• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Karakteristik Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit

Pengolahan tandan buah segar (TBS) yang dilakukan pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan produk sampingan (by product) dalam bentuk limbah padat yang berupa serabut (fiber), janjang kosong (JJK) dan cangkang serta limbah cair yang biasanya dikenal dengan POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah padat dan cair kelapa sawit harus dikelola dengan tepat karena berpotensi untuk dimanfaatkan kembali sehingga limbah tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi yaitu sebagai bahan sumber unsur hara bagi tanah. PT Aneka Intipersada memiliki satu pabrik kelapa sawit yaitu Teluk Siak Factory (TSF) yang memiliki kapasitas olah 45 ton/jam. Komposisi jenis limbah yang dihasilkan oleh TSF disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Jenis Limbah yang Dihasilkan Teluk Siak Factory

Sumber: Teluk Siak Factory (2012)

Bulan/tahun TBS Proses Janjang

Kosong Fiber Cangkang POME ...(ton)... Jan/2011 14 631.671 2 292.300 1 902.117 731.584 8 779.003 Feb/2011 13 566.164 2 940.940 1 763.601 678.308 8 139.698 Mar/2011 15 665.731 2 272.000 2 036.545 783.287 9 399.439 Apr/2011 15 222.926 2 049.300 1 978.980 761.146 9 133.756 Mei/2011 15 146.682 2 298.570 1 969.069 757.334 9 088.009 Jun/2011 14 918.068 2 309.930 1 939.349 745.903 9 027.444 Jul/2011 16 200.542 2 890.110 2 106.070 810.027 8 961.823 Agt/2011 13 332.328 3 242.630 1 733.203 666.616 7 999.397 Sep/2011 18 933.288 3 368.750 2 461.327 946.664 11 359.973 Okt/2011 15 985.550 3 523.737 2 078.122 799.278 10 314.371 Nop/2011 18 600.530 3 505.150 2 418.069 930.027 11 160.318 Des/2011 17 643.899 3 820.304 2 293.707 882.195 10 586.339 Jan/2012 16 206.438 3 411.935 2 106.836 810.322 9 723.863 Feb/2012 13 566.164 2 796.930 1 763.601 678.308 7 891.256 Mar/2012 15 698.774 3 350.547 2 040.841 784.939 9 419.264 Apr/2012 14 684.267 3 039.982 1 908.954 734.213 9 231.539 Total 250 003.022 47 113.115 32 500.391 12 500.151 150 215.492 Rata-rata 15 625.189 2 944.570 2 031.274 781.259 9 388.468 Persentase 18.85 % 13 % 5 % 60.09 %

Jumlah limbah padat dan cair yang dihasilkan TSF selama bulan Januari 2011 – bulan April 2012 yaitu JJK sekitar 18.85 % dari TBS yang diolah, fiber (serabut) sekitar 13 % dari TBS yang diolah, cangkang sekitar 5 % dari TBS yang diolah dan POME sekitar 60.09 % dari TBS yang diolah. Berdasarkan pengamatan selama bulan April 2012 rata-rata TBS yang diolah TSF yaitu 564.780 ton/hari dan menghasilkan janjang kosong sebanyak 116.922 ton/hari atau sekitar 20.7 % dari TBS diolah, fiber sebanyak 73.421 ton/hari atau sekitar 11.04 % dari TBS diolah, cangkang sebesar 28.239 ton/hari atau sekitar 5 % dari TBS diolah dan POME sebanyak 355.059 ton/hari atau sekitar 62.87 % dari TBS yang diolah.

Limbah padat berupa cangkang dan fiber digunakan untuk bahan bakar boiler dalam pengolahan TBS di PKS, sedangkan JJK dan POME diaplikasikan sebagai pupuk organik ke lapangan dengan cara aplikasi yang tepat dan dosis yang tepat sesuai rekomendasi dari Departemen Riset.

Janjang Kosong (JJK)

Janjang kosong (JJK) merupakan salah satu produk sampingan dari hasil pengolahan TBS yang berasal dari stasiun bantingan (thresher) di PKS. JJK yang dihasilkan oleh Teluk Siak Factory (TSF) sebesar 16 – 21 % dari jumlah TBS yang diolah atau sebesar 160 - 210 kg/ton dari TBS yang diolah. JJK dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik sebagai pembenah tanah dan penambah unsur hara bagi perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan JJK sebagai pupuk organik apabila ditinjau dari segi ekonomis dapat meningkatkan keuntungan perusahaan melalui peningkatan produksi, selain itu dari segi efektivitas sangat penting untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan penelitian Departemen Riset Minamas kandungan unsur hara dalam 1 ton JJK yaitu Urea 5 kg, TSP 1 kg, MOP 16 kg dan Kieserit 4 kg. Keuntungan aplikasi JJK dapat meningkatkan mikro fauna dan mikro flora tanah serta aktifitas mikro flora, meningkatkan kapasitas tampung air tanah, meningkatkan laju penyerapan air tanah dan aerasi, mendukung perkembangan akar menjadi lebih baik, mencegah erosi tanah/water run off, meningkatkan

struktur tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation dan anion (Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation, 2004).

Pengangkutan JJK yang dihasilkan TSF tidak hanya diangkut ke Teluk Siak Estate saja, JJK yang masuk ke TSE sekitar 50 % dari seluruh jumlah JJK yang dihasilkan TSF dan sisanya diangkut ke kebun tetangga yaitu Aneka Persada Estate dan Pinang Sebatang Estate. JJK yang dihasilkan pabrik langsung diangkut ke lahan dengan menggunakan Dump Truck dan diletakkan (ditumpuk) di pinggir collection road. Mandor JJK mengkoordinir pengaplikasian JJK di lapangan, membuat pancang untuk peletakkan JJK di collection road supaya tenaga kerja yang mengangkut tidak meletakkan JJK sembarangan dan mengontrol tenaga kerja aplikasi.

Aplikasi JJK ke lahan harus dilakukan sebaik mungkin sehingga manfaat JJK sebagai pupuk organik dapat maksimal dan biaya aplikasi tidak terlalau mahal. JJK yang diangkut dari pabrik ke lapangan harus segera diaplikasikan (diecer). JJK maksimal menumpuk di collection road selama satu minggu semenjak diangkut, apabila dibiarkan terlalu lama maka dapat merusak kondisi jalan dan kandungan unsur hara akan berkurang terutama unsur K. Rata-rata kandungan K menurun 35 % setelah satu bulan, 70 % setelah tiga bulan dan 90 % setelah enam bulan di lapangan. Setelah itu, terjadi penurunan yang melambat dengan lebih dari 99 % penurunan setelah 10 bulan di lapangan.

Metode aplikasi JJK di TSE dengan teknik mulching yang diaplikasikan diantara empat pokok untuk satu titik pada tanaman menghasilkan (TM). JJK diaplikasikan di gawangan mati dengan dosis 250 kg/pokok sehingga dalam satu titik ada 1 ton JJK dan dibutuhkan JJK sebanyak 34 ton/ha dengan rotasi aplikasi satu kali setahun. Rata-rata jumlah JJK yang masuk ke TSE setiap bulan sebanyak 1 472.285 ton dan TSE menerima JJK sebanyak 17 667.42 ton/tahun sehingga luasan yang dapat diaplikasi seluas 519.63 ha/tahun atau sekitar 17.75 % dari luas total TSE (dosis 34 ton/ha dengan rotasi aplikasi satu kali setahun). Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan aplikasi JJK di TSE pada tahun 2011/2012 yaitu 461.3 ha (sekitar 15.82 % dari luas total TSE) dan lebih kecil dibandingkan luasan yang seharusnya dapat diaplikasi. Hal tersebut dikarenakan dosis aplikasi yang tidak sesuai dan melebihi dosis aplikasi yang ditentukan yaitu 34 ton/ha/tahun.

Organisasi pekerjaan aplikasi JJK di TSE dilakukan oleh karyawan SKU. Prestasi kerja yang ditetapkan di lapangan yaitu 7 ton/HK atau 28 ton/hari sehingga dalam satu hari memperoleh 28 titik aplikasi atau seluas 0.824 ha, untuk menyelesaikan luasan 1 ha diperlukan prestasi kerja 5 HK/ha/rotasi (dosis aplikasi 34 ton JJK/ha atau 250 kg/pokok). Apabila aplikasi JJK dilakukan oleh buruh harian lepas (BHL) maka upah dihitung berdasarkan jumlah JJK yang dapat diaplikasikan yaitu Rp 3 000.00/ton, sehingga biaya aplikasi per HK untuk satu kali rotasi sebesar Rp 102 000.00 (dosis 34 ton JJK/ha).

Tenaga kerja aplikasi JJK yang ada di TSE seperti di Divisi II belum secara khusus bekerja mengaplikasikan JJK. Tenaga kerja tersebut dapat mengerjakan pekerjaan lain yang lebih diutamakan dan dibutuhkan pada saat itu sehingga aplikasi JJK tidak dapat dilakukan setiap hari. Kurangnya tenaga kerja aplikasi dan belum adanya tenaga kerja khusus menyebabkan JJK terlalu lama menumpuk di collection road karena tidak dapat langsung diaplikasikan ke lahan sehingga unsur hara yang terkandung pada JJK akan berkurang.

Limbah Cair (POME)

Limbah cair (POME) merupakan produk sampingan (by product) yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PKS dan berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), air cucian pabrik dan air hydrocyclon (air dari proses pemisahan cangkang dan inti sawit). POME merupakan produk yang paling besar jumlahnya dibandingkan jumlah produk limbah lain dan dapat menjadi pencemar lingkungan yaitu air, tanah dan udara. Limbah cair yang dihasilkan Teluk Siak Factory PT Aneka Intipersada pada bulan April 2012 yaitu sebanyak 9 231.539 ton atau sekitar 62.87 % dari jumlah TBS yang diolah.

Kandungan bahan organik dan anorganik pada limbah cair dapat menjadi pencemar apabila dibuang langsung ke perairan bebas sehingga harus diolah terlebih dahulu untuk dapat diaplikasikan ke lahan. Parameter pencemaran limbah cair yang digunakan yaitu pH, BOD, COD, TS, minyak dan lemak, N-total, serta logam berat. Kandungan bahan pencemar yang terkandung di dalam limbah cair harus diturunkan kadar cemarnya terutama nilai BOD dan COD nya. Nilai BOD menunjukkan jumlah bahan organik yang terkandung dalam limbah, limbah

dengan BOD tinggi berarti mengandung senyawa organik yang lebih banyak sehingga perombakan membutuhkan waktu yang lama. Nilai BOD dan COD yang tinggi akan sangat mencemari lingkungan karena oksigen yang terlarut digunakan untuk merombak limbah, sehingga dapat membunuh organisme lain yang hidup di badan air yang sama-sama membutuhkan oksigen.

Baku mutu limbah cair yang diambil dari kolam raw effluent dan kolam effluent treatment di Teluk Siak Factory (TSF) PT AIP pada pemeriksaan bulan Desember 2011 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pemerikasaan Kualitas Air Limbah dari Raw Effluent dan Effluent Treatment PT AIP

Parameter Satuan Pergub No. 35 Tahun 2007 (Kadar Maksimum) KEPMENLH No. 28 Tahun 2003 (Kadar Maksimum) Hasil LC Raw Effluent LC Effluent Treatment pH - 6 - 9 6 - 9 4.38 7.65 BOD mg/l 5 000 5 000 14 120.60 626.70 COD mg/l 10 000 * 46 428.50 1 438.10 Minyak dan Lemak mg/l 2 500 * 1 1 TSS mg/l 12 500 * 10 400.0 1 600.0 Amoniak (NH -N) mg/l 500 * 75.47 137.2 Timbal (Pb) mg/l * * <0.015 <0.015 Tembaga (Cu) mg/l * * 0.547 0.026 Kadmium (Cd) mg/l * * <0.008 <0.008

Sumber: Teluk Siak Factory (2012): hasil pemeriksaan limbah cair oleh Unit Pelaksana Teknis Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, Januari 2012

Keterangan : * = tidak dipersyaratkan

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap sampel limbah cair TSF, diperoleh bahwa hasil analisis limbah pada kolam LC raw effluent hanya parameter BOD dan COD saja yang melebihi baku mutu PERGUB No. 35 Tahun 2007 dan KEPMENLH No. 28 Tahun 2003 sedangkan parameter pH kurang dari baku mutu PERGUB No. 35 Tahun 2007. Hasil analisis pada kolam LC effluent treatment yang telah mengalami proses pengolahan limbah menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi baku mutu yang ditetapkan sehingga aman untuk diaplikasikan ke lahan. Nilai BOD dari LC effluent treatment menunjukkan hasil 626.7 mg/l, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai BOD yang

ditetapkan oleh perusahaan yaitu nilai BOD 2 500 – 3 000 mg/l untuk diaplikasikan ke lahan. BOD dengan nilai 626.7 mg/l cukup baik untuk keamanan lingkungan apabila akan diaplikasikan, tetapi apabila dilihat dari kandungan bahan organiknya limbah tersebut miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman karena nilai BOD menunjukkan banyaknya bahan organik yang terkandung di dalam limbah tersebut.

Sistem pengolahan limbah di TSF menggunakan sistem kolam dengan tujuan dapat menurunkan kadar cemarnya terutama nilai BOD dan COD limbah agar dapat diaplikasikan ke lahan. Limbah cair yang dihasilkan pabrik akan ditampung pada sistem IPAL yang terdiri dari 8 kolam. Kolam-kolam limbah tersebut masing-masing dibuat dengan volume limbah maksimal yang dapat ditampung dan masa retensi limbah dalam kolam tersebut. Limbah yang dapat ditampung di tiap kolam dihitung 60 % dari volume kolam agar tidak terjadi limpahan limbah dari kolam karena terlalu penuh. Selain 8 kolam yang terpasang di stasiun IPAL terdapat juga 3 kolam pengaman (buffer pond) yang berfungsi menjaga keamanan untuk menampung limpahan air limbah atau rembesan air limbah dari kolam-kolam limbah sehingga tidak mencemari perairan bebas di sekitar pabrik. Spesifikasi kolam limbah di IPAL Teluk Siak Factory dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL Teluk Siak Factory

No. Kolam Ukuran (pxlxt)

(m) Volume (m³) Masa Retensi (hari) 1 Deoiling Pond 34 x 18 x 4 2 448 2 - 4 2 Cooling Pond 29 x 15 x 4 1 740 4 - 6

3 Primary Pond No. 1 58 x 24 x 4.5 7 308 10 - 24

4 Primary Pond No. 2 58 x 24 x 4.5 7 308 10 - 24

5 Secondary Pond No. 1 58 x 24 x 4.5 7 308 14 - 24

6 Secondary Pond No. 2 58 x 24 x 4.5 7 308 14 - 24

7 Sedimentasi Pond No. 1 58 x 24 x 4.5 7 308 13 - 24

8 Sedimentasi Pond No. 2 58 x 24 x 4.5 7 308 13 - 24

Sumber: Teluk Siak Factory (2012)

Limbah cair yang dihasilkan pabrik pertama kali di tampung dalam kolam limbah nomor 1 (deoiling pond) dan selanjunya akan dialirkan ke kolam nomor 2 (cooling pond) melalui proses under flow. Proses under flow dilakukan karena

limbah yang ditampung di kolam nomor 1 masih mengandung minyak sehingga minyak harus dikutip kembali. Massa jenis minyak lebih kecil dibandingkan air limbah maka minyak akan berada di atas, dengan proses under flow diusahakan minyak yang masih terkandung di dalam kolam nomor 1 tidak ikut dialirkan ke kolam nomor 2 dan tidak menjadi losses. Kolam nomor 1 dan 2 merupakan kolam pendinginan, kolam nomor 3 dan 4 merupakan kolam anaerobik (primary pond nomor 1 dan 2), kolam nomor 5 dan 6 merupakan kolam anaerobik lanjutan 3 (secondary pond nomor 1 dan 2), serta kolam nomor 7 dan 8 merupakan kolam pengendapan (sedimentasi pond). Limbah yang berasal dari kolam nomor 7 dan 8 langsung dapat diaplikasikan ke lahan. Lay out effluent treatment Teluk Siak Factory dapat dilihat pada Lampiran 7.

Blok yang dipilih untuk lahan aplikasi limbah cair yaitu blok-blok yang berjarak tidak terlalu jauh dari pabrik yang berkaitan dengan pemakaian instalasi dan kekuatan tekanan pompa (jarak maksimal 5 km dari pabrik), topografi tidak terlalu curam/berbukit dan tidak terlalu banyak areal rendahan sehingga penyebaran aplikasi dalam satu blok maksimal. Blok aplikasi limbah cair PT AIP terletak di Divisi II TSE yang letaknya paling dekat dengan pabrik. Luas lahan aplikasi limbah cair saat ini seluas 120 ha, jumlah flat bed 15 694 buah dan jumlah kran 499 buah (Tabel 11).

Tabel 11. Luas Lahan Blok Aplikasi Limbah Cair dan Jumlah Flat Bed PT AIP

Blok Luas (ha)

Flat bed

Jumlah Kran Jumlah

(buah) Volume (m³) Total (m³)

F27 19 2 775 3.84 10 656 62 F28 16 2 400 3.84 9 216 76 F29 17 2 475 3.84 9 504 56 F30 10 1 500 3.84 5 760 44 G27 16 1 499 3.84 5 756 53 G28 14 1 987 3.84 7 630 79 G29 17 1 752 3.84 6 728 70 G30 11 1 306 3.84 5 015 59 Total 120 15 694 3.84 60 265 499

Sumber: Kantor Besar TSE (2012)

Rata-rata aplikasi limbah cair untuk pengisian flat bed yaitu 16 jam/hari dan debit limbah yang diaplikasikan 46 m³/jam sehingga banyaknya limbah cair

yang diaplikasikan yaitu 736 m³/hari atau 18 400 m³/bulan (18 381.6 ton/bulan). Luas total lahan yang diaplikasikan limbah cair yaitu 120 ha sehingga dosis aplikasi yang diperoleh yaitu 153.333 m³/ha/bulan (153.180 ton/ha/bulan) atau sekitar 1 839.996 m³/ha/tahun (1 838.156 ton/ha/tahun). Aplikasi limbah cair dilakukan setiap hari dengan rotasi aplikasi setiap blok mendapatkan empat kali aplikasi dalam satu bulan. Pada satu kali aplikasi limbah cair yang dapat ditampung dalam setiap flat bed yaitu sekitar 0.28 m3 limbah atau setinggi 4.5 cm dari permukaan flat bed. Peta seksi aplikasi limbah cair Teluk Siak Estate dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dosis aplikasi limbah cair yang ditetapkan yaitu 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 – 4 kali dalam setahun, dosis tersebut digunakan untuk limbah dengan nilai BOD sekitar 3 000 – 5 000 mg/l yang masih mengandung banyak bahan organik (Hutabarat et al., 2005). Aplikasi limbah cair di TSE dilakukan dengan rotasi satu minggu sekali dan menggunakan dosis yang lebih tinggi dikarenakan nilai BOD limbah yang cukup rendah sehingga limbah tersebut sudah sangat cair dan hanya berfungsi sebagai air irigasi.

Kegiatan aplikasi limbah cair ke lahan harus disupervisi sebaik mungkin oleh pihak kebun dengan cara pengawasan aplikasi, perawatan flat bed, pembagian rotasi aplikasi dan pengaturan pembukaan serta penutupan kran untuk aplikasi menjadi taggung jawab pihak kebun. Pihak pabrik bertanggungjawab atas perencanaan pembangunan IPAL, pemasangan dan perawatan pipa untuk aplikasi, serta merawat dan menjaga kolam-kolam IPAL. Pengamatan dan pemantauan dampak yang mungkin terjadi akibat aplikasi limbah cair harus dilakukan dan menjadi tanggung jawab pabrik.

Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman

Aplikasi limbah padat (JJK) dan limbah cair (POME) di lahan diharapkan memberikan dampak yang positif bagi tanaman sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Analisis dampak aplikasi limbah terhadap tanaman dilakukan dengan membandingkan kandungan unsur hara dalam daun dan perolehan produksi antara lahan yang diaplikasikan limbah dengan lahan yang tidak diaplikasikan limbah (lahan kontrol).

Blok yang digunakan untuk perbandingan aplikasi limbah padat (JJK) yaitu Blok E19, E20, E21 dengan blok kontrolnya Blok F15, F16, F17 yang masing-masing tahun tanamnya tahun 1996, sedangkan blok yang digunakan untuk aplikasi limbah cair (POME) yaitu Blok F27, F28, G29 dengan blok kontrolnya Blok E20, E21, E22 yang masing-masing tahun tanamnya tahun 1994. Parameter unsur hara yang dibandingkan adalah kandungan unsur N, P, K dan Mg yang masing-masing dinyatakan dalam % on dry matter serta parameter produksi yang digunakan yaitu produktivitas tanaman (ton/ha), jumlah janjang (janjang/ha) dan bobot janjang rata-rata (kg).

Dampak Aplikasi Limbah terhadap Status Hara pada Daun

Dampak aplikasi limbah terhadap status hara pada daun dilihat dengan menaganalisis kandungan status hara daun dengan membandingkan hasil analisis daun antara lahan yang diaplikasikan limbah dan lahan yang tidak diaplikasikan limbah (lahan kontrol). Lahan yang akan dibandingkan masing-masing diambil tiga blok sebagai ulangan dan parameter yang dibandingkan yaitu unsur N, P, K dan Mg yang masing-masing dinyatakan dalam % on dry matter. Hasil analisis kandungan unsur hara daun pada lahan aplikasi JJK dan lahan kontrol, serta lahan aplikasi limbah cair lahan kontrol disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Hasil Analisis Daun pada Lahan Aplikasi JJK dan Lahan Kontrol

Kandungan Hara dalam Daun (% On Dry Matter)

Lahan Aplikasi Lahan Kontrol

N 2.5300 a 2.6800 a

P 0.1373 a 0.1317 a

K 1.1847 a 1.1897 a

Mg 0.2187 a 0.1933 a

Sumber: Minamas Research Centre (2009)

Keterangan : Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5 %.

Dari hasil analisis sampel daun tanaman kelapa sawit, dapat dilihat bahwa kandungan hara dalam daun antara lahan aplikasi JJK dan lahan kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut diakibatkan karena

aplikasi JJK belum dilakukan secara maksimal (full block) dan tidak merata, artinya dari total luasan satu blok hanya sebagian saja yang teraplikasi JJK. Sebagai contoh yaitu pada Blok E19 yang mempunyai total luas blok 22 ha, pada tahun 2005/2006 baru 13.15 ha saja yang diaplikasi JJK. Aplikasi JJK hanya dilakukan pada pokok yang berada di dekat tumpukan JJK saja, tidak sampai masuk ke dalam blok. Hal tersebut dikarenakan kontur lahan yang tidak rata (bergelombang) dan sarana blok seperti titi panen dan pasar rintis yang kurang memadai sehingga menyulitkan aplikasi JJK secara manual. JJK yang sudah ditumpuk di lapangan dan tidak langsung diecer menyebabkan kehilangan banyak hara terutama unsur Kalium (K) yang mudah tercuci akibat terkena hujan, sehingga manfaatnya sebagai bahan pupuk akan menjadi berkurang namum masih bisa diamanfaatkan untuk mulsa (Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation, 2004). JJK yang diaplikasikan ke lahan tidak beperan sebagai substitusi pupuk organik tetapi hanya berperan sebagai pembenah tanah dan meningkatkan produktivitas tanah saja.

Hasil analisis sampel daun tanaman kelapa sawit pada lahan aplikasi limbah cair dan lahan kontrol menyatakan bahwa hanya kandungan unsur hara N dan P saja yang berbeda nyata, sedangkan kandungan unsur K dan Mg tidak berbeda nyata (Tabel 13).

Tabel 13. Hasil Analisis Daun pada Lahan Aplikasi Limbah Cair (LA) dan Lahan Kontrol (LK)

Kandungan Hara dalam Daun (% On Dry Matter) Lahan Aplikasi (LA) Lahan Kontrol (LK) N 2.9033 a 2.4700 b P 0.1623 a 0.1333 b K 1.0837 a 1.1947 a Mg 0.2260 a 0.2070 a

Sumber: Minamas Research Centre (2009)

Keterangan : Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5 %.

Limbah cair yang diaplikasikan ke lahan memiliki kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Budianta (2005), limbah cair yang dihasilkan dan siap diaplikasikan ke lahan perkebunan mempunyai kandungan K 500 - 600 mg/l, N 142 - 157 mg/l, P 24 - 53 mg/l dan

Mg 39 - 90 mg/l. Selain meningkatkan kandungan hara N dan P, seharusnya aplikasi limbah cair dapat meningkatkan kandungan unsur hara K dan Mg karena lahan tersebut dipupuk dengan menggunakan dosis aplikasi pupuk sesuai standar kebun. Berdasarkan analisis tersebut hanya unsur N dan P saja yang menyatakan hasil berbeda nyata, hal tersebut dikarenakan limbah yang diaplikasikan nilai BOD nya yang tidak terlalu tinggi (< 3 000 mg/l). Limbah yang mempunyai nilai BOD kecil disebabkan karena limbah terlalu lama dibiarkan di kolam IPAL, hal tersebut mengakibatkan limbah akan mengalami degradasi terus menerus akibat degradasi bakteri (Budianta, 2005). Nilai BOD yang terlalu rendah juga menyebabkan kandungan hara yang rendah dan limbah yang diaplikasikan ke lahan hanya berfungsi sebagai air irigasi saja.

Kandungan hara dalam daun kelapa sawit lahan alikasi limbah padat maupun cair dan lahan yang tidak diaplikasikan limbah dilihat apakah berada pada kondisi defisiensi, optimum, ataupun berlebih sesuai konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Konsentrasi Hara dalam Daun Kelapa Sawit pada Kondisi Defisiensi, Optimum dan Berlebih Untuk Tanaman Tua > 6 Tahun

Unsur

Hara Satuan

Kondisi

Defisiensi Kondisi Optimum

Kondisi Berlebihan N % < 2.3 2.4 - 2.8 > 3.0 P % < 0.14 0.15 - 0.18 > 0.25 K % < 0.75 0.90 - 1.20 > 1.90 Mg % < 0.20 0.25 - 0.40 > 0.70

Sumber : Von Uexkull (1992)

Berdasarkan konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit (Tabel 14), kandungan unsur hara N, K dan Mg pada lahan aplikasi JJK serta unsur hara N dan K pada lahan kontrol berada pada kondisi optimum. Unsur hara P pada lahan aplikasi dan unsur hara P dan Mg pada lahan kontrol berada pada kondisi defisiensi (kekurangan). Aplikasi JJK di lahan dapat meningkatkan kandungan unsur hara Mg yang berada pada kondisi defisiensi pada lahan kontrol menjadi optimum pada lahan aplikasi, tetapi belum dapat meningkatkan kandungan unsur hara P. Kandungan unsur hara N, P, K dan Mg pada lahan aplikasi limbah cair

serta unsur hara N, K dan Mg pada lahan kontrol berada pada kondisi optimum. Aplikasi limbah cair dapat meningkatkan kandungan unsur hara P, hal tersebut dilihat dari kandungan unsur hara P di lahan kontrol berada pada kondisi defisiensi sedangkan di lahan aplikasi berada pada kondisi optimum.

Dampak Aplikasi Limbah terhadap Perolehan Produksi

Analisis dampak aplikasi limbah terhadap perolehan produksi dilakukan dengan membandingkan perolehan produksi lahan yang diaplikasikan limbah dengan lahan yang tidak diaplikasikan limbah (lahan kontrol). Lahan yang akan dibandingkan masing-masing diambil 3 (tiga) blok sebagai ulangan selama empat tahun terakhir yaitu tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009 dan 2009/2010. Parameter produksi yang dibandingkan yaitu produktivitas (ton/ha), jumlah janjang (JJG/ha) dan Bobot Janjang Rata-rata (kg). Perbandingan produksi antara lahan aplikasi dan lahan kontrol JJK dan limbah cair dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16.

Tabel 15. Perbandingan Produksi antara Lahan Aplikasi JJK dan Lahan Kontrol

Parameter Tahun Lahan Aplikasi Lahan Kontrol

Produktivitas (ton/ha) 2006/2007 17.58 a 17.65 a 2007/2008 18.80 a 17.61 a 2008/2009 16.00 a 13.65 a 2009/2010 15.29 a 14.07 a Jumlah Janjang (janjang/ha) 2006/2007 1 502 a 1 588 a 2007/2008 1 489 a 1 375 b 2008/2009 1 182 a 1 061 a 2009/2010 1 040 a 973 a Bobot Janjang Rata-rata (kg) 2006/2007 11.71 a 11.12 b 2007/2008 12.63 a 12.81 a 2008/2009 13.53 a 12.86 b 2009/2010 14.70 a 14.43 a

Sumber: Kantor Besar TSE (2012)

Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5 %.

Berdasarkan hasil analisis terhadap perolehan produksi (Tabel 15), aplikasi JJK belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk produktivitas dan

Dokumen terkait