0.50 0.51 – 1.0 > 0.1 Kjedahl Brooker Tropical Soil Manual, 1991 2. P (ppm) - < 17 17 – 34 > 34 - Bray I tanah asam) (NH4F + HCl) Brooker Tropical Soil Manual, 1991

3. K (me/100g) < 0.15 0.15 – 0.30 0.31 – 0.50 > 0.50 - NH4 OAC 1N pH = 7 Brooker Tropical Soil Manual, 1991

4. Ca (me/100g) - < 0.55 0.55 – 1.25 > 1.25 - NH4 OAC 1N pH = 7 Australian Sugar Cane Nutrition Manual

5. Mg (me/100g) - < 0.2 0.2 – 0.5 > 0.5 - NH4 OAC 1N pH = 7 Brooker Tropical Soil Manual, 1991

6. Fe (ppm) 0 – 1.2 1.3 – 2.4 2.5 – 9.9 10 – 20 > 20 NaOAC, DTPA (Morgan, Wolf) Soil Testing, 1984 7. Cu (ppm) 0 – 0.5 0.6 – 1.2 1.3 – 5 5.1 – 10 > 10 NaOAC, DTPA (Morgan, Wolf) Soil Testing, 1984 8. Mn (ppm) 0 – 1.2 1.3 – 2.4 2.5 – 9.9 10 – 20 > 20 NaOAC, DTPA (Morgan, Wolf) Soil Testing, 1984 9. Zn (ppm) 0 – 1.2 1.3 – 2.4 2.5 – 9.9 10 – 20 > 20 NaOAC, DTPA (Morgan, Wolf) Soil Testing, 1984 10. B (ppm) 0 – 0.4 0.5 – 0.9 1.0 – 1.9 2 – 4 > 4 NaOAC, DTPA (Morgan, Wolf) Soil Testing, 1984 11. C-org (%) < 2 2 – 4 4 – 10 10 – 20 > 20 Walkley & Black

12. CEC (me/100g) < 5 5 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40 NH4 OAC 1N pH = 7

13. Exch. Al/CEC (%) - < 30 60 – 85 > 85 - Calculation Brooker Tropical Soil Manual, 1991 14. Exch. Na?CEC (ESP) (%) 2 – 10 10 – 20 20 – 40 40 – 60 - Calculation Brooker Tropical Soil Manual, 1991

15. pH - < 5.5 5.5 – 7 7 – 8.5 > 8.5 PH Meter Brooker Tropical Soil Manual, 1991

Analisa daun dilaksanakan setiap bulan mulai tanaman berumur dua bulan sampai menjelang panen. Sampel daun diambil dari petak yang mewakili blok secara zig-zag. Setiap sampel membutuhkan 40-50 lembar daun plus satu. Setiap

lembar daun sampel dilipat dua, dipotong 10 cm, dan tulang daun dihilangkan. Sampel dikeringkan dan dihaluskan untuk dianalisa. Standar hara daun yang digunakan di PT GPM disajikan pada Tabel 23. Sedangkan dosis pupuk yang diterapkan di PT GPM disajikan pada Tabel 24. Dosis pupuk seragam tidak hanya dilakukan di PT GPM tetapi juga diterapkan pada 2 pabrik gula lainnya yaitu PT Sweet Indo Lampung dan PT Indo Lampung Perkasa yang bersama PT GPM tergabung dalam satu manajemen Sugar Group Company.

Tabel 23 Standar hara daun di PT Gula Putih Mataram Nilai Optimum pada umur (bulan) No. Unsur hara

3 – 4 6 10 1. N (%) ODM 2.2 – 2.6 2.0 – 2.2 1.21 – 1.65 2. P (%) ODM 0.21 – 0.30 0.21 – 0.30 0.21 – 0.30 3. K (%) ODM 1.20 – 1.60 1.21 – 1.60 1.21 – 1.60 4. Ca (%) ODM 0.18 – 0.20 - - 5. Mg (%) ODM 0.08 – 0.35 - - 6. Fe (ppm) 80 – 100 - - 7. Cu (ppm) 4 – 15 - - 8. Zn (ppm) 15 – 50 - - 9. Mn (ppm) 20 – 200 - - 10. B (ppm) 6 – 29 - -

(Sumber: Soil & Plant Laborator y – R&D PT GPM, 2003)

Dengan aplikasi dosis pupuk yang seragam untuk keseluruhan petak lahan tebu dan terlebih lagi adanya keragaman produktivitas lahan tebu maka kajian

precision farming perlu dilakukan. Keragaman yang terdapat pada Tabel 17 di

muka merupakan keragaman antar petak (between-field variability), dengan

demikian pada penelitian ini akan dikaji lebih lanjut keragaman di dalam petak (within-field variability).

Tabel 24 Dosis pupuk yang diterapkan di PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo Lampung, dan PT Indo Lampung Perkasa Tahun 1988 – 2002

Dosis pupuk (kg/ha)

PT Gula Putih Mataram PT Sweet Indo Lampung PT Indo Lampung Perkasa

Pupuk Pertama Pupuk Kedua Pupuk Pertama Pupuk Kedua Pupuk Pertama Pupuk Kedua

Tahun N P2O5 K2O N K2O N P2O5 N K2O N P2O5 N P2O5 K2O 1988 69 184 90 92 90 - - - - 1989 46 184 90 92 90 - - - - 1990 46 184 60 92 150 - - - - 1991 46 184 60 115 180 - - - - 1992 46 161 60 115 180 - - - - 1993 46 161 60 114 180 46 138 92 180 - - - - - 1994 46 92 60 92 150 46 138 92 180 - - - - - 1995 46 144 30 92 150 46 138 92 180 - - - - - 1996 50 69 60 81 120 46 108 92 180 - - - - - 1997 73 69 - 58 180 54 138 69 180 - - - - - 1998 46 63 - 92 180 46 63 92 180 54 138 69 - 180 1999 119 69 - - 150 46 108 69 150 54 138 138 81 180 2000 123 138 - - 150 54 108 92 150 54 138 111 138 150 2001 123 138 - - 150 54 138 69 150 54 138 123 60 124 2002 250 100 - - 250 - - - -

Keragaman Spasial

Analisa keragaman spasial menghasilkan parameter semi -variogram dan

klasifikasi keragaman spasial yang disajikan pada Tabel 24 – 42. Beberapa hasil ilustrasi semi-variogram ditampilkan pada Gambar 83 – 94.

Unsur hara tanah

Pengamatan awal N top soil pada Tabel 25 menunjukkan bahwa pada Plot

Percobaan D-DS dan E-PF diketahui tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu masing-masing 0.246 dan 0. Implikasi dari hal ini adalah bahwa pengamatan selanjutnya dapat dilakukan secara acak. Sementara itu Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS menunjukkan ketergantungan spasial dengan R2 yang besar. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan B-PF dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.96. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Implikasi dari hal ini adalah bahwa ukuran pengamatan selanjutnya dapat dibuat lebih besar dari 25 m. Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan B-PF menunjukkan yang paling baik yaitu cukup rendah, sedangkan tingkat keragaman Plot Percobaan A-PF paling jelek yaitu sedang.

Sementara itu jika dilihat pada pada pengamatan akhir N top soil diketahui

Plot Percobaan B-PF, C-DS, dan D-DS tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu masing-masing 0.161; 0.087; dan 0.239. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan A-PF yaitu 0.943. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A-PF dan E-PF yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan A-PF menunjukkan yang paling baik yaitu cukup rendah.

Berdasarkan keterangan di atas, jika pengamatan awal N top soil dan

penga matan akhir N top soil dikaitkan maka dapat diketahui bahwa perlakuan

pemupukan pertama Urea dengan pendekatan precision farming pada Plot

Percobaan A-PF dapat menurunkan tingkat keragaman spasial yaitu dari sedang menjadi cukup rendah.

Pengamatan awal P top soil pada Tabel 24 menunjukkan bahwa pada Plot

Percobaan C-DS dan E-PF diketahui tidak mempunyai ketergantungan spasial dengan R2 masing-masing 0.032 dan 0.115. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan B-PF yaitu 1. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan D-DS yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan B- PF menunjukkan yang paling baik yaitu cukup rendah.

Sementara itu jika dilihat pada pengamatan akhir P top soil diketahui bahwa

Plot Percobaan B-PF dan C-DS tidak terdapat ketergantungan spasial dengan R2 masing-masing 0.003 dan 0.046. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan A-PF yaitu 1. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A- PF, D-DS, dan E-PF yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan A-PF dan E-PF menunjukkan yang paling baik yaitu agak rendah.

Berdasarkan keterangan di ata s, jika pengamatan awal P top soil dan

pengamatan akhir P top soil dikaitkan maka dapat diketahui bahwa perlakuan

pemupukan pertama TSP dengan pendekatan precision farming pada Plot Percobaan

A-PF tidak merubah tingkat keragaman spasial yaitu tetap agak rendah, tetapi hal ini masih lebih baik karena meningkatkan ukuran efektif pengamatan dari 81.4 m menjadi 96.7 m.

Unsur hara daun

Pengamatan awal hara daun N pada Tabel 26 menunjukkan bahwa pada Plot Percobaan A-PF, C-DS, D-DS, dan E-PF diketahui tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu masing-masing 0.143; 0.064; 0; dan 0.

Struktur spasial Plot Percobaan B-PF tinggi yaitu 0.928. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan B-PF yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan B- PF menunjukkan rendah.

Sementara itu jika dilihat pada pengamatan tengah hara daun N diketahui bahwa Plot Percobaan A-PF dan E-PF tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu masing-masing 0.139 dan 0. Struktur

spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan C yaitu 0.89. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan B-PF, C-DS, dan D-DS yang diperoleh lebih besar dari yang dila kukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan C-DS menunjukkan yang paling baik yaitu amat sangat rendah.

Berdasarkan keterangan di atas, jika pengamatan awal dan tengah hara daun N dikaitkan maka dapat diketahui bahwa perlakua n pemupukan kedua Urea dengan pendekatan precision farming pada Plot Percobaan B-PF tidak merubah tingkat

keragaman spasial yaitu tetap cukup rendah, tetapi hal ini masih lebih baik karena meningkatkan ukuran efektif pengamatan dari 86.3 m menjadi 150.4 m.

Jumlah anakan tebu (populasi tebu)

Pengamatan jumlah anakan tebu sebelum pemupukan pertama pada Tabel 27 (periode pengamatan I untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan II untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan bahwa semua plot percobaan mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang besar. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan C-DS dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.999. Ukuran efektif pengamatan untuk semua plot percobaan yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan C-DS menunjukkan yang paling baik yaitu rendah.

Sementara itu pengamatan jumlah anakan tebu sesudah pemupukan pertama pada Tabel 27 (periode penga matan II untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan III untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan bahwa Plot Percobaan D-DS tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang kecil yaitu 0.077. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan A-PF dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.999. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS, dan E-PF yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keraga man spasial Plot Percobaan E-PF menunjukkan yang paling baik yaitu rendah.

Berdasarkan keterangan di atas, jika pengamatan jumlah anakan tebu sebelum dan sesudah pemupukan pertama dikaitkan maka diketahui bahwa pemupukan dengan pendekatan precision farming pada Plot Percobaan E-PF dapat

menekan tingkat keragaman dari agak rendah menjadi rendah. Sementara pemupukan dengan dosis seragam pada Plot Percobaan C-DS menambah tingkat keragaman dari rendah menjadi sedang.

Pengamatan jumlah anakan tebu sebelum pemupukan kedua pada Tabel 27 (periode pengamatan III untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan IV untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan bahwa Plot Percobaan B-PF dan C-DS tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu 0.109 dan 0.073. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan A-PF dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.999. Ukuran efektif pengamatan untuk semua plot percobaan yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan A-PF menunjukkan yang paling baik yaitu cukup rendah.

Sementara itu pengamatan jumlah anakan tebu sesudah pemupukan kedua pada Tabel 27 (periode pengamatan IV untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan V untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan semua plot percobaan mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang besar. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot Percobaan A-PF dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.931. Ukuran efektif pengamatan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS, dan E-PF yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan A- PF menunjukkan yang paling baik yaitu cukup rendah.

Berdasarkan keterangan di atas, jika pengamatan jumlah anakan tebu sebelum dan sesudah pemupukan kedua dikaitkan maka diketahui bahwa pemupukan dengan pendekatan precision farming pada Plot Percobaan A-PF tidak merubah

tingkat keragaman yaitu tetap cukup rendah, tetapi meningkatkan ukuran efektif pengamatan dari 41.7 m menjadi 178.2 m.

Tinggi tanaman tebu

Pengamatan tinggi tanaman tebu sebelum pemupukan kedua pada Tabel 30 (periode pengamatan III untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan IV untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan bahwa Plot Percobaan D-DS tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu 0.187. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan oleh Plot

Percobaan A-PF dengan nilai Q tertinggi yaitu 0.999. Ukuran efektif pengamatan untuk semua plot percobaan yang diperoleh lebih besar dari yang dilakukan pada penelitian ini (25 m). Tingkat keragaman spasial Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan E- PF menunjukkan tingkat keragaman cukup rendah.

Sementara itu pengamatan tinggi tebu sesudah pemupukan kedua pada Tabel 30 (periode pengamatan IV untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS dan periode pengamatan V untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF) menunjukkan Plot Percobaan B-PF dan E-PF tidak mempunyai ketergantungan spasial karena diperoleh nilai R2 yang rendah yaitu 0.008 dan 0.164. Struktur spasial yang paling kuat ditunjukkan