• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antibakteri dari MAG minyak kelapa, metabolit Lb. plantarum kik dan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap bakteri uji dipengaruhi oleh pH. Data hasil penelitian pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terdapat pada Gambar 7.1a-7.1c dan Lampiran 11a-14a. Berdasarkan hasil uji statistik, perlakuan pH berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antibakteri, baik dari metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa maupun campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa (Lampiran 32-43).

Dari Gambar 7.1a (Lampiran 11a) dapat diketahui bahwa pada pH 4-5 aktivitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG terhadap L. monocytogenes

B. cereus (vegetatif), dan S. Typhimurium relatif sama, sedangkan pada spora B.

cereus aktivitas dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa

pada pH 4-6 masih memiliki aktivitas penghambatan yang relatif sama, dan pada pH 7 aktivitasnya menurun. Keadaan ini juga terjadi pada penggunaan tunggal dari MAG minyak kelapa, sedangkan pada metabolit Lb. plantarum kik aktivitas antibakterinya menghilang ketika pH medium menjadi 7.

Aktivitas senyawa antibakteri dipengaruhi oleh tingkat keasaman atau pH. Pengaruh campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada pH rendah terhadap semua bakteri uji menunjukkan efek penghambatan yang lebih besar dibandingkan dengan pH tinggi. Keadaan ini memberikan informasi bahwa metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa akan bekerja lebih efektif pada kondisi pH yang rendah bila dibandingkan pH yang tinggi.

Pada pH 7, MAG minyak kelapa secara tunggal masih memperlihatkan aktivitas, sedangkan pengaruh metabolit BAL secara tunggal hanya menghambat pada pH 4-6, dan setelah pH 7 tidak terlihat adanya aktivitas antibakteri. Hal ini disebabkan secara umum pH dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri dengan cara mempengaruhi komponen yang ada baik pada MAG minyak kelapa, metabolit Lb.

Gambar 7.1a. Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. Plantarum kik-MAG minyak kelapa

Mekanisme penghambatan dari MAG, metabolit Lb. plantarum kik maupun campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa yang lebih efektif pada pH rendah berkaitan erat dengan bentuk tak terdisosiasi. Dengan adanya mekanisme ini dapat dinyatakan bahwa semakin banyak bentuk tidak terdisosiasi, maka aktivitas senyawa antibakteri semakin efektif. Davidson dan Branen (1994) menyatakan bahwa bentuk tak terdisosiasi dari senyawa antimikroba akan efektif bekerja pada pH rendah. Komponen aktif yang terdapat dalam MAG minyak kelapa, seperti kaproat, kaprilat, kaprat, maupun asam laurat memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dan aktivitas ini akan dipertahankan jika berada dalam medium yang memiliki pH rendah (Mappiratu 2002; Surono 2004).

Selain asam-asam lemak dalam metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa juga ditemukan asam-asam organik lain, seperti asam laktat, propionat, asetat, dan sitrat yang akan bekerja secara sinergi, sehingga akan mempercepat proses kerusakan atau kematian dari sel mikroba. Hal ini disebabkan oleh komponen yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa akan mempertahankan bentuk tidak terdisosiasinya pada pH rendah, dan pada kondisi ini akan memudahkan senyawa antibakteri untuk berdifusi secara pasif ke dalam sel bakteri. Selanjutnya komponen yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik maupun pada MAG minyak kelapa akan bereaksi secara bersama-sama untuk mempercepat

0 5 10 15 20 25 30 4 5 6 7 Nilai pH Diameter penghambatan (mm) L.monocytogenes B.cereus (vegetatif) B. cereus (spora) S. Typhimurium

kerusakan sel bakteri. Kondisi inilah yang menyebabkan efektivitas penghambatan dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa lebih tinggi dibandingkan penggunaan secara tunggal baik dari MAG minyak kelapa maupun metabolit Lb. plantarum kik.

Lambert dan Stratford (1999) menyatakan bahwa bahan pengawet kelompok asam lemah lebih efektif pada pH rendah, dan akan meningkatkan bentuk tak terdisosiasi. Dalam bentuk tidak terdisosiasi asam organik akan mudah masuk menembus lapisan lemak dari membran sel, sehingga keasaman sitoplasma meningkat dan pertumbuhan sel mikroba me njadi terhambat. Mekanisme penghambatannya disebabkan oleh sel pada kondisi asam akan berupaya untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel. Jika pH diturunkan maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi pada medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel. Proton harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Aktivitas ini akan menguras energi dalam sel, sehingga sel akan kekurangan energi dan akibatnya pertumbuhan sel terhambat dan dapat menyebabkan kematian sel (Ray 2001).

Efektivitas senyawa antimikroba alami pada pH rendah dalam menghambat beberapa bakteri telah dilaporkan Ultee et al. (1998); Beuchat et al. (1980) maupun Wang et al. (1993). Elida (2002) menemukan asam organik yang berasal dari metabolit BAL efektif menghambat bakteri patogen pada kisaran pH 4-5,5. Houghton dan Rahman (1998) melaporkan bahwa senyawa fenolik (yang juga merupakan asam lemah) pada minyak atsiri lebih efektif pada pH 5,5-6 dalam menghambat S. enteridis dibandingkan pada pH 7 dan 8.

Aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik (Gambar 7.1b dan Lampiran 11b, 12b,13b dan 14 b) pada pH 4-6 masih terlihat, namun setelah pH dinaikkan menjadi pH 7 aktivitas dari metabolit Lb. plantarum kik tidak terlihat. Fenomena ini didukung oleh temuan Wirawati (2002) yang melaporkan bahwa aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum yang diisolasi dari tempoyak terhadap

E. coli, S. aureus dan S. Typhimurium menurun seiring dengan meningkatnya pH

dan pada pH 7 metabolit Lb. plantarum tidak menunjukkan adanya zona bening. Hal ini disebabkan karena pada pH rendah (pH 4-6) asam organik yang terdapat dalam metabolit Lb. plantarum kik berada dalam bentuk tak terdisosiasi yang dapat berdifusi secara aktiv ke dalam sel mikroba, sedangkan jika dalam

suasana pH tinggi (pH 7) bentuk tak terdisosiasi akan berkurang. Menurut Yuk et al. (2005), asam organik pada pH 5,4 bentuk tidak terdisosiasinya ditemukan masing- masing sebesar 5,53% untuk asam asetat; 0,701% untuk asam laktat dan 0,043% untuk asam sitrat sedangkan pada pH 6,4 bentuk tidak terdisosiasinya masing- masing ditemukan sebesar 0,314% untuk asam asetat ; 0,043% untuk asam laktat dan 0,002% untuk asam sitrat.

Gambar 7.1b Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb.

plantarum kik

Fardiaz dan Jenie (1992) melaporkan bentuk tidak terdisosiasi dari beberapa asam organik seperti asam asetat, laktat dan sitrat pada pH 4, 5 dan 6 adalah masing- masing sebesar 84,35; 34,9 dan 5,1% untuk asam asetat, 39,2; 6,05 dan 0,64% untuk asam laktat, dan 18,9; 0,41 dan 0,006% untuk asam sitrat. Hal inilah yang menyebabkan pada penggunaan tunggal dari metabolit Lb. plantarum kik aktivitasnya menjadi berkurang atau hilang pada pH tinggi (pH 7) karena pada pH 7 asam-asam organik yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik akan berada dalam bentuk terdisosiasi.

Menurut Garbutt (1997) tingkat disosiasi tergantung pada pH lingkungan, dalam larutan asam yang banyak mengandung ion H+ terdisosiasi, kesetimbangan akan bergerak ke arah yang tidak terdisosiasi. Bentuk yang tidak terdisosiasi mempunyai sifat larut lemak (lipofilik), sehingga bergerak masuk ke dalam sel, dan ion- ion yang terdisosiasi tidak dapat masuk. Aktivitas antibakteri dari MAG

minyak kelapa (Gambar 7.1c; Lampiran 11c - 14c) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri hingga pH 7 masih terlihat. Hal ini berarti bahwa kemampuan MAG minyak kelapa relatif stabil dibandingkan dengan metabolit Lb. plantarum kik secara tunggal. Pada pH 4-6 MAG minyak kelapa memperlihatkan aktivitas antibakteri yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada pH 7.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Beuchat (1980), yaitu monokaprilin dan monolaurin pada pH 6,7 masih dapat menghambat pertumbuhan V. parahaemolyticus. Menurut Surono (2004) daya antibakteri dari asam lemak disebabkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi, bukan anionnya, karena pH mempengaruhi aktivitasnya, semakin rendah pH semakin kuat dan cepat efek antibakterinya.

Gambar 7.1c. Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa

Secara umum pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri dari metabolit Lb.

plantarum kik dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran berbeda

pada setiap jenis bakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 6-7 aktivitas antimikroba metabolit plantarum kik-MAG sel vegetatif dari B. cereus

mengalami penurunan, sedangkan pada spora penurunan aktivitas relatif sama pada pH medium 4-6. Hal ini menunjukkan bahwa daya hambat dari metabolit Lb.

plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap sel spora lebih tahan dibanding sel

vegetatif. 0 2 4 6 8 10 12 Diameter penghambatan (mm) 4 5 6 7 Nilai pH L.monocytogenes B.cereus (vegetatif) B. cereus (spora) S. Typhimurium

Pengaruh suhu dan waktu pemanasan

Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri dari metabolit Lb.

plantarum kik, MAG minyak kelapa dan campuran metabolit Lb. plantarum kik-

MAG minyak kelapa dapat dilihat pada lampiran 15a – 16c. Hasil yang diperoleh menunjukkan metabolit Lb.plantarum kik-MAG minyak kelapa memiliki aktivitas antibakteri terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus, L. monocytogenes dan S.

Typhimurium pada berbagai pemanasan (Gambar 7.2a-7.2c). Hal ini menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa masih stabil pada suhu 75 oC selama waktu pemanasan 10, 20 dan 30 menit. Demikian pula halnya pada suhu 100 oC sedangkan pada suhu 121 oC aktivitas antibakteri dari Lb.

plantarum kik, dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran dari

keduanya hanya terlihat pada waktu pemanasan 10 menit.

Metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa mengalami penurunan aktivitas antibakteri dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu pemanasan terutama pada suhu tinggi. Terjadinya penurunan aktivitas antibakteri dengan meningkatnya suhu pemanasan diduga disebabkan oleh terbentuk nya senyawa atau komponen lain yang dapat menurunkan aktivitas metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa komponen antimikroba dari berbagai ekstrak tanaman menunjukkan aktivitas antimikroba yang menurun karena adanya perlakuan panas.

Ewald et al. (1999) menemukan efek pemanasan dari kuersetin dan kaemferol yang termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu pada suhu 60 oC selama 2 jam akan menurunkan aktivitasnya sebesar 48 dan 68%. Shashikant et al. (1981) melaporkan bahwa aktivitas antimikroba tetap stabil selama 48 jam bila disimpan pada suhu 37 oC, dan hanya stabil selama 36 jam bila suhu penyimpanan dinaikkan menjadi 58 oC.

Pada Gambar 7.2b dan 7.2c terlihat masih adanya aktivitas antibakteri pada metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa pada suhu 75 dan 100 oC dengan lama pemanasan 10, 20 dan 30 menit. Pada suhu 121 oC aktivitas

antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran dari keduanya hanya terlihat pada pemanasan 10 menit. informasi ini bermafaat dalam rangka aplikasi metabolit Lb. plantarum kik-MAG

minyak kelapa sebagai pengawet alami pada bahan pangan, terutama pada bahan- bahan pangan yang diolah dengan pemanasan.

Suhu (oC) dan lama pemanasan (menit)

Gambar 7.2a. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb.plantarum kik-MAG minyak kelapa

Aktivitas penghambatan dari penggunaan tunggal metabolit Lb. plantarum

kik dan MAG minyak kelapa maupun penggunaan campuran setelah pemanasan pada kisaran suhu 75 -100 oC lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 121 oC. Hal ini diduga karena pada suhu rendah belum mencapai titik didih air, sehingga pemanasan belum memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komponen yang terdapat pada senyawa antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik maupun MAG minyak kelapa. Namun setelah suhu ditingkatkan mencapai 100 oC dan 121

o

C, yaitu titik didih air telah tercapai, akan menyebabkan beberapa komponen dari senyawa antibakteri menguap atau teroksidasi dan terbentuknya senyawa baru yang dapat menurunkan aktivitas antibakteri senyawa metabolit Lb. plantarum kik maupun MAG minyak kelapa.

0 5 10 15 20 25 30 Diameter penghambatan (mm) K 75/10 75/20 75/30 100/10 100/20 100/30 121/10 L. monocytogenes B. cereus (vegetatif) B. cereus (spora) S. Typhimurium

Suhu (oC) dan lama pemanasan (menit)

Gambar 7.2b. Pengaruh suhu (oC) dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik

Suhu (oC) dan lama pemanasan (menit)

Gambar 7.2c. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Mappiratu et al. (2000) yang melaporkan bahwa pada penggunaan MAG minyak kelapa pada konsentrasi 1,25% selama penyimpanan 24 jam pada santan yang dikombinasi dengan perlakuan pasteurisasi diperoleh total koloni mikroba sebesar 2,34, sedangkan pada perlakuan kontrol jumlah koloni mikroba sebesar 9,21 dan jika hanya monoasilgliserol tanpa

0 2 4 6 8 10 12 14 Diameter penghambatan (mm) K 75/10 75/20 75/30 100/10 100/20 100/30 121/10 L. monocytogenes B. cereus (vegetatif) B. cereus (spora) S. Typhimurium 0 2 4 6 8 10 12 14 Diameter penghambatan (mm) K 75/10 75/20 75/30 100/10 100/20 100/30 121/10 L. monocytogenes B. cereus (vegetatif) B. cereus (spora) S. Typhimurium

pasteurisasi jumlah koloni mikroba yang diperoleh sebesar 5,34. Ketika dikombinasikan dengan suhu sterilisasi jumlah koloni mikroba yang diperoleh sebesar 3,69.

Menurut Tsuchido et al. (1981) aktivitas antibakteri dari monolaurin lebih efektif pada perlakuan suhu rendah dengan waktu yang lebih lama dibandingkan perlakuan suhu tinggi dengan waktu kontak yang relatif singkat. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah terjadi perubahan komposisi fosfolipida membran sitoplasma, yang akan mengubah sifat fluiditas membran. Perubahan fluiditas tersebut meningkatkan daya penetrasi MAG masuk ke dalam sel yang akan menghambat aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam produksi energi dan transport nutrient (Wang dan Johnson 1992).

Penghambatan antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran keduanya terhadap sel spora berbeda dengan sel vegetatif dari B. cereus, yaitu diperoleh penghambatan ya ng lebih kecil pada sel spora. Hal ini disebabkan pada spora terdapat lapisan terluar yang tipis dan lembut yang disebut eksosporium, di bawah eksosporium terdapat suatu lapisan lagi yang disebut bungkus spora (kor spora) yang terdiri dari satu lapisan atau berlapis-lapis yang membentuk struktur yang mirip dengan dinding sel yang mengandung asam dipikolinat, yang terbentuk dari kompleks kalsium dipikolinat yang memiliki sifat seperti gel serta kaya akan ion kalsium (Jay 1997). Hal inilah akan menghambat penetrasi senyawa campuran metabolit Lb.plantarum

kik-MAG minyak kelapa.

Aplikasi metabolit BAL-MAG pada produk tahu

Aplikasiantimikroba metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada tahu dilakukan dengan tujuan untuk melihat daya simpan tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dengan dosis 0 (kontrol), 2 dan 4 MIC. Nilai MIC yang dipilih adalah nilai MIC yang terendah dari aktivitas campuran metabolit Lb.

plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap bakteri Gram positif, yakni sebesar

1,2%.

Tahu merupakan salah satu jenis bahan pangan yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan

berkembangbiak. Untuk mengetahui pengaruh metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap daya tahan tahu, maka digunakan beberapa dosis MIC.

Gambar 7.3. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap penurunan total mikroba (log CFU/g) pada tahu yang disimpan sampai hari ke-6

0 0.5 1 1.5 2 2.5 Log CFU/g 0 2 4 6

Lama penyimpanan (hari)

Kontrol 2 MIC 4 MIC

Hasil pengukuran jumlah total mikroba campuran metabolit Lb. plantarum

kik-MAG minyak kelapa yang direndam pada berbagai MIC selama penyimpanan 6 hari dapat dilihat pada Gambar 7.3 dan Lampiran 18. Pada gambar tersebut terlihat pada saat awal (0 hari) nilai log jumlah total mikroba tahu tanpa perlakuan mikroba awal 5,7 x 105. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dengan dosis 2 MIC setelah penyimpanan 2 hari mampu menekan koloni sebesar 1,29 unit log, sedangkan pada penyimpanan 4 hari penurunan jumlah koloni sebesar 1,64 unit log, dan setelah penyimpanan 6 hari penurunan jumlah koloni menjadi 0,86 unit log. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada konsentrasi 4 MIC setelah 2 hari penyimpanan menunjukkan penurunan jumlah koloni sebesar 1,40 unit log, sedangkan pada penyimpanan 4 hari penurunan jumlah koloni sebesar 2,25 unit log dan setelah penyimpanan hari ke 6 penurunan jumlah koloni sebesar 1,71 unit log. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dapat mempertaha nkan masa simpan tahu hingga hari ke 6 pada suhu kamar.

Pengujian Organoleptik Tahu

Hasil uji hedonik terhadap parameter warna, bau dan tekstur tahu (lampiran 20 – 20c). Gambar 7.4a menunjukkan perbedaan pada masing- masing dosis perlakuan. Penilaian perbedaan tingkat kesukaan panelis menggunakan nilai rata- rata sampel. Nilai rata-rata warna yang diperoleh untuk kontrol 5,8 - 3,5 (dari suka hingga agak tidak suka) pada penyimpanan 0-6 hari. Pada perlakuan 2 dan 4 MIC diperoleh nilai masing- masing sebesar 5,7 - 4,0 (dari suka hingga biasa ) dan 5,9 - 4,9 (dari suka hingga agak suka) pada waktu penyimpanan yang sama. Dari data tersebut diketahui bahwa tahu yang diberi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa dengan dosis 4 MIC lebih disukai dari pada dosis 2 MIC maupun kontrol. Pada uji hedonik terhadap parameter bau tahu (Gambar 7.4b) menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa berpengaruh terhadap bau. Pada penyimpanan hari ke 4 dengan dosis 2 MIC dan 4 MIC umumnya panelis masih memberikan penilaian agak suka (4,3) untuk dosis 2 MIC dan suka (5,6) untuk dosis 4 MIC, tetapi pada penyimpanan hari ke 6 panelis memberikan penilaian agak tidak suka (3,8) untuk dosis 2 MIC dan penilian suka

(4,5) untuk dosis 4 MIC. Dengan demikian jika dibandingkan dengan kontrol, penggunaan antibakteri dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak memberikan bau yang dapat diterima panelis hingga penyimpanan hari ke-6 untuk perlakuan 4 MIC. Perlakuan kontrol pada penyimpanan hari ke- 4 menunjukkan adanya bau busuk, sedangkan pada perlakuan dengan dosis 2 MIC dan 4 MIC belum terbentuk lendir dan bau, sehingga masih diterima panelis.

Penyimpanan hari ke 6 pada perlakuan kontrol menunjukkan tahu sudah berlendir dan tercium bau bus uk, sementara pada perlakuan 2 MIC agak berlendir dan sedikit agak berbau asam. Untuk perlakuan 4 MIC lendir dan bau belum terbentuk hingga penyimpanan hari ke 6.

Gambar 7.4a. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor panelis terhadap warna tahu yang di simpan sampai hari ke-6

0 1 2 3 4 5 6 7

Skor penerimaan panelis

0 2 4 6

Lama penyimpanan (hari)

0 MIC 2 MIC 4 MIC 0 1 2 3 4 5 6

Skor penerimaan panelis

0 2 4 6

Lama penyimpanan (hari)

0 MIC 2 MIC 4 MIC

Gambar 7.4b. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor penerimaan panelis bau tahu yang di simpan sampai hari ke 6

Penggunaan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa sangat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap tekstur (Gambar 7.4c). Panelis memberikan nilai tekstur pada tahu yang direndam campuran metabolit Lb.

plantarum kik-MAG minyak kelapa dengan dosis 4 MIC sampai penyimpanan hari

ke 6 dengan nilai (5,3 - 4,3) atau dari agak lebih keras hingga biasa.

Gambar 7.4c. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor penerimaan panelis tekstur tahu yang di simpan sampai hari ke 6

Pada perlakuan 2 MIC diperoleh nilai (5,3 - 3,8) atau dari agak lebih keras hingga agak lunak. Nilai rata-rata tekstur pada perlakuan kontrol adalah (5,2 - 2,0) atau dari agak lebih keras hingga lebih lunak.

Secara keseluruhan tahu yang direndam campuran metabolit Lb. plantarum

kik-MAG minyak kelapa lebih disukai panelis. Hal ini diperlihatkan dengan lebih tingginya rata-rata penilaian panelis terhadap warna, bau dan tekstur dibandingkan

0 1 2 3 4 5 6

Skor penerimaan panelis

0 2 4 6

Lama penyimpanan (hari)

0 MIC 2 MIC 4 MIC

kontrol. Terbentuknya lendir dan bau busuk pada perlakuan kontrol disebabkan tercemarnya produk pangan (tahu) oleh berbagai bakteri perusak atau pembusuk pangan seperti Achromobacter, Leuconostoc, pseudomonas, dan Micrococcus. Menurut Frazier dan Westhoff (1988) timbulnya bau yang tidak enak pada bahan- bahan pangan merupakan hasil pertumbuhan bakteri pada permukaan yang merupakan tanda awal sebelum terjadi kebusukan.

Jay (1996) menyatakan bahwa lendir akibat pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya pelunakan atau melonggarnya struktur protein bahan pangan. Hasil pengamatan di atas membuktikan bahwa campuran metabolit Lb.

plantarum kik-MAG minyak kelapa mampu menghambat pertumbuhan bakteri-

bakteri perusak pangan yang pada gilirannya masa simpan dari tahu dapat di perpanjang. Diduga pertumbuhan bakteri pembusuk ini mampu dihambat dengan mekanisme yang sama seperti pada kemampuannya dalam menghambat bakteri patogen pangan. Meskipun demikian penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan masa simpan bahan pangan sebaiknya dikombinasi dengan bahan pengawet lainnya, misalnya penyimpanan suhu rendah, pengemasan vakum serta pengontrolan RH atau aw produk.

KESIMPULAN

Stabilitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dipengaruhi oleh pH dan pemanasan. Pada pH rendah (4-5) aktivitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa lebih besar bila dibandingkan dengan pH tinggi (6-7). Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa masih menunjukkan aktivitas antibakteri pada pemanasan 75 oC dan 100 oC selama 10, 20 dan 30 menit, sedangkan pada suhu 121 oC aktivitas antibakteri hanya diperlihatkan selama pemanasan 10 menit baik terhadap penggunaan tunggal antibakteri metabolit Lb.plantarum kik, MAG maupun campuran dari keduanya. Penggunaan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada konsentrasi 2 MIC hingga hari ke 4 penyimpanan masih dapat diterima secara baik oleh panelis, namun pada hari ke 6 sebagian panelis menyatakan agak tidak suka dan sebagian menyatakan biasa, sedangkan pada perlakuan 4 MIC dapat dipertahankan hingga 6 hari pada suhu ruang dan secara organoleptik (warna,bau dan aroma) masih dapat diterima oleh panelis.

DAFTAR PUSTAKA

Alakomi HL, Skytta E, Saarela M, Mattila-Sandholm T. 2000. Lactic acid permeabilizes Gram-negatif bacteria by distrupting the outer membrane.

Appl. Environ. Microbiol. 66:2001-2005.

Beuchat LR. 1980. Comparison of anti- vibrio activities of potassium sorbate, sodium benzoate, and glycerol and sucrose esters of fatty acid. Appl.

Environ. Microbiol.:1179-1182.

Davidson PM, Branen AL. 1994. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker. New York

Elida M. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat dari Dadih yang Difermentasi dalam Berbagai Jenis Bambu dan Potensinya sebagai Probiotik (Thesis). Institut Pertanian Bogor: Program Studi Ilmu Pangan.

Ewald C, Fjelkner-Modig S, Johansson K, Sjoholm I, Ekens B. 1999. Effects of

Dokumen terkait