• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Gaya Hidup, Dan Status Gizi Serta Kaitannya Dengan Status Glukosa Darah Pria Dan Wanita Perdesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan, Gaya Hidup, Dan Status Gizi Serta Kaitannya Dengan Status Glukosa Darah Pria Dan Wanita Perdesaan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PRIA DAN WANITA PERDESAAN

ANDI EKA YUNIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengetahuan, Gaya Hidup, dan Status Gizi serta Kaitannya dengan Status Glukosa Darah Pria dan Wanita Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

ANDI EKA YUNIANTO. Pengetahuan, Gaya Hidup, dan Status Gizi serta Kaitannya dengan Status Glukosa Darah Pria dan Wanita Perdesaan. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan CESILIA METI DWIRIANI

Diabetes Melitus (DM) adalah kondisi gangguan metabolik yang ditentukan oleh tingkat hiperglikemia. Peningkatan prevalensi diabetes melitus (DM) di berbagai negara menunjukkan bahwa diabetes telah menjadi ancaman global untuk masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Usia paruh baya merupakan usia rentan akan terjadinya diabetes melitus, semakin tua usia dapat meningkatkan risiko DM. Pengetahuan gizi masyarakat merupakan dasar untuk mengetahui gaya hidup dan perilaku di masyarakat. Gaya hidup yang tidak baik akan berdampak pada status gizi lebih yang merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya DM.

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh gaya hidup (merokok, aktivitas fisik, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status gizi pria dan wanita perdesaan. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1) menganalisis karakteristik sosioekonomi, pengetahuan gizi, gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minuman manis, status gizi pria dan wanita perdesaan; 2) menganalisis perbedaan status glukosa darah pria dan wanita perdesaan; 3) menganalisis hubungan gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minuman manis serta status gizi terhadap status glukosa darah; 4) menganalisis faktor risiko gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan lokasi penelitian yaitu di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Total contoh sebanyak 112 orang pria dan wanita usia paruh baya (45-59 tahun) diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling yang terdiri dari 56 rumah tangga. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan, gaya hidup (merokok, aktivitas fisik, olahraga), kebiasaan konsumsi makanan/minuman manis dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan contoh. Status gizi ditentukan menurut indicator : indeks masssa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lemak viseral, dan Komposisi lemak tubuh. Status glukosa darah ditentukan oleh kadar glukosa darah (prediabetes jika ≥100 mg/dl dan diabetes jika ≥126 mg/dl). Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah dan profil Desa Cisalak dikumpulkan melalui penelusuran pada Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten, serta Badan Pusat Statistik tingkat Kabupaten.

(5)

gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia pria 51 tahun dan rata-rata usia wanita 49 tahun serta rata-rata rumah tangga tergolong keluarga kecil. Rata-rata pendidikan contoh 6 tahun dan lebih dari 42.0% bekerja sebagai buruh tani. Sebagian besar contoh memiliki rumah sendiri. Rata-rata contoh memiliki luas tanah 144 m2 dan luas sawah 6255 m2. Rata-rata total pengeluaran rumah tangga (Rp1 970 790,-) yang terdiri dari pengeluaran pangan (Rp807 733,-) dan pengeluaran non pangan (Rp1 132 131,-). Seluruhan contoh baik pria dan wanita memiliki pengetahuan gizi yang rendah.

Berdasarkan gaya hidup, sebagian besar besar (78.6%) pria merokok sedangkan wanita tidak merokok. Jenis rokok yang dihisap yaitu nonfilter. Sebagian besar pria merokok setiap hari 10 batang/hari dan durasi merokok pria kurang dari 20 tahun. Sebagian besar(96.4%) pria dan keseluruhan (100.0%) wanita melakukan olahraga kurang dari 3 kali/minggu. Sebagian besar contoh melakukan olahraga kurang dari 90 menit/minggu. Setengah (50.0%) dan (75.0%) wanita yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 3 kali/minggu. Lebih dari setengah (62.5%) pria dan sebagian kecil (32.1%) wanita melakukan aktivitas fisik berat kurang dari 90 menit/minggu. Berdasarkan PAL, aktivitas fisik pria dan wanita perdesaan tergolong sedang. Kebiasaan konsumsi minuman manis yang sering diminum oleh masyarakat perdesaan yaitu kopi manis dibandingkan minuman manis lainnya (susu, minuman manis non kemasan, minuman manis kemasan, dan minuman bersoda). Lebih dari setengah (62.5%) pria dan sebagian kecil (17.9%) wanita mengkonsumsi kopi. Rata-rata konsumsi makanan manis baik pria dan wanita perdesaan sebagian besar mengkonsumsi jarang kurang dari 1 kali/hari.

Rata-rata status gizi berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh) baik pria dan wanita perdesaan memiliki satus gizi normal. Begitu pula berdasarkan lemak viseral, lingkar pinggang dan komposisi lemak tubuh baik pria dan wanita rata-rata memiliki status gizi termasuk kategori normal. Berdasarkan status glukosa darah, rata-rata status glukosa darah contoh sebesar 111.2 mg/dl dengan standar deviasi 69.6 mg/dl. Berdasarkan uji beda Mann-Whitney status glukosa darah (PraDM/DM) pria dan wanita perdesaan tidak terdapat perbedaan.

Hubungan gaya hidup, kebiasaan konsumsi minuman/makanan manis, dan status gizi pada umumnya cenderung berisiko terhadap status glukosa darah. Hasil uji chi-square menunjukan bahwa faktor yang secara signifikan berhubungan dengan status diabetes adalah frekuensi aktivitas fisik berat (p=0.025). Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang berpengaruh terhadap status diabetes pada pria dan wanita adalah frekuensi aktivitas fisik berat (OR=3.690; 95%CI:1.127 – 12.085).

(6)

SUMMARY

ANDI EKA YUNIANTO. Knowledge, Lifestyle, Nutritional Status and Their Association with Blood Glucose Status in Rural Men and Women. Supervised by ALI KHOMSAN and CESILIA METI DWIRIANI

Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disorder determined by the degree of hyperglycemia. Increased prevalence of DM in various countries indicates that diabetes has become a global threat to people around the world, including Indonesia. Middle age is a vulnerable age to the incidence of DM. The older the age is, the higher the risk of diabetes is. Public knowledge is the basis to determine the lifestyle and behavior in a community. Bad lifestyle can lead to over-nutrition, a factor that affects the incidence of DM.

General objective of this study was to analyze the effect of lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status on the blood glucose status in rural men and women. Specific objectives of this study were to: 1) analyze the socioeconomic characteristics, knowledge, lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status of rural men and women; 2) analyze the difference in blood glucose status between rural men and women; 3) analyze the association between lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status with blood glucose status; 4) analyze the risk factor of lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status to the blood glucose status in rural men and women.

(7)

status (pre-diabetes/diabetes) between rural men and women. Chi-square test was used to analyze the association between lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status with blood glucose status. Logistic regression test was used to analyze the effect of lifestyle (smoking, physical activity, and exercise), sweet food or sugar-sweetened beverages consumption habit, and nutritional status on blood glucose status of rural men and women.

This study showed that mean age for men was 54 years old and mean for women was 49 years old. Most of the participants had small family size. Mean duration of study of the participants was 6 years and more than 42.0% of them worked as farm workers. Most of the participants had their own house. Mean area of land owned by them was 144 m2 with 625 m2 mean rice field area. Mean household expenditure was Rp1 970 709 consisting of food expenditures (mean=Rp807 733) and non-food expenditures (mean=Rp1 132 131). All participants had low nutrition knowledge.

Based on the lifestyle, most of men (78.6%) smoked while women did not smoke. Type of cigarettes smoked that was usually consumed was non-filter. Most of the men smoked every day, consumed 10 cigarettes/day and smokers for less than 20 years. Most of men (96.4%) and all women did exercises for less than 3 times/week. Most participants (95.2%) exercised for less than 90 minutes/week. Half of the men (50.0%) and more half of the women (75.0%) performed physical activity less than 3 times/week. More half of the men (62.5%) and only a few women (32.1%) exercised or did vigorous-intensity physical activity for more than 90 minutes/week. Based on physical activity level (PAL), physical activity of rural men and women was categorized as moderate. Participants were more likely to consume sugar-sweetened coffee than other sweetened beverages (milk, carbonated beverages, non-packaged and packaged beverages). More than half of the men (62.5%) and a few women (17.9%) consumed coffee. Rural men and women rarely ate sweet food (> 1 times/day).

Based on their mean BMI, visceral fat, BFP all participants had normal nutritional status. Based on their WC in women more obes than men. Mean blood glucose of the participants was 111.2 mg/dl with a standard deviation (SD) of 69.6 mg/dl. The result of Mann-Whitney test showed that there was no significant difference in blood glucose status (Pre-DM/DM) between rural men and women.

Results of chi-square test showed that the factors that significantly affected the status of diabetes were frequency of vigorous-intensity physical activity (p=0.025). Based on logistic regression analysis, the factors affecting diabetes status in men and women were (OR=3.690; 95% CI: 1.127 – 12.085).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PRIA DAN WANITA PERDESAAN

ANDI EKA YUNIANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul “Pengetahuan, Gaya Hidup, dan Status Gizi serta Kaitannya dengan Status Glukosa Darah pada Pria dan Wanita Perdesaan” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Dr Tiurma Sinaga, BSc, MFSA selaku dosen pembahas kolokium sekaligus dosen penguji tesis dan Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Gizi.

3. dr Naufal Muharam Nurdin, MSi, Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS, Dr Ir Hadi Riyadi, MS, dan Rian Diana, SP, MSi, selaku tim peneliti “Sosio-Economic, Demographic, Dietary and Lifestyle Characteristic and The Prevalence of Metabolic Syndrom of Middle Aged Rural People” yang telah mengizinkan menggunakan sebagian data penelitian untuk menyusun tesis ini.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPDN (Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri) yang telah diberikan selama dua tahun.

5. Kedua orangtua, Bapak Sunardi dan Ibu Sumiyati serta adikku tercinta Yunti Fatmawati atas doa, kasih sayang, serta motivasi yang diberikan kepada penulis. 6. Kepala Desa Cisalak dan jajarannya serta para responden yang telah membantu dalam

penelitian ini untuk menyusun tesis ini.

7. Rekan-rekan yang telah banyak membantu selama penelitian dan penulisan tesis: mbak Wiwi; mbak Ita; mbak Nurul; mbak Risti; Delita; Dewi; Fajar; Ima; Lilis; Dwita; Angga.

8. Teman-teman Pascasarjana Gizi Masyarakat IPB angkatan 2013 atas doa, dukungan, semangatnya.

9. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(13)

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Tujuan umum: 3

Tujuan khusus: 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Status Glukosa Darah 4

Faktor-Faktor yang Dominan terhadap Status Glukosa darah 6 Karakteristik sosial ekonomi dan demografi 7

Pengetahuan tentang DM 8

Gaya hidup 8

Merokok 9

Aktivitas fisik 11

Kebiasaan makan/minum manis 13

Status gizi 15

3 KERANGKA PEMIKIRAN 17

4 METODE 19

Desain, Tempat, dan Waktu 19

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20

Pengolahan dan Analisis Data 22

Pengolahan data 22

Analisis data 22

Definisi Operasional 24

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Karakteristik Sosio Demografi 26

Pengetahuan tentang DM 29

Gaya Hidup 32

Kebiasaan merokok 32

Kebiasaan olahraga 34

Kebiasaan aktivitas fisik berat 35

PAL (Physical Activity Level) 36

Kebiasan kosumsi makanan/minuman manis 36

Status Gizi 39

(14)

Hubungan Status Gizi dengan Status Glukosa Darah 45

Faktor Dominan Status Glukosa Darah 46

6 SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 51

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kategori DM bedasarkan kadar gula darah 4

2 Kandungan indeks glikemik berbagai pangan 14

3 Peubah, indikator, dan cara pengambilan data 21 4 Peubah, alat, dan cara pengumpulan serta pengkategorian 23

5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 26

6 Sebaran karakteristik contoh 27

7 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan aset rumah tangga (n=56) 28 8 Statistik pendapatan dan pengeluaran keluarga (Rp/kapita/bulan) 28 9 Sebaran contoh menurut jawaban benar pengetahuan tentang DM 30 10 Sebaran contoh menurut tingkat pengetahuan tentang DM 31

11 Sebaran contoh menurut kebiasan merokok 33

12 Sebaran contoh menurut kebiasaan olahraga 34

13 Sebaran contoh menurut kebiasaan aktivitas fisik berat 35 14 Sebaran contoh menurut physical activity level (PAL) 36 15 Sebaran contoh menurut kebiasaan konsumsi makanan dan minuman manis 37

16 Sebaran contoh menurut status gizi 39

17 Sebaran contoh menurut status glukosa darah 40 18 Sebaran contoh berdasarkan gaya hidup dengan status glukosa darah 42 19 Hubungan status gizi terhadap status glukosa darah 45 20 Faktor dominan terhadap status glukosa darah 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel kandungan indeks glikemik pangan berbagai pangan 60

2 Ethical Clearence 62

3 Informed consent 63

4 Tata cara pengambilan darah dan analisis glukosa darah 66

5 Dokumentasi selama penelitian 68

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Status glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) diakibatkan oleh penurunan fungsi insulin yang menyebabkan terjadinya diabetes melitus (Kemenkes 2011). Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kondisi gangguan metabolik ditentukan oleh tingkat hiperglikemia (peningkatan status glukosa darah) yang menimbulkan risiko kerusakan mikrovaskuler (retinopati, nefropati dan neuropati). Hal ini berhubungan dengan penurunan usia harapan hidup, meningkatnya kejadian angka kesakitan (morbiditas) DM yang berkomplikasi dengan mikrovaskuler, dan meningkatnya risiko komplikasi makrovascular (penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit vaskular perifer), dan menurunnya kualitas hidup (WHO 2006).

Peningkatan prevalensi DM di berbagai negara menunjukkan bahwa diabetes telah menjadi ancaman global untuk masyarakat di seluruh dunia. International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 memperkirakan bahwa negara-negara berkembang dan negara miskin adalah wilayah yang akan memiliki kenaikan lebih tinggi dalam prevalensi DM, karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat dari tradisional ke masyarakat modern yaitu tinggi gula, garam dan lemak (Whiting et al. 2011).

Prevalensi DM di dunia pada orang dewasa umur 20-79 tahun diperkirakan terus meningkat pada tahu 2010 sebesar 6.4% atau 285 juta orang dewasa dan akan meningkat sebesar 7.7% atau 439 juta orang dewasa tahun 2030. Antara tahun 2010 dan 2030, akan ada 69% peningkatan jumlah orang dewasa dengan DM pada negara-negara berkembang dan peningkatan 20% di negara-negara maju (Shaw et al. 2009). IDF tahun 2013 menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 7 prevalensi DM di dunia yaitu sebesar 8.5 juta orang dewasa.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2008 – 2014 prevalensi DM usia ≥15 tahun di Indonesia meningkat yaitu 5.7% menjadi 6.9%. Prevalensi DM di perdesaan juga mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2007 – 2013 yaitu 4.4% menjadi 7.0%. Prevalensi DM di Jawa Barat dari tahun 2007 – 2013 menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu 1.3% menjadi 2.0%.

Penelitian yang dilakukan pada tujuh lokasi desa di Provinsi Bali diperoleh prevalensi DM pada usia paruh baya sebesar 27.4%. (Suastika et al. 2011). O‟ Conor et al. (2011) menyatakan usia yang semakin tua maka akan meningkatkan risiko DM yaitu dimulai dari usia 35 hingga lebih dari 65 tahun. Usia paruh baya memiliki faktor risiko 8.90 kali terkena DM dibandingkan dengan usia dewasa pada masyarakat perdesaan dan perkotaan di Amerika Serikat.

(18)

bahwa adanya hubungan yang erat antara status gizi lebih dengan status glukosa darah.

Obesitas sentral sering ditemui dikalangan usia paruh baya baik laki-laki dan perempuan. Resistensi insulin menjadi salah satu faktor risiko terpenting penyakit metabolik pada usia tersebut terutama penyakit DM. Mirarefin et al. (2014) menyatakan bahwa peningkatkan lemak tubuh terutama adipositas viseral yang sering menyertai penuaan dapat berkontribusi untuk pengembangan resistensi insulin. Mekanisme DM tipe 2 diketahui bahwa penuaan menurunkan sensitivitas insulin dan perubahan atau tidak cukup kompensasi fungsional sel beta dalam memproduksi insulin.

Status sosial ekonomi dengan menggunakan indikator pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Status sosial ekonomi yang rendah cenderung berpengaruh pada masalah dalam kesadaran masyarakat yang mengalami komplikasi diabetes seperti retinopati, neuropati periferal dan masalah perawatan kesehatan di kaki (O‟Conor et al. 2011). Pendidikan merupakan salah satu komponen pada pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes melitus. Pengetahuan merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dalam perubahan gaya hidup dan aktivitas fisik (Foma et al. 2013).

Pengetahuan masyarakat yang lebih tinggi akan meningkatkan kesadaran akan kesehatan terutama dalam usaha-usaha untuk mengurangi keluhan DM yang dialami. Pengetahuan masyarakat merupakan dasar untuk mengetahui gaya hidup dan perilaku dalam masyarakat sehingga merupakan kunci penentu untuk dapat membedakan orang yang beresiko dan orang yang bebas risiko dari penyakit DM (Lorga et al. 2012).

Berdasarkan hasil uraian di atas, maka penting untuk mengidentifikasi individu yang mengalami penyakit diabetes melitus untuk dapat mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang DM bahwa usia paruh baya merupakan usia yang sangat rentan akan timbulnya penyakit diabetes melitus. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengetahuan, gaya hidup, serta status gizi kaitannya dengan status glukosa darah pada pria dan wanita pedesaan.

Perumusan Masalah

(19)

1. Apakah terdapat perbedaan status glukosa darah pada pria dan wanita perdesaan? 2. Apakah terdapat faktor dominan antara gaya hidup (aktivitas fisik, merokok,

olahraga) dan kebiasaan makan/minum terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan?

Tujuan Tujuan umum:

Menganalisis faktor dominan antara gaya hidup (merokok, aktivitas fisik, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

Tujuan khusus:

1. Menganalisis karakteristik sosiodemografi, pengetahuan tentang DM, gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis, status gizi pria dan wanita perdesaan.

2. Menganalisis perbedaan status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

3. Menganalisis hubungan gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

4. Menganlisis faktor dominan antara gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga) dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Terdapat perbedaan antara status glukosa darah pada pria dan wanita perdesaan. 2. Terdapat faktor dominan antara gaya hidup (aktivitas fisik, merokok, olahraga)

dan kebiasaan makan/minum manis serta status gizi terhadap status glukosa darah pria dan wanita perdesaan.

Manfaat Penelitian

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Status Glukosa Darah

Status glukosa darah dipengaruhi oleh resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu kondisi menurunnya kemampuan insulin hingga menimbulkan kegagalan fungsi metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya tingkat sensivitas insulin, sehingga sel β terstimulasi bekerja keras guna memenuhi kebutuhan metabolik. Akibatnya terjadi peningkatan kadar insulin plasma, yang lazim dikenal dengan nama hiperinsulinisme (Effendi 2013).

Pradiabetes (PraDM) adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi DM. Toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan suatu keadaan PraDM yang terdeteksi dimana kadar glukosa darah 2 jam post prandial mencapai 140-199 mg/dl. Diagnosis TGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dl. Sedangkan GPT adalah suatu kondisi PraDM dimana terdiagnosis kadar glukosa darah puasa pada selang 100-125 mg/dl (Nathan et al. 2007).

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kondisi gangguan metabolik ditentukan oleh tingkat hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah puasa) yang menimbulkan risiko kerusakan mikrovaskuler (retinopati, nefropati dan neuropati). Hal ini terkait dengan mengurangi harapan hidup, signifikan dalam kejadian morbiditas karena DM sangat berhubungan dengan komplikasi mikrovaskuler, peningkatan risiko komplikasi makrovascular (penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit vaskular perifer), dan kualitas hidup berkurang (WHO 2006). Berikut merupakan pengukuran dan penilaian gula darah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori DM bedasarkan kadar gula darah

Kadar Gula Darah Bukan DM Belum Pasti DM DM Keterangan

Sewaktu mg/dl <100 100 – 199 ≥200 Plasma Vena

<90 90 – 199 ≥200 Darah Kapiler

Puasa mg/dl <100 100 – 125 ≥126 Plasma Vena

<90 90 – 99 ≥100 Darah Kapiler

Sumber : Perkeni 2011

(21)

Menurut Kemenkes (2011) diabetes berdasarkan etiologis diabetes melitus di bedakan menjadi 4 jenis yaitu :

1. DM tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan tambahan insulin dari luar.

2. DM tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin).

3. DM gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kadar gula darah kembali normal.

4. DM tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, efek genetic fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

Prevalensi DM di dunia pada orang dewasa dengan umur 20-79 tahun sebesar 6,4% atau 285 juta orang dewasa, pada tahun 2010, dan akan meningkat sebesar 7,7% atau 439 juta orang dewasa oleh 2030. Antara tahun 2010 dan 2030, akan ada 69% peningkatan jumlah orang dewasa dengan DM pada negara-negara berkembang dan peningkatan 20% di negara maju. Indonesia menempati urutan ke 5 dari 16 negara di Asia yang memiliki prevalensi terbesar DM. Tahun 2010 prevalensi DM sebesar 4,8% atau 6,964 juta orang dewasa sedangkan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 5,9% atau 11,980 juta orang dewasa (Shaw et al. 2009).

DM penyebab ke 6 kematian utama di Indonesia, dan terus meningkat dalam angka dan signifikansi, sebagai pembangunan ekonomi dan perubahan gaya hidup yang ditandai dengan kurangnya aktivitas fisik, dan peningkatan obesitas. Berdasarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2008 proporsi penyebab kematian yang diakobatkan DM yaitu sebesar 5,8% pada usia paruh baya yaitu usia 45-54 di perdesaan. Proporsi penyebab kematian antara pria dan wanita pada usia tersebut yaitu 60% pada pria dan 16,3% pada wanita.

Diabetes dapat menyebabkan komplikasi berupa makro dan mikrovaskular. Berikut merupakan komplikasi yang disebabkan oleh penyakit DM (IDF 2013):

1. Penyakit kardiovaskular: mempengaruhi jantung dan pembuluh darah dan dapat menyebabkan komplikasi yang fatal seperti penyakit arteri koroner (mengarah ke serangan jantung) dan stroke. Penyakit jantung adalah penyebab paling umum kematian pada orang dengan DM. Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, glukosa darah tinggi dan faktor risiko lain berkontribusi pada peningkatan risiko komplikasi kardiovaskular.

(22)

mempertahankan kadar gula darah normal dan tekanan darah dapat sangat mengurangi risiko penyakit ginjal.

3. Penyakit syaraf(neuropati): DM dapat menyebabkan kerusakan saraf seluruh tubuh ketika glukosa darah dan tekanan darah yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah dengan pencernaan, disfungsi ereksi, dan banyak fungsi lainnya. Di antara daerah yang paling sering terkena adalah ekstremitas, khususnya kaki. Kerusakan saraf di daerah ini disebut neuropati periferal, dan dapat mengakibatkan rasa sakit, kesemutan dan mati rasa. Mati rasa dapat memungkinkan cedera tanpa diketahui, menyebabkan infeksi serius dan amputasi. DM membawa risiko amputasi yang lebih besar 25% dibandingkan dengan NonDM. Manajemen komprehensif dapat dicegah dengan memeriksa kaki secara teratur.

4. Penyakit mata (retinopati): DM akan mengembangkan beberapa bentuk penyakit mata (retinopati) menyebabkan penurunan penglihatan atau kebutaan. Konsisten tinggi tingkat glukosa darah, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi, adalah penyebab utama retinopati. Hal ini dapat dikelola melalui pemeriksaan mata secara teratur dengan menjaga glukosa dan profil lipid darah secara normal.

5. Komplikasi kehamilan: Glukosa darah tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan janin kelebihan berat badan. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam penurunan risiko DM pada anak di masa depan.

Faktor-Faktor yang Dominan terhadap Status Glukosa Darah

Studi yang dilakukan oleh Murad et al. (2014) di Arab Saudi menemukan bahwa faktor sosial ekonomi demografi merupakan hal yag berpengaruh terhadap status glukosa darah yang tinggi. Beberapa faktor yang berpengaruh dengan status glukosa darah yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status perkawinan, status merokok, hipertensi, obesitas. Patil dan Gothankar (2013) menyatakan bahwa semakin tua usia maka semakin mudah terkena DM. Izadi et al. (2013) menemukan bahwa faktor risiko DM lainnya seperti hyperlipidemia, obesitas dan tekanan darah tinggi yang berpengaruh kepada metabolisme karbohidrat.

Faktor gaya hidup juga berperan dalam pengembangan penyakit DM. Gaya hidup yang secara signifikan mengurangi risiko DM. Gaya hidup seperti diet dan aktivitas fisik berkontribusi terhadap risiko kejadian DM (Hamman et al. 2006). Aktivitas fisik kategori aktif dapat mempertahankan berat badan terkait toleransi glukosa. Diet yang tepat seperti mengkonsumsi asam sumber pangan yang rendah indeks glikemik dikaitkan sebagai faktor protektif, sedangkan asupan lemak total dan lemak trans dikaitkan sebagai faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian DM.

(23)

fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat (Kemenkes, 2011).

Karakteristik sosial ekonomi dan demografi

Menurut Berk (2005) usia paruh baya terbagi menjadi 4 tahap yaitu usia 40 – 45 tahun (awal paruh baya), usia 45 – 50 tahun, usia 50 – 55 tahun, dan usia 55 – 60 tahun. Berdasarkan berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa individu berusia paruh baya apabila telah memasuki usia 40 – 60 tahun.

Kondisi sosial ekonomi seseorang dapat didekati dari berbagai variabel diantaranya: tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan/pengeluaran. Ada kecenderungan orang dengan kondisi sosial ekonomi yang tinggi telah mengundang risiko terkena berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi dan DM karena telah terjadi pergeseran gaya hidup ke arah yang lebih buruk. Status sosial ekonomi tinggi yang diantaranya ditandai dengan terjadinya peningkatan pendapatan/kesejahteraan membuka peluang terjadinya peningkatan konsumsi pangan secara berlebihan dan tidak terkendali/terkontrol, baik dari aspek jumlah maupun jenisnya.

Lee et al. (2013) meneliti hubungana status ekonomi terhadap status glukosa darah tipe 2 pada masyarakat di Korea. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu karakteristik kesehatan (hipertensi, riwayat keluarga, indeks masa tubuh, trigliserida, kolesterol total, HDL), faktor gaya hidup (indeks masa tubuh, merokok, konsumsi alkohol, olahraga) dan stress yang dirasakan. Individu dengan pendidikan rendah kurang dari 13 tahun memiliki 2.10 lebih berisiko dari pada seseorang yang memiliki pendidikan tinggi dan 1.62 lebih berisiko berpengaruh pada usia jenis kelamin karakteristik kesehatan, faktor gaya hidup dan tingkat stres. Wanita yang berpendidikan rendah ≤6 tahun memiliki 10.16 kali lebih tinggi terkena DM.

Pendapatan masyarakat yang tinggi akan meningkatkan kemampuan membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Kemampuan individu dalam menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya belinya. Hal ini berarti bahwa pekerjaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu (Soehardjo 1989). Chilton et al. (2006) mengungkapkan bahwa pendapatan memiliki hubungan terhadap aktivitas fisik dan dan gaya hidup seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi maka semakin tinggi aktifitas fisik dan gaya hidupnya.

(24)

Pengetahuan tentang DM

Pengetahuan tentang DM adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DM yang terdiri dari pengetahuan umum mengenai DM, pengetahuan mengenai faktor risiko DM, pengetahuan tentang komplikasi DM. Pengetahuan dapat memberikan manfaat dalam memanejemen diri dalam mengubah gaya hidup dan kebiasaan yang buruk yang berdampak dalam memperbaiki kualitas hidup penderita diabetes (Alaboudi et al. 2014). Pengetahuan tentang DM memiliki hubungan terhadap usia dan pendidikan seseorang. Semakin bertambah usia maka semakin tinggi tingkat pengetahuan DM. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuan mengenai DM (Chilton et al. 2006).

Miller dan Acterberg (1999) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis pengetahuan berdasarkan psikologi pendidikan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur. Pengetahuan deklaratif yaitu mengetahui bahwa ada sesuatu yang terjadi, atau pengetahuan tentang fakta-fakta, peristiwa, dan suatu objek (misalnya: buah mengandung karbohidrat). Pengetahuan prosedural yaitu mengetahui bagaimana melakukan sesuatu atau mencakup pengetahuan mengenai keterampilan dan strategi (misalnya: bagaimana memilih produk makanan yang tinggi serat).

Shafaee et al. (2008) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan adalah prediktor yang paling signifikan dari pengetahuan tentang faktor risiko, komplikasi dan pencegahan DM. Pendidikan yang lebih tinggi memiliki 4.69 kali lebih tahu mengenai definisi DM di bandingkan dengan pendidikan yang rendah, lebih tinggi tingkat pendidikan memiliki 3.27 kali pengetahuan tentang gejala DM daripada yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki 3.66 kali lebih besar pengetahuan tentang faktor risiko DM daripada yang memiliki pendidikan yang rendah, tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki 1.93 kali lebih besar pengetahuan tentang komplikasi DM daripada yang memiliki pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki 3.44 kali lebih besar pengetahuan tentang pencegahan DM dari pada yang memiliki pendidikan yang rendah.

Gaya hidup

Faktor gaya hidup berperan penting dalam pengembangan penyakit DM. hal ini merupakan aspek penting dalam merawat kesehatan pasien DM. Gaya hidup yang di

manajemen dengan baik terbukti berhasil dalam menngurangi risiko DM (Clark 2002). Gaya

hidup berpengaruh terhadap tingginya risiko kematian terkait DM. gaya hidup terkait dengan berbagai faktor yang berisiko terhadap komplikasi DM antara lain merokok, konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan status gizi (Sluik et al. 2013).

(25)

Merokok

Menurut PP No 19 tahun 2003 bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan.

Molsted (2014) mengungkapkan bahwa gaya hidup seperti merokok dan minum alkohol pada seseorang yang mengidap penyakit DM terutama pada usia 45 tahun ke atas memiliki implikasi serius untuk risiko kardiovaskular. Selain itu, rendahnya aktivitas fisik seperti lamanya waktu istirahat sehingga terjadi peningkatan indeks massa tubuh berasosiasi dengan kejadian DM. Yong dan Naidu (2012) menunjukkan bahwa pada usia paruh baya sebagian besar pria mengkonsumsi rokok dan sebagian besar wanita tidak merokok. Melendez et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi rokok pada usia paruh baya di perdesaan lebih besar yang mengonsumsinya adalah pria sedangkan sebagian besar wanita tidak mengkonsumsi rokok.

Mainar et al. (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh status merokok pada biaya perawatan kesehatan pada DM tipe 2 dengan desain retrospective nested case-control. Hasil dari studi tersebut diperoleh bahwa seseorang yang merokok memiliki kontrol metabolik yang lebih rendah dan memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi serta biaya lebih tinggi dalam perawatan kesehatan dibandingkan dengan orang yang mantan perokok dan tidak merokok.

Joosten et al. (2012) menyatakan bahwa durasi merokok dari 5 – 20 tahun memiliki risiko yang tinggi terhadap kejadian DM. Durasi merokok semakin lama maka akan berakibat semakin tinggi terhadap terjadinya DM. Gerber et al. (2011) mengungkapkan bahwa perokok berat yaitu rata-rata selama 21.6 tahun mengonsunsi rokok memiliki kontrol glukosa lebih buruk pada pasien DM meskipun diberikan dosis insulin yang tinggi pada perokok. Hiperglikemia dikaitkan akibat efek toksik yang terkandung dalam rokok tersebut.

(26)

Wanita umur 60 – 79 tahun yang berhenti merokok memiliki risiko 1.31 kali lebih berisiko terkena diabetes DM 2 daripada wanita yang tidak merokok, sedangkan wanita umur 60 – 79 tahun yang merokok 1.34 kali berisiko terkena DM tipe 2 daripada wnita yang tidak merokok.

Wenzhu et al. (2014) yang melakukan studi dengan desain prospective cohort yang dilakukan di Tiongkok mengungkapkan bahwa merokok dan obesitas abdominal memiliki faktor risiko yang kuat terhadap DM tipe 2. Perokok memiliki risiko DM tipe 2 sebesar 4.16 kali dibanding dengan yang tidak perokok. Ada interaksi yang signifikan antara merokok dan obesitas abdomen dengan risiko 2.84 yang diakobatkan interaksi aditif yang dikandung oleh rokok. Faktor risiko DM tipe 2 yang disebabkan oleh paparan interaksi aditif yaitu sebesar 48%. Perokok obesitas memiliki risiko 2.36 kali lebih tinggi terkena DM tipe 2.

Morimoto et al. (2012) yang melakukan studi kohort pada pria usia 40-69 tahun di desa wilayah Nagano, Jepang mengungkapkan bahwa dampak dari merokok pada insiden DM antara laki-laki Jepang yang kelebihan berat badan dan yang memiliki berat badan normal. Merokok menyebabkan risiko jangka pendek yang lebih tinggi pada pria yang memiliki kelebihan berat badan dibanding dengan pria yang memiliki berat badan normal. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa risiko terbesar pada pria keebihan berat badan setelah berhenti merokok selama 3 tahun memilliki risiko sebesar 2.49 dalam status glukosa darah dan risikonya masih bertahan pada 5 tahun setelah berhenti merokok yaitu sebesar 2.49.

Hasil studi meta-analisis menyatakan bahwa tidak hanya pada perkok aktif saja namun pada prokok pasif juga memiliki risko dalam status glukosa DM tipe 2. Terdapat 7 studi prospektif kohort dengan menggunakan NOS (The Newcastle-Ottawa Scale) untuk melihat kualitas studi yang diperoleh. Hasil dari penelitian tersebut bahwa perokok pasif memiliki risiko terjadinya DM tipe 2 sebesar 1.33 kali. Namun dalam studi tersebut ada bukti dari salah satu sumber yang dipublikasi adalah bias, namun risikonya tidak jauh berbeda yaitu sebesar 1.27 kali terkena DM tipe 2 (Xiaomin et al. 2014).

Merokok pada orang DM dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular dan berkembang menjadi komplikasi mikrovaskular. Merokok juga meningkatkan peradangan dan stres oksidatif, kerusakan secara langsung fungsi sel β dan mengganggu fungsi endotel (Chang 2012). Cho et al. 2009 yang dilakukan di perdesaan dan perkotaan di Korea selama 4 tahun, menemukan bahwa mantan perokok dan perokok berat yaitu sebesar 12.5% mantan perokok dan 11.1% perokok signifikan terhadap peningkatan risiko DM tipe 2. Mantan perokok memiliki risiko relatif 1.60 dan perokok memiliki risiko relatif 2.06 (1.35-3.16, untuk < 20 rokok/hari) serta risiko sebesar 2.41 kali (1.48-3.93, ≥20 rokok/hari) masing-masing dibandingkan dengan tidak pernah perokok.

(27)

tipe 2. Perokok memiliki tekanan darah dan kolesterol yang tinggi selain itu merupakan faktor risiko kardiovaskular. Perokok yang disertai DM memiliki risiko kematian 1.31 kali dibanding dengan yang tidak merokok. Perokok 1 – 14 batang/hari memiliki risiko 1.43 kali terhadap kematian, 1.64 kali kematian yang merokok 15 – 35 batang/hari, dan 2.19 kali berisiko kematian bagi yang merokok lebih dari 35 batang/hari.

Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Kemenkes (2014b) aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan antara lain aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan kaki, berkebun, menyapu, mencuci mengepel, naik turun tangga dan lain-lain.

Voulgari et al. (2012) menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan elemen kunci dalam pencegahan dan manajemen obesitas dan DM. Aktivitas fisik secara teratur efisien mendukung penurunan berat badan, mengontrol peningkatan glikemik, dan dapat mencegah atau menunda diagnosis DM tipe 2. Selain itu, aktivitas fisik positif mempengaruhi profil lipid, tekanan darah, mengurangi tingkat kardiovaskular dan mortalitas, serta mengembalikan kualitas hidup dalam pasien DM tipe 2.

Aktivitas fisik berkaitan dengan penurunan risiko DM tipe 2 pada usia paruh baya (45-64 tahun). Aktivitas fisik seperti bekerja, pekerjaan rumah dan gaya hidup harian dapat mengurangi risiko DM tipe 2. Aktivitas fisik harian lainnya seperti menaiki tangga dan bersepeda juga dapat menurunkan risiko diabetes (Ansari 2009). Aktivitas fisik secara teratur memiliki manfaat kesehatan yang besar pada orang DM, termasuk mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular serta peningkatan kualitas hidup. Olahraga dengan intensitas sedang konvensional seperti berjalan dan bersepeda dapat mengontrol glukosa darah (Yardley et al. 2013).

Fagour et al. (2012) aktivitas fisik harian seperti berjalan pada orang DM tipe 2 pada umur 56 tahun baik pria dan wanita. Penelitian tersebut dilihat dengan cara menghitung jumlah langkah pada saat berjalan dengan menggunakan SenseWear Armband diperoleh hasil bahwa pasein dengan jumlah langkah (< 1500/hari) dan durasi aktivitas fisik (< 130 menit / hari) memiliki pengeluaran energi sebesar (< 300 kkal/hari) semua secara signifikan lebih rendah daripada mereka yang berjalan lebih dari 1500/hari berhubungan dengan IMT yang tinggi seperti orang obesitas. Seseorang yang cenderung obesitas memiliki akivitas fisik yang lebih rendah sehingga terkait dengan lamanya waktu berjalan dan berpengaruh dengan pengeluaran energi.

(28)

latihan fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stres sehingga dapat mencegah terjadinya DM tipe 2 pada penderita gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Sigal et al. (2006) menyatakan bahwa olahraga/aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit selama 3 kali per minggu dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan sebaiknya tidak dilakukan 2 hari berturut-turut karena durasi peningkatan sensitivitas insulin umumnya sekitar 72 jam sehingga perlu adanya jeda waktu yaitu 24 – 72 jam.

Pada keadaan istirahat metabolisme otot hanya sedikit menggunakan glukosa darah sebagai sumber energi, sedangkan pada saat beraktifitas fisik (latihan fisik/olahraga), otot menggunakan glukosa darah dan lemak sebagai sumber energi utama. Aktivitas fisik mengakibatkan sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energi semakin baik. Setelah berolahraga 10 menit, glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada keadaan biasa. Setelah berolahraga 60 menit, kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali (Kemenkes 2011).

Perbaikan gaya hidup seperti diet dan olahraga ditambah dengan pendidikan gizi dan dukungan sosial dalam merubah perilaku dapat mengontrol gula darah (Linch et al. 2014). Pasien dengan DM memerlukan dukungan sosial dan rasa senang (enjoyment) merupakan 2 faktor penting terkait kosistensi olahraga pada seseorang dengan DM (Tulloch et al. 2013). Program peningkatan gaya hidup dengan melakukan olahraga sesuai dengan durasi jenis dan lokasi latihan disertai konsumsi buah dan sayur yang lebih banyak pada usia 43 – 47 tahun dapat menurunkan profil lipid pada orang yang gemuk, hipertensi dan DM (Anjana et al. 2014).

Hayashino et al. (2012) olahraga terstruktur dapat menurunkan profil lipid dan tekanan darah penderita DM tipe 2 dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Perubahan tekanan yang terjadi berupa perubahan tekanan darah sistolik menurun 2.42 mmHg, tekanan darah diastolik menurun 2.23 mmHg, HDL menurun 0.04 mmol/L, LDL menurun 0.16 mmol/L. Olahraga tersebut harus yang aman untuk dilakukan pada orang DM sesuai dengan rekomendasi dokter.

Cugusi et al. (2014) olahraga seperti berenang dapat menurunkan profil kardiometabolik darah pada pengidap DM umur 40 – 65 tahun. Intervensi yang dilakukan berupa berenang 3 kali seminggu selama 12 minggu dengan intensitas latihan selama 50 menit di kolam renang hangat bersuhu 31 – 32oC. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa program latihan berbasis akuatik bermanfaat bagi sistem kardiovaskular dan profil metabolik, efektif dalam meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan aktivitas fisik penderita DM tipe 2.

(29)

Bassuk dan Manson 2005 menyatakan bahwa orang yang aktif secara fisik memiliki 30 – 50% lebih rendah risiko terhadap DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang kurang aktif. Pengurangan risiko tersebut dengan melakukan minimal 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang pada kegiatan sehari-hari. Seseorang yang melakukan aktivitas fisik tersebut akan berpengaruh terhadap resistensi insulin, hipertensi, dislipidemia, inflamasi, sensitivitas insulin, kontrol glikemik dan fungsi endotel.

Praet dan Loon (2007) Olahraga minimal 3 kali seminggu energi yang dikeluarkan setara 1.7 MJ (400kkal) sedangkan olahraga 4-5 kali seminggu energi yang dikeluarkan setara 2.1MJ (500kkal). Olahraga minimal 3x30 menit/minggu mengatur aktivitas utama protein yang dialirkan melalui regulasi sinyal insulin, peningkatan insulin dirangsang oleh pembuangan glukosa darah dalam otot. Latihan tersebut menunjukkan pengurangan kadar HbA1c darah yaitu 0.4-0.8% pada DM tipe 2.

Kebiasaan makan/minum manis

Berdasarkan Kemenkes (2014b) bahwa konsumsi makanan manis di Indonesia berada posisi ke 2 setelah konsumsi penyedap yaitu sebesar 53.1%. Konsumsi makanan manis dari tahun 2008 hingga tahun 2014 mengalami penurun dari 65.2% menjadi 53.1%. De Koning et al. (2011) menyatakan bahwa minuman manis seperti soda, fruit punches, lemonades, fruit drik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2. Studi meta-analisis kohort yang dilakukan Malik et al. (2010) menyatakan bahwa konsumsi gula dan minuman manis dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas selain itu berperan terjadinya penyakit metabolik kronis dan DM tipe 2. Hasil dari penelitian tersebut bahwa kasus DM terjadi pada kuartil tertinggi mengkosumsi minuman manis yaitu sering 1-2 porsi/hari memiliki risiko 26% terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan kuartil terendah atau jarang mengonsumsi minuman manis dengan besar risiko relatif (RR) sebesar 1.26 (95% CI 1.12 – 1.41).

Nuryati (2009) menyatakan bahwa jarang mengonsumsi makanan/minuman manis memiliki risiko 60% lebih kecil terkena DM dengan yang sering mengonsumsi minuman manis Basu et al. (2013) juga berpendapat bahwa asupan gula masyarakat berpengaruh pada status DM tipe 2. Penelitian ini dengan menggunakan metode ekonometrik dengan pada 175 negara ditemukan bahwa konsumsi gula setiap hari 150 kkal/kapita/hari sekitar 1 kaleng minuman soda/hari dengan peningkatan prevalensi DM 1.1%. Pengaruh lain seperti GDP (gross domestic product), urbanisasi, usia, dan obesitas juga mempengaruhi DM tipe 2.

(30)

pangkreas karena memproduksi insulin lebih banyak. Berikut ini kandungan IG beberapa pangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan indeks glikemik berbagai pangan

(31)

Status gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi, 2003). Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik, sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Menurut Supariasa et al. (2002), penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali.

Wang et al. (2014) menyatakan IMT yang berlebih atau status gizi lebih dan pendidikan keduanya memiliki hubungan yang besar pada status glukosa darah melitus pada miskin dan negara berkembang. Peningkatan IMT dan pendidikan pada laki-laki dan perempuan di negara miskin telah meningkatkan peluang DM. Namun, peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada negara berkembang terkait dengan IMT dan pendidikan pada status glukosa darah lebih tinggi dibandingkan dengan negara miskin.

Rizvi (2009) menyatakan bahwa pada usia paruh baya peningkatan kegemukan dan obesitas memberikan kontribusi resistensi insulin dan hiperglikemia. Perubahan nafsu makan, kelezatan makanan, pembatasan diet, dan depresi dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh usia tesebut. Faktor penting dalam mengontrol glukosa darah dan status kesehatan pada usia tersebut yaitu modifikasi diet dengan mempertimbangkan preverensi individu terutama individu yang mengidap DM.

Waspadji et al. (2013) yang melakukan studi di Desa Ende, Nusa Tenggara Timur menyatakan bahwa staus gizi berdasarkan kategori lingkar pinggang pada wanita lebih banyak memiliki status gizi obes (>80cm) sedangkan pada pria tergolong status gizi normal. Hal yang sama yang ditemukan oleh Assah et al. (2015) juga menemukan bahwa status gizi pada wanita ditemukan lebih gemuk dibandingkan dengan status gizi pria. Hal tersebut dipengaruhi oleh aktivitas fisik pria lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas fisik wanita.

Obesitas pada pria dan wanita paruh baya akan berpengaruh besar terhadap kejadian DM. Seseorang yang memiliki IMT dalam kategori obesitas memiliki risiko lebih tinggi terhadap kejadian PraDM/DM, sedangkan obesitas yang disertai kegemukan pada usia peruh baya memiliki risiko angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki status gizi gemuk (overweight). Hal ini dipengaruhi oleh hipertensi, durasi DM, dan glukosa darah (Zoppini et al. 2003; Bays et al. 2007; Perry et al. 2012 ).

(32)

dibandingkan dengan seseorang yang non DM. Status kesehatan fisik yang semakin buruk akan memperparah konsisi pasien dan akan menyebabkan kematian.

Soniya et al. 2014 menyatakan bahwa komposisi lemak tubuh memiliki hubungan dengan IMT (index massa tubuh) dan berperan dalam terjadinya DM tipe 2. Komposisi lemak tubuh wanita lebih tinggi daripada pria sehingga wanita lebih berisiko terhadap terjadinya DM tipe2. Meisinger et al. 2006 menunjukkan bahwa lingkar pinggang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2. Pria yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 90 cm dan wanita yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 80 cm memiliki risiko terhadap kejadian DM.

Lemak viseral adalah salah satu dari dasar kondisi klinis pada kejadian metabolik sindrom yang merupakan penyebab terjadinya risiko penyakit kardiovaskular seperti DM, dislipidemia, peningkatan tekanan darah, dan memiliki pengaruh terhadap aterosklerosis (Unno et al., 2012). Obesitas viseral memiliki hubungan yang tinggi dengan kejadian DM tipe 2 dan resistensi insulin dianggap sebagai penyebab peningkatan angka kesakitan di dunia (Tchemof A and Despres 2013).

(33)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Transisi demografis ekonomi yang sedang berlangsung saat ini di banyak negara berkembang sehingga terjadi perubahan dalam diet dan gaya hidup yang memiliki dampak besar pada risiko penyakit DM. Perilaku berisiko tinggi yang terkait dengan transisi sosio-ekonomi adalah gaya hidup menetap, rokok dan kebiasaan makan. Begum et al. (2004) menyatakan bahwa DM dapat dikelola dengan baik dengan mengontrol asupan makanan, olahraga yang akan berpengaruh pada hipoglikemik dan resistensi insulin. Perilaku gaya hidup yang sehat dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal dan mencegah komplikasi.

Sairenchi et al. (2004) penelitian di Jepang menyebutkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan faktor risiko DM tipe 2 pada pria dan wanita paruh baya. Pria umur 40 – 59 tahun yang berhenti merokok memiliki 1.10 lebih berisiko terkena DM tipe 2 dari pada orang yang tidak merokok, sedangkan pria umur 40 – 59 tahun yang merokok memiliki 1.37 kali berisiko terkena DM tipe 2 dari pada orang yang tidak merokok. Wanita umur 40 – 59 tahun yang berhenti merokok memiliki risiko 0.86 kali berisiko terkena DM tipe 2 daripada orang yang tidak merokok, sedangkan wanita 40 – 59 tahun yang merokok memiliki risiko 1.45 kali berisiko terkena DM tipe 2 dari pada wanita yang tidak merokok. Studi yang dilakukan Nuryati (2009) merokok memiliki risiko DM tipe 2 sebesar 1.67 pada pria status gizi normal dan memiliki risiko 1.58 pada pria obes.

Penelitian sebelumnya oleh Nuryati (2009) menyatakan bahwa kebiasaan jarang mengonsumsi makanan dan minuman manis makan memiliki risiko 60% lebih kecil terhadap DM. Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Malik et al. (2010) menyebutkan bahwa konsumsi minuman manis secara sering 1-2 porsi/hari seperti minuman ringan, sari buah, minuman teh, minuman energi dan minuman bervitamin dapat menyebabkan terjadinya DM tipe 2. Berdasarkan studi meta-analisis tersebut bahwa kebiasaan minuman manis memiliki risiko 1.26 kali terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi minuman manis. Kebiasaan makan/minum manis dilihat dari makanan sumber karbohidrat yaitu nasi dan konsumsi gula, kue dan makanan jajanan, minuman manis non kemasan (teh manis, jus buah, sirup), dan minuman manis berkemasan (minuman bersoda, minuman berenergi, teh, sari buah)

Usia paruh baya merupakan usia rentan akan obesitas yang merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit DM. Gangguan metabolik terkait erat dengan proses penuaan yang dialami usia paruh baya. Status gizi dan kesehatan penderita DM pada usia paruh baya (40-60 tahun) ditemukan kegemukan, hipertensi dan gangguan kesehatan mata (Bhati dan Goyal 2013). Pendapatan keluarga berasosiasi dalam asupan kalori yang lebih dan ditambah kurangnya aktivitas fisik menyebabkan seseorang menjadi gemuk (Begum et al. 2004). Obesitas pada pria memiliki risiko 8.18 kali terkena DM, sedangkan wanita memiliki risiko 2.93 kali terkena DM.

(34)

status glukosa darah. Obesitas sentral dapat diukur berdasarkan ukuran lingkar pinggang yang merupakan indikator obesitas viseral dan terkait dengan kejadian gangguan metabolik. Oleh karena itu, mempertahankan status gizi normal pada usia paruh baya harus dipertahankan agar terhindar dari kejadian obesitas. DM yang dikelola dengan baik dengan cara mengontrol asupan makan serta olahraga yang teratur akan berpengaruh pada agen-agen hipoglikemik atau meningkatkan sensitivitas insulin, serta dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal dan mencegah komplikasi. Ansari (2009) Aktivitas fisik seperti bekerja, pekerjaan rumah dan gaya hidup harian dapat mengurangi risiko DM tipe 2. Aktivitas fisik harian lainnya seperti bersepeda juga dapat menurunkan risiko DM.

Status sosial ekonomi dapat dilihat berdasarkan indikator pendidikan, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga dan pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan karena DM merupakan penyakit berisiko tinggi terhadap kematian. Gambar berikut ini akan lebih memperjelas kerangka pemikiran:

Keterangan:

Variabel yang diamati Variabel yang tidak diamati

(35)

4 METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Cisalak Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara simple random sampling. Penelitian ini menggunakan sebagian data dari penelitian Nurdin, Anwar, Riyadi, dan Diana (2014) dengan judul Sosio-Economic, Demographic, Dietary and Lifestyle Characteristic and The Prevalence of Metabolic Syndrom of Middle Aged Rural People yang dibiayai oleh Neys-van Hoogstraten Foundation, The Netherlands.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yaitu studi epidemiologi yang mengamati pengetahuan gizi masyarakat, gaya hidup serta status gizi dalam kaitannya dengan status glukosa darah pada pria dan wanita usia paruh baya di pedesaan serta peubah-peubah terkait pada individu dari suatu populasi pada satu waktu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 – April 2015 terdiri dari kegiatan persiapan (survei lapang, Ethical Clearence, dan pelatihan enumerator), pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pelaporan dan diseminasi. Persetujuan etik (Ethical Clearence) pada penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan masyarakat Universitas Diponegoro. Ethical Clearence pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah pria dan wanita (suami/istri) usia paruh baya (45 – 59 tahun) yang bersedia menjadi sampel. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur yang mayoritas pekerjaannya yaitu sebagai petani. Pemilihan kabupaten Cianjur berdasarkan BPS (2012) bahwa produksi padi terbanyak dan memiliki jumlah lahan sawah yang luas di provinsi Jawa Barat yaitu Indramayu, Karawang, Subang, Garut dan Cianjur. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang memiliki produksi padi 790 824 ton/tahun dan memiliki jumlah lahan sawah yaitu 65 993 Ha.

(36)

Jumlah contoh dihitung dengan menggunakan rumus Lwanga dan Lameshow (1991) :

Keterangan: n = jumlah contoh p = proporsi populasi d = presisi mutlak

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Suastika et al. (2011) di Bali ditemukan prevalensi DM di daerah perdesaan pada umur 50-59 tahun adalah 27.4 persen. Kasus ini dapat diasumsikan bahwa prevalensi DM di daerah Cianjur mendakati prevalensi DM di Bali. Presisi yang digunakan 10% dan tingkat kepercayaan 95 persen atau α = 0.05 sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu:

n = 76.4 ≈ 76 orang (suami dan isteri)

Di Desa Cisalak Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur jumlah contoh yang terlibat dalam penelitian Nurdin, Anwar, Riyadi, dan Diana (2014) berjumlah 112 orang, sehingga jumlah sampel terlibat telah melebihi minimal persyaratan sampel menurut Lwanga dan Lameshow (1991). Contoh tersebut bersedia diwawancara dan diambil darah dengan menandatangani informed consent yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan terdiri atas data primer. Data primer meliputi peubah-peubah yang diteliti, yaitu: 1) data sosial ekonomi contoh (nama, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran berupa pangan dan nonpangan, 2) pengetahuan masyarakat tentang DM, 3) gaya hidup (kebiasaan merokok, aktivitas fisik, olahraga), 3) konsumsi pagan, 4) status gizi dengan menghitung indeks massa tubuh/IMT dan di ukur dengan antropometri (berat badan dan tinggi badan),komposisi lemak tubuh, lemak viseral, 5) gula darah (pemeriksaan gula darah puasa) dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan responden. Data tersebut diperoleh dari kuesioner utama dari proyek penelitian utama. Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah dan profil Desa Cisalak dikumpulkan melalui penelusuran pada Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten, serta Badan Pusat Statistik tingkat Kabupaten. Pengumpulan data menggunakan kuesioner terstruktur yang telah di uji validitas dan reabilitasnya dengan alfa cronbarch.

(37)

pertanyaan yang terdiri dari pengetahuan umum, pengetahuan tentang faktor risiko, pengetahuan tentang penyakit dan komplikasinya, serta pengetahuan tentang pangan berisiko. Kuesioner pengetahuan tentang DM diambil dan telah divalidasi dari penelitian Lorga et al. 2012 (Tabel 3).

Tabel 3 Peubah, indikator, dan cara pengambilan data

Data aktivitas fisik diambil menggunakan kuesioner terstruktur dengan metode activity recall 1x24 jam yaitu hari biasa. Data kebiasaan merokok dengan menanyakan frekuensi merokok dan jumlah batang rokok yang dihisap oleh responden. Data berat badan (kg) ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 200 kg dan ketelitian 0.1 kg. Data tinggi badan (cm) diukur dengan

No Peubah Indikator Cara pengumpulan data

1 Karakteristik sosial 4 Gaya hidup Kebiasan merokok

Kebiasan olahraga dan

5 Kebiasaan merokok Frekuensi merokok Jumlah rokok yang 11 Status gizi -Komposisi lemak tubuh

-Lemak viseral

-Lingkar pinggang (WC)

Pengukuran

menggunakan BIA (Body Index Analazer)

(38)

microtoise dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0.1 cm. Data komposisi lemak tubuh dan lemak viseral dengan mengunakan BIA (Bioelectrical Impedance Analysis). Data glukosa darah puasa diambil oleh tenaga kesehatan dan dianalisis oleh laboratorium terakreditasi. Pemeriksaan glukosa darah puasa diperoleh dari pengambilan darah melalui vena lalu dianalisis menggunakan metode heksokinase yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Hal yang dilakukan untuk penjaminan data diantaranya adalah pelatihan enumerator sebelum turun lapang, uji coba kuesioner, dan meneliti kembali data yang didapat jika belum lengkap pada hari pengamatan maka ditanyakan kembali pada sampel melalui telepon. Hasil dokumentasi selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data

Data primer yang telah diperoleh diolah dengan tahapan-tahapan, meliputi editing, coding, entry, cleaning untuk dianalisis selanjutnya. Data kuisioner yang telah diperoleh dilakukan editing untuk mengecek konsistensi informasi. Coding digunakan sebagai panduan dalam entry data sesuai dengan kode yang telah dibuat. Cleaning dilakukan apabila data terlalu berlebihan dengan cara menghapus data tersebut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for Windows.

Analisis data

(39)

Keterangan:

x3 = frekuensi frekuensi berolahraga (≥3 kali/minggu: 1,: <3 kali/minggu: 2) x4 = lama berolahraga (≥90 menit/minggu:1, <90 menit/minggu:2)

x5 = PAL ( aktif : 0, kurang aktif: 1)

x6 = frekuensi minuman manis (jarang: 1, sering: 2) x7 = frekuensi makanan manis (jarang: 1, sering: 2) x8 = IMT (tidak obes: 1, obes: 2)

x9 = komposisi lemak tubuh (tidak obes: 1, obes: 2) x10 = lingkar pinggang (tidak obes: 1, obes: 2) x11 = lemak viseral (tidak obes: 1, obes: 2)

Pengkategorian data dibuat agar mempermudah dalam menganalisis variabel-variabel yang diteliti dan menggunakan sumber yang sudah diakui berdasarkan literature penelitian sebelumnya. Pengkategorian data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Peubah, alat, dan cara pengumpulan serta pengkategorian

(40)

Tabel 4 Peubah, alat, dan cara pengumpulan serta pengkategorian (lanjutan)

Definisi Operasional

Usia paruh baya adalah Seseorang yang berusia 45 – 59 tahun (usia pertengahan). Pengetahuan tentang DM adalah kemampuan yang diketahui mengenai wawasan

tentang DM secara umum, faktor risiko DM, penyakit dan komplikasi DM, dan pangan yang berisiko dalam terjadinya DM yang diukur menggunakan

2 : Berat (≥10 batang/hari) Al-Delaimy 2001 et al.

12. Aktivitas fisik 1 : rendah (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69)

2 : Tinggi (kadar gula darah puasa ≥100 mg/dl),

(41)

Gaya hidup adalah kebiasaan hidup seseorang terhadap kejadian penyakit DM yaitu kebiasan merokok, aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, kebiasaan aktivitas fisik berat, dan kebiasaan makan/minum manis.

Kebiasaan merokok adalah periaku merokok yang dilakukan oleh masyarakat perdesaan dengan melihat frekuensi merokok dan jumlah rokok yang dihisap setiap hari.

Aktivitas fisik adalah tingkat aktivitas fisik yang yang dikategorikan aktivitas fisik berat dan aktivitas sehari dilakukan oleh contoh per 1x24 jam.

Kebiasaan olahraga adalah perilaku berolahraga dilihat dari jenis, frekuensi, dan durasi yang dilakukan sebulan terakhir

Kebiasaan aktivitas berat adalah perilaku aktivitas berat yang dilakukan oleh petani seperti mencangkul, menanam padi, mengangkat barang yang berat dengan melihat dari jenis, frekuensi, dan durasi yang dilakukan sebulan terakhir Kebiasaan makan/minuman manis adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan

makan dan minum seperti frekuensi, pola makan/minum (kebiasaan kue dan makanan jajanan, minuman manis non kemasan dan minuman manis kemasan.

Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan dengan tubuh manusia diukur dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) yaitu rasio dari berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m). Selain itu juga dengan menggunakan pengukuran lingkar perut, komposisi lemak tubuh, dan lemak viseral.

Gambar

Tabel 1 Kategori DM bedasarkan kadar gula darah
Tabel 2 Kandungan indeks glikemik berbagai pangan
Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Faktor Dominan terhadap
Tabel 3 Peubah, indikator, dan cara pengambilan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studying the in vitro germination of pollen treated with fungicides showed usually a decrease in pollen grain germi- nation, deformation of pollen tubes and their bursting, but also

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secnra wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Reksa Dana Panin Dana Teladan tanggal 31

Disertasi dengan judul Makna Tradisi Gusjigang Pada Rumah Kaum Santri Pedagang di Kota Lama Kudus ini merupakan penelitian tentang kebudayaan masyarakat pada suatu

 New Public Service memandang keterlibatan citizen dalam proses administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh semangat

Hingga saat ini, Kelas Inspirasi telah diselenggarakan oleh ribuan relawan di 119 kota di Indonesia dan menjadi salah satu pilar gerakan Indonesia Mengajar yaitu keterlibatan

Tujuan dari Kelas Inspirasi ini ada dua, yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pada Mata Kuliah Geometri, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih

Hal tersebut menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen X1 ( return on equity ), X2 ( capital adequacy ratio ), dan X3 ( loan to deposit ratio )