• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosio Demografi

Berdasarkan BPS (2012) bahwa produksi padi terbanyak dan memiliki jumlah lahan sawah yang luas di provinsi Jawa Barat yaitu Indramayu, Karawang, Subang, Garut dan Cianjur. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang memiliki produksi padi 790 824 ton/tahun dan memiliki jumlah lahan sawah yaitu 65 993 Ha. Produksi padi Kecamatan Cibeber yaitu sebesar 44 123 ton/tahun.

Kecamatan Cibeber merupakan salah satu kecamatan yang memiliki produktivitas pertanian yaitu padi sebagai penghasil pertanian andalan di kabupaten Cianjur. Luas wilayah di kecamatan Cibeber yaitu 130.96 km2 dan jumlah penduduk 117 651 jiwa. Kecamatan Cibeber memiliki luas sawah 3 198 Ha dengan jenis pengairannya yaitu irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi non PU, dan tadah hujan. Kecamatan cibeber memiliki 18 desa yaitu Desa Cipetir, Desa Cihaur, Desa Cimanggu, Desa Cibaregbeg, Desa Sukaharja, Desa Peteuycondong, Desa mayak, Desa Cikodang, Desa Cibokor, Desa Salagedang, Desa Karangnunggal, Desa Kanoman, Desa Sukamaju, Desa Girimulya, Desa Cisalak, Desa Cibadak, Desa Sukamanah, dan Desa Salamnunggal. Desa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Cisalak dengan pertimbangan bahwa desa tersebut wilayahnya dominan perdesaan dan memiliki kawasan pertanian yang luas berdasarkan hasil survei oleh pihak kecamatan.

Contoh pada penelitian ini adalah pasangan suami isri dengan usia paruh baya yaitu 45-59 tahun. Menurut Berk (2005) usia paruh baya terbagi menjadi 4 tahap yaitu usia 40 – 45 tahun (awal paruh baya), usia 45 – 50 tahun, usia 50 – 55 tahun, dan usia 55 – 60 tahun. Berdasarkan berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa individu berusia paruh baya apabila telah memasuki usia 40 – 60 tahun. Kriteria contoh yang diambil dalam penelitian ini yaitu dapat berbicara dengan baik, dan bersedia untuk diwawancara serta diambil darah. Jumlah keseluruhan adalah 112 orang (56 pria dan 56 wanita) yang tinggal di desa Cisalak, kecamatan Cibeber kabupaten Cianjur. Besar keluarga adalah jumlah angggota rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota rumah tangga lainnya yang tinggal bersama. Secara umum besar keluarga di desa tersebut bervariasi.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga (orang) n %

Kecil (≤4 orang) 35 62.5

Sedang (5-6 orang) 18 32.1

Besar (≥7 orang) 3 5.4

Besar keluarga pada umumnya contoh tergolong pada rumah tangga kecil (62.5%), sedangkan rumah tangga tergolong sedang (32.1%), dan sebagian kecil tergolong rumah tangga besar (5.4%) (Tabel 5). Berdasarkan usianya, lebih dari tiga perempat (76.8%) usia pria lebih dari 51 tahun dengan rata-rata usia pria yaitu 53.6 tahun dan standar deviasi 3.7 tahun. Usia wanita pada umumnya (76.8%) yaitu berusia kurang dari 54 tahun dengan usia rata-rata 48.9 tahun dan standar deviasi 3.3 tahun. Usia dari keseluruhan contoh memiliki proporsi yang sama pada kedua kelompok (<51 tahun dan ≥51 tahun) yaitu sebesar 50%. Rata-rata usia contoh 51 tahun dengan standar deviasi 4.2 tahun (Tabel 6).

Menurut tingkat pendidikannya, sebagian besar (80.4%) pendidikan pria kurang dari 6 tahun dan kurang dari sepertiganya (21.4%) memiliki pendidikan lebih dari 6 tahun dengan rata-rata pendidikan 6.3 tahun dan standar deviasi 3.2 tahun. Pendidikan wanita sebagian besar (83.9%) memiliki pendidikan kurang dari 6 tahun dengan pendidikan rata-rata 6.4 tahun dan standar deviasi 3.3 tahun. Pendidikan pada keseluruhan contoh sebagian besar (82.1%) kurang dari 6 tahun sedangkan yang memiliki pendidikan lebih dari 6 tahun sebesar (17.9%) dengan pendidikan rata-rata 6.4 tahun dan standar deviasi 3.3 tahun.

Tabel 6 Sebaran karakteristik contoh

Karakteristik Contoh Pria Wanita Total

n % n % n % Usia (tahun) <51 13 23.2 43 76.8 56 50.0 ≥51 43 76.8 13 23,2 56 50.0 Rataan±SD 53.6±3.7 48.9±3.3 51.2±4.2 Pendidikan (tahun) ≤6 45 80.4 47 83.9 92 82.1 >6 11 19.6 9 16.1 20 17.9 Rataan±SD 6.3±3.2 6.4±3.3 6.4±3.3 Pekerjaan Petani 4 7.1 3 5.4 7 6.2 Buruh tani 29 51.8 18 32.1 47 42.0 Buruh bangunan 3 5.4 0 0 3 2.7 Pedagang 5 8.9 10 17.9 15 13.4 PNS/Swasta 4 7.1 4 7.1 8 7.1

Ibu rumah tangga 0 0 19 33.9 19 17.0

Lain-lain 9 16.1 2 3.6 11 9.8

Menurut tabel 6, lebih dari separuh (51.8%) pekerjaan pria adalah buruh tani, sebagian kecil (8.9% pedangang, 7.1% petani, 5.4% buruh bangunan, 7.1% PNS/swasta) dan pekerjaan lain sebesar (16.1%) yaitu bekerja di KUD (Koperasi Unit Desa), supir, buruh sapu ijuk, pegawai honorer, dan tukang ojeg. Pekerjaan wanita lebih dari sepertiga (33.9% ibu rumah tangga, 32.1 buruh tani), sebesar (17.9%) wanita bekerja sebagai pedangang, dan sebagian kecil (5.4% petani, 7.1% PNS/swasta, 3.6% pekerjaan lain yaitu pengasuh).

Pekerjaan pria pada umumnya adalah buruh tani (51.8%) sedangkan pekerjaan wanita yaitu ibu rumah tangga (33.9%). Pekerjaan pada keseluruhan contoh lebih dari

sepertiga (42.0%) adalah buruh tani dan sebagian kecil (13.4 pedagang, 7.1% PNS/swasta, 6.2% petani, 2.7% buruh bangunan, dan pekerjaan lain seperti supir, pegawai honorer, pekerja di KUD, tukang ojeg serta pengasuh.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset rumah tangga (n=56)

Aset n % Rumah Milik sendiri 53 94.6 Sewa/kontrak 3 5.4 Tanah <144 m2 12 21.4 ≥144 m2 15 26.8 Rataan±SD 143.9±390.9 Sawah <625 m2 3 5.4 ≥625 m2 11 19.6 Rataan±SD 625.0±1 757.3

Tabel 7 Menunnjukkan bahwa sebagian besar (94.6%) tinggal di rumah sendiri. Hal ini menunjukkan kemapanan pada contoh dengan tidak menumpang pada anak atau sanak keluarga lainnya. Sebagian kecil contoh tinggal di rumah kontrakan yaitu sebanyak 5.4%. Berdasarkan kepemilikan tanah, sebanyak 26.8% contoh memiliki tanah seluas lebih 144 m2 dan 21.4% contoh yang memiliki tanah kurang dari 144 m2. Rata-rata luas tanah yang dimiliki oleh masyarakat perdesaan yaitu 625 m2 dan stadar deviasi 1 757.3 m2. Berdasarkan luas sawah, sebanyak 19.6% contoh memiliki sawah lebih dari 625 m2, sedangkan 5.4% memiliki luas sawah kurang dari 625 m2.

Tabel 8 Statistik pendapatan dan pengeluaran keluarga (Rp/kapita/bulan)

Statistik Rataan±SD (Rp) % Pendapatan 1 970 709±1 831 746 100.0 Pengeluaran a. Pangan 807 733±407 804 41.6 Makanan Pokok 303 851±206 709 37.6 Lauk Pauk 260 032±209 512 32.2 Sayur 93 414±103 243 11.6 Buah 37 145±84 925 4.6 Jajan 113 291 ±172 608 14.0 b. Non Pangan 1 132 131±1 109 992 58.4 Kesehatan 30 098±62 553 2.7 Rokok 185 969±155 437 16.3 Kebersihan 71 167±72 498 6.2 Bahan Bakar 173 050±134 893 15.3 Pendidikan 397 721±729 223 35.1 Pakaian 58 244±82 847 5.1 Pulsa 63 355±111 069 5.6 Cicilan/Kredit/Arisan 152 528±270 001 13.4

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan perkapita perbulan rumah tangga contoh adalah Rp1 970 709 dan standar deviasi Rp1 831 746. Pengeluaran keluarga sebagian besar (58.4%) yaitu pengeluaran non pangan dengan rata-rata pengeluaran yaitu Rp1 132 131 per bulan dan standar deviasi Rp1 109 992. Sementara itu, lebih dari sepertiga (41.6%) pengeluaran pangan dengan rata-rata Rp807 733 per bulan dan standar deviasi Rp407 804. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Pengeluaran rumah tangga contoh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga. Kostakis (2014) menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan,ukuran rumah tangga, jenis kelamin, usia, status perkawinan, tempat tinggal, dan status pekerjaan. Salah satu kemampuan ekonomi contoh dilihat dari pengeluran, baik pengeluaran pangan maupun non pangan.

Berdasarkan hasil tersebut pengeluaran non pangan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran pangan. Sejalan dengan pendapat Upadhayay dan Pathania (2013) yang menyatakan bahwa pengeluaran non pangan pada masyarakat perdesaan lebih tinggi dari pada pengeluaran masyarakat di perkotaan. Pengeluaran non pangan pada penelitian ini yaitu kesehatan, rokok, kebersihan, bahan bakar, pendidikan anak, pakaian, pulsa, dan cicilan (kredit atau arisan). Pengeluaran pangan berupa makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah, dan jajan. Pengeluaran non pangan tertinggi adalah pengeluaran pendidikan (35.1%) yang terdiri dari biaya pendidikan anak dan uang saku anak sehari-hari kemudian pengeluaran membeli rokok (16.3%). Pengeluaran pangan rumah tingga paling besar yaitu pengeluaran makanan pokok (37.6%) dan lauk pauk (32.2%). Jacobson (2009) pengeluaran pangan pada rumah tangga miskin berhubungan dengan kepentingan tertentu, ukuran keluarga, dipengaruhi oleh budaya dan faktor sosial lain

.

Pengetahuan tentang DM

Pengetahuan tentang DM adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DM yang terdiri dari pengetahuan umum mengenai DM, pengetahuan mengenai faktor risiko DM, pengetahuan tentang komplikasi DM. Pengetahuan dapat memberikan manfaat dalam memanejemen diri dalam mengubah gaya hidup dan kebiasaan yang buruk yang berdampak dalam memperbaiki kualitas hidup penderita diabetes (Alaboudi et al. 2014).

Pengetahuan gizi pada penelitian ini dinilai dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitas. Kuesioner ditanyakan langsung oleh peneliti dan contoh menjawab dengan jawaban ya dan tidak. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan yang mencakup pengetahuan umum tentang DM, pengetahuan tentang faktor risiko, pengetahuan tentang penyakit dan komplikasinya serta pengetahuan tentang pangan berisiko.

Pengetahuan tentang DM yang meliputi pengetahuan umum, pengetahuan tentang faktor risiko, pengetahuan tentang penyakit dan komplikasinya, dan pengetahuan tentang pangan yang berisiko. Pengetahuan umum tentang DM berupa pertanyaan DM adalah penyakit menular, lebih dari sepertiga (39.3%) pria dan

(35.7%) wanita menjawab pertanyaan benar secara keseluruhan lebih dari sepertiga (37.5%) menjawab benar (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran contoh menurut jawaban benar pengetahuan tentang DM

Pertanyaan Pengetahuan gizi

Pria Wanita Total

n % n % n %

Pengetahuan Umum

1. DM (kencing manis) adalah penyakit menular

22 39.3 20 35.7 42 37.5

Pengetahuan tentang Faktor Risiko

2. Orang gendut cenderung mudah terkena DM (kencing manis)

22 39.3 20 35.7 42 37.5

3. Olahraga yang teratur dapat mengurangi risiko DM (kencing manis)

22 39.3 26 46.4 48 42.9

Pengetahuan tentang Penyakit dan Komplikasi

4. Sering kesemutan pada tangan dan kaki adalah gejala DM (kencing manis)

11 19.6 12 21.4 23 20.5

5. Orang yang DM (kencing manis) harus merawat kesehatan kakinya dengan baik

15 26.8 16 28.6 31 27.7

6. DM (kencing manis) yang tidak diobati dapat menyebabkan kebutaan

20 35.7 20 35.7 40 35.7

7. Luka pada pasien DM (kencing manis) sembuhnya sangat lama

30 53.6 30 53.6 60 53.6

Pengetahuan tentang Pangan yang Berisiko

8. Seseorang yang mederita DM (kencing manis) mengurangi makan nasi

29 51.8 29 51.8 58 51.8

9. Seseorang yang menderita DM (kencing manis) mengurangi makanan yang berlemak seperti gajih, jeroan, otak.

23 41.1 23 41.1 46 41.1

10. Seseorang yang menderita DM (kencing manis) sangat di anjurkan makanan tempe

14 25.0 17 30.4 31 27.7

Pengetahuan tentang faktor risiko terdapat dua pertanyaan yaitu orang gendut cenderung mudah terkena DM dan olahraga teratur dapat mengurangi risiko DM. Pengetahuan berupa pertanyaan orang gendut cenderung mudah terkena DM, lebih dari sepertiga (39.3% pria dan 35.7% wanita) menjawab benar dan secara keseluruhan contoh yang menjawab benar sebanyak 37.5%. Pengetahuan berupa pertanyaan olahraga teratur dapat mengurangi risiko DM, lebih dari sepertiga (39.3% pria dan 46.4% wanita) yang menjawab benar dan keseluruhan contoh yang menjawab benar sebanyak 42.9%.Pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi memiliki 4 pertanyaan yaitu 1) sering kesemutan pada tangan dan kaki adalah gejala DM, 2) orang yang DM harus merawat kesehatan kakinya dengan baik, 3) DM yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan, 4) luka pada pasien DM sembuhnya sangat lama. Tabel 9 menunjukkan hanya sebagian kecil (19.6% pria dan 21.4%wanita) yang menjawab benar dan keseluruhan contoh yang menjawab benar sebanyak 20.5% mengenai pertanyaan sering kesemutan pada tangan dan kaki adalah

gejala penyakit DM. Pertanyaan mengenai orang yang DM harus merawat kesehatan kakinya dengan baik, sebanyak 26.8% pria dan 28.6% wanita yang menjawab benar, sedangkan keseluruhan contoh sebanyak 27.7% yang menjawab benar. Pertanyaan mengenai DM yang tidak diobati dapat menyebabkan kebutaan, pada kedua kelompok dan keseluruhan contoh menjawab benar sebanyak 35.7%. Pertanyaan mengenai luka pada pasien DM sembuhnya sangat lama, separuh (53.6%) baik pada pria, wanita dan keseluruhan contoh yang menjawab benar.

Pengetahuan tentang pangan yang berisiko terdiri dari 3 pertanyaan yaitu 1) seseorang yang menderita DM mengurangi makan nasi, 2) seseorang yang menderita DM mengurangi makanan yang berlemak seperti gajih, jeroan, otak, 3) seseorang yang menderita DM sangat dianjurkan makan tempe. Berdasarkan Tabel 8 pertanyaan mengenai seseorang yang menderita DM mengurangi makan nasi, lebih dari setengah (51.8%) yang menjawab benar baik pria, wanita, dan keseluruhan contoh. Pertanyaan mengenai seseorang yang menderita DM mengurangi makanan berlemak seperti gajih, jeroan, dan otak, lebih dari sepertiga (41.1%) yang menjawab benar baik pada pria, wanita, dan keseluruhan contoh. Pertanyaan mengenai seseorang yang menderita DM sangat dianjurkan makan tempe, sebanyak 25.0% pria dan 30.4% wanita yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar, sedangkan pada keseluruhan contoh yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar sebesar 27.7%.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lorga et al. (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang paling besar dari masyarakat perdesaan yaitu pengetahuan umum mengenai DM dengan pertanyaan DM adalah penyakit menular yaitu lebih dari sepertiga (39.3%) contoh yang menjawab benar. Berbeda dengan hasil pada penelitian ini yang memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 50% contoh menjawab pertanyaan benar. Pengetahuan yang dapat dijawab dengan baik oleh keseluruhan contoh yaitu pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi berupa pertanyaan luka pada pasien DM sembuhnya sangat lama serta pengetahuan tentang pangan yang berisiko berupa pertanyaan seseorang yang menderita DM mengurangi makan nasi. Pertanyaan dari pengetahuan lainnya tergolong rendah dan tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya yaitu kurang dari separuh contoh yang menjawab benar yaitu sekitar 27.7% - 41% yang bisa menjawab benar.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut tingkat pengetahuan tentang DM Tingkat Pengetahuan tentang DM Pria Wanita

n % n %

Rendah (<60%) 56 100.0 56 100.0

Sedang (60%-80%) 0 0 0 0

Tinggi (>80%) 0 0 0 0

Rataan±SD 38.8±33.3 39.6±34.7

Tabel 10 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang DM pada kedua kelompok pria dan wanita maupun non diabetes berada pada kategori rendah. Berdasarkan hasil tersebut pengetahuan pada kelompok padiabetes lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non DM. Pengetahuan gizi yang rendah kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pendidikan baik pria dan wanita di perdesaan tersebut, karena sebagian

besar (82.1%) contoh memiliki pendidikan kurang dari sama dengan 6 tahun. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chilton et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang makan semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi mengenai DM. Shafaee et al.(2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah prediktor yang paling signifikan dari pengetahuan mengenai faktor risiko, komplikasi dan pencegahan terhadap DM. Pendidikan yang lebih tinggi pada seseorang akan membuat seseorang lebih peduli dengan kesehatannya. Alaboudi et al. (2014) menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi dapat memberikan manfaat terhadap manajemen diri dalam mengubah gaya hidup dan kebiasaan buruk yang berdampak dalam memperbaiki kualitas hidup terkait penyakit DM. Hal ini sesuai pendapat Lorga et al. (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat yang lebih tinggi akan meningkatkan kesadaran dan merupakan kunci penentu dalam memperbaiki gaya hidup dan perilaku masyarakat. Berdasarkan rata-rata, pengetahuan pada kelompok PraDM/DM juga memiliki rata-rata lebih tinggi (40.87%) dibandingkan dengan rata-rata kelompok NonDM (36.74%). Pengetahuan gizi pada kedua kelompok tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gaya Hidup

Gaya hidup dalam penelitian ini di lihat berdasarkan kebiasaan merokok, kebiasaan aktivitas fisik, kebiasaan olahraga/aktivitas fisik berat, dan konsumsi makan/minum manis pada pria dan wanita perdesaan. Kebiasaan merokok dilihat dari status merokok, jenis rokok, frekuensi merokok, jumlah rokok, durasi lama merokok. Kebiasan aktivitas fisik contoh yaitu kebiasaan kativitas fisik yang dilakukan oleh contoh yang di ukur dengan menggunakan PAL (physical Activity Level). Kebiasaan olahraga/aktivitas berat yang diukur adalah frekuensi olahraga dalam satu minggu dan durasi olahraga dalam seminggu.

Kebiasaan merokok

Menurut PP No 19 tahun 2003 bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan.

Sebagian besar (78.6%) pria merokok sedangkan sebagian besar (89.3%) wanita tidak merokok (Tabel 11). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yong dan Naidu (2012) menunjukkan bahwa pada usia paruh baya sebagian besar pria mengonsumsi rokok dan sebagian besar wanita tidak merokok. Velásquez-Meléndez et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi rokok pada usia paruh baya di perdesaan lebih besar pria sedangkan sebagian besar wanita tidak merokok. Penelitian lain di Perdesaan Tiongkok oleh Jiang et al. (2011) juga menemukan bahwa pria lebih sering merokok dibandingkan dengan wanita. Menurut hasil wawancara kepada masyarakat bahwa mereka merokok memiliki berbagai

macam alasan seperti akibat pergaulan antar teman, coba-coba, menghilangkan stres, menghilangkan ngantuk, dan lemas jika tidak merokok.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut kebiasan merokok

Kebiasaan Merokok Pria Wanita

n % n % Status Merokok Merokok 44 78.6 6 10.7 Tidak Merokok 12 21.4 50 89.3 Jenis Rokok Filter 9 20.5 4 66.7 Non Filter 35 79.5 2 33.3 Frekuensi Merokok Setiap Hari 41 93.2 4 66.7 2-6 Kali/Minggu 2 4.5 0 0 ≤ 1 Kali/Minggu 1 2.3 2 33.3

Jumlah Rokok yang Dihisap

Ringan (<10 Batang/Hari) 27 61.4 5 83.3 Berat (≥10 Batang/Hari) 17 38.6 1 16.7 Rataan±SD 6.39±5.1 0.4±1.8 Lama Merokok <20 Tahun 35 79.5 0 0 ≥20 Tahun 9 20.5 6 100.0 Rataan±SD 24.9±14.8 2.8±8.2

Tabel 11 menunjukan kebiasaan merokok pria dan wanita perdesaan, sebagian besar (78.6%) pria merokok sedangkan sebagian besar (89.3%) wanita tidak merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yong dan Naidu (2012) menunjukkan bahwa pada usia paruh baya sebagian besar pria mengonsumsi rokok dan sebagian besar wanita tidak merokok. Velásquez-Meléndez et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi rokok pada usia paruh baya di perdesaan lebih besar pria sedangkan sebagian besar wanita tidak merokok. Penelitian lain di Perdesaan Tiongkok oleh Jiang et al. (2011) juga menemukan bahwa pria lebih sering merokok dibandingkan dengan wanita. Menurut hasil wawancara kepada masyarakat bahwa mereka merokok memiliki berbagai macam alasan seperti akibat pergaulan antar teman, coba-coba, menghilangkan stres, menghilangkan ngantuk, dan lemas jika tidak merokok.

Jenis rokok yang dihisap oleh pria lebih dari sepertiga (69.5%) adalah jenis rokok non filter, sedangkan jenis rokok yang dihisap oleh wanita yaitu filter (66.7%). Frekuensi merokok pada pria sebagian besar (93.2%) setiap hari, sedangkan pada wanita lebih dari setengah (66.7%) mengknsumsi rokok setiap hari. Jumlah rokok yang dihisap oleh pria sebesar (61.4%) mengonsumsi lebih dari 10 batang per hari dan lebih dari sepertiga (61.4%) pria mengonsumsi rokok ringan, sedangkan pada wanita sebagian kecil (16.7%) wanita yang mengonsumsi rokok ringan. Berdasarkan durasi lama merokok, lebih dari sepertiga (79.5%) pria merokok kurang dari 20 tahun sedangkan keseluruhan (100.0%) wanita yang merokok kurang dari 20 tahun.

Berdasarkan Kemenkes 2014a, di Jawa Barat ditemukan bahwa konsumsi rokok pada usia paruh baya sebanyak 31.4%. Konsumsi rokok nasional yaitu 27.1% dan kosumsi rokok pada pria (47.5%) lebih tinggi dibandingkan wanita (1.1%) dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah (25.2%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/buruh menempati peringkat merokok tertinggi yaitu sebesar 44.5% dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Jumlah konsumsi rokok rata-rata perhari yaitu 10.7 batang/hari.

Konsumsi rokok diperdesaan pada penelitian kemungkinan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat perdesaan sehingga kebanyakan masyarakat tidak tahu akan bahaya merokok terhadap kesehatan. Yang et al. 2009 menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah memiliki kecenderungan merokok lebih banyak dibanding dengan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan studi Gikas et al. (2007) yang menyatakan bahwa masyarakat pada usia paruh baya di perdesaan yang memiliki pendidikan rendah dan usia lebih dari 50 tahun memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap status konsumsi rokok di perdesaan. Molsted (2014) mengungkapkan bahwa gaya hidup seperti merokok pada seseorang yang mengidap penyakit DM terutama pada usia 45 tahun ke atas memiliki implikasi serius untuk memiliki risiko kardiovaskular. Rendahnya aktivitas fisik seperti lamanya waktu istirahat juga dapat meningkatan indeks massa tubuh berasosiasi dengan kejadian DM.

Kebiasaan olahraga

Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana, dengan tujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Beberapa latihan fisik yang dapat dilakukan seperti lari, jogging, senam dan lain-lain (Kemenkes 2014). Kebiasaan olahraga dilihat untuk mengetahui seberapa sering masyarakat melakukan olahraga. Kebiasaan olahraga diperoleh berdasarkan jenis, frekuensi dan durasi yang dilakukan setiap minggu. Kebiasaan olahraga pria dan wanita perdesaan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut kebiasaan olahraga

Kebiasaan Olahraga Pria Wanita

n % N % Frekuensi Olahraga <3 Kali/Minggu 54 96.4 56 100.0 ≥3 Kali/Minggu 2 3.6 0 0 Median (min;max) 0.0(0.0;3.0) 0.0(0.0;2.0) Durasi Berolahraga <90 Menit/Minggu 52 92.9 54 96.4 ≥90 Menit/Minggu 4 7.1 2 3.6 Median (min;max) 0.0(0.0;180) 0.0(0.0;120)

Tabel 12 menunjukkan kebiasaan olahraga pria dan wanita paruh baya perdesaan, sebagian besar (96.4%) pria dan keseluruhan wanita melakukan olahraga kurang dari 3 kali per minggu. Sebagian besar (92.9%) pria dan (96.4%) wanita

melakukan durasi olahraga 90 menit per minggu. Berdasarkan hasil tersebut bahwa sebagian besar contoh tidak melakukan olahraga secara cukup. Kemenkes (2014b) aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Latihan fisik dan olahraga dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah dan memperbaiki sensivitas insulin (Kemenkes 2011).

Kebiasaan aktivitas fisik berat

Kebiasaan aktivitas fisik berat yang dilakukan oleh masyarakat perdesaan diperoleh dari recall aktivitas fisik berat dengan menggunakan kuesioner. Kebiasaan aktivitas fisik berat pria dan wanita perdesaan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut kebiasaan aktivitas fisik berat Kebiasaan Aktivitas Fisik Berat Pria Wanita

n % n %

Frekuensi Aktivitas Fisik Berat

<3 Kali/Minggu 28 50.0 42 75.0

≥3 Kali/Minggu 28 50.0 14 25.0

Median (min;max) 2.75(0.0;21.0) 0.00(0.0;14.0)

Durasi Aktivitas Fisik Berat

<90 Menit/Minggu 21 37.5 38 67.9

≥90 Menit/Minggu 35 62.5 18 32.1

Median (min;max) 480.0(0.0;5460) 0.0(0.0;5040)

Tabel 13 menunjukkan bahwa kebiasaan aktivitas fisik berat pada masyarakat perdesaan, setengah (50.0%) pria dan lebih dari sepertiga (75.0%) wanita yang melakukan aktivitas fisik berat kurang dari 3 kali per minggu. Kebiasaan yang dilakukan oleh pria dan wanita perdesaan yaitu mencangkul, memotong padi, menanam padi, mengangkat padi, dan lain sebagainya. Cugusi et al. (2014) olahraga/aktivitas fisik yang dilakukan 3 kali seminggu dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperbaiki profil metabolik.

Berdasarkan durasi melakukan aktivitas fisik berat, lebih dari setengah (62.5%) pria melakukan aktivitas fisik >90 menit/minggu sedangkan lebih dari setengah (67.9%) wanita melakukan aktivitas fisik berat <90 menit/minggu. Sigal et al. (2006)menyatakan bahwa olahraga/aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit selama 3 kali per minggu dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Olahraga/aktivitas fisik berat sebaiknya tidak dilakukan 2 hari berturut-turut karena durasi peningkatan sensivitas insulin umumnya sekitar 72 jam sehingga perlu adanya jeda waktu yaitu 24 – 72 jam. Kemenkes (2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik mengakibatkan sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energi semakin baik. Olahraga selama 10 menit, glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada

keadaan biasa. Setelah berolahraga 60 menit, kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali.

PAL (Physical Activity Level)

Kemenkes (2014b) aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Beberapa aktivitas

Dokumen terkait