ANALISIS EMISI GAS CO2 DALAM PENILAIAN DAUR HIDUP INDUSTRI GULA PADA PG. KARANGSUWUNG
PT. RAJAWALI II CIREBON
AHMAD FAIZAL RAMADHAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Faizal Ramadhan
ABSTRAK
AHMAD FAIZAL RAMADHAN. Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon. Dibimbing oleh ANDES ISMAYANA.
Penilaian daur hidup adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengukur, menganalisis, dan meghitung besarnya konsumsi energi, bahan baku, emisi serta faktor-faktor yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus hidupnya. Salah satu gas yang berpotensial menyebabkan dampak pemanasan global yaitu gas karbondioksida (CO2). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi siklus hidup industri gula pada Pabrik Gula Karangsuwung, mengidentifikasi konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses, serta menganalisis emisi gas rumah kaca CO2. Tahapan Life Cycle Assessment (LCA) dilakukan dengan evaluasi pada setiap tahapan proses dan melakukan perhitungan emisi CO2 dengan metode Intergovernmental Panel of Climate
Change (IPCC). Sumber emisi CO2 PG Karangsuwung berasal dari pembakaran bahan bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi, mekanisasi, transportasi dan pengolahan limbah padat. Setiap tahapan proses produksi terjadi kehilangan konsumsi bahan tambahan yaitu di stasiun gilingan kehilangan sebesar 4 763.30 ton, stasiun pemurnian sebesar 29 022.83 ton, stasiun penguapan sebesar 40 323.75 ton, dan stasiun kristalisasi sebesar 95.35 ton. Kehilangan disetiap tahapan proses disebabkan kondisi mesin yang kurang optimal dan adanya kebocoran. Total emisi CO2 PG. Karangsuwung yaitu 61 911.55 tCO2, dengan rincian pada emisi IDO sebesar 350.35 tCO2, ampas sebesar 59 235.54 tCO2, solar pabrikasi sebesar 533.77 tCO2, solar mekanisasi sebesar 853.18 tCO2, blotong sebesar 168.22 tCO2 dan solar transportasi sebesar 770.49 tCO2.Emisi CO2 per produk sebesar 4.94 tCO2 dan emisi per total tebu digiling sebesar 0.32 tCO2.
Kata kunci: Emisi CO2, industri gula, pemanasan global dan penilaian daur hidup.
ABSTRACT
AHMAD FAIZAL RAMADHAN. Analysis of CO2 Gas Emission in Sugar Industry Life Cycle Assessment in PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon. Supervised by ANDES ISMAYANA.
Life cycle assessment is a method of measuring the impact of a particular product to the ecosystem which is done by identifying, measuring, analyzing, and calculating the amount of energy, materials consumption, the emissions, and the factors related to the product in its life cycle. One of the potential gasses is carbondioxide (CO2). This research aims to identify the life cycle of the sugar
industry in Karangsuwung Sugar Factory, identify additional material and energy consumption at every stage of the process, and analyze the green house gas emissions of CO2. Stage of Life Cycle Assessment (LCA) was conducted by
evaluating at every stage of the process and calculating of CO2 emissions by the
method Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). The source of CO2
emission in PG. Karangsuwung come from fuel boiler combustion, the used of diesel for pabrication, mechanization, transportation, and solid waste treatment. Every production process stages loss additional consumption about 4 763.30 ton
at milling station, 29 022.83 ton at purification station, 40 323.75 ton at evaporation station, and 95.35 ton at crystallization station. The loss in every process stages was caused by less than optimal machine condition and leakage. Total emission of CO2 in PG. Karangsuwung is amount to 61 911.55 tCO2, that
consists of 350.35 tCO2 IDO, 59 235.54 tCO2 bagasse, 533.77 tCO2 fabricated
diesel, 853.18 tCO2 mechanized diesel, 168.22 tCO2 filter cake, and 770.49 tCO2
transportation diesel. CO2 emissions per product is 4.94 tCO2 and total milled
cane emission is 0.32 tCO2.
Keywords: CO2 emission, global warming, life cycle assessment and sugar industry.
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014 Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
AHMAD FAIZAL RAMADHAN
ANALISIS EMISI GAS CO2 DALAM PENILAIAN DAUR HIDUP INDUSTRI GULA PADA PG. KARANGSUWUNG
Judul Skripsi : Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon
Nama : Ahmad Faizal Ramadhan NIM : F34100104 Disetujui oleh Dr Andes Ismayana, STP. MT Pembimbing Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Analisis Emisi Gas CO2 dalam Penilaian Daur Hidup Industri Gula pada PG. Karangsuwung PT. Rajawali II Cirebon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Andes Ismayana, STP. MT selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan, arahan, serta bantuan dalam menyelesikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Prof. Dr Ing Ir Suprihatin dan Bapak Dr Ir Muslich, MSi selaku dosen penguji atas saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Zuliar Chamsyah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Life Cycle Assessment (LCA) 2
Limbah Industri Gula 3
Emisi Gas Rumah Kaca CO2 4
METODE 4
Pengumpulan Sumber Data 4
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Pabrik Gula 6
Proses Pengolahan Gula 6
Siklus Hidup Gula 7
Analisis Emisi GRK CO2 10
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Data proses produksi pada tahun 2013 8
2 Data rendemen gula di PG. Karangsuwung tahun 2009 sampai 2013 8
3 Neraca bahan di stasiun gilingan tahun 2013 8
4 Neraca bahan di stasiun pemurnian tahun 2013 9
5 Neraca bahan di stasiun penguapan tahun 2013 9
6 Neraca bahan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi tahun 2013 10 7 Penggunaan emisi GRK CO2 IDO PG. Karangsuwung 2013 11 8 Penggunaan emisi GRK CO2 Ampas PG. Karangsuwung 2013 11 9 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Pabrikasi PG. Karangsuwung 12 10 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Mekanisasi PG. Karangsuwung 12 11 Potensi emisi GRK CO2 Blotong PG. Karangsuwung 13 12 Total emisi GRK CO2 PG. Karangsuwung 2013 13
13 Data Berat Tebu PG. Karangsuwung 2013 14
14 Komposisi kandungan tebu 14
DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan produksi gula 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kebutuhan Data Emisi GRK Gas CO2 Pada Industri Gula PG.
Karangsuwung 18
2 Kuesioner Penilaian Daur Hidup ( Life Cycle Assessment) Industri
Gula Pada PG. Karangsuwung 19
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berkembangnya isu tentang pemanasan global (Global Warming) dari sektor industri saat ini mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena kerusakan lingkungan yang ditimbulkan (Misran 2005). Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Agenda untuk menyelesaikan masalah ini diawali pada tahun 1992 dengan diadakannya Earth Summit di Rio de Jeneiro, Brazil yang menghasilkan Kerangka Konvensi untuk Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on
Climate Change, UNFCCC) dan ditandatangani oleh 167 Kepala negara.
Kerangka konvensi ini mengikat secara moral semua negara-negara industri untuk menstabilkan emisi CO2 (KLH 2007).
Salah satu gas rumah kaca penyebab terjadinya pemanasan global adalah gas karbondioksida yang menyebabkan panas dari bumi tidak dapat diteruskan. Karbondioksida dihasilkan melalui transportasi kendaraan bermotor, emisi dari keluaran industri berupa cerobong asap dan proses produksi dari mesin-mesin dalam industri. Proses produksi pada industri menggunakan sejumlah besar energi untuk menghasilkan produk. Penggunaan energi yang meningkat berdampak pada peningkatan emisi CO2 yang berpengaruh pada peningkatan suhu dan iklim bumi. Emisi CO2 dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi dan gas bumi, emisi dari industri semen dan konversi lahan. Berdasarkan data dari Carbon Dioxide Information Analysis Center tahun 2000 penggunaan bahan bakar fosil merupakan sumber utama emisi CO2 di dunia dan mencapai 74 % dari total emisi. Jika dilihat dari kondisi iklim saat ini maka setiap negara diwajibkan untuk melakukan penurunan emisi CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca berbahaya (Hektor dan Berntsson 2009). Salah satu usaha yang dilakukan adalah melakukan analisis emisi CO2 pada setiap industri yang ada.
Pabrik Gula Karangsuwung memerlukan bahan baku dan energi serta menghasilkan emisi atau limbah yang berpotensi menghasilkan gas karbondioksida. Jumlah emisi gas kabondioksida yang dihasilkan oleh PG. Karangsuwung akan dipengaruhi juga oleh tingkat efisiensi pabrik. Semakin tinggi tingkat efisiensi sebuah pabrik akan semakin rendah resiko lingkungan yang dihasilkan oleh pabrik tersebut, sehingga dampak lingkungan akibat adanya gas CO2 akan semakin rendah. Analisis emisi gas CO2 pada produksi gula melalui perhitungan kebutuhan dan penggunaan bahan baku, bahan tambahan dan energi dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Hal ini dapat dilakukan pengkajian menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA).
Life Cycle Assessment adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama proses produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi di dalam proses produksi tersebut. Data yang dibutuhkan dalam melakukan LCA terdiri dari dampak lingkungan, hasil samping, konsumsi energi dan bahan yang digunakan pada setiap tahapan proses (Mattson dan Sonesson 2003).
2
Perumusan Masalah
Tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan proses produksi di PG. Karangsuwung menyebabkan dampak dan berkontribusi langsung yang cukup besar terutama potensi emisi CO2 yang ditimbulkan. Oleh karena itu analisis siklus hidup pada setiap tahapan dan proses produksi gula harus dilakukan dan penggunaan konsumsi bahan tambahan dan energi harus diketahui sehingga potensi emisi CO2 yang timbul dapat diketahui dan dikendalikan agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan .
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi siklus hidup proses produksi pada industri gula.
2. Mengidentifikasi konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses produksi gula.
3. Menganalisis emisi GRK CO2 yang timbul pada pabrik gula. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat di Pabrik Gula Karangsuwung dalam menganalisis penggunaan bahan tambahan dan energi sesuai dengan metode LCA (Life Cycle Assessment) agar dalam proses produksi gula tebu berjalan secara efisien dan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada analisis terhadap data kebutuhan bahan tambahan dan konsumsi energi pada setiap tahapan proses, serta potensi limbah dari proses produksi gula di pabrik dengan mengevaluasi dampak lingkungan yang mungkin timbul selama siklus hidup gula. Pada penelitian ini ditentukan batasan permasalahan antara lain: 1. Cakupan daur hidup dari tanaman tebu yang ditebang hingga menjadi
produk gula.
2. Analisis emisi udara CO2 (gas) yang dihasilkan dari kebun (solar mekanisasi), transportasi, cerobong asap boiler dan limbah padat (ampas dan blotong).
TINJAUAN PUSTAKA
Life Cycle Assessment (LCA)
Life Cycle Assessment merupakan kerangka metodologi untuk
memperkirakan dan menilai dampak lingkungan yang dikaitkan dengan daur hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan
3 troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumber daya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan, dan lainnya (Rebitzer et al. 2009). Menurut Hellen et al. (2007), LCA adalah metodologi untuk mengevaluasi dan mengkaji pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan produk, pengolahan dan aktivitas produksi. LCA dikembangkan untuk mengkaji dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik dan proses produksi (Haas et al. 2000).
Penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment) adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengukur, menganalisis, dan menakar besarnya konsumsi energi, bahan baku, emisi serta faktor-faktor yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus hidupnya (Curran 1996). Fase dari daur hidup suatu produk yang dievaluasi dan dikaji meliputi ekstraksi dan pengolahan produk, proses produksi, transpotasi dan distribusi, pemanfaatan, daur ulang, perawatan serta manajemen limbah. Semua hal ini dilakukan sebagai upaya untuk merumuskan suatu bentuk produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Searcy 2000).
Dalam suatu sistem industri terdapat input dan output, input dalam sistem berupa material-material yang diambil dari lingkungan dan outputnya akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output sistem industri ini akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan input material yang berlebihan akan mengakibatkan semakin berkurangnya persediaan di alam, sedangkan hasil keluaran dari sistem industri yang berupa limbah (padat, cair, dan udara) akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan menerapkan metode LCA diharapkan dapat dilakukan evaluasi untuk meminimalkan pengambilan material dari lingkungan dan limbah industri yang dihasilkan (Megasari et al. 2008).
.
Limbah Industri Gula
Limbah industri gula terdiri dari ampas, blotong, abu ketel dan tetes. Stasiun gilingan menghasilkan nira mentah dan limbah berupa serabut tebu (ampas). Jumlah ampas yang dihasilkan yaitu 32% sampai 35% dari batang tebu. Banyaknya ampas tergantung dari kondisi tebu, varietas tebu dan kotoran lain yang ikut terbawa tebu ke dalam gilingan. Ampas yang dihasilkan berupa ampas halus dan ampas kasar. Ampas halus akan dihembuskan oleh blower yang terdapat dalam rotary screenery menuju bagacillo, sedangkan ampas kasar dikirim melalui konveyor ke stasiun ketel (pusat tenaga) untuk digunakan sebagai bahan bakar ketel uap (Samosir 2006). Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk samping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar boiler untuk memproduksi energi keperluan proses, yaitu sekitar 10.2 juta ton per tahun (97.4% produksi ampas). Sisanya sekitar 0.3 juta ton per tahun terhampar di lahan pabrik sehingga dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar pabrik gula (Santoso 2008).
Blotong merupakan padatan atau kotoran yang terlarut pada nira. Blotong dihasilkan dari proses pemurnian nira dimana nira yang mengandung sejumlah padatan terlarut akan diberikan koagulan untuk memudahkan proses pengendapan. Kotoran yang mengendap tersebut di proses di Rotary Vacum Filter (RVF).
4
Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika dalam kondisi basah. Bila tidak segera dikeringkan akan menimbulkan sejumlah panas dan bau yang menyengat (Hamawi 2005).
Emisi Gas Rumah Kaca CO2
Efek rumah kaca (green house effect) merupakan suatu keadaan yang terjadi di atmosfer pada lapisan troposfer bumi yang timbul akibat semakin banyaknya gas buang ke lapisan atmosfer yang memiliki sifat penyerap panas, baik yang berasal dari pancaran sinar matahari maupun panas yang ditimbulkan akibat dari pendinginan bumi, radiasi solar dan radiasi panas tersebut kemudian dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Adanya peningkatan emisi gas rumah kaca, keseimbangan antara radiasi yang datang dan radiasi yang dipantulkan kembali akan terjadi apabila suhu permukaan bumi dan bagian bawah atmosfer meningkat emisinya akan mengakibatkan terjadinya kecenderungan peningkatan suhu dari permukaan bumi dan atmosfer bagian bawah atau disebut juga pemanasan global (Soedomo 2001).
Tiga gas rumah kaca utama yang terdiri dari CO2, CH4 dan N2O dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan proses produksi pada industri, aktivitas pertanian, penanganan dan pengolahan limbah serta perubahan penggunaan lahan (Wei et al. 2008). Diantara gas-gas rumah kaca tersebut, CO2, CH4 dan N2O memiliki sifat seperti efek rumah kaca yang meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi bersifat panas sehingga suhu di atmosfer bumi makin meningkat (Setyanto 2004).
METODE
Pengumpulan Sumber Data
Pengumpulan sumber data yaitu data primer merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan orang yang ahli di bidang proses pengolahan tebu menjadi gula dan LCA, serta observasi lapang di PT Rajawali II Unit PG. Karangsuwung. Sedangkan data sekunder berupa data penggunaan bahan tambahan, energi dan peralatan di PG. Karangsuwung pada setiap tahapan proses produksi, serta deskripsi mengenai proses pengolahan tebu menjadi gula dan dampak terhadap lingkungan. Metode pengumpulan sumber data diantaranya: a. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi pabrik dan mempelajari siklus hidup industri gula di PT. Rajawali II Unit PG. Karangsuwung untuk mendapatkan data primer.
b. Kuesioner dan Wawancara
Tujuan pembuatan kuesioner adalah mendapatkan data atau informasi berupa data sekunder yang dibutuhkan dalam menganalisis kebutuhan bahan baku dan energi. Kuesioner yang dibuat pada penelitian ini berisi tentang informasi mengenai kebutuhan bahan baku, tambahan, energi, serta penanganan limbah
5 pada industri gula. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau informasi berupa data sekunder yang dibutuhkan dalam melakukan LCA pada industri gula di PT. Rajawali II Unit PG. Karangsuwung.
c. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan berasal dari laporan PG. Karangsuwung yang terdiri dari konsumsi energi dan bahan tambahan yang digunakan pada setiap tahapan proses dan hasil samping.
Analisis Data
Emisi CO2 yang berlangsung dari aktivitas di lingkungan berdasarkan metode Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). Formulasi perhitungan emisi CO2 (Putt del Pino dan Bhatia 2002):
Data Aktivitas x Faktor Emisi = Emisi CO2
Menurut IPCC (2006), faktor emisi solar dan IDO sebesar 74 100 Kg/TJ. Menurut Azocleantech (2007), konversi satuan energi berdasarkan bahan bakar solar memiliki kalor 10.70 KWH/Liter. Berdasarkan perhitungan konversi faktor emisi solar dan IDO diperoleh 0.2667 Ton/MWH.
Perhitungan emisi untuk bahan bakar bagas yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik untuk ketel uap atau boiler sebagai berikut:
Ebagast CO2 = Faktor emisibagas tCO2/MWH x Penggunaan Bagas Menurut UNFCCC (2006), faktor emisi untuk pembakaran bagas pada pabrik gula adalah 0.485 tCO2/MWH. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot 1986), 1 kg ampas memiliki kalor 1 825 kkal. Faktor emisi adalah nilai representatif yang menunjukkan kuantitas suatu polutan yang dilepaskan ke atmosfer akibat suatu kegiatan yang terkait dengan sumber polutan.
Perhitungan emisi dinitrogenoksida (N2O) yang berasal dari limbah padat organik dapat dilakukan dengan perhitungan yang berasal dari jumlah kandungan nitrogen pada suatu bahan dengan persamaan IPCC (2002):
Emisi N2O = Emisi N2O- N x
Menurut IPCC (2002), gas dinitrogenoksida memiliki nilai GWP (Global
Warming Potential) sebesar 293, dengan kandungan nitrogen 0.76% dan faktor
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Pabrik Gula
Pabrik Gula Karangsuwung berdiri pada tahun 1896, berlokasi di Desa Karangsuwung, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Kapasitas giling PG. Karangsuwung mencapai 1 500 TCD (Ton Cane Day). Produk utama yang dihasilkan oleh PG. Karangsuwung adalah gula SHS I (Superior High Sugar I) yang juga dikenal dengan GKP I (Gula Kristal Putih I) yang merupakan gula dengan kualitas terbaik yaitu gula yang bewarna putih, bersih dan ukuran yang seragam. Produk samping yang dihasilkan oleh PG. Karangsuwung yaitu tetes, blotong dan ampas.
Pabrik Gula Karangsuwung mempunyai stasiun pembangkit tenaga listrik yang berfungsi untuk menyediakan energi listrik baik pada masa giling atau pasca giling. Pemenuhan listrik di PG. Karangsuwung digunakan dua sumber listrik yaitu boiler dan PLN. Boiler akan menghasilkan tenaga uap (steam) yang akan digunakan oleh turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. PG. Karangsuwung menggunakan bahan bakar berupa ampas yang dihasilkan dari stasiun gilingan.
Boiler yang digunakan ada dua jenis yaitu Ketel Tekanan Rendah (KTR) dan
Ketel Tekanan Tinggi (KTT). Ketel uap merupakan pembangkit listrik yang memasok seluruh kebutuhan daya listrik dalam pabrik sekaligus sebagai pemanas untuk memasak gula. Untuk melakukan kerjanya ketel uap membutuhkan adanya panas yang digunakan untuk memanaskan air. Panas dipasok dari tungku dan tungku akan membuang gas hasil pembakaran (Madjid 2008).
Proses Pengolahan Gula
Proses produksi di PT. Rajawali II unit PG. Karangsuwung, Cirebon, Jawa Barat berlangsung empat sampai lima bulan yaitu dari bulan Juni sampai November. Proses produksi tebu menjadi gula di PG. Karangsuwung menggunakan sistem sulfitasi saccharat (proses pemurnian gula dengan menambahkan zat sulfitan SO2 yang dihembuskan pada nira sulfitir yang diresirkulasikan ke dalam tangki pemurnian).
7
Gambar 1 Tahapan produksi gula
Stasiun gilingan bertujuan untuk memisahkan nira tebu dari ampasnya sehingga akan diperoleh nira dengan jumlah semaksimal mungkin dari cacahan batang tebu. Stasiun pemurnian untuk memisahkan nira dari bahan-bahan bukan gula sehingga dihasilkan nira jernih. Stasiun penguapan untuk mengurangi kadar air nira sehingga diperoleh nira dengan kekentalan tertentu. Stasiun kristalisasi berfungsi mengubah larutan gula dalam nira kental menjadi kristal dengan semaksimal mungkin dan menekan kehilangan kadar gula terbawa oleh tetes. Stasiun putaran berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan larutan induknya (stroop).
Siklus Hidup Gula
Bahan baku utama yang digunakan PG. Karangsuwung yaitu batang tebu. Pemenuhan bahan baku tebu berasal dari dua lahan, yaitu lahan TR (Tebu Rakyat) dan lahan TS (Tebu Sendiri). Tebu Rakyat (TR) merupakan tebu yang berasal dari lahan milik rakyat atau tebu yang berasal dari lahan yang disewa pabrik dari rakyat, sedangkan Tebu Sendiri (TS) merupakan tebu yang berasal dari lahan milik PG. Karangsuwung sendiri. Jumlah TR lebih mendominasi dari pada TS, karena jumlahnya mencapai 90%, sedangkan lahan TS hanya berjumlah 10% dari total tebu yang digiling oleh pabrik.
Stasiun Pemurnian Stasiun Penguapan Stasiun Putaran Stasiun Gilingan Stasiun Kristalisasi Tebu Ampas Air Imbibisi Tetes Gula Blotong Belerang, Flokulan dan Kapur Tohor
8
Tabel 1 Data proses produksi pada tahun 2013
Uraian Satuan Jumlah
Luas Areal Ha 2 698.85
Jumlah tebu yang dihasilkan Ku 1 932 944
Produktivitas tebu Ku/ha 716.21
Produk SHS Ku 125 422
Rendemen % 6.51
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa PG. Karangsuwung termasuk ke dalam industri gula yang kecil karena luas areal 2 698.85 ha dan kapasitas gilingan hanya 1 500 ton per hari. Menurut Zafrullah (2013), Pabrik gula yang berkapasitas kecil yakni 1 000 TCD sampa 1 500 TCD dengan teknologi yang digunakan relatif ketinggalan zaman.
Tabel 2 Data rendemen gula di PG. Karangsuwung tahun 2009 sampai 2013
Uraian Satuan Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Tebu digiling Ton 180 498.40 260 847.00 149 517.77 164 532.04 193 294.43
Gula SHS Ton 13 978.84 16 508.30 10 468.80 12 316.50 12 542.20
Rendemen % 7.93 6.36 7.09 7.46 6.51
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pada musim giling 2009 rendemen yang dihasilkan paling tinggi sebesar 7.93% sedangkan rendemen terendah yaitu tahun 2010 sebesar 6.36%. Menurut Purwaningsih (2012), penurunan rendemen dipengaruhi oleh inefisiensi kinerja dalam produksi gula di pabrik yang disebabkan karena kinerja mesin yang kurang optimal dan sanitasi disekitar stasiun yang kurang baik karena adanya mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas nira.
a. Stasiun Gilingan
Dalam stasiun gilingan ditambahkan air imbibisi yang berfungsi untuk proses ekstraksi nira dari tebu berlangsung secara optimal. Berdasarkan penelitian di PG Karangsuwung penggunaan air imbibisi sebesar 25.03%. Menurut Mardhia (2008), penambahan air imbibisi tidak boleh terlalu besar (lebih besar dari 25% tebu) karena dapat mengganggu proses penguapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguapkannya.
Tabel 3 Neraca bahan di stasiun gilingan tahun 2013
Data Satuan Input Output
Tebu digiling Ton 193 294.40
Air Imbibisi Ton 48 385.90
Ampas Ton 59 143.20
Nira Mentah Ton 177 773.80
Loss Ton 4 763.30
Loss % 1.02
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan kinerja di stasiun gilingan terdapat loss sebesar 1.02% atau 4 763.3 ton. Dalam proses penggilingan seringkali nira
9 mentah yang dihasilkan tercecer sehingga menghasilkan loss. Menurut P3GI (2008), Kehilangan mekanis yaitu kehilangan yang terjadi karena secara fisik gula keluar dari sistem proses pabrikasi, misalnya karena tumpah atau luber. Optimalisasi mesin giling yaitu dengan mengatur tekanan hidrolik dan putaran rol gilingan agar mendapatkan ekstraksi yang optimal.
b. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian di PG. Karangsuwung terjadi proses dimana nira mentah menghasilkan nira jernih dengan penambahan kapur tohor (CaO), gas belerang (SO2) dan flokulan. Produk samping yang dihasilkan di stasiun pemurnian berupa blotong .
Tabel 4 Neraca bahan di stasiun pemurnian tahun 2013
Data Satuan Input Output
Nira mentah Ton 177 773.80
Kapur tohor Ton 28 994.16
Flokulan Ton 81.18
Belerang Ton 6 019.19
Blotong Ton 4 807.70
Nira jernih Ton 179 037.80
Loss Ton 29 022.83
Loss % 1.16
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Output yang dihasilkan dari stasiun pemurnian yaitu blotong dan nira jernih. Jumlah blotong dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti proses penyaringan yang dilakukan pada alat door clarifier dan pada Rotatory Vaccum Filter (RVF). Loss yang terjadi pada stasiun pemurnian sebesar 1.16% atau 29 022.83 ton dari nira mentah yang dihasilkan. Kehilangan di stasiun pemurnian karena terjadi kebocoran pada pipa-pipa. Menurut P3GI (2008), Kehilangan di stasiun pemurnian yaitu kebocoran pada pipa-pipa karena aus terkena abrasi gas panas. Solusi kehilangan gula yaitu dengan optimalisasi mesin pada stasiun pemurnian, serta pengaturan yang tepat terhadap suhu, pH, dan waktu agar berjalan dengan optimal.
c. Stasiun Penguapan
Pada stasiun penguapan terjadi proses nira jernih menghasilkan nira kental dengan menggunakan uap bekas, dari proses penguapan menghasilkan air kondensat yang dipergunakan kembali sebagai air umpan boiler.
Tabel 5 Neraca bahan di stasiun penguapan tahun 2013
Data Satuan Input Output
Nira jernih Ton 179 037.80
Nira kental Ton 36 453.05
Air diuapkan Ton 102 261.00
Loss Ton 40 323.75
Loss % 1.29
10
Berdasarkan Tabel 5, output yang dihasilkan yaitu nira kental dan air diuapkan. Loss yang terjadi di stasiun penguapan yaitu 1.29% atau 40 323.75 ton. Kehilangan disebabkan timbulnya kerak di dinding pipa evaporator. Menurut P3GI (2008), beberapa kasus kerusakan yang sering terjadi over heat karena timbul kerak. Kendala di sasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan tidak mencapai kadar gula yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih belum mengental dan kondisi badan evaporator yang kurang vakum. Kadar gula yang optimal di PG. Karangsuwung sebesar 14.65% brix. Optimalisasi mesin di stasiun penguapan terutama dalam pembentukan inti endapan agar tidak terjadi penempelan kerak pada pipa uap di badan evaporator.
d. Stasiun Kristalisasi dan Sentrifugasi
Pada stasiun masakan (kristalisasi) terjadi proses dimana nira kental yang dikristalkan, kemudian didinginkan dan disentrifugasi.
Tabel 6 Neraca bahan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi tahun 2013
Data Satuan Input Output
Nira kental Ton 36 453.05
Tetes Ton 10 596.30
Gula SHS Ton 12 542.20
Uap nira Ton 12 199.20
Air jatuhan Ton 1 020
Loss Ton 95.35
Loss % 1.00
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 6 pada stasiun kristalisasi, output yang dihasilkan yaitu tetes, gula SHS, uap nira dan air jatuhan. Kandungan gula yang sangat kecil menyebabkan tetes tidak bisa diolah kembali dalam proses. Besarnya loss di stasiun kristalisasi sebesar 1% atau 95.35 ton. Kehilangan dikarenakan terjadinya kebocoran pada badan masakan sehingga banyak yang tercecer. Menurut P3GI (2008), kehilangan tak diketahui adalah kehilangan yang jumlahnya tak terukur walaupun penyebabnya diketahui. Kehilangan mekanis yaitu kehilangan yang terjadi karena secara fisik gula keluar dari sistem proses pabrikasi, misalnya karena tumpah atau luber, percikan dan lain-lain. Optimalisasi mesin di stasiun kristalisasi dan pengawasan suhu dan waktu agar berjalan dengan optimal.
Analisis Emisi GRK CO2
Pabrik Gula Karangsuwung sebagai salah satu industri yang berkontribusi dalam pengeluaran emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan gula. Sumber emisi GRK PG. Karangsuwung berasal dari pembakaran bahan bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi, mekanisasi, transportasi dan adanya limbah padat lainnya. PG. Karangsuwung merupakan industri gula yang menggunakan hasil samping berupa ampas sebagai bahan bakar boiler dan menggunakan bahan bakar tambahan Industrial Diesel Oil (IDO) untuk memenuhi ketercapaian energi.
11 Tabel 7 Penggunaan emisi GRK CO2 IDO PG. Karangsuwung 2013
Bulan IDO(Liter) Konversi Solar (kWh/Liter) MWH Konversi Faktor Emisi (ton/MWH) Total Emisi GRK IDO (tCO2) Juni 113 005 10.70 1 209.15 0.2667 322.48 Juli 7 267 10.70 77.76 0.2667 20.17 Agustus 2 500 10.70 26.75 0.2667 7.13 September 0 10.70 0 0.2667 0 Oktober 0 10.70 0 0.2667 0 November 0 10.70 0 0.2667 0 Total 350.35
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 7 didapatkan hasil emisi GRK IDO sebesar 350.35 tCO2..IDO merupakan bahan bakar minyak yang digunakan untuk jenis mesin diesel dan digunakan sebagai bahan bakar boiler. IDO yang digunakan pada sektor industri hampir setara dengan solar yang digunakan untuk motor-motor diesel. PG. Karangsuwung menggunakan IDO karena harganya lebih murah daripada solar.
Tabel 8 Penggunaan emisi GRK CO2 Ampas PG. Karangsuwung 2013
Bulan Ampas(Ton) Konversi Ampas (MWH/Ton) MWH Faktor Emisi (ton/MWH) Total Emisi GRK Ampas (tCO2) Juni 12 173.60 2.123 25 844.55 0.485 12 534.61 Juli 3 221.40 2.123 6 839.03 0.485 3 316.93 Agustus 12 896.30 2.123 27 378.84 0.485 13 278.74 September 8 648.50 2.123 18 360.77 0.485 8 904.97 Oktober 10 833.50 2.123 22 999.52 0.485 11 154.77 November 9 756.20 2.123 20 712.41 0.485 10 045.52 Total 59 235.54
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 8 didapatkan hasil emisi CO2 ampas sebesar 59 235.54 tCO2. Menurut Rida (2012), emisi yang dihasilkan pembakaran boiler dari ampas besar dikarenakan semua karbon yang terkandung diasumsikan terkonversi menjadi gas yang terbuang ke udara. Ampas yang dibakar akan menghasilkan sejumlah energi untuk memanaskan air sehingga menghasilkan sejumlah uap. Uap ini kemudian didistribusikan untuk menggerakkan turbin alternator yang merupakan pembangkit listrik PG. Karangsuwung.
12
Tabel 9 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Pabrikasi PG. Karangsuwung
Bulan Solar Pabrikasi (Liter) Konversi Solar (kWh/Liter) MWH Konversi Faktor Emisi (ton/MWH) Emisi GRK Solar Pabrikasi (tCO2) Juni 48 022 10.70 513.84 0.2667 137.04 Juli 21 329 10.70 228.22 0.2667 60.87 Agustus 23 370 10.70 250.06 0.2667 66.69 September 29 556 10.70 316.25 0.2667 84.34 Oktober 26 679 10.70 285.47 0.2667 76.13 November 38 091 10.70 407.57 0.2667 108.70 Total 533.77
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh penggunaan emisi CO2 solar pabrikasi sebanyak 533.77 tCO2..Solar pabrikasi digunakan untuk mesin-mesin atau peralatan yang memakai bahan bakar solar seperti motor-motor penggerak.
Tabel 10 Penggunaan emisi GRK CO2 Solar Mekanisasi PG. Karangsuwung
Bulan Solar Mekanisasi (Liter) Konversi Solar (kWh/Liter) MWH Konversi Faktor Emisi (ton/MWH) Emisi GRK Solar Mekanisasi (tCO2) Juni 12 350 10.70 132.15 0.2667 35.24 Juli 26 435 10.70 282.85 0.2667 75.44 Agustus 40 750 10.70 436.03 0.2667 116.29 September 57 830 10.70 618.78 0.2667 165.03 Oktober 74 554 10.70 797.73 0.2667 212.75 November 87 057 10.70 931.51 0.2667 248.43 Total 853.18
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 10 diperoleh penggunaan emisi CO2 solar mekanisasi sebanyak 853.18 tCO2.Solar mekanisasi digunakan sebagai bahan bakar untuk pompa air, traktor pengolahan dan pemeliharaan tanaman, traktor angkut giling, traktor tarikan, dan alat berat yang terus beroperasi selama proses produksi gula berlangsung.
13 Tabel 11 Potensi emisi GRK CO2 Blotong PG. Karangsuwung
Bulan Blotong (kg) Blotong (kg N) Emisi Faktor (kg N2 O-N/kg N) Emisi (kg N2O -N Emisi (kg N2O) Emisi CO2setara (ton) Juni 862 000 6 551.20 0.01 65.51 102.94 30.16 Juli 451 400 3 430.64 0.01 34.31 53.92 15.79 Agustus 677 500 5 149.00 0.01 51.49 80.91 23.71 September 982 400 7 466.24 0.01 74.66 117.32 34.37 Oktober 1 016 300 7 724.88 0.01 77.24 121.38 35.56 November 818 100 6 217.56 0.01 62.18 97.71 28.63 Total 168.22
Sumber: Laporan PG Karangsuwung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh potensi emisi CO2 blotong sebanyak 168.22 tCO2..Blotong selama ini digunakan untuk pupuk di kebun karena memiliki kandungan hara yang cukup tinggi seperti kalsium, fosfat, dan sulfit.
Total penggunaan solar transportasi sebesar 270 000 liter, sehingga potensi emisi CO2 sebesar 770.49 tCO2. Solar transportasi digunakan untuk bahan bakar truk penganggkut tebu dari kebun ke industri gula.
Tabel 12 Total emisi GRK CO2 PG. Karangsuwung 2013
Jenis Sumber Jumlah Emisi(tCO2)
IDO 350.35 Ampas 59 235.54 Solar Pabrikasi Solar Mekanisasi 533.77 853.18 Blotong Solar Transportasi Total CO2 168.22 770.49 61 911.55
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Total emisi GRK CO2 keseluruhan sebesar 61 911.55 tCO2 dan produksi total gula kristal putih sebesar 12 542.20 ton, serta total tebu digiling sebesar 193 294.43 ton. Emisi CO2 per produk sebesar 4.94 tCO2 danemisi CO2 per total tebu digiling sebesar 0.32 tCO2. Perbandingan emisi GRK CO2 yang dihasilkan PG. Subang dengan PG. Karangsuwung tidak berbeda jauh yaitu 4.54 tCO2 per ton produk dan 0.31 tCO2 per ton tebu (Rida 2012). Menurut Zen (2007), pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah 174 000 ton TBS per tahun diperkirakan menghasilkan 18 000 tCO2 setara per tahun dan menghasilkan emisi sebesar 0.10 tCO2 per ton TBS. Emisi yang dihasilkan dari proses pembuatan semen mencapai 852 kg CO2 per ton semen (AFD 2010). Menurut Sagala (2012), semua sektor industri memberikan kontribusi emisi GRK, tetapi kontributor terbesar adalah industri semen, industri baja, industri pulp & kertas, industri tekstil, industri petrokimia, industri keramik, industri pupuk, industri makanan dan minuman. Industri gula, minyak sawit, keramik, dan petrokimia pun dipandang sebagai salah satu industri lahap energi.
Emisi yang dikeluarkan oleh pabrik dari proses produksi akan diserap kembali oleh tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis selama tanaman
14
tebu tumbuh. Maka dari itu perlu dilakukan perhuitungan jumlah karbon yang diserap oleh tanaman. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah biomassa yang terdapat pada tebu selama masa pertumbuhan sampai akhir panen.
Tabel 13 Data Berat Tebu PG. Karangsuwung 2013
Komponen Jumlah
Bibit (ton/ha) 8.00
Luas areal lahan (ha) 2 698.85
Total jumlah bibit (ton) 21 590.80
Total tebu dihasilkan (ton) 193 294.43
Jumlah biomassa tebu 171 703.63
Sumber: Laporan PG. Karangsuwung Tahun 2013
Berat tebu yang meningkat dalam masa pertumbuhan dinyatakan sebagai penyerapan beberapa komponen dari lingkungan tempat tebu tumbuh yang nanatinya akan terbentuk menjadi komposisi yang terkandung dalam tebu. Komposisi terbesar dalam tebu yang mengandung karbon adalah sukrosa dan serat. Serat dapat disetarakan dengan ampas tebu yang dihasilkan.
Tabel 14 Komposisi kandungan tebu
Komponen Komposisi (%) Sukrosa 11-19 Gula pereduksi 0.5-1.5 Senyawa organik 0.15-0.5 Asam organik 0.15 Serat 16-19 Zat warna 6-9 Air (H2O) 65-75 Sumber: Soemarno (1977)
Penyerapan karbon dari tanaman tebu dapat dihitung dari jumlah komposisi tebu yang mengandung karbon. Jumlah biomassa tebu sampai akhir panen sebesar 171 703.63 ton dengan kandungan sukrosa sebanyak 19% dan serat 19%. Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa kandungan sukrosa tebu sebesar 32 623.69 ton dan serat sebesar 32 623.69 ton. Menurut Hugot (1986), bahwa sukrosa memiliki rumus kimia C12H22O11 dan serat C14H24O10. Komponen karbon pada rumus kimia sukrosa adalah 12 dan komponen karbon ampas pada rumus kimia serat 14. Maka diperoleh hasil bahwa karbon yang terkandung dalam sebagai sukrosa adalah sebesar 13 736.29 ton C dan yang terkandung dalam serat sebesar 15 570.39 ton C. Keseluruhan karbon yang terserap oleh tanaman tebu yang terdapat pada sukrosa dan serat selama pertumbuhan adalah sebesar 29 306.68 ton C yang berasal dari CO2 di lingkungan.
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dalam setiap tahapan proses produksinya dihasilkan limbah dan produk samping. Proses produksi gula di PG. Karangsuwung dilakukan dari beberapa stasiun, yaitu stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, dan stasiun kristalisasi. Kinerja di stasiun gilingan yang loss sebesar 4 763.3 ton, loss yang dihasilkan dari stasiun pemurnian sebesar 29 022.83 ton, di stasiun penguapan yaitu 40 323.75 ton dan besarnya loss di stasiun kristalisasi sebesar 95.35 ton. Banyaknya kehilangan konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses produksi gula dikarenakan kondisi mesin yang kurang optimal dan adanya kebocoran. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan gula akan menghasilkan gas CO2 yaitu ampas dan blotong.
Konsumsi bahan tambahan dan energi pada setiap tahapan proses produksi gula di PG. Karangsuwung sudah cukup baik karena penambahan seperti air imbibisi pada stasiun gilingan sebanyak 48 385.90 ton cukup optimal dan penambahan belerang sebanyak 6 019.19 ton, kapur tohor sebanyak 28 994.16 ton, dan flokulan sebanyak 81.18 ton di stasiun pemurnian sudah optimal.
Sumber emisi GRK PG. Karangsuwung berasal dari pembakaran bahan bakar boiler, penggunaan solar untuk pabrikasi, mekanisasi, transportasi dan pengolahan limbah padat. Total emisi CO2 PG. Karangsuwung yaitu 61 911.55 tCO2, emisi CO2 per produk sebesar 4.94 tCO2 dan jumlah total tebu yang digiling menghasilkan emisi sebesar 0.32 tCO2. Emisi yang dikeluarkan oleh pabrik dari proses produksi akan diserap kembali oleh tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis selama tanaman tebu tumbuh yaitu sebesar 29 306.68 ton C yang berasal dari CO2 di lingkungan.
Saran
Penelitian selanjutnya yaitu diperlukan untuk menghitung loss pada setiap stasiun pengolahan gula.
DAFTAR PUSTAKA
[AFD] Agence Francaise de Developpement. 2010. Establishment of A Green house Gas Emission Reduction Scheme in The Cement Industry in Indonesia.
Azocleantech. 2007. Menghitung Emisi Karbon dari Bahan Bakar dan Konsumsi
Power. [Internet]. [25 April 2014]. Tersedia di: Artikel.
http://www.azocleantech.com
16
Haas G, Wetterich F, Kopke U. 2000. Comparing Intensive, Extensified and
Organic Grassland Farming in Southern Germany by Process Life cycle Assessment, Institute of Organic Agriculture, University of Bonn,
Katzenburgweg 3, D-53115 Bonn, Germany.
Hamawi M. 2005. Blotong, Limbah Busuk Berenergi. Jakarta: Pradya Paramita. Hektor E, Berntsson T. 2009. Reduction of Greenhouse Gases in Integrated
Pulp and Paper Mills: Possibilities for CO2 Capture and Storage. Clean Teachn Environ Policy 11: 59-65.
Hellen MC, Keoleian GA, Volk TA, Mann MK. 2007. Life cycle Assessment of
Willow Agriculture and Biomass Energy Conversion System:
Methodology and Preliminary Results”, Center for Sustainable System.
University of Michigan.
Hugot E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. 3rd ed. New York: Elsevier.
[IPCC] Intergovernmental Panel of Climate Change .2002. The Supplementary Report to the IPCC Scientific Assesment. Cambridge: Cambridge University Press.
[IPCC] Intergovernmental Panel of Climate Change.2006. IPCC Guidelines for
National Greenhouse Gas Inventories Vol.2: Energy; Chapter 2:
Stasionary Combustion. Washington DC USA.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2007. Rencana Aksi Nasional Dalam
Menghadapi Perubahan Iklim. Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
Laksamana I. 2007. Analisis Efisiensi Penggunaan Energi Pada Industri gula
Tebu (Studi Kasus di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Madjid A. 2008. Boiler, Bagasse, dan Energi Listrik. [Internet]. [25 April 2014]. Tersedia di: http://abdulmadjid.multiply.com/boiler_PT_Gunung_Madu.htm. Mardhia Y. 2008. Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi Pada Stasiun
Gilingan terhadap Kehilangan Gula dalam Ampas di Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II. [Skripsi]. Medan : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara.
Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally-friendly food processing. Woohead Publishing Limited. Cambridge. England
Megasari K , Swantomo D, Christina M. 2008. Penakaran daur hidup
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara kapasitas 50 MWatt.
Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta.
Misran E. 2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Jurnal Teknologi Proses 4 (2): 6-10.
Purwaningsih I. 2012. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Gula pada
PT. Rajawali II unit PG. Subang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 2008. Konsep Peningkatan
Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional.
P3GI, Pasuruan.
Putt del Pino S, Bhatia P. 2002. Working 9 to 5 on Climate Change : An Office
17 Rebitzer G, Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guine’e J, Heijungs R, Hellweg S, Koehler A, Permington D, Suh S. 2009. Recent developments in Life Cycle Assessment: Review. J of Environmental Manag 91: 1-21. Rida S. 2012. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca pada Industri Gula
(Studi Kasus PT Rajawali II unit PG Subang). [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sagala A. 2012. Draft Petunjuk Teknis Perhitungan Energi Gas Rumah Kaca
(GRK) di Sektor Industri. Jakarta.
Samosir MG. 2006.Penelitian Kualitas Kinerja Pabrik Gula Madukismo dengan
Metode Statistical Quality Control. [Tesis]. Program Studi Magister
Manajemen Agribisnis. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Santoso B. 2008. Limbah Pabrik Gula: Penanganan, Pencegahan dan Pemanfaatannya dalam Upaya Program Langit Biru dan Bumi Hijau. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan, Indonesia. p: 1-6. Searcy C. 2000. An Introduction to Life Cycle Asessment. [Internet]. [25 April
2014]. Tersedia di: http://www.i-clps.com/lca/.
Setyanto P. 2004. Mitigasi gas metana dari lahan sawah.p. 287-303 dalam
Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Agus, F, A. Adimiharja, S.
Hardjowigeno, A. M. Fagi, W. Hartatik (Eds). Bogor : Pusat penelitian dan pengembangan tanah dan Agroklimat.
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung : Penerbit ITB.
Soemarno. 1977. Tanaman Tebu. Malang : Jurusan Tanah Laboratorium PPJP Jurusan tanah, Fakultas Pertanian universitas Brawijaya.
[UNFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 2006. 35 MW Bagasse Based Cogeneration Project by Mumias Sugar Company Limited (MSCL). Project Design Document Form (CDM PDD). Version 03.1:1-49.
Wei V, Yerushalmi L, Haghighat F. 2008. Estimation of greenhouse Gas Emissions by the Wastewater Treatment Plant of Locomotive Repair Factory in China.Waste Environment Research. Agriculture Journal 80 : 2253-2261
Zafrullah A. 2013. Pemanfaatan Inovasi Hasil Penelitian Dan Pengembangan
(studi kasus pabrik gula di Indonesia dalam tinjauan ekonomi). [Skripsi].
Surabaya: Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya.
Zen Z. 2007. Peluang Emas Berdagang Karbon. Mandat Bali: Selamatkan Bumi Gatra. Edisi Khusus Perubahan Iklim. PT Era Media Media Informasi. Jakarta : 138.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kebutuhan Data Emisi GRK Gas CO2 Pada Industri Gula PG. Karangsuwung
A. BAGIAN TANAMAN
1. Jenis / varietas tebu : Genus Saccharum 2. Luas kebun : 2 698.85 Ha
3. Periode tanam per tahun : Bulan April sampai Desember 4. Cara pengangkutan hasil : Truk Pengangkut
B. BAGIAN PABRIKASI
1. Jenis bahan baku : Genus Saccharum
2. Jenis bahan tambahan : Kapur tohor, flokulan dan belerang
3. Rendemen nira : 6.51%
4. Jumlah SHS yang dihasilkan : 12 542.20 Ton
5. Produk samping yang dihasilkan : Tetes, ampas dan blotong 6. Jumlah produk samping : 3
a. Ampas : 57 529.5 Ton
b. Blotong : 15 936.9 Ton
c. Abu ketel : 3 409.8 Ton
C. BAGIAN INSTALASI
1. Jenis bahan bakar yang digunakan : Solar, IDO dan ampas D. BAGIAN MEKANISASI
1. Jumlah transportasi angkut : 100 Truk yang digunakan
2. Jumlah solar yang digunakan : 298 976 Liter
E. BAGIAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) 1. Limbah padat yang dihasilkan PG. Karangsuwung
Tahun Bulan Jumlah Limbah Padat (Ton)
Ampas Blotong Abu Ketel
2013 Juni 12 173.6 862.0 137.9 Juli 3 221.4 1 313.4 261.5 Agustus 12 896.3 1 990.9 450.5 September 8 648.5 2 973.3 676.4 Oktober 10 833.5 3 989.6 875.4 November 9 756.2 4 807.7 1 008.1
2. Limbah cair yang dihasilkan PG. Karangsuwung
Tanggal Pengujian COD (ppm) Volume (m3)
19
Lampiran 2 Kuesioner Penilaian Daur Hidup ( Life Cycle Assessment) Industri Gula Pada PG. Karangsuwung
A. Data Responden
1. Nama : Zuliar Chamsyah
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Alamat : Desa Karangsuwung
4. Jabatan : Kepala BST B. Data Industri
1. Nama Industri : PG. Karangsuwung
2. Alamat Industri : Desa Karangsuwung Cirebon
3. Luas Kebun : 2 698.85 Ha
C. Data Tanaman Tebu
1. Jenis/ Varietas Tanaman : Genus Saccharum 2. Produktivitas Tebu : 716.21 ku/ha
3. Jenis Bahan Tambahan : Kapur tohor, belerang dan flokulan D. Data Pabrikasi
1. Jenis Bahan Baku : Genus Saccharum
2. Jenis Bahan Pembantu : Kapur tohor, belerang dan flokulan 3. Proses Produksi Gula : Sulfitasi Saccarat
E. Data Utilitas Kebutuhan Energi Per Musim Giling
a. Kebutuhan Listrik : 1 457 678 kW/h b. Kebutuhan Solar : 18 015 Liter c. Kebutuhan IDO : 172 772 Liter d. Kebutuhan Ampas Tebu : 57 529.5 Ton
e. Kebutuhan Uap : 102 261 Ton
F. Data Produk 1. Produk Utama
Jumlah Gula : 12 542.20 Ton 2. Produk Samping
a. Jumlah Ampas Tebu : 57 529.5 Ton b. Jumlah Blotong : 15 936.9 Ton c. Jumlah Tetes :10 537.2 Ton G. Data Limbah
1. Volume Limbah Cair : 62 885 m3 2. Jumlah Limbah Padat : 5 815.8 Ton 3. Jenis penanganan Limbah : IPAL
20
Lampiran 3 Neraca Bahan Pada Produksi Gula Di PG. Karangsuwung
193 294.43 ton
Air Imbibisi 8 385.9
Ampas 59 143.2 ton
Emisi Ampas59 235.54 tCO2
Nira Mentah 177 773.8 ton Kapur Tohor 28 994.16 ton Flokulan 81.18 ton
Belerang 6 019.19 ton
Emisi Blotong 168.22 tCO2
Blotong 4 807.7 ton Nira Jernih 179 037.8 ton
Emisi IDO 350.35 tCO2
Air Diuapkan 102 261.0 ton Nira Kental 36 453.05 ton
Emisi Solar Pabrikasi
533.77 tCO2
Air Jatuhan 1 020 ton Uap Nira 12 199.2 ton
Emisi Solar Mekanisasi
853.18 tCO2 Tetes 10 596.30 ton 12 542.20 ton Tebu Stasiun Pemurnian Stasiun Penguapan Stasiun Kristalisasi Stasiun Sentrifugasi Gula SHS Stasiun Gilingan
21
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Faizal Ramadhan dilahirkan di Cirebon pada tanggal 27 Maret 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah bernama Tono Martono dan Ibu bernama Nunung Nurhayati, kakak bernama Asep Jaya Permana dan adik bernama Aqmarina Tri Wahyuni.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Karang Anom 3 Cirebon pada tahun 2004. Pada tahun 2004 melanjutkan pada SMP Negeri 6 Cirebon dan tamat belajar pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Cirebon dan tamat belajar tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis lulus seleksi jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima pada program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.