• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siklus Hidup Gula Tebu

Siklus hidup gula tebu di PG Subang meliputi kegiatan budi daya tebu (on farm) dan proses produksi gula (off farm). Kegiatan budi daya tebu adalah tempat dibentuknya tebu baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat suatu cairan yang memiliki rasa manis yang disebut nira. Nira inilah yang kemudian akan diolah menjadi gula. Saccharum officinarum adalah spesies tebu yang banyak digunakan untuk produksi gula, kelebihannya adalah mengandung banyak sukrosa, kandungan sabut rendah, daunnya lebih lebar, dan berbatang besar. Selain itu, Saccharum officinarum berdaya tunas tinggi pada keadaan tanah dan iklim yang cocok, dan umumnya beradaptasi dengan baik di daerah tropis. Kegiatan budi daya tebu terdiri dari jenis yaitu plant cane dan ratoon cane. Pada

plant cane diawali dengan kegiatan pengolahan tanah dan kegiatan pembibitan, sedangkan untuk ratoon cane diawali dari kegiatan pengeprasan tanpa kegiatan pembibitan. Secara umum, kegiatan budi daya tebu terdiri dari: pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, penyiraman, penyiangan, pembubunan, pengkletekan, pemanenan, dan pengangkutan.

Pabrik gula adalah pabrik yang mengelola gula (sukrosa) dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa) yang terkandung dalam tebu. Proses produksi gula dari tebu pada hakekatnya hanyalah memisahkan gula melalui pemerahan, penyaringan, penguapan, pemutaran dari air, kotoran, dan zat bukan gula. Kelemahan pengelolaan gula secara kimia adalah berubah-ubahnya kandungan sukrosa selama proses akibat suhu, pH, waktu dan aktivitas mikroba. Reaksi perubahan tidak dapat dibolak-balik sehingga sekali tereduksi tidak dapat kembali, dan yang dapat terkristalkan hanyalah sukrosa (Soebekti 2001). Kapasitas produksi di PG Subang sebesar 3 000 TCD (ton cane per day). Proses produki gula melalui beberapa proses, yaitu: persiapan, ekstraksi nira, pemurnian, penguapan, kristalisasi, pendinginan, pemisahan gula, dan proses penyelesaian. Proses pemurnian yang dilakukan oleh PG Subang adalah sulfitasi alkalis yang menggunakan gas belerang. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan di industri gula dapat dilihat berdasarkan jumlah tebu yang dihasilkan pada sektor on farm

yaitu tingkat produktivitas tebu, serta rendemen gula pada sektor pabrikasi (off farm) yang dapat dilihat pada Tabel 1 untuk tahun 2011–2014.

15 Tabel 1 Data produktivitas dan rendemen di PG Subang tahun 2011-2014

Data Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Luas areal tanam ha 5 016.47 5 092.15 4 909.28 4 854.99 Tebu panen ton 343 646.88 325 658.55 298 239 284 954.71 Produktivitas ton/ha 68.50 63.95 60.75 58.69 Gula SHS ton 22 835 23 142.58 16 422.52 15 930.5

Rendemen % 6.64 7.11 5.51 5.59

Sumber : Data PG Subang (2011-2014)

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kegiatan budi daya tebu dan proses produksi gula sangat menentukan tingkat produktivitas dan rendemen yang dihasilkan. Produktivitas tebu menunjukkan penurunan tiap tahunnya dari tahun 2011 sampai 2014. Produktivitas tebu yang cukup rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya teknik budi daya yang kurang optimal sehingga mempengaruhi kualitas tebu yang dihasilkan sehingga tebu tidak layak untuk ditebang, mutu bibit bukan termasuk varietas unggul sehingga mempengaruhi kandungan gula yang terdapat pada tebu, selain itu manajemen tebang angkut yang kurang optimal. Waktu penebangan tebu yang tepat adalah saat pol tebu optimal yang dilakukan pada analisis pendahuluan, setelah diketahui pol tebu yang optimal, sesegera mungkin tebu ditebang dan diangkut ke pabrik gula untuk digiling. Namun pada kenyataannya tebu masih terlalu lama ditimbun di kebun sehingga mengakibatkan kadar gula dalam tebu menurun karena proses respirasi berjalan terus atau terjadi penguraian sukrosa.

Selain itu, rendemen di PG Subang pada tahun 2011-2014 menunjukkan peningkatan di tahun 2012 namun menurun kembali pada tahun 2013, bahkan rendemen menunjukkan persentase yang kecil terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Dilihat dari segi proses produksi gula di pabrik, penurunan rendemen yang terjadi dipengaruhi oleh inefisiensi kinerja dalam produksi gula di pabrik. Proses produksi gula di pabrik melalui beberapa tahapan proses di antaranya proses ekstraksi, pemurnian, penguapan, kristalisasi, putaran, pengeringan, dan penyelesaian. Dalam tiap tahapan proses tersebut masih banyak terjadi inefisiensi, hal ini dapat disebabkan karena kinerja mesin yang kurang optimal, serta masih banyaknya gula yang terbawa dalam limbah maupun produk samping. Dengan terjadinya inefisiensi tersebut, mengakibatkan gula yang dihasilkan tidak maksimal. Oleh karena itu, kajian LCA di PG Subang sangat diperlukan, selain dapat menganalisis dampak lingkungan selama siklus gula tebu juga diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas dan rendemen di pabrik gula.

PG Subang memiliki luas areal Hak Guna Usaha sebesar 5 669.4 ha. Untuk tanaman tebu 5 275 ha, sedangkan untuk pabrik gula, jalan dan perumahan sekitar 405 ha. Areal perkebunan tebu PG Subang terbagi dalam tiga rayon. Rayon 1 meliputi wilayah Pasir Bungur, Cihambulu dan Kalijati dengan luas 1 413.34 ha. Rayon 2 meliputi wilayah Pasir Muncang dengan luas 2 879.19 ha, sedangkan Rayon 3 meliputi wilayah Manyingsal dengan luas 1 249.31 ha. Tiap kebun dibagi menjadi petak-petak berukuran 4 ha kecuali petak pinggir. Masing-masing petak dipisahkan oleh jalan kebun. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan penurunan luas areal tanam tiap tahunnnya, hal ini dipengaruhi oleh pengelolaan tebu rakyat yang

16

bekerja sama dengan PG Subang yang tidak tetap tiap tahunnya, dengan persentase tebu rakyat adalah 4–5% dari luas kebun milik PG Subang. Selain itu dipengaruhi oleh pembangunan Tol Cipali yang membelah areal kebun tebu Rayon Manyingsal dan menggusur tanaman tebu sekitar lebih dari 16.55 ha.

Siklus hidup gula tebu di PG Subang dimulai dari bahan baku utama yaitu tebu yang diperoleh dari kegiatan budi daya tebu untuk kemudian diolah menjadi gula SHS sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pada setiap tahapan siklus hidup tersebut akan mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan emisi, limbah, dan dampak lingkungan dari tiap tahapan proses. Dalam suatu sistem industri terdapat input dan output, input dalam sistem berupa material-material yang diambil dari lingkungan dan outputnya akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output sistem industri ini akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan input material yang berlebihan akan mengakibatkan semakin berkurangnya persediaan di alam, sedangkan hasil keluaran dari sistem industri yang berupa limbah (padat, cair, dan udara) akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa penelitian terakhir mengenai siklus hidup (LCA) di pabrik gula dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil penelitian terdahulu mengenai LCA di pabrik gula

No. Peneliti Kajian Hasil

1. Ramjeawon (2004)

Life Cycle Assessment of Cane-sugar on the Island of Mauritius

Kapasitas produksi: 15 000 TCD Proses pemurnian: Sulfitasi

1 ton gula menghasilkan emisi yaitu 160 kg CO2, 1.26 kg NOx,1.21 kg SO2, 0.26 kg N2O, 0.002 kg CH4,dan 0.37 kg PO4 3-2. Renouf et al. (2008) An environmental life cycle assessment comparing australian

sugarcane with US corn and UK sugar beet as producers of sugars for fermentation

Kapasitas produksi: 25 000 TCD Proses pemurnian: Sulfitasi

1 ton gula menghasilkan emisi 28.4 kg NOx,17 kg N2O, 4.5 kg NH3, 46.8 kg NO3,2.4 kg P

3. Contreras

et al. (2009)

Comparative life cycle

assessment of four

alternatives for using by-products of cane sugar production

Kapasitas produksi: 2 300 TCD Proses pemurnian: Sulfitasi

Dalam produksi gula per hari menghasilkan emisi: 0.374 ton NOx, 0.12 ton P, 0.0805 ton N2, 5.7 kg N2O

4. Mashoko

et al. (2010)

LCA of the South

African sugar industry

Kapasitas produksi: 30 000 TCD Proses pemurnian: sulfitasi

1 ton gula menghasilkan emisi yaitu 7.5 kg CH4, 196 kg CO2, 0.5 kg N2O, 2.18 kg SOx, 7.5 kg NOx, 12 kg NO3, 0.15 kg PO4

3-Penelitian yang terkait dengan LCA yaitu dalam meningkatkan keseimbangan energi (energy balance) pada pabrik gula dapat dilakukan dengan

17 cara mengurangi jumlah penggunaan air, menggunakan uap dalam pemanasan nira, menggunakan listrik dari pemanfaatan ampas tebu, dan pemanasan nira dengan cara kondensasi (Tekin et al. 2001; Bayrak et al. 2003; Ram et al. 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Renouf et al. (2007) menunjukkan bahwa hasil analisis LCA menunjukkan bahwa produksi gula di Australia memberikan kontribusi yang besar terhadap dampak lingkungan. Informasi hasil analisis LCA dapat digunakan sebagai petunjuk bagi industri dalam upaya manajemen lingkungan. Interpretasi yang dilakukan berdasarkan analisis dampak tersebut diperoleh beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengurangi dampak lingkungan pada proses produksi gula di Australia, yaitu meningkatkan produktivitas tanaman karena merupakan faktor yang paling penting terhadap dampak lingkungan dari produk pertanian, melakukan upaya dalam mencapai efisiensi penggunaan air, penggunaan pupuk N dengan tepat untuk mengurangi terjadinya losses, efisiensi energi pada sistem irigasi serta memaksimalkan pemanfaatan limbah maupun produk samping untuk mengurangi dampak lingkungan.

Tujuan dan Ruang Lingkup LCA

Dalam melakukan kajian LCA gula tebu di PG Subang, tahap awal yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan dan ruang lingkup (goal and scoping) yang akan dikaji pada penelitian yang dilakukan. Ruang lingkup (scope) penelitian LCA gula tebu di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian LCA gula tebu di PG Subang Pengggilingan Boiler Turbin Generator Ampas tebu Listrik untuk kegiatan industri Air Molases Uap air Blotong IDO, air Bahan tambahan, SO2 Abu ketel, emisi udara Penanaman tebu Pemanenan tebu Pengangkutan tebu Pemupukan dan perawatan tanaman Irigasi Bibit, Pupuk, Pestisida Air, Listrik Emisi udara, emisi lahan Sisa tebu (residu) Kendaraan, Bahan bakar Tebu

Pemurnian nira mentah

Penguapan nira

Kristalisasi

Sentrifugasi

Gula Penggilingan

18

Goal (tujuan)dari studi LCA ini adalah untuk menganalisis daur hidup gula tebu dengan metode LCA, di antaranya identifikasi input (resources) dan output

(emisi, limbah, dan produk samping) berdasarkan data inventori di pabrik gula, analisis potensi dampak lingkungan berupa gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi, serta analisis alternatif perbaikan dalam upaya pemanfaatan energi dan penurunan dampak lingkungan. Scope (ruang lingkup) studi LCA ini meliputi kegiatan budi daya tebu di kebun hingga proses produksi gula di pabrik. Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan bahwa tiap tahapan proses memerlukan sumber daya dalam prosesnya dan menghasilkan limbah, emisi, maupun produk samping dari tiap tahapan proses. Dalam melakukan kajian LCA gula tebu di PG Subang ini, analisis dampak yang dihasilkan hanya mencakup dampak terhadap emisi gas rumah kaca, asidifikasi, dan eutrofikasi. Hal ini berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu (Tabel 2) menunjukkan bahwa kandungan polutan yang terdapat pada emisi, limbah, maupun produk samping yang dihasilkan di pabrik gula merupakan kategori sumber polutan yang cukup tinggi terhadap dampak emisi gas rumah kaca, asidifikasi, dan eutrofikasi. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan perbandingan kajian LCA selama 4 tahun yaitu dari 2011-2014 untuk melihat dampak yang dihasilkan dengan perbedaan sumber daya yang digunakan.

Hasil Analisis Inventori LCA Gula Tebu

Analisis inventori merupakan bagian dari komponen LCA yang meliputi input dan output bahan baku, energi, limbah dan produk samping yang dihasilkan selama siklus daur hidup suatu produk. Pada proses ini dilakukan pengumpulan data kuantitatif untuk menentukan level atau tipe input energi maupun material pada suatu sistem industri dan hasil yang dilepaskan ke lingkungan. Pengumpulan data dalam analisis inventori dilakukan secara kuantitatif yang diperoleh dari PG Subang berdasarkan data dan perhitungan yang dilakukan. Dalam melakukan analisis inventori pada produksi gula tebu digunakan data sekunder dari PG Subang untuk dilakukan identifikasi input dan output dari daur hidup gula tebu. Input yang dianalisis berupa bahan baku, bahan tambahan, air, dan bahan bakar, sedangkan output yang dihasilkan berupa emisi, limbah, dan produk samping.

Dalam melakukan analisis inventori pada kajian LCA gula tebu, dilakukan pemahaman mengenai tahapan budi daya tebu dan proses pengolahan tebu secara detail untuk memudahkan memasukkan data input dan output sebagai data inventori. Data inventori merupakan komponen yang sangat penting dalam melakukan kajian LCA karena dijadikan sumber data untuk melakukan analisis dampak dan analisis perbaikan dalam mencapai tujuan yang diinginkan yaitu dalam rangka mengurangi dampak lingkungan. Selain itu, dalam melakukan analisis inventori diperlukan pengetahuan secara mendalam pada komponen komponen yang berpotensi menghasilkan dampak lingkungan yang akan dikaji. Dengan mengetahui komposisi, karakteristik, dan potensi dampak yang dimiliki suatu bahan dapat menghasilkan kajian LCA yang lebih mendalam. Pada hasil analisis inventori ini dihasilkan satu set data yang berisi data input dan output sesuai batasan kajian yang telah ditetapkan, yaitu dimulai dari kegiatan budi daya tebu hingga proses pengolahan tebu menjadi gula di pabrik. Data input dari budi daya tebu dapat dilihat pada Tabel 3.

19 Tabel 3 Data input budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014

Input Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Bibit tebu ton/tahun 25 781 184 19 610 964 20 166 216 17 726 280 Solar liter 881 432 912 577 899 767 885 182 Air m3 25 082 345 25 460 735 24 546 375 24 274 945 Listrik kWh 416 470 388 518 513 474 464 465 Pupuk anorganik: Urea ton 692.272 702.716 677.479 669.988 NPK ton 451.482 458.293 441.834 436.949 ZA ton 105.345 106.935 103.094 101.954 TSP ton 461.515 468.477 451.653 - SP-36 ton - - - 436.949 Pupuk organik: Blotong ton 250.823 254.607 245.463 242.749 Biokompos ton 0.125 0.127 0.122 0.121 Lipogreen ton 5.016 5.092 4.909 4.854 Pestisida: Herbisida ton 52.408 48.03 34.314 60.971 Insektisida ton 38.502 58.75 59.067 571.619 Rodentisida ton 15.018 9.015 8.817 5.8777

Sumber : Data PG Subang 2011-2014

Dalam proses budi daya tebu meliputi kegiatan penanaman dan perawatan tanaman (pemupukan, pembasmi hama dan penyakit, pengairan), pemanenan tebu, dan pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik. Selama proses budi daya tebu tersebut menggunakan sumber daya dan energi untuk dapat menghasilkan tebu yang dapat dipanen dengan kualitas yang optimal. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa bibit tebu yang digunakan dari 2011–2014 mengalami penurunan tiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh luas areal tanam yang semakin menurun akibat permasalahan dengan tebu rakyat dan adanya pembangunan Tol Cipali yang menyebabkan area kebun tebu menjadi berkurang. Tebu merupakan produk utama yang dihasilkan dari kegiatan budi daya tebu, namun selain tebu juga menghasilkan emisi udara dan emisi terhadap badan air yang disebabkan oleh penggunaan pupuk, pestisida, bahan tambahan, dan energi. Selain emisi, juga dihasilkan limbah berupa sisa pemanenan tebu (daun kering, serasah, klaras) dan lahan tebu terbakar, hal ini dapat disebabkan oleh kegiatan budi daya tebu yang kurang optimal sehingga mempengaruhi produktivitas tebu yang dihasilkan.

Penggunaan pupuk di PG Subang terdiri dari pupuk anorganik dan pupuk organik. Salah satu sumber pupuk organik berasal dari blotong yang merupakan produk samping dari proses pemurnian nira, hal ini merupakan upaya yang tepat dalam pemanfaatan limbah menjadi produk yang bermanfaat, meskipun belum seluruh blotong termanfaatkan sebagai pupuk organik. Output yang dihasilkan dari proses budi daya tebu berasal dari data sekunder dan perhitungan dari literatur. Data output yang dihasilkan dari proses budi daya tebu dapat dilihat pada Tabel 4.

20

Tabel 4 Data output budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014

Output Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Tebu panen ton 343 646.88 325 658.55 298 239 284 954.71 Residu sisa pemanenan ton 17 024.1 18 074.05 14 461.41 16 840.82 Tebu terbakar ton 12 173 63 380 27 926 46 427

Emisi udara:

N2O dari denitrifikasi ton 1.781 1.810 1.740 1.724 NOx dari denitrifikasi ton 8.971 9.175 8.594 8.714 NH3 dari penguapan urea ton 69.227 70.272 67.748 66.999

Emisi badan air:

Nitrat (NO3) leaching ton 451.52 458.331 441.872 436.985 P runoff (PO43-) ton 116.864 118.627 114.366 113.719 Pestisida runoff (PO43-) ton 1.589 1.737 1.533 9.577

Emisi lahan tebu terbakar:

CH4 ton 26.294 136.901 60.320 100.282

N2O ton 0.682 3.549 1.564 2.599

NOx ton 24.346 126.76 55.852 92.854

SOx ton 2.922 15.211 6.702 11.142

CO2 ton 1 723.7 8 974.6 3 954.3 6 574.1

Emisi dari transportasi:

CO2 ton 2 478.342 2 565.913 2 529.895 2 488.886

SO2 ton 1.993 2.064 2.035 2.002

NO2 ton 0.044 0.046 0.045 0.044

Proses produksi gula di PG Subang meliputi proses gilingan, pemurnian, penguapan, kristalisasi, dan sentrifugasi. Dalam pengolahan tebu menjadi gula tersebut membutuhkan bahan tambahan, bahan bakar, air, dan listrik. Data input pada proses produksi gula dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Data input proses produksi gula di PG Subang tahun 2011–2014

Input Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Tebu giling ton 343 646.88 325 658.55 298 239 284 954.71 Air imbibisi ton 85 362.30 95 267.16 65 430 60 439.72

Energi:

Solar liter 87 345 86 919 104 595 87 695

IDO liter 174 258 81 600 256 800 61 798

Listrik kWh 971 763 906 542 1 198 106 1 083 753

Bahan kimia:

Asam fosfat ton 5.74 1.15 6.705 0.6 Kapur tohor (CaO) ton 464.08 512.8 574.005 508.9 Belerang ton 99.11 95.365 82.325 104.42 Flokulan ton 1.82 2.265 2.435 2.56 Dalam proses produksi gula selain menghasilkan gula sebagai produk utama, juga menghasilkan limbah dan produk samping berupa molases, ampas

21 tebu (bagasse), dan blotong. Selain itu dapat menimbulkan emisi terhadap udara dan badan air yang berdampak terhadap lingkungan sekitar. Data output dari proses produksi gula dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Data output proses produksi gula di PG Subang tahun 2011 – 2014

Output Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Gula SHS ton 22 835.14 23 142.58 16 422.52 15 930.50 Molases ton 16 887 16 216 16 632.01 14 000 Blotong ton 11 164.5 10 583.9 9 692.8 9 147.9

Bagasse ton 112 793.9 107 363.8 91 929 91 716.35 Abu ketel ton 2 255.88 2 147.28 1 838.58 1 834.33

Emisi udara: CH4 ton 1.201 1.664 1.338 1.192 N2O ton 1.334 1.265 1.111 1.094 NOx ton 107.935 99.682 93.745 88.909 SOx ton 105.971 97.455 94.211 90.802 CO2 ton 118 343.411 112 061.492 97 129.393 96 196.904

Emisi badan air:

PO43- ton 433.25 412.448 353.143 352.312

Dampak Produksi Gula Tebu terhadap Lingkungan

Analisis dampak digunakan untuk menganalisis dampak suatu proses terhadap lingkungan. Data analisis dampak dilakukan perhitungan secara kuantitatif berdasarkan data inventori yang telah dilakukan. Berdasarkan data inventori menunjukkan bahwa dalam setiap tahapan proses dapat menghasilkan limbah maupun emisi yang berdampak terhadap lingkungan. Limbah atau emisi yang dihasilkan dalam siklus hidup gula tebu dikelompokan menjadi 3 kategori dampak, yaitu gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi. Analisis dampak LCA gula tebu di PG Subang berdasarkan kategori dampak dapat lihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis dampak LCA gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014

Kategori Dampak Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014

Gas Rumah Kaca ton CO2 (eq) 7 399.595 17 816.936 11 083.285 14 195.932 Asidifikasi ton SO2 (eq) 538.810 712.855 573.361 626.575 Eutrofikasi ton PO43- (eq) 278.854 321.914 273.795 295.858

Gas Rumah Kaca (GRK)

Pemanasan global yang ditimbulkan oleh efek rumah kaca merupakan fenomena yang sedang terjadi sekarang ini. Efek rumah kaca akan menyebabkan energi dari sinar matahari tidak dapat terpantul keluar bumi. Pada keadaan normal, energi matahari yang diadsorbsi bumi akan dipantulkan kembali dalam bentuk infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun karena adanya gas rumah

22

kaca, sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas-gas rumah kaca untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Oleh karena itu akan terjadi peningkatan suhu di permukaan bumi yang menyebabkan pemanasan global (Rukaesih 2004).

Menurut IPCC (2006), gas-gas utama yang dikategorikan sebagai GRK dan mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global adalah CO2,CH4, dan N2O. Gas CO2 mempunyai persentase sebesar 50% dalam total GRK, sementara CH4

memiliki persentase sebesar 20% (Rukaesih 2004). Pembakaran bahan bakar minyak merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca, diikuti kemudian oleh penggunaan biomassa dari kayu bakar dan limbah pertanian, kemudian gas bumi (Soedomo 1999). Dari pembakaran bahan bakar tersebut, sektor transportasi menempati urutan kedua setelah sektor listrik dan panas dalam memberikan kontribusi terhadap emisi GRK dengan persentase sebesar 20% (Koch 2000). Efek dari keberadaan gas rumah kaca kini telah dapat dirasakan yaitu peningkatan temperatur di bumi. Peningkatan temperatur ini menyebabkan efek lanjutan seperti mencairnya es di kutub, kenaikan permukaan air laut, menggangu pertanian dan secara tidak langsung akhirnya berdampak pada ekonomi suatu negara (Darwin 2004).

Pabrik gula merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki andil dalam menghasilkan GRK. Hal ini disebabkan dalam tahapan proses yang dilakukan menghasilkan emisi dan limbah yang mengandung gas yang dikategorikan sebagai GRK, yaitu CO2, N2O, dan CH4 (Liamsanguan et al. 2008). Hasil perhitungan kategori dampak GRK berdasarkan sumber polutan di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Dampak GRK berdasarkan kategori polutan di PG Subang Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa selama 4 tahun terakhir, emisi CO2 berkontribusi sangat besar terhadap dampak GRK. Selain itu emisi CH4 juga menunjukkan dampak yang lebih besar dari emisi N2O, meskipun pada tahun 2011 memiliki dampak yang lebih sedikit, namun mengalami peningkatan pada tahun berikutnya. Emisi CO2 di pabrik gula dihasilkan dari pemakaian bahan bakar seperti solar untuk transportasi, IDO dan bagasse untuk pembakaran boiler,

23 penggunaan listrik, dan lahan tebu terbakar (Lampiran 1,27,28,4,22). Emisi N2O berasal dari proses denitrifikasi yang berasal dari penggunaan pupuk dan residu tebu di lahan, lahan tebu terbakar, penggunaan solar, serta blotong yang dihasilkan dari proses pemurnian nira (Lampiran 9,14,22,1,30). Selain itu, sumber GRK dari emisi CH4 berasal dari proses lahan tebu terbakar, penggunaan solar, dan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi gula (Lampiran 22,1,32). Data analisis dampak GRK berdasarkan sumber emisi di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Data analisis dampak GRK berdasarkan sumber emisi selama siklus hidup gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014

Kategori polutan Sumber GRK ton CO2-eq 2011 2012 2013 2014 CO2 Solar 2 738.915 2 825.763 2 839.521 2 750.506 Listrik 673.293 628.104 830.116 750.866 Lahan terbakar 1 723.697 8 974.608 3 954.322 6 574.063 IDO 510.156 234.677 738.542 177.727 Bagasse 113 056.18 107 613.5 92 142.8 91 929.66 N2O Solar 6.529 6.737 6.767 6.556 Pupuk 521.256 529.248 510.008 504.384 Residu 5.997 6.367 5.094 5.932 Lahan terbakar 201.872 1 050.504 462.944 769.6 Blotong 394.272 373.848 328.264 323.232 CH4 Solar 8.453 8.724 8.772 8.485 Lahan terbakar 604.762 3 148.723 1 387.36 2 306.486 Limbah cair 10.394 26.634 11.575 18.076 Total 7 399.595 17 816.936 11 083.285 14 195.932 Tabel 8 menunjukkan bahwa untuk satuan emisi ton CO2(eq) per tahun, ampas tebu (bagasse) menyumbangkan emisi tertinggi namun tidak termasuk dalam perhitungan ton CO2-eq/tahun. Penggunaan bagasse sebagai bahan bakar boiler jauh lebih banyak dibandingkan bahan bakar lainnya seperti IDO, hal ini disebabkan bahwa bagasse merupakan bahan bakar utama boiler yang digunakan oleh PG Subang. Bagasse merupakan biomassa yang berasal dari tanaman tebu, siklus terbentuknya biomassa menjadikan sumber energi ini ramah lingkungan karena biomassa berasal dari bahan organik non fosil yang hasil pembakarannya tidak menimbulkan CO2 yang berbahaya bagi lingkungan (Misran 2005). Karbon ini disebut karbon netral (carbon neutral) karena karbon dioksida yang dilepaskan saat pembakaran biomassa diserap kembali oleh tanaman tebu (CO2

sequestration), oleh karena itu pengembangan energi dari biomassa tidak akan berdampak negatif bagi lingkungan (Siswanto 2010; Rosmeika et al. 2009). Hasil analisis dampak terhadap GRK berdasarkan hasil dari tahapan proses selama siklus hidup gula tebu di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 3.

24

Gambar 3 Dampak GRK pada LCA gula tebu berdasarkan sumber emisi di PG Subang tahun 2011-2014

Gambar 3 menunjukkan bahwa peringkat rata-rata sumber GRK di PG