PENILAIAN DAUR HIDUP (
LIFE CYCLE ASSESSMENT
)
GULA TEBU DI PG SUBANG, JAWA BARAT
IKA WATI PURWANINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula Tebu di PG Subang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Ika Wati Purwaningsih
RINGKASAN
IKA WATI PURWANINGSIH. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula Tebu di PG Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan SUPRIHATIN.
Pabrik gula menggunakan sumber daya dan menghasilkan dampak terhadap lingkungan seperti GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi yang harus dikelola. Suatu metode yang dapat berfungsi untuk menganalisis daur hidup gula tebu yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya yaitu metode LCA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi input (resources) dan output (produk, emisi, limbah, dan produk samping) berdasarkan data inventori di pabrik gula, menganalisis potensi dampak lingkungan berupa GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi, serta mengidentifikasi alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak lingkungan. Metode LCA dilakukan berdasarkan pedoman pelaksanaan LCA menurut Framework ISO 14040 yang terdiri dari 4 tahap, yaitu definisi tujuan dan ruang lingkup (goal and scope definition), menginventarisasi input dan output (inventory analysis), perkiraan dampak lingkungan dari semua input dan output (impact assessment), dan interpretasi hasil (interpretation and improvement analysis).
Penelitian ini menunjukkan bahwaberdasarkan analisis inventori pada setiap tahapan proses dalam siklus hidup gula tebu diperoleh input berupa bahan baku, bahan bakar, air, listrik, dan bahan tambahan, serta output berupa gula sebagai produk utama, produk samping, limbah, dan emisi terhadap lahan, badan air dan udara. Setiap polutan yang terkandung pada output yang dihasilkan kemudian dikelompokkan berdasarkan 3 kategori dampak, yaitu GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi. Berdasarkan hasil analisa dampak diperoleh bahwa dampak GRK merupakan dampak tertinggi yang dihasilkan setiap tahunnya dari 2011-2014, kemudian diikuti oleh asidifikasi dan eutrofikasi. Urutan kategori polutan penyebab GRK berdasarkan yang paling tinggi adalah CO2, N2O, dan CH4,
sedangkan peringkat rata-rata sumber GRK berdasarkan sumber emisi berturut-turut adalah pembakaran tebu, solar, listrik, pupuk, blotong, IDO, limbah cair, dan residu. Kategori polutan yang mengakibatkan dampak terhadap asidifikasi dari yang paling tinggi adalah NO2, NH3 dan SO2, sedangkan peringkat rata-rata
sumber asidifikasi berdasarkan sumber emisi berturut-turut adalah NO3 leaching,
pembakaran tebu, bagasse, NH3 (urea volatilization), listrik, pupuk, IDO, solar,
residu, dan blotong. Kategori polutan yang mengakibatkan dampak terhadap eutrofikasi dari yang paling tinggi adalah PO43-, NOx, dan NH3, sedangkan
peringkat rata-rata sumber eutrofikasi berdasarkan sumber emisi berturut-turut adalah P runoff, NO3 leaching, pembakaran tebu, urea volatilization, abu ketel,
bagasse, pestisida runoff, listrik, pupuk, IDO, limbah cair, residu, dan solar. Dalam upaya menurunkan emisi terhadap GRK, asidifikasi dan eutrofikasi, dalam penelitian ini menggunakan 4 alternatif. Pada alternatif 1 yaitu dengan melakukan perbaikan proses berdasarkan perhitungan neraca massa yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rendemen dari 5.58% menjadi 6.55%, penurunan emisi GRK sebesar 402.895 tCO2-eq/tahun, penurunan dampak
asidifikasi sebesar 0.136 tSO2-eq/tahun, serta penurunan dampak eutrofikasi
perbaikan proses berdasarkan perhitungan analisis energi dapat menghasilkan peningkatan energi untuk nilai NEV dari -55.566 menjadi 17.608 dan nilai NER dari 0.929 menjadi 1.022. Selain itu pada alternatif 2 juga dapat menurunkan emisi GRK sebesar 177.727 tCO2-eq/tahun, penurunan dampak asidifikasi sebesar
1.339 tSO2-eq/tahun, serta penurunan dampak eutrofikasi sebesar 0.114
tPO43--eq/tahun. Pada alternatif 3 menunjukkan bahwa dengan pemanfaatan limbah
di pabrik gula, seperti blotong, abu ketel, dan residu sebagai kompos yang diaplikasikan untuk pemupukan dapat menurunkan emisi terhadap dampak GRK sebesar 341.639 tCO2-eq/tahun, asidifikasi sebesar 10.367 tSO2-eq/tahun, dan
eutrofikasi sebesar 117.529 tPO43--eq/tahun. Pada alternatif 4 yaitu dengan
pemanfaatan limbah blotong dan molases menjadi bahan baku pembuatan briket dapat menurunkan emisi GRK sebesar 323.232 tCO2-eq/tahun, serta penurunan
dampak asidifikasi sebesar 0.244 tSO2-eq/tahun. Selain itu pada alternatif 4 juga
dapat menghasilkan energi alternatif sebesar 89.893 TJ. Hasil kajian LCA menunjukkan bahwa dalam rangka mengurangi dampak lingkungan pada siklus hidup gula tebu, pabrik gula dapat menerapkan perbaikan dengan mengacu pada perhitungan neraca massa dan pemanfaatan limbah sebagai kompos. Kedua upaya tersebut dapat mengurangi dampak terhadap emisi GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi yang lebih tinggi dibandingkan alternatif lainnya.
SUMMARY
IKA WATI PURWANINGSIH. Life Cycle Assessment of Sugar Cane in PG Subang, West Java. Supervised by MOHAMAD YANI and SUPRIHATIN.
The cane sugar factory uses various resources and generates impacts to environment such as: GHGs, acidification, and eutrophication that must be managed properly. A method to analyze the life cycle of sugar cane related to use of resources is LCA method. The objectives of this study are to identify the inputs (resources) and outputs (product, emission, waste and by-product) based on inventory data in sugar factory, to analyze the environmental impact potential such as GHGs emissions, acidification, and eutrophication, and then to identify improvement alternatives to reduce the environmental impact. LCA methods are based on LCA implementation guidelines according to the Framework ISO 14040 which consists of four stages such as goal and scope definition, inventory analysis, impact assessment, and interpretation and improvement analysis.
This study showed that based on inventory analysis in each stages of process from the life cycle of sugar cane were obtained the inputs such as raw material, fuel, water, electricity, and additive materials, as well as outputs such as sugar cane as main product, by-products, waste, and emissions to land, water, and air. The outputs that contained of pollutants then they were grouped based on impact categories such as GHGs emissions, acidification, and eutrophication. During period of 2011-2014, the results of impact assessment showed that GHGs emissions was the highest impacts, followed by acidification and eutrophication. The sequence of pollutants category from the highest on GHGs emissions were CO2, N2O, and CH4, while the average rank sources of GHGs emissions were
cane burning, diesel oil, electricity, fertilizer, filter cake, IDO, wastewater, and residue. The sequence of pollutants category from the highest on acidification impact were NO2, NH3, and SO2, while the averange rank sources of acidification
impact were NO3 leaching, cane burning, bagasse, NH3 (urea volatilization),
electricity, fertilizer, IDO, diesel oil, residue, and filter cake. The sequence of pollutants category from the highest on eutrophication impact were PO43-, NOx,
and NH3, while the average rank sources of eutrophication impact were P runoff,
NO3 leaching, cane burning, urea volatilization, boiler ash, bagasse, pesticide
runoff, electricity, fertilizer, IDO, wastewater, residue, and diesel oil.
This study used four alternatives to reduce GHGs emissions, acidification, and eutrophication. The first alternative was process improvements based on mass balance calculation that showed to increasing in the sugar yields from 5.58% to
6.55%, and reducing on GHGs of 402.895 tCO2-eq/year, acidification of 0.136 tSO
2-eq/year, and eutrophication of 53.221 tPO43--eq/year. The second alternative was improvement process based on energy balance calculation that showed to increasing in NEV value from -55.6 to 17.6 and NER value from 0.93 to 1.02, reducing on GHGs of 177.727 tCO2-eq/year, acidification of 1.339 tSO2-eq/year, and eutrophication of 0.114 tPO43--eq/year. The third alternative showed that the utilization of waste such as filter cake, boiler ash, and residue as composting materials and
applying as fertilizer, it could reduced on GHGs of 341.639 tCO2-eq/year, acidification
could reduce on GHGs of 323.232tCO2-eq/year, acidification of 0.244 tSO2-eq/year, and produced alternative energy of 89.893 TJ. The results of LCA studies showed
that in order to reduce the environmental impacts on the life cycle of sugarcane,
the sugar plant can apply to process improvements based on mass balance calculation, utilization of waste such as filter cake, boiler ash, and residue as
composting materials. Both alternatives could reduce the impacts of GHGs
emissions, acidification, and eutrophication that its higher than other alternatives.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PENILAIAN DAUR HIDUP (
LIFE CYCLE ASSESSMENT
)
GULA TEBU DI PG SUBANG, JAWA BARAT
IKA WATI PURWANINGSIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai Juli 2015 ini ialah LCA, dengan judul Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula Tebu di PG Subang, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yani, MEng dan Bapak Prof Dr-Ing Ir Suprihatin selaku pembimbing, serta Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Ibu Dr Ir Titi Candra Sunarti, MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mas Nandang Munandar beserta seluruh karyawan dari PT PG Rajawali II Unit PG Subang, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
METODE 4
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 5
Jenis dan Sumber Data 5
Metode Pengumpulan Data 5
Tahapan Penelitian 5
Pengolahan dan Penyajian Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Siklus Hidup Gula Tebu 14
Tujuan dan Ruang Lingkup LCA 17
Hasil Analisis Inventori LCA Gula Tebu 18
Dampak Produksi Gula Tebu terhadap Lingkungan 21
Interpretasi Hasil untuk Penurunan Dampak Lingkungan 32
SIMPULAN DAN SARAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 50
DAFTAR TABEL
1 Data produktivitas dan rendemen di PG Subang tahun 2011-2014 15
2 Hasil penelitian terdahulu mengenai LCA di Pabrik Gula 16
3 Data input budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014 19
4 Data output budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014 20
5 Data input proses produksi gula di PG Subang tahun 2011-2014 20
6 Data output proses produksi gula di PG Subang tahun 2011-2014 21
7 Hasil analisis dampak LCA gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014 21
8 Data analisis dampak GRK berdasarkan sumber emisi selama siklus hidup gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014 23
9 Data bagian tanaman untuk tebu terbakar di PG Subang tahun 2011-2014 24
10 Data analisis dampak asidifikasi berdasarkan sumber emisi selama siklus hidup gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014 26
11 Data analisis dampak eutrofikasi berdasarkan sumber emisi selama siklus hidup gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014 30
12 Perbandingan analisis dampak LCA gula tebu di PG subang dengan penelitian sebelumnnya 31
13 Data realisasi pada tahun 2014 dan perhitungan neraca massa pada proses ekstraksi tebu 32
14 Data realisasi pada tahun 2014 dan perhitungan neraca massa pada proses pemurnian 33
15 Data realisasi pada tahun 2014 dan perhitungan neraca massa pada proses penguapan 34
16 Data realisasi pada tahun 2014 dan perhitungan neraca massa pada proses kristalisasi dan sentrifugasi 35
17 Perubahan dampak terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi tahun 2014 berdasarkan perhitungan neraca massa 36
18 Data input dan output energi di PG Subang tahun 2014 37
19 Perbandingan analisis energi berrdasarkan realisasi tahun 2014 dengan data interpretasi 39
20 Perubahan dampak terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi tahun 2014 berdasarkan perbaikan proses dengan analisis energi 40
21 Data perbandingan produktivitas tebu 41
22 Perubahan dampak terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi tahun 2014 dari pemanfaatan limbah untuk pembuatan kompos 43
23 Perubahan dampak terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi tahun 2014 dari pemanfaatan blotong dan molasses menjadi briket 45
DAFTAR GAMBAR
1 Ruang lingkup penelitan LCA gula tebu di PG Subang 17
3 Dampak GRK pada LCA gula tebu berdasarkan sumber emisi
di PG Subang tahun 2011-2014 24
4 Dampak asidifikasi berdasarkan kategori polutan 25
5 Dampak asidifikasi pada LCA gula tebu berdasarkan sumber emisi di PG Subang tahun 2011-2014 26
6 Dampak eutrofikasi berdasarkan kategori polutan 29
7 Dampak eutrofikasi pada LCA gula tebu berdasarkan sumber emisi di PG Subang tahun 2011-2014 30
8 Diagram alir pembuatan kompos dari limbah pabrik gula 42
9 Diagram alir pembuatan briket dari blotong dan molases 44
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan emisi CO2(eq) dari bahan bakar solar pada proses budi daya tebu 512 Perhitungan emisi SO2(eq) dari bahan bakar solar pada proses budi daya tebu 51
5 Perhitungan dampak pemakaian urea terhadap emisi NH3 (urea volatilization) berdasarkan dosis pemakaian 53
6 Perhitungan emisi GRK berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2011 53
7 Perhitungan emisi GRK berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2012 54
8 Perhitungan emisi GRK berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2013 54
9 Perhitungan emisi GRK berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2014 55
10 Perhitungan emisi berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2011 55
11 Perhitungan emisi berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2012 56
12 Perhitungan emisi berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2012 56
13 Perhitungan emisi berdasarkan pengggunaan pupuk pada tahun 2012 57
14 Perhitungan emisi GRK berdasarkan jumlah klaras yang dihasilkan tahun 2011-2014 57
15 Perhitungan emisi berdasarkan jumlah klaras yang dihasilkan pada tahun 2011-2014 58
16 Perhitungan emisi nitrate (NO3¬) leaching berdasarkan penggunaan pupuk pada tahun 2011 58
17 Perhitungan emisi nitrate (NO3¬) leaching berdasarkan penggunaan pupuk pada tahun 2012 59
19 Perhitungan emisi nitrate (NO3¬) leaching berdasarkan penggunaan
pupuk pada tahun 2014 60
20 Perhitungan dampak penggunaan pupuk terhadap P (fosfor) runoff pada tahun 2011-2014 60
21 Perhitungan dampak penggunaan pestisida terhadap dampak pestisida runoff 61
22 Perhitungan emisi yang dihasilkan dari pembakaran lahan tebu tahun 2011-2014 62
23 Perhitungan emisi CO2(eq) dari bahan bakar solar pada proses produksi gula 62
24 Perhitungan emisi SO2(eq) dari bahan bakar solar pada proses produksi gula 63
25 Perhitungan emisi PO4 (eq) dari bahan bakar solar pada proses produksi gula 63
26 Perhitungan emisi dari pemakaian listrik pada proses produksi gula 64
27 Perhitungan emisi dari pemakaian IDO pada proses produksi gula 64
28 Perhitungan emisi GRK dari pembakaran bagasse 65
29 Perhitungan emisi dari pembakaran bagasse 65
30 Perhitungan emisi GRK dari blotong yang dihasilkan 66
31 Perhitungan emisi dari blotong yang dihasilkan 66
32 Perhitungan emisi GRK dari limbah cair yang dihasilkan 67
33 Perhitungan emisi badan air berdasarkan limbah cair yang dihasilkan 67
34 Perhitungan emisi badan air berdasarkan abu ketel yang dihasilkan 68
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia potensial menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 5.7 juta ton/tahun yang terdiri dari 2.8 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2.9 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk memenuhi kebutuhan industri. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat dan industri yang saat ini masih terus menjadi masalah karena kekurangan produksi dalam negeri, sementara kebutuhan terus meningkat. Pabrik gula yang berada di pulau Jawa relatif berumur teknis sudah tua, sehingga kurang produktif dan hampir semua pabrik gula sangat tergantung pada petani tebu dengan lahan yang terbatas di pulau Jawa. Pengembangan industri gula harus dilakukan secara terpadu mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan termasuk lembaga pendukung seperti litbang, SDM, keuangan dan transportasi.
Permasalahan lain yang berasal dari industri gula adalah mengenai pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini dapat berupa padatan, cairan, maupun gas hasil dari kegiatan budi daya tebu maupun dari proses pengolahan tebu menjadi gula. Dalam siklus hidup produksi gula yang berasal dari tebu memanfaatkan sumber daya dalam pelaksanaannya, namun seringkali penggunaan sumber daya tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan (Ram et al. 2003). Dalam rangka mengurangi pencemaran dan dampak lingkungan yang ditimbulkan selama siklus hidup gula tebu, metode yang tepat dalam menganalisis daur hidup gula tebu adalah metode
life cycle assessment (LCA) (Azapagic 1999). Dalam penelitian ini, metode LCA digunakan untuk menganalisis daur hidup gula tebu yang dibatasi mulai dari kegiatan budi daya tebu hingga tebu diolah menjadi produk gula di PG Subang, Jawa Barat.
Pabrik Gula Subang dibangun mulai tahun 1981 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.667/KTPS/8/1981 dan surat Dirjen Moneter Departemen Keuangan No. 2892/MD/1982 dengan kontraktor Heavy Mechanical Complex (HMC) Pakistan. Pada tahun 1984 pembangunan fisik pabrik dengan fasilitasnya telah selesai dilaksanakan. Penggilingan pertama dimulai tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984. Pabrik Gula Subang terletak di desa Pasir Bungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. PG Subang mempunyai lahan dengan jenis tanah latosol dan podzolik merah dengan struktur porus. Suhu udara di PG Subang berkisar antara 22–31.4 oC, kelembaban nisbi adalah 81.2% dengan curah hujan 1 200–2 000 Nm/tahun. Kapasitas produksi di PG Subang adalah 3 000 TCD dengan proses produksi dalam pemurnian nira adalah sulfitasi alkalis.
2
kegiatan di pabrik gula yang tidak efisien akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, seperti gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat dianalisis menggunakan metode LCA untuk menghitung beban lingkungan berdasarkan analisis inventori dari penggunaan sumber daya, energi, air, bahan bakar, dan bahan lainnya sehingga dapat diketahui beban lingkungan yang ditimbulkan, kemudian dianalisis kembali menggunakan beberapa alternatif berbeda dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan. LCA gula tebu di pabrik gula menitikberatkan pada faktor mengumpulkan data dan informasi serta menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan selama siklus gula tebu berlangsung. Pada LCA dibutuhkan data mengenai input dan output secara lengkap, meliputi bahan baku, proses pembuatan, distribusi, transportasi, konsumsi, hasil samping, dan dampak lingkungan. LCA terdiri dari beberapa elemen, di antaranya: (1) identifikasi dan mengukur faktor-faktor yang terlibat, (2) evaluasi faktor-faktor yang berpotensi berdampak terhadap lingkungan, dan (3) analisis untuk mengurangi dampak lingkungan (Mattson dan Sonesson 2003; Ekvall dan Weidema 2004).
Penelitian LCA di pabrik gula sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu di Kepulauan Mauritius oleh Ramjeawon (2004). Ruang lingkup dalam penelitian tersebut dibatasi mulai dari kegiatan budi daya tebu hingga proses produksi gula. Dalam kegiatan budi daya tebu, diperoleh data produktivitas tebu yaitu 75.8 ton tebu/ha dan 8.35 ton gula/ha. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam produksi 1 ton gula menghasilkan beberapa emisi, yaitu: 7.5 kg CH4, 196 kg CO2,
0.5 kg N2O, 2.18 kg SOx, 7.5 kg NOx, 12 kg NO3, dan 0.15 kg PO43-. Sumber
penyebab yang menimbulkan dampak lingkungan paling tinggi berasal dari kegiatan pemupukan hingga pemanenan tebu, kemudian diikuti oleh proses produksi gula, pemakaian listrik, transportasi, dan lahan tebu terbakar. Selain itu, penelitian mengenai LCA di pabrik gula juga sudah dilakukan di Afrika Selatan oleh Mashoko et al. (2010) dengan kajian LCA mulai dari budi daya tebu, pengolahan pupuk dan herbisida, lahan tebu terbakar, transportasi dan pengolahan tebu menjadi gula. Produktivitas tebu yang dihasilkan pada penelitian tersebut adalah 60 ton tebu/ha dan 6 ton gula/ha. Hasil kajian LCA tersebut menunjukkan bahwa dalam produksi 1 ton gula menghasilkan beberapa emisi, yaitu: 160 kg CO2, 1.26 kg NOx, 1.21 kg SO2, 0.26 kg N2O, 0.002 kg CH4, dan 0.37 kg PO43-.
Kegiatan budi daya tebu memiliki kontribusi terbesar untuk pemanasan global dan perubahan iklim. Pada penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa efisiensi pembangkit energi di pabrik gula perlu ditingkatkan. Selain itu diperlukan pengurangan penggunaan pupuk dan lahan tebu terbakar sehingga dapat membantu mengurangi kontribusi industri terhadap pemanasan global dengan mengurangi jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan.
3 Perumusan Masalah
Permasalahan yang sering terjadi di pabrik gula, di antaranya: rendemen yang rendah, limbah yang dihasilkan tidak memenuhi baku mutu, mesin dan peralatan yang kurang efisien, serta manajemen lingkungan yang kurang baik. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kegiatan budi daya tebu dan proses produksi gula yang dilakukan. Dengan metode LCA diharapkan dapat menjadi solusi dalam menangani permasalahan yang terjadi. Dalam penerapan kajian LCA gula tebu di pabrik gula dilakukan melalui empat tahap, yaitu: identifikasi ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak, dan interpretasi hasil (Rebeitzer et al. 2004) Ruang lingkup yang akan dikaji, yaitu dari kegiatan budi daya tebu hingga proses produksi gula. Dalam ruang lingkup tersebut dianalisis penggunaan sumber daya dengan mengidentifikasi data dan informasi yang diperoleh dari pabrik gula sebagai data inventori, serta melakukan perhitungan aliran massa dan energi selama siklus hidup di pabrik gula. Data inventori kemudian dilakukan analisis dampak lingkungan yang dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi. Dengan mengetahui besar dampak lingkungan yang dihasilkan maka dapat dilakukan upaya perbaikan dengan mengidentifikasi tahapan proses yang paling signifikan terhadap dampak lingkungan yang dapat dilakukan dengan cara 3R (reuse, reduce, recycle) terhadap limbah yang dihasilkan, serta melakukan kajian pengelolaan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis daur hidup gula tebu dengan metode LCA dalam rangka mengurangi dampak lingkungan. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Identifikasi input (resources) dan output (produk, emisi, limbah, dan produk samping) berdasarkan data inventori di pabrik gula.
2. Analisis potensi dampak lingkungan berupa gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi.
3. Analisis alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak lingkungan.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberi informasi mengenai LCA di pabrik gula sehingga dapat mengoptimalkan output, meminimalisasi biaya, pengendalian pencemaran lingkungan, mengoptimalkan penggunaan bahan baku, serta mereduksi emisi dan limbah yang dihasilkan (Chauhan et al. 2011).
2. Memberi rekomendasi pada industri, pemerintah, maupun institusi mengenai kemungkinan penerapan LCA di pabrik gula dan industri lainnya.
4
sumber penghasil limbah di pabrik gula untuk mengurangi potensi dampak terhadap lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dibatasi mulai dari kegiatan budi daya tebu, seperti penanaman tebu, pemupukan, perawatan tanaman, pemanenan, dan pengangkutan tebu hingga proses produksi tebu menjadi gula di pabrik.
2. Analisis dampak lingkungan yang dikaji adalah analisis emisi yang berasal dari limbah cair, padat dan udara di pabrik gula.
3. Kategori dampak lingkungan yang dikaji berupa dampak lingkungan terhadap gas rumah kaca, asidifikasi, dan eutrofikasi.
2 METODE
5 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Maret hingga Juli 2015. Penelitian ini dilaksanakan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan orang yang ahli di bidang proses budi daya tebu dan proses produksi gula, serta observasi lapang di PT PG Rajawali II Unit PG Subang. Data sekunder berasal dari dokumen perusahaan berupa data penggunaan bahan baku, energi, mesin dan peralatan pada setiap tahapan proses produksi, serta berasal dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya.
Metode Pengumpulan Data
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari pihak-pihak terkait penelitian, buku-buku acuan, jurnal, dan literatur lainnya. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemodelan perhitungan emisi serta menentukan alternatif perbaikan untuk mengurangi dampak lingkungan.
Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan energi dan emisi yang dihasilkan pada setiap tahap LCA gula tebu. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data primer yang tidak terdapat dalam data sekunder hasil studi pustaka.
Tahapan Penelitian
Metode LCA dilakukan dengan melakukan identifikasi secara kuantitatif dari semua aliran input-output dari sistem terhadap lingkungan dalam setiap tahap daur hidup (life cycle). Metode LCA dilakukan berdasarkan pedoman pelaksanaan LCA menurut Framework ISO 14040 (1997) yang terdiri dari 4 tahap, yaitu definisi tujuan dan ruang lingkup (goal and scope definition), menginventarisasi input dan output (inventory analysis), perkiraan dampak lingkungan dari semua input dan output (impact assessment), dan interpretasi hasil (interpretation and improvement analysis).
Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup LCA
6
analisis LCA. Dengan menentukan goal and scope definition, kajian LCA yang dilakukan akan lebih sistematis karena hanya mengacu pada batasan yang telah ditentukan.
Analisis Inventori LCA Gula Tebu
Analisis inventori merupakan bagian dari LCA yang berisi satu set data aliran bahan dan energi yang mengkuantifikasikan input dan output dari daur hidup gula. Dalam penelitian ini, data yang digunakan berasal dari data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan dan publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya. Sebagian data lainnya diperoleh dari hasil perhitungan sendiri dengan beberapa asumsi dan data primer. Data yang digunakan untuk analisis inventori sesuai dengan scope LCA yang telah ditentukan yaitu mulai dari kegiatan budi daya tebu hingga proses produksi gula di pabrik.
Analisis Dampak LCA Gula Tebu terhadap Lingkungan
Analisis dampak dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis inventori. Perhitungan analisis dampak dikelompokkan berdasarkan dampak terhadap gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi. Pada GRK yang dihasilkan di pabrik gula dianalisis berdasarkan kandungan CO2, N2O, dan CH4 yang dikonversi menjadi CO2-eq. Dampak
terhadap asidifikasi dianalisis berdasarkan kandungan SO2, NOx,dan NH3 yang
dikonversi menjadi SO2-eq, sedangkan dampak eutrofikasi berdasarkan kandungan
NOx, NH3, PO43-, dan nutrien (N dan P) yang dikonversi menjadi PO43--eq.
Efek Gas Rumah Kaca (GRK)
Industri gula yang menggunakan energi berupa bahan bakar fosil maupun biomassa berpotensi menghasilkan emisi GRK dan turut berpartisipasi dalam terjadinya pemanasan global. Tiga gas rumah kaca utama yang terdiri dari CO2,
CH4, dan N2O dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan proses
produksi gula, aktivitas pertanian, serta penanganan dan pengolahan limbah (Wei
et al. 2008). Perhitungan emisi GRK dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Efek rumah kaca yang ditimbulkan dari CO2 dapat diperoleh dari
penggunaan bahan bakar, seperti: bagasse, IDO, LPG, solar, penggunaan listrik dan lahan tebu terbakar. Menurut IPCC (2006) untuk perhitungan emisi CO2 dari
penggunaan bahan bakar diperoleh melalui Pers. (1).
Keterangan:
QF = Konsumsi bahan bakar (l) NK = Nilai kalor bersih (kkal/l)
FE = Faktor emisi (kg CO2/TJ) (1)
Nilai kalor bersih dan faktor emisi memiliki nilai yang berbeda tergantung jenis bahan bakar yang digunakan. Menurut Putt dan Bhatia (2002), formulasi perhitungan emisi CO2 dari penggunaan listrik diperoleh melalui Pers. (2).
7
Keterangan:
QL = Konsumsi listrik (kWh)
FE = Faktor emisi (0.485 tCO2/MWh) (UNFCCC 2006) (2)
Emisi CO2 yang berasal dari kegiatan pembakaran lahan tanaman tebu
berdasarkan IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (3).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (177 g/kg bahan kering) (3)
Emisi CH4 berasal dari limbah cair, lahan tebu terbakar, dan penggunaan
solar. Perhitungan emisi CH4 yang berasal dari limbah cair dapat dilakukan
dengan perhitungan yang berasal dari jumlah COD yang dihasilkan. Berdasarkan IPCC (2006) emisi CH4 yang berasal dari limbah cair diperoleh melalui Pers. (4).
Keterangan:
VLC = Volume limbah cair (l) C = Nilai COD (mg/l)
FE = Faktor emisi (0.21 kg CH4/ kg COD) (4) Emisi CH4 yang berasal dari kegiatan pembakaran lahan tanaman tebu dapat
diperoleh melalui Pers. (5), serta emisi CH4 yang berasal dari pengunaan bahan
bakar dapat diperoleh melalui Pers. (6).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (2.7 g/kg bahan kering) (5) Keterangan:
QF = Konsumsi bahan bakar (l) NK = Nilai kalor bersih (9 063 kkal/l)
FE = Faktor emisi (10 kg CH4/TJ) (6)
Perhitungan emisi dinitrogen oksida (N2O) yang berasal dari blotong,
pupuk, residu tebu di kebun, lahan tebu terbakar, dan penggunaan solar dapat dilakukan dengan perhitungan yang berasal dari jumlah kandungan nitrogen pada
Emisi CO2(listrik) = QL x FE
Emisi CH4(limbah cair) = VLC x C x FE
Emisi CH4(pembakaran) = A x MB x Cf x (Gef x 10-3)
Emisi CH4(solar) = QF x NK x FE
8
suatu bahan dan faktor emisi yang terdapat pada IPCC (2006). Emisi N2O yang
berasal dari blotong dapat diperoleh melalui Pers. (7).
Keterangan:
QB = Blotong yang dihasilkan (kg) N = Kandungan N pada blotong (0.76 %)
FE = Faktor emisi (0.01 Kg N2O-N/Kg N) (7)
Emisi N2O yang berasal dari penggunaan pupuk organik dan anorganik
menurut IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (8).
Keterangan:
QP = Konsumsi pupuk (kg)
N = Kandungan N pada pupuk (%)
FE1 = Faktor emisi (kg NH3-N+NOx-N/kg N input)
FE2 = Faktor emisi (kg N2O-N/kg NH3-N+NOx-N) (8) Emisi N2O yang berasal dari residu tebu di kebun, seperti daun tebu,
serasah, dan klaras menurut IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (9).
Keterangan:
QR = Residu (residu) tebu yang dihasilkan (kg) N = Kandungan N (%)
FE = Faktor emisi (0.07 g N2O/Kg N) (9)
Emisi N2O yang berasal dari pembakaran lahan tanaman tebu menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (10).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (0.07g/kg bahan kering) (10) Emisi N2O yang berasal dari penggunaan bahan bakar solar menurut IPCC
(2006) dapat diperoleh melalui Pers. (11).
Keterangan:
QF = Konsumsi bahan bakar (l) NK = Nilai kalor bersih (9 063 kkal/l)
FE = Faktor emisi (0.6 kg N2O/TJ) (11) Emisi N2O(pembakaran) = A x MB x Cf x (Gef x 10-3)
Emisi N2O(blotong) = QB x N x FE x (44/28)
Emisi N2O(pupuk) = QP x N x FE1 x FE2
Emisi N2O (residu) = QR x N x FE
9 Menurut IPCC (2006) gas metana (CH4) memiliki nilai GWP (Global
Warming Potential) sebesar 23 dan gas nitrooksida (N2O) memiliki nilai GWP
sebesar 293. GWP merupakan nilai yang relatif sama dengan CO2 maka
konversinya dapat diperoleh melalui Pers.(12).
(12)
Asidifikasi
Polutan yang dapat menyebabkan asidifikasi di pabrik gula adalah SO2,
NOx, dan NH3. Sumber polutan penyebab asidifikasi yang mengandung SO2
berasal dari penggunaan bahan bakar, seperti: bagasse, IDO, solar, penggunaan listrik, dan lahan tebu terbakar. Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari bahan
bakar menurut AIP (1996) dapat diperoleh melalui Pers. (13).
Keterangan:
QF = Konsumsi bahan bakar (l) NK = Nilai kalor bersih (kkal/l)
FE = Faktor emisi (kg SO2/TJ) (13) Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari pembakaran belerang pada proses
sulfitasi di stasiun pemurnian nira menurut IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (14).
Keterangan:
MB = Massa belerang untuk pembakaran (ton) Cf = Faktor pembakaran belerang (22.75)
Gef = Faktor emisi (0.3 g SO2/kg belerang) (14)
Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari penggunaan listrik menurut Putt
dan Bhatia (2002) dapat diperoleh melalui Pers. (15).
Keterangan:
QL = Konsumsi listrik (kWh)
FE = Faktor emisi (8.1 g SO2/kWh) (15)
Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari pembakaran lahan tebu menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (16).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (0.3 g SO2/kg bahan kering) (16) 1 kg CH4 = 23 kg CO2eq
1 kg N2O = 293 kg CO2eq
Emisi SO2(fuel) = QF x NK x FE
Emisi SO2(listrik) = QL x FE
Emisi SO2(pembakaran) = A x MB x Cf x (Gef x 10-3)
10
Sumber polutan penyebab asidifikasi yang mengandung NOx berasal dari
penggunaan bahan bakar, penggunaan listrik, dan penggunaan pupuk. Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan bahan bakar menurut AIP (1996) dapat
diperoleh melalui Pers. (17).
Keterangan:
QF = Konsumsi bahan bakar (l) NK = Nilai kalor bersih (kkal/l)
FE = Faktor emisi (kg NOx/TJ) (17) Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan listrik menurut Putt
dan Bhatia (2002) dapat diperoleh melalui Pers. (18).
Keterangan:
QL = Konsumsi listrik (kWh)
FE = Faktor emisi (4.17 g NOx /kWh) (18) Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan pupuk menurut EEA
(2013) dapat diperoleh melalui Pers. (19).
Keterangan:
QP = Konsumsi pupuk (kg)
N = Kandungan N pada pupuk (%)
FE = Faktor emisi (0.005 kg NOx/ kg N) (19) Perhitungan emisi NOx yang berasal dari residu tebu menurut IPCC (2006)
dapat diperoleh melalui Pers. (20).
Keterangan:
QR = Residu tebu yang dihasilkan (kg) N = Kandungan N (1.7 %)
FE = Faktor emisi (0.005 kg NOx/kg N) (20)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari pembakaran lahan tebu menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (21).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (2.5 g/kg bahan kering) (21)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari leaching akibat penggunaan pupuk
menurut EEA (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (22). Emisi NOx (fuel) = QF x NK x FE
Emisi NOx(listrik) = QL x FE
Emisi NOx(pembakaran) = A x MB x Cf x (Gef x 10-3)
Emisi NOx(residu) = QR x N x FE
11
Keterangan:
QP = Konsumsi pupuk (kg) N = kandungan N (%)
FE = Faktor emisi (0.3 kg NO3/kg N) (22) Perhitungan emisi NOx yang berasal dari blotong yang dihasilkan menurut
Ramjeawon (2004) dapat diperoleh melalui Pers. (23).
Keterangan:
QB = Blotong yang dihasilkan (kg) N = kandungan N (0.76 %)
FE = Faktor emisi (0.005 kg NOx/kg N) (23)
Sumber polutan penyebab asidifikasi yang mengandung NH3 berasal dari
penggunaan pupuk urea (urea volatilisation) dan lahan tebu terbakar. Perhitungan emisi NH3 yang berasal dari penggunaan pupuk urea menurut EEA (2006) dapat
diperoleh melalui Pers. (24).
Keterangan:
QU = Konsumsi pupuk urea (kg) N = Kandungan N (46 %)
FE = Faktor emisi (0.1 kg NH3/kg N) (24)
Perhitungan emisi NH3 yang berasal dari pembakaran lahan tebu menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (25).
Keterangan:
A = Luas area yang dibakar (ha)
MB = Massa bahan yang tersedia untuk pembakaran (ton/ha) Cf = Faktor lahan tebu terbakar (0.8)
Gef = Faktor emisi (2.4 g/kg bahan kering) (25)
Analisis dampak terhadap asidifikasi yang berasal dari SO2, NOx, dan NH3
dikonversi menjadi SO2-eq. Menurut Heijungs et al. (1992), nilai konversi menjadi
SO2-eq dapat diperoleh melalui Pers. (26).
(26)
Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan fenomena yang dapat mempengaruhi ekosistem darat serta air. Nitrogen dan fosfor merupakan dua nutrisi yang banyak terlibat dalam eutrofikasi. Sumber polutan penyebab eutrofikasi di pabrik gula adalah NOx, NH3, PO43-, dan nutrien (N dan P). Sumber polutan NOx yang
mempengaruhi eutrofikasi adalah penggunaan bahan bakar (bagasse, solar, IDO), Emisi NH3 (urea) = QU x N x FE
1kg NOx = 0.7 kg SO2-eq 1 kg NH3 = 1.88 kg SO2-eq
Emisi NOx(blotong) = QB x N x FE
Emisi NHx(pembakaran) = A x MB x Cf x (Gef x 10-3)
12
penggunaan listrik, penggunaan pupuk, residu pertanian, lahan tebu terbakar, dan NO3 leaching (IPCC 2002). Perhitungan sumber emisi NOx yang dapat
menyebabkan eutrofikasi dapat dilihat pada Pers. (17) sampai Pers. (23).
Penggunaan pupuk dalam budi daya tebu menghasilkan dampak terhadap eutrofikasi. Sumber polutan yang menyebabkan eutrofikasi, di antaranya: NH3
(urea volatilisation), PO43-, pestisida, dan limbah cair. Perhitungan dampak
eutrofikasi dari emisi NH3 yang berasal dari penggunaan pupuk urea berdasarkan
EEA (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (27).
Renouf et al. (2008) dapat diperoleh melalui Pers. (28).
Keterangan:
QP = Konsumsi pupuk (kg) P = Kandungan P (%)
FE = Faktor emisi (0.128 kg PO43-/kg P) (28) Perhitungan emisi PO43- yang berasal dari penggunaan pestisida menurut
Renouf et al. (2008) dapat diperoleh melalui Pers. (29).
Keterangan:
QPS = Konsumsi pestisida (kg)
FE = Faktor emisi (0.015 kg PO43-/kg pestisida) (29)
Perhitungan emisi PO43- yang berasal dari limbah cair yang dihasilkan
menurut IPCC (2006) dapat diperoleh melalui Pers. (30).
Keterangan:
QL = Volume limbah cair (liter) C = Nilai COD (mg/liter)
FE = Faktor emisi (0.022 kg PO43-/kg COD) (30)
Analisis dampak terhadap eutrofikasi yang berasal dari NOx, NH3, PO43- dan
nutrien (N dan P) dikonversi menjadi PO43--eq. Menurut Heijungs et al. (1992)
nilai konversi menjadi PO43--eq dapat diperoleh melalui Pers. (31).
13
Net Energi
Metode yang digunakan untuk estimasi net energi adalah dengan konversi penggunaan energi ke satuan energi standar (Joule). Untuk mendapatkan nilai kebutuhan energi dalam setiap produksi 1 ton gula SHS digunakan Pers. (32).
Keterangan:
En = Energi
n = Volume inventori
CV = Calorific Value (nilai konversi energi) (32) Efisiensi energi dinyatakan dalam Net Energy Value (NEV) dan Net Energy Ratio (NER). Perhitungan NER dan NEV menurut IPCC (2006) dapat dilihat pada Pers. (33)
(33) Keterangan:
NEV = Net Enerry Value ΣEno = Total energi keluar NER = Net Energy Ratio ΣEni = Total energi masuk
Performa net energi yang baik dari suatu life cycle ditunjukkan oleh nilai NEV yang positif dan NER di atas 1.
Interpretasi Hasil LCA Gula Tebu
Pada tahap ini dilakukan interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap hasil analisis dampak dalam upaya untuk perbaikan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan evaluasi terhadap analisis dampak yang dilakukan kemudian diidentifikasi tahapan proses yang memberikan dampak yang siginifikan terhadap perubahan lingkungan. Setelah diketahui tahapan proses tersebut kemudian dianalisis dengan beberapa alternatif untuk melihat perubahan dampak lingkungan yang terjadi dan manfaat yang diperoleh dari hasil LCA di pabrik gula. Alternatif perbaikan yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yaitu perbaikan proses dan pemanfaatan limbah di pabrik gula. Perbaikan proses yang dilakukan yaitu dengan melakukan perhitungan neraca massa dan neraca energi, dengan mengacu pada perhitungan yang dilakukan dapat dilakukan upaya perbaikan selama daur hidup gula dalam rangka mencapai keseimbangan massa dan energi di pabrik gula. Pemanfaatan limbah yang dilakukan yaitu pembuatan kompos dan biobriket yang berasal dari limbah dari kegiatan budi daya tebu dan proses produksi gula. Dengan upaya perbaikan proses dan pemanfaatan ini diharapkan selain dapat mengurangi dampak lingkungan terhadap GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi, juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja di PG Subang.
Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan dan penyajian data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. Data-data yang digunakan dalam kajian LCA dimasukkan ke dalam data
En = n x CV
NEV = ΣEno–ΣEni
14
inventori sebagai data kuantitatif untuk melihat hasil input dan output yang dihasilkan. Data inventori kemudian dilakukan analisis dampak yang dikelompokkan berdasarkan GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi. Data yang dimasukkan dalam analisis dampak dilakukan secara kuantitatif untuk melihat besar dampak yang dihasilkan. Pada tahap interpretasi, dianalisis secara deskriptif dan penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik agar hasil data lebih mudah dipahami dan terlihat perbandingan dari hasil analisis dampak maupun manfaat yang diperoleh dari hasil tahap interpretasi.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Hidup Gula Tebu
Siklus hidup gula tebu di PG Subang meliputi kegiatan budi daya tebu (on farm) dan proses produksi gula (off farm). Kegiatan budi daya tebu adalah tempat dibentuknya tebu baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat suatu cairan yang memiliki rasa manis yang disebut nira. Nira inilah yang kemudian akan diolah menjadi gula. Saccharum officinarum adalah spesies tebu yang banyak digunakan untuk produksi gula, kelebihannya adalah mengandung banyak sukrosa, kandungan sabut rendah, daunnya lebih lebar, dan berbatang besar. Selain itu, Saccharum officinarum berdaya tunas tinggi pada keadaan tanah dan iklim yang cocok, dan umumnya beradaptasi dengan baik di daerah tropis. Kegiatan budi daya tebu terdiri dari jenis yaitu plant cane dan ratoon cane. Pada
plant cane diawali dengan kegiatan pengolahan tanah dan kegiatan pembibitan, sedangkan untuk ratoon cane diawali dari kegiatan pengeprasan tanpa kegiatan pembibitan. Secara umum, kegiatan budi daya tebu terdiri dari: pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, penyiraman, penyiangan, pembubunan, pengkletekan, pemanenan, dan pengangkutan.
Pabrik gula adalah pabrik yang mengelola gula (sukrosa) dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa) yang terkandung dalam tebu. Proses produksi gula dari tebu pada hakekatnya hanyalah memisahkan gula melalui pemerahan, penyaringan, penguapan, pemutaran dari air, kotoran, dan zat bukan gula. Kelemahan pengelolaan gula secara kimia adalah berubah-ubahnya kandungan sukrosa selama proses akibat suhu, pH, waktu dan aktivitas mikroba. Reaksi perubahan tidak dapat dibolak-balik sehingga sekali tereduksi tidak dapat kembali, dan yang dapat terkristalkan hanyalah sukrosa (Soebekti 2001). Kapasitas produksi di PG Subang sebesar 3 000 TCD (ton cane per day). Proses produki gula melalui beberapa proses, yaitu: persiapan, ekstraksi nira, pemurnian, penguapan, kristalisasi, pendinginan, pemisahan gula, dan proses penyelesaian. Proses pemurnian yang dilakukan oleh PG Subang adalah sulfitasi alkalis yang menggunakan gas belerang. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan di industri gula dapat dilihat berdasarkan jumlah tebu yang dihasilkan pada sektor on farm
15 Tabel 1 Data produktivitas dan rendemen di PG Subang tahun 2011-2014
Data Satuan Tahun produksi gula sangat menentukan tingkat produktivitas dan rendemen yang dihasilkan. Produktivitas tebu menunjukkan penurunan tiap tahunnya dari tahun 2011 sampai 2014. Produktivitas tebu yang cukup rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya teknik budi daya yang kurang optimal sehingga mempengaruhi kualitas tebu yang dihasilkan sehingga tebu tidak layak untuk ditebang, mutu bibit bukan termasuk varietas unggul sehingga mempengaruhi kandungan gula yang terdapat pada tebu, selain itu manajemen tebang angkut yang kurang optimal. Waktu penebangan tebu yang tepat adalah saat pol tebu optimal yang dilakukan pada analisis pendahuluan, setelah diketahui pol tebu yang optimal, sesegera mungkin tebu ditebang dan diangkut ke pabrik gula untuk digiling. Namun pada kenyataannya tebu masih terlalu lama ditimbun di kebun sehingga mengakibatkan kadar gula dalam tebu menurun karena proses respirasi berjalan terus atau terjadi penguraian sukrosa.
Selain itu, rendemen di PG Subang pada tahun 2011-2014 menunjukkan peningkatan di tahun 2012 namun menurun kembali pada tahun 2013, bahkan rendemen menunjukkan persentase yang kecil terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Dilihat dari segi proses produksi gula di pabrik, penurunan rendemen yang terjadi dipengaruhi oleh inefisiensi kinerja dalam produksi gula di pabrik. Proses produksi gula di pabrik melalui beberapa tahapan proses di antaranya proses ekstraksi, pemurnian, penguapan, kristalisasi, putaran, pengeringan, dan penyelesaian. Dalam tiap tahapan proses tersebut masih banyak terjadi inefisiensi, hal ini dapat disebabkan karena kinerja mesin yang kurang optimal, serta masih banyaknya gula yang terbawa dalam limbah maupun produk samping. Dengan terjadinya inefisiensi tersebut, mengakibatkan gula yang dihasilkan tidak maksimal. Oleh karena itu, kajian LCA di PG Subang sangat diperlukan, selain dapat menganalisis dampak lingkungan selama siklus gula tebu juga diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas dan rendemen di pabrik gula.
16
bekerja sama dengan PG Subang yang tidak tetap tiap tahunnya, dengan persentase tebu rakyat adalah 4–5% dari luas kebun milik PG Subang. Selain itu dipengaruhi oleh pembangunan Tol Cipali yang membelah areal kebun tebu Rayon Manyingsal dan menggusur tanaman tebu sekitar lebih dari 16.55 ha.
Siklus hidup gula tebu di PG Subang dimulai dari bahan baku utama yaitu tebu yang diperoleh dari kegiatan budi daya tebu untuk kemudian diolah menjadi gula SHS sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pada setiap tahapan siklus hidup tersebut akan mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan emisi, limbah, dan dampak lingkungan dari tiap tahapan proses. Dalam suatu sistem industri terdapat input dan output, input dalam sistem berupa material-material yang diambil dari lingkungan dan outputnya akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output sistem industri ini akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan input material yang berlebihan akan mengakibatkan semakin berkurangnya persediaan di alam, sedangkan hasil keluaran dari sistem industri yang berupa limbah (padat, cair, dan udara) akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa penelitian terakhir mengenai siklus hidup (LCA) di pabrik gula dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil penelitian terdahulu mengenai LCA di pabrik gula
No. Peneliti Kajian Hasil
17 cara mengurangi jumlah penggunaan air, menggunakan uap dalam pemanasan nira, menggunakan listrik dari pemanfaatan ampas tebu, dan pemanasan nira dengan cara kondensasi (Tekin et al. 2001; Bayrak et al. 2003; Ram et al. 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Renouf et al. (2007) menunjukkan bahwa hasil analisis LCA menunjukkan bahwa produksi gula di Australia memberikan kontribusi yang besar terhadap dampak lingkungan. Informasi hasil analisis LCA dapat digunakan sebagai petunjuk bagi industri dalam upaya manajemen lingkungan. Interpretasi yang dilakukan berdasarkan analisis dampak tersebut diperoleh beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengurangi dampak lingkungan pada proses produksi gula di Australia, yaitu meningkatkan produktivitas tanaman karena merupakan faktor yang paling penting terhadap dampak lingkungan dari produk pertanian, melakukan upaya dalam mencapai efisiensi penggunaan air, penggunaan pupuk N dengan tepat untuk mengurangi terjadinya losses, efisiensi energi pada sistem irigasi serta memaksimalkan pemanfaatan limbah maupun produk samping untuk mengurangi dampak lingkungan.
Tujuan dan Ruang Lingkup LCA
Dalam melakukan kajian LCA gula tebu di PG Subang, tahap awal yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan dan ruang lingkup (goal and scoping) yang akan dikaji pada penelitian yang dilakukan. Ruang lingkup (scope) penelitian LCA gula tebu di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 1.
18
Goal (tujuan)dari studi LCA ini adalah untuk menganalisis daur hidup gula tebu dengan metode LCA, di antaranya identifikasi input (resources) dan output
(emisi, limbah, dan produk samping) berdasarkan data inventori di pabrik gula, analisis potensi dampak lingkungan berupa gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi, serta analisis alternatif perbaikan dalam upaya pemanfaatan energi dan penurunan dampak lingkungan. Scope (ruang lingkup) studi LCA ini meliputi kegiatan budi daya tebu di kebun hingga proses produksi gula di pabrik. Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan bahwa tiap tahapan proses memerlukan sumber daya dalam prosesnya dan menghasilkan limbah, emisi, maupun produk samping dari tiap tahapan proses. Dalam melakukan kajian LCA gula tebu di PG Subang ini, analisis dampak yang dihasilkan hanya mencakup dampak terhadap emisi gas rumah kaca, asidifikasi, dan eutrofikasi. Hal ini berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu (Tabel 2) menunjukkan bahwa kandungan polutan yang terdapat pada emisi, limbah, maupun produk samping yang dihasilkan di pabrik gula merupakan kategori sumber polutan yang cukup tinggi terhadap dampak emisi gas rumah kaca, asidifikasi, dan eutrofikasi. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan perbandingan kajian LCA selama 4 tahun yaitu dari 2011-2014 untuk melihat dampak yang dihasilkan dengan perbedaan sumber daya yang digunakan.
Hasil Analisis Inventori LCA Gula Tebu
Analisis inventori merupakan bagian dari komponen LCA yang meliputi input dan output bahan baku, energi, limbah dan produk samping yang dihasilkan selama siklus daur hidup suatu produk. Pada proses ini dilakukan pengumpulan data kuantitatif untuk menentukan level atau tipe input energi maupun material pada suatu sistem industri dan hasil yang dilepaskan ke lingkungan. Pengumpulan data dalam analisis inventori dilakukan secara kuantitatif yang diperoleh dari PG Subang berdasarkan data dan perhitungan yang dilakukan. Dalam melakukan analisis inventori pada produksi gula tebu digunakan data sekunder dari PG Subang untuk dilakukan identifikasi input dan output dari daur hidup gula tebu. Input yang dianalisis berupa bahan baku, bahan tambahan, air, dan bahan bakar, sedangkan output yang dihasilkan berupa emisi, limbah, dan produk samping.
19 Tabel 3 Data input budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014
Input Satuan Tahun
Sumber : Data PG Subang 2011-2014
Dalam proses budi daya tebu meliputi kegiatan penanaman dan perawatan tanaman (pemupukan, pembasmi hama dan penyakit, pengairan), pemanenan tebu, dan pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik. Selama proses budi daya tebu tersebut menggunakan sumber daya dan energi untuk dapat menghasilkan tebu yang dapat dipanen dengan kualitas yang optimal. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa bibit tebu yang digunakan dari 2011–2014 mengalami penurunan tiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh luas areal tanam yang semakin menurun akibat permasalahan dengan tebu rakyat dan adanya pembangunan Tol Cipali yang menyebabkan area kebun tebu menjadi berkurang. Tebu merupakan produk utama yang dihasilkan dari kegiatan budi daya tebu, namun selain tebu juga menghasilkan emisi udara dan emisi terhadap badan air yang disebabkan oleh penggunaan pupuk, pestisida, bahan tambahan, dan energi. Selain emisi, juga dihasilkan limbah berupa sisa pemanenan tebu (daun kering, serasah, klaras) dan lahan tebu terbakar, hal ini dapat disebabkan oleh kegiatan budi daya tebu yang kurang optimal sehingga mempengaruhi produktivitas tebu yang dihasilkan.
20
Tabel 4 Data output budi daya tebu di PG Subang tahun 2011-2014
Output Satuan Tahun penguapan, kristalisasi, dan sentrifugasi. Dalam pengolahan tebu menjadi gula tersebut membutuhkan bahan tambahan, bahan bakar, air, dan listrik. Data input pada proses produksi gula dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data input proses produksi gula di PG Subang tahun 2011–2014
Input Satuan Tahun
21 tebu (bagasse), dan blotong. Selain itu dapat menimbulkan emisi terhadap udara dan badan air yang berdampak terhadap lingkungan sekitar. Data output dari proses produksi gula dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Data output proses produksi gula di PG Subang tahun 2011 – 2014
Output Satuan Tahun
2011 2012 2013 2014
Gula SHS ton 22 835.14 23 142.58 16 422.52 15 930.50 Molases ton 16 887 16 216 16 632.01 14 000 Blotong ton 11 164.5 10 583.9 9 692.8 9 147.9
Bagasse ton 112 793.9 107 363.8 91 929 91 716.35 Abu ketel ton 2 255.88 2 147.28 1 838.58 1 834.33
Emisi udara:
CH4 ton 1.201 1.664 1.338 1.192
N2O ton 1.334 1.265 1.111 1.094
NOx ton 107.935 99.682 93.745 88.909
SOx ton 105.971 97.455 94.211 90.802
CO2 ton 118 343.411 112 061.492 97 129.393 96 196.904
Emisi badan air:
PO43- ton 433.25 412.448 353.143 352.312
Dampak Produksi Gula Tebu terhadap Lingkungan
Analisis dampak digunakan untuk menganalisis dampak suatu proses terhadap lingkungan. Data analisis dampak dilakukan perhitungan secara kuantitatif berdasarkan data inventori yang telah dilakukan. Berdasarkan data inventori menunjukkan bahwa dalam setiap tahapan proses dapat menghasilkan limbah maupun emisi yang berdampak terhadap lingkungan. Limbah atau emisi yang dihasilkan dalam siklus hidup gula tebu dikelompokan menjadi 3 kategori dampak, yaitu gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan eutrofikasi. Analisis dampak LCA gula tebu di PG Subang berdasarkan kategori dampak dapat lihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis dampak LCA gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014
Kategori Dampak Satuan Tahun
2011 2012 2013 2014
Gas Rumah Kaca ton CO2 (eq) 7 399.595 17 816.936 11 083.285 14 195.932
Asidifikasi ton SO2 (eq) 538.810 712.855 573.361 626.575
Eutrofikasi ton PO43- (eq) 278.854 321.914 273.795 295.858
Gas Rumah Kaca (GRK)
22
kaca, sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas-gas rumah kaca untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Oleh karena itu akan terjadi peningkatan suhu di permukaan bumi yang menyebabkan pemanasan global (Rukaesih 2004).
Menurut IPCC (2006), gas-gas utama yang dikategorikan sebagai GRK dan mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global adalah CO2,CH4, dan N2O.
Gas CO2 mempunyai persentase sebesar 50% dalam total GRK, sementara CH4
memiliki persentase sebesar 20% (Rukaesih 2004). Pembakaran bahan bakar minyak merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca, diikuti kemudian oleh penggunaan biomassa dari kayu bakar dan limbah pertanian, kemudian gas bumi (Soedomo 1999). Dari pembakaran bahan bakar tersebut, sektor transportasi menempati urutan kedua setelah sektor listrik dan panas dalam memberikan kontribusi terhadap emisi GRK dengan persentase sebesar 20% (Koch 2000). Efek dari keberadaan gas rumah kaca kini telah dapat dirasakan yaitu peningkatan temperatur di bumi. Peningkatan temperatur ini menyebabkan efek lanjutan seperti mencairnya es di kutub, kenaikan permukaan air laut, menggangu pertanian dan secara tidak langsung akhirnya berdampak pada ekonomi suatu negara (Darwin 2004).
Pabrik gula merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki andil dalam menghasilkan GRK. Hal ini disebabkan dalam tahapan proses yang dilakukan menghasilkan emisi dan limbah yang mengandung gas yang dikategorikan sebagai GRK, yaitu CO2, N2O, dan CH4 (Liamsanguan et al. 2008).
Hasil perhitungan kategori dampak GRK berdasarkan sumber polutan di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Dampak GRK berdasarkan kategori polutan di PG Subang Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa selama 4 tahun terakhir, emisi CO2 berkontribusi sangat besar terhadap dampak GRK. Selain itu emisi CH4 juga
menunjukkan dampak yang lebih besar dari emisi N2O, meskipun pada tahun
2011 memiliki dampak yang lebih sedikit, namun mengalami peningkatan pada tahun berikutnya. Emisi CO2 di pabrik gula dihasilkan dari pemakaian bahan
23 penggunaan listrik, dan lahan tebu terbakar (Lampiran 1,27,28,4,22). Emisi N2O
berasal dari proses denitrifikasi yang berasal dari penggunaan pupuk dan residu tebu di lahan, lahan tebu terbakar, penggunaan solar, serta blotong yang dihasilkan dari proses pemurnian nira (Lampiran 9,14,22,1,30). Selain itu, sumber GRK dari emisi CH4 berasal dari proses lahan tebu terbakar, penggunaan solar,
dan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi gula (Lampiran 22,1,32). Data analisis dampak GRK berdasarkan sumber emisi di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Data analisis dampak GRK berdasarkan sumber emisi selama siklus hidup gula tebu di PG Subang tahun 2011-2014
Kategori
polutan Sumber GRK
ton CO2-eq
2011 2012 2013 2014
CO2 Solar 2 738.915 2 825.763 2 839.521 2 750.506
Listrik 673.293 628.104 830.116 750.866
Lahan terbakar 1 723.697 8 974.608 3 954.322 6 574.063
IDO 510.156 234.677 738.542 177.727
Bagasse 113 056.18 107 613.5 92 142.8 91 929.66
N2O Solar 6.529 6.737 6.767 6.556
Pupuk 521.256 529.248 510.008 504.384
Residu 5.997 6.367 5.094 5.932
Lahan terbakar 201.872 1 050.504 462.944 769.6
Blotong 394.272 373.848 328.264 323.232
CH4 Solar 8.453 8.724 8.772 8.485
Lahan terbakar 604.762 3 148.723 1 387.36 2 306.486
Limbah cair 10.394 26.634 11.575 18.076
Total 7 399.595 17 816.936 11 083.285 14 195.932 Tabel 8 menunjukkan bahwa untuk satuan emisi ton CO2(eq) per tahun,
ampas tebu (bagasse) menyumbangkan emisi tertinggi namun tidak termasuk dalam perhitungan ton CO2-eq/tahun. Penggunaan bagasse sebagai bahan bakar
boiler jauh lebih banyak dibandingkan bahan bakar lainnya seperti IDO, hal ini disebabkan bahwa bagasse merupakan bahan bakar utama boiler yang digunakan oleh PG Subang. Bagasse merupakan biomassa yang berasal dari tanaman tebu, siklus terbentuknya biomassa menjadikan sumber energi ini ramah lingkungan karena biomassa berasal dari bahan organik non fosil yang hasil pembakarannya tidak menimbulkan CO2 yang berbahaya bagi lingkungan (Misran 2005). Karbon
ini disebut karbon netral (carbon neutral) karena karbon dioksida yang dilepaskan saat pembakaran biomassa diserap kembali oleh tanaman tebu (CO2
24
Gambar 3 Dampak GRK pada LCA gula tebu berdasarkan sumber emisi di PG Subang tahun 2011-2014
Gambar 3 menunjukkan bahwa peringkat rata-rata sumber GRK di PG Subang berturut-turut adalah lahan tebu terbakar, solar, listrik, pupuk, blotong, IDO, limbah cair, dan residu sisa pemanenan. Lahan tebu terbakar menunjukkan jumlah yang paling banyak dalam menghasilkan emisi GRK, selain itu lahan tebu terbakar juga mengakibatkan penurunan produktivitas akibat banyak tebu yang terbakar setiap tahunnya. Data bagian tanaman untuk lahan tebu terbakar di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Data bagian tanaman untuk tebu terbakar di PG Subang tahun 2011-2014
Data Satuan Tahun
2011 2012 2013 2014
Luas lahan ha 5 016.47 5 092.15 4 909.28 4 854.99 Lahan terbakar ha 1 201.22 1 108.14 343.02 474.2 Tebu dipanen ton 343 646.8 325 658.55 298 239 284 954.71 Tebu terbakar ton 12 173 63 380 27 926 46 427 Tebu terbakar
/tebu dipanen
% 0.35 19.46 9.36 16.29
Sumber : Data PG Subang (2011-2014)
25 seperti partikulat, debu, dan asap yang sangat mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan agar tidak terjadi pembakaran areal tanaman tebu dalam rangka mengurangi emisi GRK di PG Subang.
Asidifikasi
Asidifikasi merupakan permasalahan lingkungan yang sudah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Polutan utama yang dapat menyebabkan asidifikasi adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan ammonia (NH3). Sekitar
60% SO2 dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik, dan 30% NOx dihasilkan dari
limbah industri. Ketika di udara, SO2 dan NOx mencapai atmosfer kemudian
bereaksi dengan uap air dan mengalami oksidasi, serta menghasilkan asam sulfat dan asam nitrat dalam awan dan jatuh ke tanah dalam hujan atau salju (wet deposition) (Mason 1993).
Sektor industri, khususnya sektor pertanian seperti pabrik gula merupakan salah satu penyumbang emisi yang berdampak terhadap asidifikasi. Polutan seperti SO2, NOx, dan NH3 banyak dihasilkan selama siklus hidup gula tebu di PG
Subang. Hasil perhitungan kategori dampak asidifikasi berdasarkan sumber polutan di PG Subang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Dampak asidifikasi berdasarkan kategori polutan di PG Subang Gambar 4 menunjukkan bahwa polutan NO2 merupakan polutan yang
menyumbang paling besar terhadap dampak asidifikasi daripada polutan lainnya dan polutan NH3 cenderung lebih tinggi dari SO2 meskipun nilainya tidak
signifikan. Emisi NO2 yang dihasilkan di pabrik gula berasal dari lahan tebu
terbakar, solar, blotong, listrik, IDO, bagasse, nitrate (NO3) leaching dan
denitrifikasi (Lampiran 22,24,31,26,27,29,16,10). Emisi NH3 berasal dari
penguapan urea (urea volatilization) dan lahan tebu terbakar (Lampiran 5 dan 22), sedangkan emisi SO2 berasal dari lahan tebu terbakar, solar, IDO, listrik, proses