• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAGAI PENDUKUNG PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS – STUDI KASUS DI DAS SERANG1

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kondisi Umum Kewilayahan Sektor Kehutanan di DAS Serang

Hutan merupakan salah satu fungsi lahan dalam suatu wilayah DAS. Keberadaan hutan berupa kawasan hutan pada suatu wilayah ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah, dengan maksud untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah juga menetapkan suatu (kawasan) hutan berdasarkan fungsi pokoknya, yang terdiri dari: hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Undang-Undang No. 41 Tahun 1999).

Hasil analisi peta kawasan hutan menunjukan bahwa luas kawasan hutan yang tercakup dalam DAS Serang sebesar 95.403,140 Ha (23,77% terhadap luas DAS) seperti disajikan pada tabel 1. Berdasarkan fungsi pokoknya, kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (terdiri hutan produksi dan hutan produksi terbatas). Hutan konservasi tersebut terdiri dari Cagar Alam (CA) Cabak I/II dan Taman Nasional (TN) Merbabu, sedangkan hutan

22

lindung dan hutan produksi dibawah kelola Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Kawasan hutan di DAS Serang tersebar pada daerah hilir s/d hulu wilayah DAS. Wilayah hulu dari Sub DAS Serang Hulu Atas dan Serang Hilir Atas bertopografi pegunungan dengan ciri khas elevasi, curah hujan dan kelas lereng yang tinggi, sehingga kawasan hutan yang ada di sana ditetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) (kecuali: TN Gunung Merbabu di Sub DAS Serang Hulu Atas yang merupakan hutan konservasi alih fungsi dari HL dan Taman Wisata Alam).

Hutan produksi (tetap) tersebar pada elevasi <225 mdpl. Sedangkan HPT tersebar pada elevasi 350-1000 mdpl, kecuali HPT pada Sub DAS Serang Hulu Tengah dan Serang Hulu Bawah dimana pada elevasi 87-112 mdpl. Sebaran hutan yang demikian bukan didasari atas kriteria faktor elevasi saja, namun faktor kelerangan, curah hujan, tanah pada kawasan tersebut yang digunakan sebagai kriteria dasar bagi penetapan suatu kawasan hutan produksi menjadi hutan produksi terbatas (Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004). Sub DAS Lusi Atas walaupun merupakan wilayah suatu hulu DAS namun daerah tersebut berelevasi rendah (<250 mdpl), sehingga kawasan hutan di sana ditetapkan berfungsi sebagai hutan produksi (dominan). Keterangan yang lebih lengkap disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Fungsi pokok kawasan hutan di DAS Serang

Fungsi (Kawasan) Hutan Luas

(Ha) (%)

Hutan Konservasi (CA dan TN) 1.069,258 1,12

Hutan Lindung 2.014,780 2,11

Hutan Produksi Hutan Produksi (Tetap) 86.836,288 91,02

Hutan Produksi Terbatas 5.482,814 5,75

TOTAL 95.403,140 100,00

Sumber: Diolah dari Data Kawasan Hutan BPKH XI; Peta Kawasan Hutan dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2011); dan Peta Kawasan Hutan dari Biro Perencanaan Perum Perhutani (2011).

23

Gambar 1. Peta sebaran kawasan hutan di DAS Serang berdasarkan atas fungsi pokoknya.

Cagar Alam Cabak I/II terletak di kawasan hutan KPH Cepu, di Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora dengan luas 30 Ha. Dasar pengelolaan kawasan ini adalah surat penunjukan Gubernur Hindia Belanda No. 6 Staatblaad No. 90 tanggal 21 Februari 1919. Saat ini, kawasan hutan CA Cabak I/II dikelola oleh BKSDA Jateng (Balai KSDA Jawa Tengah, 2003). Luas kawasan CA Cabak I/II yang masuk dalam sistem DAS Serang sebesar 0,307 Ha (1,02 % dari total kawasan). Taman Nasional Merbabu mempunyai kawasan seluas 5.725 Ha terletak di Kabupaten Magelang, Semarang dan Boyolali yang dikelola oleh Balai TN Gunung Merbabu. Kawasan hutan TN Gunung Merbabu merupakan alih fungsi dari kompleks hutan lindung dan Taman Wisata Alam yang dulunya dikelola oleh Perum Perhutani KPH Surakarta dan KPH Kedu Utara. Dasar pengelolaan kawasan ini adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 135/Menhut-II/2004 dan B.A Serah Terima Pengelolaan Kawasan Hutan No. 02/SJ/DIR/2009 dan No. BA.1/IV-SET/2009 tanggal 29 Januari 2009 antara Plt. Direktur Utama Perum Perhutani dengan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

24

Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Kawasan hutan TN Merbabu seluas 1.068,951 Ha (18,67 % terhadap total kawasan) yang terletak di Kabupaten Boyolali merupakan salah satu hulu DAS Serang.

Kawasan hutan dengan fungsi lindung dan produksi yang ada di DAS Serang berdasarkan PP. No. 72 tahun 2010 dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Luas kawasan hutan produksi di DAS Serang lebih dominan dibandingkan hutan konservasi maupun lindung. Berdasarkan hal tersebut, hutan lindung dan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dapat ditingkatkan perannya di dalam pengelolaan DAS.

Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah bertanggungjawab terhadap pengelolaan kawasan hutan di Jawa Tengah seluas 635.721,79 Ha yang terdiri dari 551.257,77 Ha hutan produksi (365.281,80 Ha hutan produksi dan 185.975,97 Ha hutan produksi terbatas) dan 84.464,02 Ha hutan lindung. Kawasan hutan tersebut terbagi dalam 20 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) (Perum Perhutani Unit I, 2011). KPH merupakan satuan manajemen kawasan hutan yang merupakan bagian teritorial dari wilayah Unit (Permenhut No. P.60/Menhut-II/2011).

Sementara itu, kawasan hutan produksi dan lindung seluas 94.333,882 Ha di DAS Serang dibawah kelola 11 KPH. Namun demikian, teritorial dari KPH-KPH tersebut tidak hanya di DAS Serang saja. Sebagai contoh KPH Cepu dan Randublatung, wilayah keduanya tercakup di DAS Serang dan DAS Solo. Dari 11 KPH, hanya 9 (sembilan) yang teritorinya secara dominan tercakup di DAS Serang. Berturut-turut yaitu: KPH Blora, Purwodadi, Gundih, Telawa, Mantingan, Cepu, Randublatung, Pati dan Kebonharjo. Sedangkan 2 (dua) KPH yaitu: Semarang dan Surakarta, teritori kawasannya yang masuk di DAS Serang sangat kecil. Keterangan yang lebih lengkap disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa kawasan hutan di DAS Serang merupakan 14,96 % dari wilayah Unit I Jawa Tengah dan sebesar 45% KPH (terdiri dari 9 (Sembilan) KPH) di Unit I Jawa Tengah merupakan stakeholders utama dalam pengelolaan DAS Serang.

25

Gambar 2. Peta kawasan hutan di DAS Serang berdasarkan satuan KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Tabel 2. Kawasan hutan di DAS Serang berdasarkan atas lingkup pengelolaan KPH dan SPH dalam Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

No. KPH Luas (Ha) % wilayah dalam DAS terhadap Wilayah Pangkuan Wilayah hutan dalam Kabupaten di DAS Serang Sub DAS Fung si Huta n Wilayah SPH (Seksi Perenca naan Hutan) Wilayah Territorial *) Wilayah dalam DAS Serang

1 Cepu 33.017,30 5.914,788 17,91 Blora Lusi

Atas HP IV 2 Kebonharj o 17.739,10 877,240 4,95 Blora Lusi Atas HP & HPT IV

3 Mantingan 16.746,12 3.560,840 21,26 Blora Lusi

Atas

HP IV

4 Pati 39.033,20 3.876,820 9,91 terdiri dari: IV

323,420 0,83 Pati Lusi Atas, Serang Hilir Bawah HP & HPT 3.533,400 9,04 Jepara, Kudus Serang Hilir Atas HL dan HPT IV

26 No. KPH Luas (Ha) % wilayah dalam DAS terhadap Wilayah Pangkuan Wilayah hutan dalam Kabupaten di DAS Serang Sub DAS Fung si Huta n Wilayah SPH (Seksi Perenca naan Hutan) Wilayah Territorial *) Wilayah dalam DAS Serang

5 Blora 15.104,99 14.232,530 94,22 Blora Lusi

Atas, Lusi Bawah HP IV 6 Randublat ung 32.438,72 3.546,769 10,93 Blora Lusi Atas, Lusi Bawah HP IV

7 Purwodadi 19.636,50 18.675,059 95,10 Grobogan Lusi

Atas, Lusi Bawah (bagia n Utara); Serang Hilir Bawah . HP & HPT III

8 Gundih 30.049,42 28.798,213 95,84 Grobogan Serang

Hulu Bawah , Lusi Bawah (bagia n Selata n) HP & HPT III

9. Surakarta 33.150,00 27,106 0,08 Sragen Lusi

BAwah HP II 10. Telawa 18.667,30 14.758,497 79,06 Boyolali, Grobogan, Serang HuluTe ngah, Serang Hulu Bawah HP & HPT (sedi kit) III 11. Semarang 29.119,40 81,451 0,28 HP III

Sumber: Data Statistik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (2011) dan analisis data primer dari peta.

b. Kondisi Umum Sistem Perencanaan Kehutanan di DAS Serang.

Perencanaan kehutanan disusun berdasarkan fungsi pokok hutan yang telah ditetapkan. Perencanaan kehutanan untuk hutan konservasi tentunya akan berbeda dengan hutan lindung dan hutan produksi.

27

Berikut ini gambaran kondisi sistem perencanaan kehutanan untuk kawasan hutan di DAS Serang.

b.1. Hutan Konservasi

Hutan Konservasi adalah “kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya” (pasal 1 Undang-Undang No. 41 tahun

1999). Secara umum, orientasi pengelolaan hutan konservasi ditujukan untuk pemanfaatan secara lestari seluruh potensi kawasan, perlindungan penyangga kehidupan dan pengawetan plasma nutfah. Hutan konservasi terbagi atas Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Perlindungan Alam (KPA). Kawasan Suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, KPA terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1990, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dikelola oleh pemerintah. Kemudian diatur lebih lanjut bahwa penyelenggaraan pengelolaan Taman Hutan Raya dilakukan oleh pemerintah propinsi atau kabupaten/kota (Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011).

Cagar Alam Cabak I/II berada dalam wilayah pengelolaan Korlap Pati, Seksi Wilayah Konservasi Surakarta, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah. Jenis tanaman yang dominan di kawasan Cabak I/II adalah jati (Tectona grandis) dan beberapa jenis asosiasi hutan jati. Kawasan tersebut berada dalam wilayah hutan KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Rencana Pengelolaan untuk CA Cabak I/II termuat dalam satu kesatuan dokumen Rencana Pengelolaan BKSDA Jateng. Dokumen Rencana Pengelolaan tersebut memuat seluruh rencana pengelolaan kawasan konservasi dari teritori BKSDA Jateng.

Taman Nasional Gunung Merbabu terbagi menjadi 3 (tiga) seksi pengelolaan yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Magelang, Semarang dan Boyolali. Wilayah TN Merbabu yang tercakup DAS Serang termasuk dalam wilayah SPTN Boyolali.

28

Pengelolaan KSA dan KPA berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998 yang telah diganti menjadi Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Terkait penyelenggaraan pengelolaan KSA dan KPA, harus berdasarkan rencana pengelolaan.

Menteri Kehutanan pada tahun 2008 telah mengeluarkan Peraturan No. P.41/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam untuk mengatur pelaksanaan penyusunan rencana pengelolaan seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998. Terkait dengan penggantian peraturan pemerintah tersebut, Menteri Kehutanan sampai saat ini belum mengeluarkan peraturan sebagai pedoman untuk pelaksanaan penyusunan perencanaan pengelolaan kawasan/ hutan konservasi.

Terkait jenis dan jangka waktu dokumen rencana pengelolaan KSA dan KPA berdasarkan peraturan pemerintah tersebut terjadi perubahan. Dalam PP No. 68 tahun 1998, tidak mengatur detil tentang jenis dan jangka waktu. Hal ini diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri kehutanan (Tabel 3). Sedangkan dalam PP No. 28 tahun 2011 langsung mengatur jenis dan jangka waktu dokumen rencana pengelolaan yang terdiri dari: rencana jangka panjang (10 tahun) dan jangka pendek (1 tahun).

29

Tabel 3. Jenis Rencana dan Tata cara penyusunan Rencana Pengelolaan untuk KSA dan KPA (Permenhut No. 41/Menhut-II/2008). No. Jenis Rencana Jangka Waktu (tahun) Penyusun Rekomendas i Penilai Pengesah 1. Jangka Panjang

20 Tim kerja lintas instansi dibentuk oleh Kepala UPT Ketua Bappeda Provinsi atau Kabupaten/K ota (tergantung keberadaan kawasan tersebut) Direktur teknis (yaitu Direktur Konservasi Kawasan) Dirjen di bidang perlindunga n hutan dan konservasi alam (yaitu: Dirjen PHKA) 2. Jangka Menengah

5 Tim kerja lintas instansi dibentuk oleh Kepala UPT - - Direktur teknis (yaitu Direktur Konservasi Kawasan) 3. Jangka Pendek 1 Tim kerja lingkup UPT dibentuk oleh Kepala UPT - - Kepala UPT

b.2. Hutan Lindung dan Produksi

Pengelolaan Perum Perhutani terbagi menjadi dua lingkup perencanaan, yaitu perencanaan pengelolaan hutan dan perencanaan perusahaan (Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003 jo Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010). Untuk melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan hutan, perusahaan menyusun Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) dan Rencana Teknik Tahunan (RTT). RPKH disetujui oleh Menteri Kehutanan (atau pejabat yang ditunjuk) dan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RTT (Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010). Sementara itu, untuk melaksanakan pengurusan perusahaan, direksi diwajibkan untuk menyusun Rencana Jangka Panjang (RJP) sebagai arahan strategis jangka 5 (lima) tahunan dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebagai arahan jangka tahunan. Rencana Pengaruran Kelestarian Hutan dan RTT

30

menjadi acuan dalam penyusunan RJP dan RKAP. Rancangan RJP diajukan kepada Menteri BUMN untuk disyahkan setelah ditandatangai bersama oleh Direksi dan Dewan Pengawasan (Pasal 71, Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010).

Hal perencanaan penyelenggaraan pengelolaan hutan dan pengurusan perusahaan tidak ada perubahan terkait dengan revisi Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003 menjadi Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010. Namun demikian hanya ada penegasan perihal penyusunan perencanaan utamanya pengelolaan hutan. Rencana Janka Panjang yang disusun oleh direksi tetap disebutkan sebagai rencana berjangka panjang dengan durasi 5 tahunan. Namun secara makro didalam sistem perencanaan Perum Perhutani seperti tercantum dalam Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 402/Kpts/Dir/2007 berdasar Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003, RJP dikategorikan sebagai jenis rencana Jangka Menengah (Tabel 4 dan Gambar 3). Sedangkan untuk rencana Jangka Panjang disusun Rencana Umum Perusahaan berjangka 10-20 tahun. Namun demikian, PP No. 30 tahun 2003 sebenarnya hanya mengamanatkan untuk menyusun Rencana Jangka Panjang (RJP).

Tabel 4. Jenis Rencana masing-masing unit kerja di Perum Perhutani

No. Jenis

Rencana

Lingkup Perencanaan

Jenis Rencana pada Unit Kerja

Direksi Pusat Unit KPH KBM

Anak Perusaha an 1 Jangka Panjang SDH RKUPHHK - - RPKH/ RPHL - -

Perusahaan RUP RUP RUP - - RUP

2. Jangka

Menengah

SDH RKLUPHHK RKLUPHHK Rev.

RPHL Perusahaan RJP RJP RJP RJP RJP RJP 3. Jangka Pendek SDH RKTUPHHK - RKTUPHHK RTT- Project Stateme nt - - Perusahaan RKAP RAB RO RKAP RAB RO RKAP RAB RO RKAP RAB RO RKA P RAB RO RKAP RAB RO

Catatan: RKUPHHK=Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RPHL=Rencana Pengelolaan Hutan Lestari;

31

RUP=Rencana Umum Perusahaan; RKLUPHHK=Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RJP=Rencana Jangka Panjang; RKTUPHHK=Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RTT= Rencana Teknik Tahunan; RKAP=Rencana Kerja Anggaran Perusahaan.

Sumber: Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 402/Kpts/Dir/2007 Tentang Sistem Perencanaan Perum Perhutani mengacu

pada Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 215/Menhut-II/2004.

32

Gambar 3. Sistem Perencanaan Perum Perhutani

No. Jenis Rencana Jangka Waktu Sub Sistem Perencanaan SDH Sub Sistem Perencanaan Perusahaan 1. Panjang 20 tahun 10 tahun 2. Menengah 5 tahun 3. Tahunan 1 tahun

Catatan:RKUPHHK=Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RPHL=Rencana Pengelolaan Hutan Lestari; RPKH=Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan; RUP=Rencana Umum Perusahaan; RKLUPHHK=Rencana Kerja Lima Tahun Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RJP=Rencana Jangka Panjang; RKTUPHHK=Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; RTT= Rencana Teknik Tahunan; RKTP=Rencana Kerja Tahunan Perusahaan; RKAP=Rencana Kerja Anggaran Perusahaan; RO=Rencana Operasional.

Sumber: Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 402/Kpts/Dir/2007 Tentang Sistem Perencanaan Perum Perhutani mengacu

pada Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2003 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 215/Menhut-II/2004. Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 2010 yang mengganti PP No. 30 tahun 2003, pemerintah kemudian mengatur penyelenggaraan perencanaan pengelolaan hutan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.60/Menhut-II/2011 tentang Pedoman

RKUPHHK RUP Perhutani

RPHL/RPKH RKLUPPHK RJP RTT RKTUPHHK RKTP RO RAB RKAP PS BSR

33

Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan dan Rencana Teknik Tahunan di Wilayah Perum Perhutani. Berlakunya Permenhut ini sekaligus merevisi peraturan terkait sistem perencanaan yang telah berlaku di Perum Perhutani, yaitu: Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 215/Menhut-II/2004 dan Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/I/1974. Perubahan substansi terhadap sistem perencanaan Perum Perhutani terkait dengan penerbitan Permenhut No. P.60/Menhut-II/2011, adalah: 1) merubah basis sistem perencanaan pengelolaan hutan yang sedianya berbasis pengaturan hasil/produksi saja (SK No. 143/KPTS/DJ/1974) menjadi sebuah sistem perencanaan hutan yang komprehensif berbasis produksi sekaligus ekologi/lingkungan dan sosial; 2) merubah penyelengaraan hubungan perencanaan Perum Perhutani dari yang tidak terpadu dalam sistem perencanaan Kementerian Kehutanan (SK 215/Menhut-II/2004) menjadi sebuah sistem perencanaan kehutanan yang terhubung, terpadu dan sinkron dengan sistem perencanaan kehutanan di bawah Kementerian.

Berdasarkan Permenhut No. P.60/Menhut-II/2011, RPKH disusun oleh direksi Perum Perhutani kemudian diajukan untuk dinilai kepada Menteri teknis (dalam hal ini Menteri Kehutanan) melalui Direktur Jenderal yang membidangi urusan tersebut. Selanjutnya, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan terhadap Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan yang telah memenuhi persyaratan. RPKH berjangka 10 (sepuluh) atau 5 (lima) tahun tergantung daur tanaman pokok yang diusahakan yang disusun menurut Kelas Perusahaan pada setiap Bagian Hutan (BH) dari suatu KPH. Berkenaan dengan penerapan pengelolaan hutan lestari, pada tahun 2007 Perum Perhutani merevisi istilah RPKH menjadi Rencana Pengelolaan Hutan Lestari (RPHL).

Di dalam PP No. 72 tahun 2010 dan Permenhut No. P.60/Menhut-II/2011, istilah dan definisi BH masih dipertahankan untuk digunakan sebagai basis unit kelestarian dalam penyusunan rencana, penetapan dan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan. Terkait dengan sinkronisasi sistem perencanaan hutan dan sistem perencanaan pengelolaan DAS, Bagian Hutan menjadi wadah dalam sinkronisasi-kolaborasi kedua sistem perencanaan tersebut. Namun, berdasarkan

34

Tabel 5 dan Gambar 4 terlihat bahwa kondisi kewilayahan Bagian Hutan tidak dominan dalam satu DAS namun bisa lintas DAS. Hal ini sama dengan kondisi teritori wilayah KPH yang bisa lintas DAS.

Tabel 5. Jenis Rencana masing-masing unit kerja di Perum Perhutani

No.

KPH (Luas Teritori

dalam DAS Serang)

Bagian Hutan Sub DAS Sub-Sub DAS

Nama Bagian Hutan Luas (Ha) 1 Cepu (5.914,79 Ha)

Payaman 25,61 Lusi Atas Sambongari

Cabak 0,31 Lusi Atas Sambongari

Ledok 1,48 Lusi Atas Sambongari

- 5.887,39 Lusi Atas

2 Kebonharjo

(877,24 Ha)

Merah 877,24 Lusi Atas Lusi

3 Mantingan

(3.560,84 Ha)

Sulang Timur 1.422,41 Lusi Atas Lusi

- 2.138,43 - -

4 Pati

(3.876,82 Ha)

Gunung Muria 3.553,40 Serang Hilir

Atas

Bakalan Pecangaan;

Mayong; Tunggul; Srep

Kayen 321,41 Lusi Atas, Lusi

Bawah, Serang Hilir Bawah

Kedungwaru, Gareh, Tirto

- 2,01 Lusi Atas Kedungwaru

5 Blora (14.232,530 Ha) - - - - 6 Randublatung (3.546,769 Ha) - - - - 7 Purwodadi (18.675,059 Ha) Grobogan 14.083,3 8

Lusi Atas, Lusi Bawah, Serang Hilir Bawah Gareh, Tirto, Ngantru, Kedungwaru Kradenan Utara

4.436,31 Lusi Atas, Lusi Bawah

Tirto, Kedungwaru

Sambirejo 155,38 Lusi Bawah Tirto, Ngantru

8 Gundih (28.798,21 Ha) - - - - 9. Surakarta (27,106 Ha) - - - - 10. Telawa (14.758,497 Ha)

Telawa 1.025,98 Serang Hulu

Tengah, Serang Hulu Bawah

Lanang, Geyer

Karangsono 11.012,93 Serang Hulu

Atas, Serang Hulu Tengah

Karangboyo, Laban, Lanang,

Uter

35 No. KPH (Luas Teritori dalam DAS Serang)

Bagian Hutan Sub DAS Sub-Sub DAS

Nama Bagian Hutan

Luas (Ha)

Tengah Karangboyo

Gemolong 1.445,99 Serang Hulu

Atas, Serang Hulu Tengah, Serang Hulu Bawah Gading, Geyer, Laban, Uter - 598,49 - - 11. Semarang (81,451 Ha) Semarang Barat 35,77 - - Semarang Timur 45,68 - -

Catatan: (-) = data tidak tersedia

Sumber: Olah data dari hasil analisis GIS

Gambar 4. Peta Bagian Hutan KPH Perum Perhutani di DAS Serang.

c. Sinergisitas Sistem Perencanaan Pengelolaan DAS terhadap Sistem Perencanaan Kehutanan

Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS merupakan kewenangan pemerintah, yang didalam penyusunannya mendapatkan

36

pertimbangan teknis dari pemerintah daerah. Rencana Pengelolaan (tingkat) DAS disusun bersifat umum (makro) yang posisinya akan menjadi salah satu dasar semangat pembangunan untuk semua sektor. Rencana tersebut menjadi acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral yang lebih detil untuk wilayah DAS, Sub DAS, Daerah Tangkapan air (DTA) dan pulau-pulau kecil; serta terkait dalam penyusunan RPJP, RPJM dan RKPD setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. (Peraturan Menteri Kehutanan No. 39/Menhut-II/2009).

Sektor kehutanan diamanatkan untuk berperan dalam pengelolaan dan peningkatan daya dukung DAS. Peran sektor kehutanan tersebut melalui penatagunaan hutan, pengelolaan kawasan konservasi dan rehabilitasi DAS (Peraturan Menteri Kehutanan No. 39/Menhut-II/2009) serta melakukan perlindungan hutan dari daya-daya alam seperti: tanah longsor, banjir dan kekeringan (pasal 6 dan 16 Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2009). Terkait dengan pengelolaan DAS tersebut, setiap unit pengelolaan hutan dalam melaksanakan pengelolaan hutan mengacu pada karakteristik dari DAS yang bersangkutan (ayat 3 pasal 32 PP No. 44 tahun 2004). Peraturan dan perundangan tersebut sangat terkait erat dengan proses penyusunan perencanaan DAS berdasarkan karakterisasi DAS seperti disampaikan oleh Paimin et al (2012).

37

Gambar 5. Diagram alir sistem pengelolaan DAS, integrasi sistem perencanaan pengelolaan DAS dengan sistem perencanaan kehutanan (dikembangkan berdasarkan Paimin et al, 2012).

Sinergisitas antara sistem perencanaan DAS terhadap sistem perencanaan kehutanan dilakukan melalui penyusunan Rencana Pengelolaan hutan yang berdasar/mengacu pada Rencana Pengelolaan DAS (Gambar 5). Penyusunan Rencana pengelolaan hutan (baik konservasi maupun lindung dan produksi) yang telah dilaksanakan selama ini juga telah mengaitkan antara keberadaan kawasan hutan dengan DAS. Di dalam menyusun rencana pengelolaan hutan konservasi, faktor kondisi Daerah Aliran Sungai dan sumber daya air menjadi salah satu unsur ekologi yang mendasari penyusunan rencana pengelolaan hutan (pasal 8 Permenhut No. 41/Menhut-II/2008).

38

Demikian juga perencanaan hutan untuk hutan lindung dan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani telah mengaitkan unsur pengelolaan DAS. Unsur pengelolaan DAS menjadi salah satu unsur agenda tujuan pengelolaan hutan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) sebagai contoh adalah RPKH (Revisi) KPH Cepu Jangka 2009-2013. Sasaran dan strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan aktivitas kelola lingkungan di kawasan hutan berupa penataan KPS; penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air, monitoring tata air, erosi dan sedimentasi; monitoring tingkat kesuburan. (Seksi Perencanaan Hutan wilayah IV, 2009).

Dengan demikian, rencana pengelolaan DAS yang tersusun dapat diacu oleh rencana pengelolaan hutan (konservasi, lindung dan produksi). Namun yang perlu diingat adalah: bahwa wilayah DAS tidak sama dengan wilayah unit administrasi pengelolaan DAS. Oleh karena itu perencanaan makro dari Perencanaan Pengelolaan DAS diadopsi melalui RPKH lingkup Bagian Hutan (BH) untuk hutan lindung dan produksi di Perum Perhutani, dan Rencana Pengelolaan kawasan konservasi (baik CA, SM, TN dan Tahura).

Dokumen terkait