• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan blotong, abu ketel, dan residu sebagai kompos Perbaikan proses dilakukan dengan menganalisis data inventori dan data

analisis dampak. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa produktivitas tebu dan rendemen yang dihasilkan tidak maksimal. Produktivitas sangat ditentukan oleh kegiatan budi daya tebu dan rendemen dipengaruhi oleh proses pengolahan tebu menjadi gula di pabrik. Pada prinsipnya untuk meningkatkan rendemen dan produktivitas tebu dapat dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit yang sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian hama, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan menggunakan analisis kemasakan, penebangan tebu secara bersih, dan pengangkutan tebu secara cepat. Pelaksanaan pengangkutan tebu yang telah ditebang harus sesegera mungkin karena jika tebu yang telah ditebang dibiarkan di lahan bahkan sampai menginap maka akan terjadi penurunan rendemen yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Data perbandingan produktivitas tebu di PG Subang pada tahun 2014 dengan beberapa pabrik gula lainnya dapat dilihat pada Tabel 21.

41 Tabel 21 Data perbandingan produktivitas tebu

Data Produktivitas

(ton/ha)

Hablur

(ton/ha) Sumber PG Subang (realisasi) 58.69 3.29 PG Subang 2014 RKAP PG Subang 2014 78.7 4.93 PG Subang 2014 Pabrik Gula di Jawa 77.5 5.3 AGI 2014 Pabrik Gula di luar Jawa 71.9 5.6 AGI 2014 Pabrik Gula di Indonesia 75.6 5.4 AGI 2014

Tabel 20 menunjukkan bahwa produktivitas tebu di PG Subang sangat rendah dibandingkan RKAP dan rata-rata pabrik gula di Jawa, luar Jawa dan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produktivitas tebu yaitu dengan penentuan tebu yang tepat untuk ditebang. Luas areal lahan yang rencananya akan ditebang seluas 5 064.371 ha, pada realisasinya hanya seluas 4 854.989 ha yang ditebang, atau sekitar 95.87% dari target perencanaan. Dilihat dari segi kegiatan budi daya tebu, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya teknik budi daya yang kurang optimal sehingga mempengaruhi kualitas tebu yang dihasilkan sehingga tebu tidak layak untuk ditebang, selain itu manajemen tebang angkut yang kurang optimal. Waktu penebangan tebu yang tepat adalah saat pol tebu optimal yang dilakukan pada analisis pendahuluan, setelah diketahui pol tebu yang optimal, sesegera mungkin tebu ditebang dan diangkut ke pabrik gula untuk digiling. Namun pada realisasinya pol tebu saat dipanen sebesar 7.82%, sedangkan tebu yang siap dipanen jika pol tebu mencapai 8-11% (P3GI 2001). Selain itu, kegiatan budi daya lain seperti penentuan mutu bibit, pemupukan dan perawatan tanaman juga sangat mempengaruhi pol tebu yang dihasilkan.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis perbaikan dalam meningkatkan produktivitas tebu serta dapat mengurangi dampak lingkungan yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan blotong sebagai kompos untuk pemupukan. Di PG Subang blotong sebenarnya sudah dimanfaatkan sebagai pupuk organik, namun masih belum maksimal dan penggunaannya terbatas. Blotong yang tidak dimanfaatkan sebagai pupuk organik diakumulasi di lahan terbuka di sekitar area pabrik dan belum termanfaatkan secara maksimal sehingga menyebabkan dampak lingkungan karena mengandung emisi N2O yang berdampak terhadap gas rumah kaca, selain itu jika blotong tersiram air hujan atau dalam keadaan basah akan mengalami penguraian secara alamiah serta menimbulkan bau busuk. Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman tebu. Pengomposan merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan-bahan organik komplek menjadi bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Kompos merupakan nutrien tanah pertanian yang dapat memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan unsur hara tanah. Penambahan kompos dapat juga meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang memiliki peran penting sebagai penghasil senyawa perangsang pertumbuhan tanaman. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat sehingga tanaman dapat menyerap nutrien tanah dengan baik. Diagram alir pembuatan kompos dari limbah pabrik gula dapat dilihat pada Gambar 8.

42

Gambar 8 Diagram alir pembuatan kompos dari limbah pabrik gula (Purwono et al. 2011)

Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi, dan kimia tanah (Gaur 1981). Komposisi kandungan hara yang terdapat dalam blotong yang telah mengalami pengomposan menunjukkan komposisi kimia dari kompos blotong terdiri dari unsur-unsur yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman tebu. Komposisi kandungan hara pada kompos blotong juga dapat menyuplai kebutuhan air pada media pertumbuhan tebu karena memiliki kadar air 85%, pH yang ditunjukkan juga cukup tinggi yaitu 8.53, hal ini menunjukkan bahwa kompos dari blotong dapat membantu menstabilkan pH tanah (Rosmeika et al. 2010).

Pemanfaatan blotong untuk pembuatan kompos diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia, serta dapat mengatasi pencemaran lingkungan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu langkah awal menuju zero waste industry dalam industri gula. Pemberian kompos yang berasal dari blotong dan limbah pabrik gula telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produktivitas tebu. Pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan (Nahdodin et al.

60 kg residu, 300 kg blotong, 100 kg abu ketel

Pencetakan dalam kotak Pencampuran (C/N awal 50) 5 kg TSP , 10 kg Urea, air 5 kg fungi, 2.5 kg bakteri, 2.5 kg Actinomycetes

Pemberian lubang aerasi pada bagian masing-masing sisi dan bagian atas tumpukan

Pembalikan tumpukan kompos (2 minggu sekali)

Analisis C/N rasio (12-20) dan pH (6-9)

Pengayakan

43 2008). Blotong sangat berguna dalam usaha memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga daya menahan airnya meningkat. Tiap ton blotong berkadar air 70% mengandung hara setara dengan 28 kg ZA, 22 kg TSP dan 1 kg KCl (Suhadi et al. 1988). Hara tersebut mengandung 5.88 kg N, 9.9 kg P dan 0.6 kg K. Menurut Wargani et al. (1988), pemberian kompos mampu menghasilkan peningkatan produksi tebu yang bervariasi yaitu antara 7.2 ton sampai 16.9 ton/ha setelah pemberian kompos sebanyak 10 ton/ha. Dosis kompos ini menunjukkan perbaikan sifat fisik tanah terutama di lapisan penebaran kompos. Blotong berperan terhadap sifat kimia tanah, yaitu penambahan blotong mampu meningkatkan ketersediaan hara P dan basa-basa terutama Ca, sehingga tanaman mampu menyerap hara lebih baik. Menurut Suhadi dan Sumojo (1985), blotong juga mampu meningkatkan N tanah yang secara relatif mengurangi kebutuhan pupuk ZA.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwono et al. (2011), dosis blotong cukup nyata mempengaruhi rendemen tebu. Apabila dosis kompos dikaitkan dengan frekuensi penyiraman, keduanya saling berinteraksi dalam mempengaruhi rendemen tebu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Purwono et al. (2011) menunjukkan bahwa aplikasi kompos blotong dengan dosis 5 ton/ha memberikan rendemen tebu dan produktivitas yang tinggi yaitu 7.73% dan 100.67 kg/ha. Selain itu, aplikasi kompos blotong 5 ton/ha dapat mengurangi frekuensi penyiraman setiap 2 minggu. Dengan demikian, penelitian tersebut dapat menjadi acuan bahwa dengan aplikasi kompos blotong dapat meningkatkan rendemen, produktivitas, dan gula yang dihasilkan.

Dalam melakukan analisis perbaikan dalam rangka mengurangi dampak lingkungan dengan memanfaatkan kompos blotong sebagai kompos dalam budi daya tebu di PG Subang yang berasal dari data tahun 2014 dapat dilakukan dengan beberapa asumsi seperti dosis kompos blotong yaitu 10 ton/ha/tahun dengan luas lahan 4 854.989 ha. Dosis 10 ton/ha/tahun dipilih karena disesuaikan dengan dosis yang telah ditetapkan PG Subang untuk penggunaan pupuk organik. Selain itu diasumsikan blotong, abu ketel, dan residu yang dihasilkan pada limbah pabrik gula dimanfaatkan untuk kompos. Perubahan dampak yang terjadi pada tahun 2014 terhadap emisi GRK (ton CO2-eq), asidifikasi (SO2-eq), dan eutrofikasi (PO43--eq) dari pemanfaatan blotong, abu ketel, dan residu untuk pembuatan kompos yang diaplikasikan untuk pemupukan pada kegiatan budi daya tebu dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Perubahan dampak terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi tahun 2014 dari pemanfaatan limbah untuk pembuatan kompos

Data Satuan GRK (CO2-eq) Asidifikasi (SO2-eq) Eutrofikasi (PO43--eq) Realisasi ton 14 195.932 626.575 295.858 Interpretasi ton 13 854.293 616.208 178.329 Perubahan dampak ton 341.639 10.367 117.529

Persentase % 2.407 1.656 39.725

Tabel 22 menunjukkan bahwa dengan pemanfaatan limbah di pabrik gula, seperti blotong abu ketel, dan residu sebagai kompos yang diaplikasikan untuk pemupukan pada kegiatan budi daya tebu dapat menurunkan emisi terhadap

44

dampak GRK sebesar 341.639 ton CO2-eq/tahun, asidifikasi sebesar 10.367 ton SO2-eq/tahun, dan eutrofikasi sebesar 117.529 ton PO43--eq/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa alternatif pemanfaatan ini dapat dijadikan pilihan bagi industri dalam rangka mengurangi penggunaan pupuk kimia serta mengurangi dampak lingkungan.