• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Ranking Bank Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Ranking Bank Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA-1 MEDAN

ANALISIS KINERJA INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP

ESTIMASI RANKING BANK PADA PERUSAHAAN

PERBANKAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

DRAFT SKRIPSI

OLEH:

RINDY ERMILA 060502137

DEPARTEMEN MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

(2)

ABSTRAK

Rindy Ermila (2010), Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Rangking Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Di bawah bimbingan Dr. Muslich Lutfi Nasution SE, MBA, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi (Ketua Departemen Manajemen), Dra. Lisa Marlina, MSi (Penguji I), Dr. Khaira Amalia F SE MBA Ak. (Penguji II)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja Intellectual

Capital pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI yang diukur dengan

metode Value Added Intellectual Capital (VAIC). Kemudian membuat pemeringkatan berdasarkan Business Performance Indicator (BPI). Jenis data yang akan diolah dan diteliti adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi selama lima tahun, 2004 - 2008 serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dengan metode purposive sampling.

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier sederhana dan analisis VAIC™ (Value Added Intellectual Capital)

Hasil penelitian tersebut menghasilkan pemeringkatan perusahaan perbankan berdasarkan kategori- kategori, yaitu kategori top performers, good

performers, common performers, dan bad performers. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada tahun 2004 dan 2008, secara umum kinerja intellectual capital perusahaan perbankan di BEI masuk dalam kategori good performers dengan skor VAIC™ masing-masing 2,48 dan 2,12. Pada tahun 2005, 2006, dan 2007 perusahaan perbankan masuk dalam kategori bad performers dengan skor VAIC™ masing-masing 0,32; 1,25; dan 1,81.

Kata Kunci: Intellectual Capital, Value Added Intellectual Coefficient

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia, bimbingan dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi Departemen Manajemen pada Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasihat dan dorongan dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Muslich Lutfi, SE, MBA, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

(4)

7. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara atas semua jasa yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

8. Ayah dan Ibu tercinta, R. Sembiring Meliala dan S. Br. Singarimbun yang merupakan sumber inspirasi dan senantiasa memberikan kasih sayang, motivasi, nasehat, bantuan dana dan material, serta doa yang selalu menyertai peneliti.

9. Abang dan Kakak tercinta, Lea Devika dan Randy Maranatha yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, dukungan, dan doa kepada peneliti. 10.KTB, CiU (Christ in Us), Melda, Lytha, Anita, Nina, dan Yenny. Terima

kasih atas doa, motivasi, semangat, dukungan, perhatian dan persahabatan yang diberikan kepada peneliti.

11.Teman-teman seperjuangan Manajemen 2006, khususnya Eva dan Veny. 12.Teman-teman R29 (K’Fitri, K’Sari, Ita, K’Ayu, Anggun, Rashel, Mardha),

dan K’Erly.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.

Medan, Mei 2010 Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Kerangka Konseptual ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

1. Batasan Operasional... 8

2. Definisi Operasional ... 9

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

4. Jenis dan Sumber Data... 11

5. Populasi dan Sampel ... 11

6. Teknik Pengumpulan Data... 13

7. Teknik Analisis Data... 13

BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 17

B. Pengertian Intellectual Capital... 19

C. Komponen Intellectual Capital... 24

D. Pengukuran Intellectual Capital... 26

E. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) ... 33

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 36

B. Profil Perusahaan ... 39

1. Bank Bumiputera Indonesia Tbk ... 39

2. Bank Central Asia Tbk... 40

3. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ... 41

4. Bank Nusantara Parahyangan Tbk... 43

5. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ... 43

6. Bank Danamon Indonesia Tbk... 45

7. Bank Eksekutif Internasional Tbk ... 46

8. Bank Kesawan Tbk ... 46

(6)

11. Bank Permata Tbk... 49

12. Bank Swadesi Tbk ... 49

13. Bank Victoria Internasional Tbk... 51

14. Bank Mayapada Internasional Tbk ... 52

15. Bank Mega Tbk... 52

16. Bank OCBC NISP Tbk ... 53

17. Bank Pan Indonesia Tbk ... 54

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif... 55

B. Analisis Regresi... 57

C. Peringkat Bank Berdasarkan BPI (VAIC™)... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Karakteristik Sampel ... 12

Tabel 1.2 Sampel Penelitian... 12

Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti ... 23

Tabel 2.2 Klasifikasi Intellectual Capital... 24

Tabel 2.3 Metode Pengukuran Intellectual Capital... 27

Tabel 4.1 Nilai Rata-rata Revenue dan Expense Perusahaan Perbankan di BEI 2004 – 2008 ... 55

Tabel 4.2 Nilai Rata-rata HC, CE, SC dan VA Perusahaan Perbankan di BEI 2004 – 2008 ... 56

Tabel 4.3 Nilai Rata-rata VACA, VAHU, STVA dan VAIC Perusahaan Perbankan di BEI 2004 – 2008 ... 57

Tabel 4.4 Regression Model Summary ...58

Tabel 4.5 Ringkasan Hasil dan Pengolahan Data ... 59

Tabel 4.6 Ringkasan Hasil dan Pengolahan Data ... 60

Tabel 4.7 Ringkasan Hasil dan Pengolahan Data ... 61

Tabel 4.8 Daftar Bank yang Termasuk “Top Performers” ...63

Tabel 4.9 Daftar Bank yang Termasuk “Good Performers”...64

Tabel 4.10 Daftar Bank yang Termasuk “Common Performers” ...65

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

ABSTRAK

Rindy Ermila (2010), Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Rangking Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Di bawah bimbingan Dr. Muslich Lutfi Nasution SE, MBA, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi (Ketua Departemen Manajemen), Dra. Lisa Marlina, MSi (Penguji I), Dr. Khaira Amalia F SE MBA Ak. (Penguji II)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja Intellectual

Capital pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI yang diukur dengan

metode Value Added Intellectual Capital (VAIC). Kemudian membuat pemeringkatan berdasarkan Business Performance Indicator (BPI). Jenis data yang akan diolah dan diteliti adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi selama lima tahun, 2004 - 2008 serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dengan metode purposive sampling.

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier sederhana dan analisis VAIC™ (Value Added Intellectual Capital)

Hasil penelitian tersebut menghasilkan pemeringkatan perusahaan perbankan berdasarkan kategori- kategori, yaitu kategori top performers, good

performers, common performers, dan bad performers. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada tahun 2004 dan 2008, secara umum kinerja intellectual capital perusahaan perbankan di BEI masuk dalam kategori good performers dengan skor VAIC™ masing-masing 2,48 dan 2,12. Pada tahun 2005, 2006, dan 2007 perusahaan perbankan masuk dalam kategori bad performers dengan skor VAIC™ masing-masing 0,32; 1,25; dan 1,81.

Kata Kunci: Intellectual Capital, Value Added Intellectual Coefficient

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dunia bisnis telah berkembang pesat ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, persaingan ketat, dan pertumbuhan inovasi yang terus-menerus. Dalam rangka dapat bertahan, dengan cepat perusahaan-perusahaan mengubah bisnis yang berdasarkan labor based business (bisnis berdasarkan tenaga kerja) ke arah knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utamanya adalah ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge

management) maka keberhasilan suatu perusahaan tergantung pada suatu

penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri.

Secara umum, intellectual capital digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara nilai pasar (market value) dan nilai buku (book value) suatu perusahaan. Sedangkan lebih spesifik lagi, intellectual capital adalah kepemilikan pengetahuan, pengalaman yang diterapkan, teknologi organisasi, hubungan dengan pelanggan dan keahlian profesional yang dapat memberikan keunggulan kompetitif perusahaan di pasar.

(11)

ketahui di dalam perusahaan yang dapat memberikan keunggulan bersaing. Kedua, materi intelektual – pengetahuan, informasi, intellectual property,

pengalaman – yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Ketiga, paket pengetahuan yang bermanfaat. Sedangkan Heng (2001) dalam Sangkala (2006) mengartikan intellectual capital sebagai aset berbasis pengetahuan dalam perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi perkembangan daya tahan dan keunggulan perusahaan.

Kelebihan dari perspektif intellectual capital adalah menyediakan kerangka kerja untuk menjelaskan proses penciptaan nilai (value creation process) dalam kaitannya antara sumber daya dengan shareholders value. Selain

itu intellectual capital memberikan pandangan menyeluruh mengenai perusahaan dan lebih bersifat praktik daripada konseptual, artinya intellectual capital sangat praktis dan dapat dilakukan dari pendekatan manajerial.

Fenomena intellectual capital mulai berkembang di Indonesia terutama setelah munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai intellectual capital, namun lebih kurang intellectual capital telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No.19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif.

(12)

upaya melakukan peningkatan value di berbagai perusahaan. Beberapa tahun terakhir ini sudah ada beberapa perusahaan yang melengkapi laporan kinerjanya dengan laporan intellectual capital. Langkah ini didorong oleh kesadaran bahwa laporan keuangan tradisional telah kehilangan relevansinya. Perhatian perusahaan terhadap pengelolaan intellectual capital beberapa tahun terakhir ini semakin besar. Hal ini disebabkan adanya kesadaran bahwa intellectual capital merupakan landasan bagi perusahaan untuk unggul dan bertumbuh. Kesadaran ini antara lain ditandai dengan semakin seringnya istilah knowledge based company muncul dalam wacana bisnis. Istilah tersebut ditujukan terhadap perusahaan yang lebih mengandalkan pengelolaan intellectual capital sebagai sumber keunggulan dan long term growth-nya.

Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi oleh komunitas

yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Komunitas ini memiliki kemampuan belajar, daya inovasi, dan kemampuan problem solving yang tinggi. Ciri lainnya adalah perusahaan ini lebih mengandalkan knowledge dalam mempertajam daya saingnya. Hal ini digambarkan dengan semakin mengecilnya investasi yang dialokasikannya untuk physical goods, sementara untuk soft factors mendapat alokasi investasi yang semakin besar. Investasi dalam soft factors ini disebut sebagai investasi di bidang intellectual capital. Sebagai akibatnya, value dari knowledge based company utamanya ditentukan oleh intellectual capital yang dimiliki dan dikelolanya.

(13)

dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998 dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2003).

Pulic (2000) mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambahan sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coeficient - VAIC™). Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari

sumber daya perusahaan – physical capital, human capital, dan structural capital. Penggunaan model Pulic (VAIC™) menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan dalam mengelola dan memaksimalkan kekayaan intelektualnya untuk menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation).

Penelitian ini mengukur kinerja intellectual capital pada perusahaan perbankan dan kemudian membuat peringkat bank berdasarkan Business Performance Indicator (BPI) yang diukur menggunakan VAIC™. VAIC™ dapat

(14)

skor VAIC™ di atas 3; (2) Good Performers – skor VAIC™ antara 2,0 sampai dengan 2,99; (3) Common Performers – skor VAIC™ antara 1,5 sampai dengan 1,99; (4) Bad Performers – skor VAIC™ di bawah 1,5.

Pemilihan sektor perbankan sebagai sampel pada penelitian ini mengacu pada penelitian Ulum (2008); Kamath (2006); Mavridis (2004); serta Firer dan William (2003). Sektor perbankan dipilih sebagai objek ideal penelitian tersebut karena: (1) tersaji laporan keuangan (neraca, laba/rugi) publikasi yang dapat diakses setiap saat; (2) bisnis sektor perbankan adalah “intellectually” intensif (Firer and William, 2003); dan (3) secara keseluruhan karyawan di sektor perbankan “intellectually” lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya (Kubo and Saka, 2002 dalam Ulum, 2008).

Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Rangking Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah: “Bagaimana kinerja intellectual capital berdasarkan model Value Added Intellectual Coefficient

(15)

C. Kerangka Konseptual

VAIC™ - Value Added Intellectual Coefficient (juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis) sebagai solusi yang ditawarkan Pulic atas isu

mengenai pengukuran intellectual capital. Hal itu memenuhi kebutuhan dasar ekonomi kontemporer dari "sistem pengukuran" yang menandakan nilai sebenarnya dan kinerja suatu perusahaan, memungkinkan benchmarking dan memprediksi kemampuan di masa depan dalam tujuan relatif yang dapat dicapai. Hal ini bermanfaat bagi semua yang berada di dalam value creation process (pemberi kerja, karyawan, manajemen, investor, pemegang saham dan mitra bisnis) dan dapat diterapkan pada semua tingkat aktivitas bisnis. Parameter dasar diciptakan nilai dan sumber daya menciptakan nilai itu, intelektual dan modal fisik atau keuangan.

Suatu indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan, yaitu VAIC™ yang didapat dengan menggabungkan VACA (Value Added Capital Employed), VAHU (Value Added Human Capital ), dan STVA (Structural Capital Value Added). VAIC™ adalah

(16)

VAIC™

(Value Added Intellectual Capital)

Penentuan Peringkat Bank (Business

Permormance Indicator - BPI) VACA (Value Added Capital Employed)

VAHU (Value Added Human Capital) STVA (Structural Capital Value Added)

Sumber: Ulum (2009)

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual VAIC™

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dan menganalisis Value Added Intellectual Capital (VAIC™) dalam pengukuran kinerja yang

berbasis pada nilai perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

intellectual capital dan metode pengukurannya yang diterapkan dalam

(17)

b. Bagi Perusahaan Perbankan

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan untuk dapat lebih me-manage intellectual capital untuk meningkatkan nilai perusahaan.

c. Bagi Pihak Lain

(i) Menambah dan memperluas wawasan tentang intellectual capital dalam meningkatkan nilai perusahaan.

(ii) Sebagai referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang lebih luas.

E. Metode Penelitian

1. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional penelitian yang ditetapkan oleh penulis meliputi:

a. Model yang digunakan untuk menganalisis intellectual capital adalah VAIC™ (Value Added Intellectual Coefficient) yang juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis.

(18)

2. Definisi Operasional

a. VACA (Value Added Capital Employed)

VACA adalah indikator untuk VA (Value Added) yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE (Capital Employed) terhadap value added organisasi.

CE VA

VACA

b. VAHU (Value Added Human Capital)

VAHU menunjukkan berapa banyak VA (Value Added) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC (Human Capital) terhadap value added organisasi.

HC VA

VAHU

c. STVA (Structural Capital Value Added)

Rasio ini mengukur jumlah SC (Structural Capital) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu rupiah dari VA (Value Added) dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC (Structural Capital) dalam penciptaan nilai.

VA SC

(19)

d. VAIC™ (Value Added Intellectual Coefficient)

VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi. VAIC™ (Value Added Intellectual Coefficient) merupakan hasil penjumlahan dari VACA (Value Added Capital Employed), VAHU (Value Added Human Capital), dan STVA (Structural Capital Value Added).

Semakin tinggi nilai VAIC™ berarti semakin tinggi pula efisiensi penggunaan aset perusahaan.

VAIC™ = VACA + VAHU + STVA

e. Estimasi Rangking Bank (Business Performance Indicator – BPI)

VAIC™ dapat juga dianggap sebagai Business Performance Indicator (BPI). Hasil perhitungan kinerja intellectual capital berdasarkan

model VAIC™ masing-masing bank selanjutnya diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada skor VAIC™ masing-masing bank, yaitu: (1) Top Performers – skor VAIC™ di atas 3; (2) Good Performers – skor VAIC™ antara 2,0 sampai dengan 2,99; (3) Common Performers – skor VAIC™ antara 1,5 sampai dengan 1,99; (4) Bad Performers – skor VAIC™ di bawah 1,5.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

(20)

4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder diperoleh dari media internet, jurnal, buku-buku referensi, majalah, dan literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan dalam penelitian tersebut.

5. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu salah satu jenis purpose sampling dimana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian.

Adapun kriteria (pertimbangan) penarikan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 dan tetap terdaftar sampai dengan tahun 2008.

b. Perusahaan tidak melakukan merger pada periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

(21)

Tabel 1.1

Jumlah Sampel Berdasarkan Karekteristik Sampel Perusahaan Perbankan di BEI (2004 – 2008)

No. Karakteristik Sampel Jumlah

1. Total Populasi 28

2. Perusahaan yang melakukan merger (2)

3. Perusahaan terus listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004 – 2008 (tidak pernah disuspend)

(9)

Jumlah Akhir Sampel 17

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa data yang memenuhi karakteristik penarikan sampel adalah sebanyak 17 perusahaan. Nama-nama perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.2 Sampel Penelitian

No. Kode Nama Perusahaan Tanggal Listing

1. BABP Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 15 Juli 2002 2. BBCA Bank Central Asia Tbk. 31 Mei 2000 3. BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 25 November 1996 4. BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 10 Januari 2001 5. BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 10 Agustus 2003 6. BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk. 6 Desember 1989 7. BEKS Bank Eksekutif Internasional Tbk. 13 Januari 2001

8. BKSW Bank Kesawan Tbk. 21 November 2002

9. BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk. 14 Juli 2003

10. BNII Bank Internasional Indonesia Tbk. 21 November 1989

11. BNLI Bank Permata Tbk. 15 Januari 1990

12. BSWD Bank Swadesi Tbk. 1 Mei 2002

13. BVIC Bank Victoria Internasional Tbk. 30 Juni 1999 14. MAYA Bank Mayapada Internasional Tbk. 29 Agustus 1997

15. MEGA Bank Mega Tbk. 4 Juli 2000

(22)

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap, yaitu:

a. Tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data pendukung berupa literatur jurnal penelitian-penelitian, serta laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan masalah yang akan diteliti.

b. Tahap kedua dilakukan dengan mengumpulkan data-data sekunder yang diperlukan berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

7. Teknik Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, 2006).

b. Analisis Model VAIC™

(23)

Tahap I: Menghitung Value Added (VA).

VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1999). VA = OUT – IN

Dimana:

OUT = Output: total penjualan dan pendapatan lain.

IN = Input: beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban karyawan). Value Added (VA) juga dapat dihitung dari akun-akun perusahaan sebagai

berikut:

VA = OP + EC + D + A

Dimana:

OP = operating profit (laba operasi) EC = employee costs (beban karyawan) D = depreciation (depresiasi)

A = amortization (amortisasi)

Tahap II: Menghitung Value Added Capital Employed (VACA).

VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap

unit dari CE terhadap value added organisasi.

CE VA

VACA   

(24)

Dimana:

VACA = Value Added Capital Employed: rasio dari VA terhadap CE. VA = Value Added

CE = Capital Employment: dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih).

Tahap III: Menghitung Value Added Human Capital (VAHU).

VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.

HC VA

VAHU

Dimana:

VAHU = Value Added Human Capital: rasio dari VA terhadap HC. VA = Value Added

HC = Human Capital: beban karyawan.

Tahap IV: Menghitung Structural Capital Value Added (STVA).

Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.

VA SC

(25)

Dimana:

STVA = Structural Capital Value Added: rasio dari SC terhadap VA. SC = Structural Capital: VA – HC

VA = Value Added

Tahap V: Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™).

VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator). VAIC™ merupakan penjumlahan dari tiga komponen sebelumnya, yaitu VACA, VAHU, dan STVA.

VAIC™ = VACA + VAHU + STVA

c. Analisis Regresi

Karena VA (value added) dipengaruhi oleh efisiensi dari HC (Human Capital), CE (Capital Employment), dan SC (Structural Capital) [Pulic, 1998],

maka dalam penelitian ini digunakan tiga linear regression (SPSS) dengan menggunakan model Ordinary Least Squares (OLS). Inti metode OLS adalah mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2003). Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Mavridis (2004) melakukan penelitian berjudul “The Intellectual Capital Performance of The Japanese Banking Sector.” Penelitian dilakukan dengan

menggunakan VAIC™ sebagai instrumen untuk mengukur kinerja intellectual

capital perusahaan pada sektor perbankan di Jepang. Dalam penelitian ini,

Mavridis menggunakan VAIC™ untuk melakukan perangkingan terhadap 141 bank yang terdiri dari: city banks (9 bank), regional banks (64 bank), members of the second association of regional banks (57 bank), trust banks (8 bank), dan

long-term credit banks (3 bank). Hasil perhitungan dengan menggunakan VAIC™

kemudian disebut sebagai Business Performance Indicator (BPI). Dalam konteks ini, kinerja bank dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

a. “Top ten performers” (BPI-1) mencakup 10 bank dengan nilai BPI 2,02

sampai dengan 7,48.

b. “Good performers” (BPI-2) mencakup 91 bank dengan nilai BPI antara 1,04

sampai dengan 1,97.

c. “Common performers” (BPI-3) mencakup 21 bank dengan nilai BPI antara

0,03 sampai dengan 0,97.

d. “Bad performers” (BPI-4) mencakup 18 bank dengan nilai BPI negatif antara

(27)

Kamath (2007) melakukan penelitian berjudul “The Intellectual Capital Performance of Indian Banking Sector.” Penelitian tersebut membuktikan bahwa

VAIC™ dapat dijadikan sebagai instrumen untuk melakukan pemeringkatan terhadap sektor perbankan di India berdasarkan kinerja intellectual capital-nya. Penelitian menggunakan data 98 bank di India yang terdiri dari: 8 State Bank of India and Associates, 19 Nationalized banks, 41 Foreign banks, dan 30 Private

sector domestic banks. Penelitian tersebut mengelompokkan kinerja bank

berdasarkan intellectual capital ke dalam 4 (empat) kategori, perbedaannya terletak pada nilai VAIC™ yang dijadikan dasar untuk mengelompokkan bank, yaitu:

a. “Top performers” – untuk bank dengan nilai VAIC™ di atas 5;

b. “Good performers” – untuk bank dengan nilai VAIC™ antara 4 dan 5;

c. “Common performers” – untuk bank dengan nilai VAIC™ antara 2,5 dan 4;

dan

d. “Bad performers” – untuk bank dengan nilai VAIC™ di bawah 2,5.

(28)

Sedangkan pada tahun 2005 kinerja perbankan turun menjadi common performers dengan skor VAIC 1,95.

B. Pengertian Intellectual Capital

Ketertarikan akan intellectual capital bermula ketika Tom Stewart, pada Juni 1991, menulis sebuah artikel (“Brain Power – How Intellectual Capital is Becoming America’s Most Valuable Asset”), yang mengatur intellectual capital kepada agenda manajemen. Stewart mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya sebagai berikut:

“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth.”

Beberapa peneliti/penulis memberikan definisi dan pengertian yang beragam tentang intellectual capital. Brooking (1996) misalnya mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

“Intellectual capital is the term given to the combined intangible assets of market, intellectual property, human-centered and infrastructure – which enable the company to function.”

Roos et al. (1997) menyatakan bahwa:

“Intellectual capital includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider…”

(29)

“Intellectual capital is elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide an organization with a new resource-base from which to compete and win.”

Klein dan Prusak (dalam Brooking, 1997) memberikan definisi awal atas intellectual capital. Mereka menyatakan bahwa intellectual capital adalah

material yang telah disusun, ditangkap, dan digunakan untuk menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi.

Sementara itu, Williams (2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

The enhanced value of a firm attributable to assets, generally of an intangible nature, resulting from to company’s organizational function, processes and information technology networks, the competency and efficiency of its employess and its relationship with its customers. Intellectual capital assets are developed from (a) the creation of new knowledge and innovation; (b) application of present knowledge to present issues and concerns that enhance employess and customers; (c) packaging, processing and transmision of knowledge; and (d) the acquisition of present knowledge created though research and learning.

Salah satu pengertian intellectual capital yang banyak digunakan adalah yang ditawarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 1999) yang menjelaskan intellectual capital sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tak berwujud: (1) organizational (structural) capital; dan (2)

human capital. Organizational (structural) capital mengacu pada hal seperti

(30)

Intellectual capital umumnya diidentifikasikan sebagai perbedaan antara

nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capital-nya. Nilai pasar dari bisnis kebanyakan dan secara khusus adalah

bisnis yang berdasar pengetahuan telah menjadi lebih besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh akuntan. (Roslender dan Fincham, 2004). Intellectual capital didefinisikan juga sebagai sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang mana perusahaan dapat menggunakannya dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan (Bukh et al.,2005).

Edvinson dan Malone (1997) mengidentifikasikan intellectual capital sebagai nilai yang tersembunyi (hidden value) dari bisnis. Terminologi “tersembunyi” di sini digunakan untuk dua hal yang berhubungan. Pertama, intellectual capital khususnya aset intelektual atau aset pengetahuan, adalah tidak

terlihat secara umum seperti layaknya aset tradisional, dan kedua, aset semacam ini biasanya tidak terlihat pada laporan keuangan. Dalam Astuti dan Sabeni (2005) secara umum, intellectual capital dibedakan dalam tiga kategori pengetahuan, yaitu sebagai berikut:

1. Human Capital

Human capital merupakan pengetahuan, skill, dan pengalaman yang

(31)

kompetensi, sikap dan kecerdasan intelektual (Roos, Roos, Edvinsson & Dragonetti, 1997).

2. Customer/Relational Capital

Konsep penting customer capital adalah pengetahuan yang dibentuk dalam marketing channels dan hubungan konsumen bahwa organisasi berkembang dengan menjalankan bisnis. Sebagai contoh adalah image, loyalitas konsumen, kepuasan konsumen, hubungan dengan suplier, kekuatan komersial, kapasitas negosiasi dengan entitas keuangan dan lingkungan aktivitas (Stratovic & Marr, 2004). Customer capital menunjukkan potensi yang dimiliki perusahaan karena ex-firm intangible (Bontis, 1999).

3. Structural/Organizational Capital

Structural capital merupakan pengetahuan yang akan tetap berada

(32)

Tabel 2.1 merangkum dan membandingkan beberapa konsep intellectual capital menurut para peneliti.

Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti

Brooking (UK) Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Kanada)

Human-centered Employees are an organization’s to meet market requirements

New patents and training efforts

Structural capital All patenrs, plans and trademarks to capture and retain customers

(33)

C. Komponen Intellectual Capital

Definisi-definisi tentang intellectual capital telah mengarahkan beberapa peneliti untuk mengembangkan komponen spesifik atas intellectual capital. IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu: (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital. Tabel 2.2

menyajikan pengklasifikasian tersebut berikut komponen-komponennya.

Tabel 2.2 Klasifikasi Intellectual Capital

Organizational Capital Relational Capital Human Capital

Intellectual Property:

 Patents

 Copyrights

 Design rights

 Trade secret

 Trademarks

 Service marks Infrastructures Assets:

 Customer loyalty

 Backlog orders

 Company names

 Distribution

Sumber: IFAC (1998) dalam Ulum (2009)

(34)

merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari generic inheritance; education; experience; and attitude tentang kehidupan dan bisnis. SC

meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi, termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai

materialnya. Sedangkan CC merupakan pengetahuan yang melekat dalam

marketing channels dan customers relationship di mana suatu organisasi

mengembangkannya melalui jalannya bisnis.

Sumber: Andriessen (2005) dalam Ulum (2009)

(35)

D. Pengukuran Intellectual Capital

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu:

(1) Pengukuran nonmonetary (2) Pengukuran monetary

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan. Berikut ini daftar ukuran intellectual capital yang berbasis nonmoneter (Tan et al., 2007):

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992)

b. Brooking’s Technology Broker Method (1996)

c. The Skandia Intelletual Capital Report Method oleh Edvinssion dan Malone

(1997)

d. The Intellectual Capital Index dikembangkan oleh Roos et al (1997) e. Intangible Asset Monitor Approach oleh Sveiby (1997)

f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000)

g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000)

h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000)

Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2007):

a. The EVA and MVA Model (Bontis et al., 1999)

b. The Market-to-Book value Model (beberapa penulis)

(36)

d. Pulic’s VAIC™ Model (1998, 2000)

e. Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000)

f. The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001)

Secara lengkap, metode pengukuran intellectual capital dapat terlihat pada tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Metode Pengukuran Intellectual Capital

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

Nilai intellectual capital suatu perusahaan ditaksir

berdasarkan pada analisis diagnostik dari respon perusahaan terhadap 20 pertanyaan yang meliputi 4 komponen utama intellectual capital.

Faktor teknologi dihitung berdasarkan para

(37)

Lanjutan…

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

DESKRIPSI

Menggunakan hirarki dari weighted indicator yang dikombinasikan, dan fokus pada nilai relatif daripada nilai absolut. Kombinasi value added = monetary value added dikombinasikan dengan intangible value added. diajukan oleh KMPG untuk menghitung dan

mengalokasikan nilai kepada 5 jenis intangible:

Assets & endowments

Skill & tacit knowledge

Collective value & norm

Teknologi dan explicit kowlledge

Manajemen proses

Intellectual

Metode untuk menaksir nilai dari intellectual property.

Total Value

Suatu proyek inisiatif oleh Canadian Institute of

(38)
(39)

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

DESKRIPSI Perbedaan antara nilai AFTF pada akhir dan awal perio adalah nilai tambah added) selama periode tersebut.

“q” adalah rasio dar pasar saham perusahaan dibagi

costs) aset. Perubahan p “q” merupakan pro

pengukuran efektif tidaknya kinerja intellectual capital perusahaan. untuk nilai pasar sahamny dan membaginya kepada Intangible Capital +

n a

+ (Realized IC + IC Erosion SCA (Sustainable

Nilai intellectual capital diperhitungkan dari perbedaan antara

saham (firm’s stock market value)

nilai pasar dan nilai buku perusahaan (firm’s book value )

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

DESKRIPSI

menyesuaikan laba yang diungkap perusahaan dengan beban yang berhubungan dengan intangible. Perubahan dalam EVA merupakan indikasi apakah intellectual capital

perusahaan produktif atau tidak. tersembunyi dari beban terkait HR dengan

penurunan laba perusahaan. Penyesuaian dibuat terhadap P&L. Intellectual capital diukur dengan menghitung kontribusi human assets yang dimiliki perusahaan dibagi dengan pengeluaran gaji yang dikapitalisasi. Calculated return pada hard assets kemudian menggunakan figur ini sebagai dasar untuk menentukan proporsi dari return yang bisa

dihubungkan pada intangible assets.

(40)

Lanjutan…

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

DESKRIPSI

Mengukur seberapa dan bagaimana efisiensi intellectual capital dan capital employed menciptakan nilai yang berdasar pada hubungan 3 komponen, yaitu:

capital employed

human capital

structural capital Human

Perangkat indikator human capital dikumpulkan dan di-benchmark terhadap

database. Mirip dengan HTCA.

Intellectual capital diukur melalui analisis 164 ukuran metrik (91 berbasis

intellectual dan 73 tradisional metrik) yang mencakup 5 komponen:

 keuangan

 pelanggan

 proses

 pembaruan dan pengembangan

Suatu matrik dari indikator nonkeuangan yang disusun 3 kategori menurut siklus pengembangan:

perolehan/pembelajaran, implementasi,

(41)

Lanjutan…

Sumber: Sveiby (2001) dalam Ulum (2009)

LABEL PENGANJUR

UTAMA KATEGORI

DESKRIPSI PENGUKURAN IC-Index™ Roos, Roos,

Dragonetti indikator individual yang merepresentasikan intellectual property dan komponen-komponen kepada satu indeks. Perubahan pada indeks kemudian dihubungkan dengan perubahan di dalam penilaian pasar perusahaan. Intangible indikator, berdasarkan pada tujuan stratejik perusahaan, untuk mengukur 4 aspek dari penciptaan nilai dari aset tidak berwujud. Melalui:

 pertumbuhan,

 pembaruan,

 utilisasi/efisiensi, dan

 pengurangan

Kinerja perusahaan diukur dengan indikator-indikator yang meliputi 4 perspektif, yaitu:

financial perspective,

customer perspective,

internal process perspective, dan

(42)

E. Value Added Intellectual Capital (VAIC™)

Metode VAIC™ dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC™ merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual

capital perusahaan. Pendekatan ini relatif mudah dan sangat mungkin untuk

dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi).

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai

keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input.

Output (OUT) mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk

dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value ceation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Oleh karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memberlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity).

VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural

(43)

dalam hal ini disimbolkan dengan VACA (Value Added Capital Employed). VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital.

Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit dari CE (Capital Employed) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain,

maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan.

Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. Value Added Human Capital menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasi kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan para penulis intellectual capital lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary dan costs adalah indikator dari HC perusahaan.

Hubungan ketiga adalah Structural Capital Value Coefficient (STVA), yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam menciptakan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC, ia dependen terhadap value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih

(44)

Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual perusahaan dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut diformulasikan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAIC™ (Tan et al., 2007).

Keunggulan metode VAIC™ adalah data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran intellectual capital lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator keuangan dan

nonkeuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikator-indikator tersebut khususnya indikator nonkeuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain (Tan et al., 2007). Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran intellectual capital alternatif tersebut secara konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas (Firer dan Williams, 2003).

(45)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor, seperti Perang Dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.

(46)

3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.

4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.

5. 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II.

6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri Keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950).

7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

(47)

11.1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. 12.1988 – 1990 : Paket deregulasi di bidang Perbankan dan Pasar Modal

diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

13.2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

14.Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

15.16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

16.13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

17.22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

18.10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

(48)

20.2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

21.2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

22.2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

B. Profil Perusahaan

1. Bank Bumiputera Indonesia Tbk

Bank Bumiputera mulai beroperasi sejak 12 Januari 1990 sebagai perusahaan yang dimiliki oleh AJB Bumiputera 1912, perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia. Dalam perjalanan usahanya terjadi pasang surut usaha sesuai dengan keadaan ekonomi Indonesia. Namun pada saat krisis moneter yang merebak menjadi krisis multidimensional yang melanda Indonesia pada akhir tahun 90an, Bank Bumiputera berhasil bertahan untuk menjadi Bank yang sehat dalam Kategori A dan tidak memerlukan rekapitalisasi.

(49)

2. Bank Central Asia Tbk

BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997.

Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA pada tahun 1998.

(50)

saham BCA. Penawaran saham ke dua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di BCA.

3. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yakni ORI atau Oeang Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.

Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri.

(51)

Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.

Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.

Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-menerus.

(52)

4. Bank Nusantara Parahyangan Tbk

PT. Bank Nusantara Parahyangan (Bank BNP) berkedudukan di Bandung dan didirikan berdasarkan Akta Pendirian No. 47, tanggal 18 Januari 1972. Bank BNP semula didirikan dengan nama PT. Bank Pasar Karya Parahyangan yang pada saat ini pendekatan usahanya lebih banyak pada sector ekonomi retail/pedagang kecil dan menengah yang dilayani secara konvensional dan sejak Juli 1989 sesuai dengan keinginan Bank BNP untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan yang lebih luas dan lengkap serta dapat membidik sektor ekonomi yang lebih besar lagi.

Status Bank Pasar ditingkatkan menjadi Bank Umum dan berganti nama menjadi PT. Bank Nusantara Parahyangan kemudian pada Agustus 1994 guna melengkapi ragam transaksi dan akses perdagangan yang lebih luas khususnya untuk mengakomodir transaksi valuta asing dan perdagangan luar negeri melalui transaksi valuta asing dan perdagangan luar negeri melalui transaksi ekspor dan impornya, maka status Bank BNP ditingkatkan menjadi Bank Devisa.

5. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

(53)

Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.

Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).

(54)

6. Bank Danamon Indonesia Tbk

PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) didirikan pada tahun 1956 dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank Danamon Indonesia hingga kini. Bank Danamon menjadi bank devisa swasta pertama di Indonesia tahun 1976 dan Perseroan Terbuka pada tahun 1989.

Pada tahun 1997, sebagai akibat krisis moneter Asia, Bank Danamon mengalami kesulitan likuiditas dan diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bank BTO. Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN merekapitalisasi Bank Danamon dengan obligasi pemerintah senilai Rp 32 triliun. Saat itu juga, sebuah bank BTO dilebur ke Perseroan sebagai bagian dari program pembenahan BPPN.

Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank Danamon. Namun sebagai surviving entity, Bank Danamon bangkit menjadi salah satu pilar perbankan nasional.

Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, Bank Danamon melakukan restrukturisasi luas mencakup manajemen, manusia, organisasi, sistem, nilai prilaku serta identitas perusahaan. Upaya ini berhasil meletakkan fondasi maupun prasarana baru bagi Perseroan guna meraih pertumbuhan berdasarkan transparasi, responsibilitas, integritas dan profesionalisme (TRIP).

(55)

baru, Bank Danamon terus menjalani perubahan transformasional yang dirancang untuk dijadikannya sebagai bank nasional terkemuka dan pelaku regional unggulan.

7. Bank Eksekutif Internasional Tbk

PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk didirikan berdasarkan akta Notaris Sugiri Kadarisman, SH nomor 34 tanggal 11 September 1992 dan perubahannya nomor 65 tanggal 16 Januari 1996 yang menjelaskan perubahan nama PT.Executive International Bank menjadi perseroan PT. Bank Eksekutif Internasional. Bank mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 9 Agustus 1993, sesuai dengan ijin usaha yang diberikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam Surat Keputusan nomor 673/KMK.017/1993 tanggal 23 Juni 1993.

Saat ini Bank Eksekutif yang mempunyai 19 kantor, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat Operasional di Jl. MH Thamrin Kav. 9, Jakarta Pusat, 13 Kantor Cabang dan 5 Kantor Cabang Pembantu lebih memprioritaskan dalam penyaluran kredit retail, khususnya otomotif.

Menjadi “Bank Pilihan” nasabah khususnya dalam kredit konsumen retail dengan secara terus-menerus menginovasi diri dan menjangkau seluruh propinsi Indonesia melalui ekspansi network.

8. Bank Kesawan Tbk

(56)

Komisaris Utama. NV Chunghwa Shangyeh bergerak dalam bidang simpan pinjam keuangan selain juga bergerak di bidang perdagangan umum.

Setelah kemerdekaan yaitu pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk usaha berganti menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh.

Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama menjadi PT Bank Kesawan dan untuk lebih memantapkan posisi Bank maupun pengembangan usaha yang lebih baik, Kantor Pusat Bank Kesawan direlokasi atau hijrah ke Jakarta pada tahun 1990.

Pada tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996 mendapatkan izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang dapat menerima pajak.

9. Bank Mandiri Tbk

(57)

Segera setelah merger, Bank Mandiri melaksanakan proses konsolidasi secara menyeluruh. Pada saat itu, kami menutup 194 kantor cabang yang saling berdekatan dan mengurang jumlah karyawan, dari jumlah gabungan 26.600 menjadi 17.620. Brand Bank Mandiri kami implementasikan secara sekaligus ke semua jaringan kami dan pada seluruh kegiatan periklanan dan promosi lainnya.

10.Bank Internasional Indonesia Tbk

PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan pada tanggal 15 Mei 1959 dan memperoleh status bank umum devisa pada tahun 1988 serta mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1989 melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering). Sejak itu BII terus berkembang menjadi salah satu bank swasta nasional terkemuka di Indonesia dengan visi “Menjadi Bank Terbaik di Indonesia yang Menyediakan Layanan Nasabah dan Produk Inovatif Berkelas Dunia”.

Pada bulan Desember 2003, Konsorsium Sorak mengambil alih saham Bank sebesar 51%, melalui suatu proses penjualan kompetitif yang diselenggarakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Anggota konsorsium Sorak terdiri dari Asia Financial Holdings Pte. Ltd, Kookmin Bank, ICB Financial Group Holdings Ltd dan Barclays Bank PLC.

(58)

Financial Holdings Pte. Ltd, pemilik 55,51% saham BII. Pada Desember 2008, MOCS menyelesaikan penawaran tender untuk sisa saham BII.

11.Bank Permata Tbk

Permata Bank dibentuk sebagai hasil merger dari 5 bank di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Prima Express, PT Bank Artamedia, dan PT Bank Patriot pada tahun 2002. Di tahun 2004, Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk mengambil alih PermataBank dan memulai proses transformasi secara besar-besaran didalam organisasi. Selanjutnya, sebagai wujud komitmennya terhadap PermataBank, kepemilikan gabungan pemegang saham utama ini meningkat menjadi 89,01% pada tahun 2006.

Kombinasi unik dari kedua pemegang saham strategis merupakan salah satu kekuatan utama PermataBank. PT Astra International Tbk merupakan perusahaan Indonesia yang besar dan memiliki pengalaman kuat di pasar domestik. Standard Chartered Bank dengan keahlian dan pengalaman global terkemuka yang dimilikinya menjadikan PermataBank berada dalam posisi yang unik.

12.Bank Swadesi Tbk

(59)

Bank Swadesi secara resmi beroperasi menjadi Bank Umum dengan nama PT Bank Swadesi.

Pada tahun 1990, Bank Swadesi melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT Bank Perkreditan Rakyat Panti Daya Ekonomi yang berkedudukan di Surakarta untuk dapat membuka kantor cabang di Jakarta dan setelah memperoleh ijin dari Bank Indonesia, pada tahun 1992 Bank Swadesi menjalankan usaha sebagai pedagang valuta asing. Proses tumbuh dan berkembang ini terns berlanjut dibawah kepemilikan dan manajemen yang baru dan pada tanggal 11 November 1994 Bank Swadesi mendapatkan peningkatan status dari Bank Indonesia dan secara resmi beroperasi menjadi Bank Devisa, Dengan status devisa ini semakin memperkokoh posisi Bank Swadesi sebagai lembaga kepercayaan yang memberikan jasa dan layanan perbankan yang iebih beragam sesuai dengan kebutuhan nasabah.

Sebagai langkah strategis untuk mengantisipasi perkembangan perbankan dimasa mendatang, khususnya dalam aspek permodalan, pada tahun 2002 Bank Swadesi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan tercatat sebagai lembaga perbankan ke-22 yang "go public".

13.Bank Victoria Internasional Tbk

(60)

dan mulai beroperasi secara komersil. Tahun 1997, bank tersebut memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai Pedagang Valuta Asing.

Pada bulan Juni 1999, bank ini memperoleh pernyataan efektif dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk melakukan penawaran umum kepada masyarakat sebanyak 250.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal dan harga penawaran sebesar Rp 100 per Saham dan sebanyak-banyaknya 80.000.000 Waran Seri I yang menyertai Saham Biasa Atas Nama melalui pasar modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pada bulan Maret 2000, seluruh obligasi Perusahaan telah dicatatkan pada Bursa Efek Surabaya. Pada bulan Desember 2004, sejumlah 1.258.585.426 saham Bank Victoria telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta. Pada bulan Maret 2005, PT. Bank Victoria International, Tbk melakukan pelunasan awal (call option) atas seluruh pokok obligasi dengan harga perolehan 100%.

14.Bank Mayapada Internasional Tbk

Bank Mayapada Internasional Tbk didirikan pada tanggal 10 Januari 1990. Kepemilikan bank tersebut (per 31 Desember 2008) meliputi PT. Mayapada Karunia (25,31%), PT. Mayapada Kasih (0,26%), Brilliant Bazzar PTE Ltd (7,76%), Summertime Ltd (24,43%), Dubai Ventures Ltd (7,68%), UBS AG (3,83%), Avenue Luxemburg S.A.R.L (23,03%), dan Masyarakat (<5%) (7,68%)

(61)

kesehatan, dengan misi mempertahankan operasional bank yang sehat dan memberikan nilai tambah maksimum kepada nasabah, karyawan, pemegang saham, dan pemerintah.

15.Bank Mega Tbk

Berawal dari sebuah usaha milik keluarga bernama PT. Bank Karman yang didirikan pada tahun 1969 dan berkedudukan di Surabaya, selanjutnya pada tahun 1992 berubah nama menjadi PT. Mega Bank dan melakukan relokasi Kantor Pusat ke Jakarta.

Seiring dengan perkembangannya PT. Mega Bank pada tahun 1996 diambil alih oleh PARA GROUP (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama). Untuk lebih meningkatkan citra PT. Mega Bank, pada bulan Juni 1997 melakukan perubahan logo dengan tujuan bahwa sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, akan lebih mudah dikenal melalui logo perusahaan yang baru tersebut. Dan pada tahun 2000 dilakukan perubahan nama dari PT. Mega Bank menjadi PT. Bank Mega.

Dalam rangka memperkuat struktur permodalan maka pada tahun yang sama PT. Bank Mega melaksanakan Initial Public Offering dan listed di BEJ maupun BES. Dengan demikian sebagian saham PT. Bank Mega dimiliki oleh publik dan berubah namanya menjadi PT. Bank Mega Tbk.

(62)

16.Bank OCBC NISP Tbk

PT Bank OCBC Indonesia, sebelumnya dikenal sebagai PT Bank OCBC-NISP, merupakan bank patungan yang didirikan oleh Oversea-Chinese Banking Corporation Limited, Singapura dan PT Bank NISP Tbk Indonesia pada tanggal 4 Juli 1996. Pada tanggal 6 Maret 2003, PT Bank OCBC - NISP secara resmi merger dengan PT Bank Keppel TatLee Buana Perubahan nama dari PT Bank OCBC - NISP menjadi PT Bank OCBC Indonesia efektif pada tanggal 17 Maret 2003 sesuai persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM dan Bank Indonesia. PT Bank OCBC – Indonesia merupakan bank komersial dengan fokus pada penerimaan tabungan, trade finance, corporate lending, project financing, treasury dan funds transfer.

PT. Bank NISP Tbk, yang kini menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk., merupakan bank keempat tertua di Indonesia, didirikan di Bandung pada tanggal 4 April 1941 dengan nama NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.

(63)

OCBC Bank sebagai salah satu bank terbesar di Asia. Hal ini juga merupakan komitmen besar OCBC Bank Singapura untuk terus mendukung perkembangan Bank OCBC NISP.

17.Bank Pan Indonesia Tbk

Panin Bank merupakan salah satu bank komersial utama di Indonesia. Didirikan pada tahun 1971 dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta tahun 1982 sebagai bank Go Public yang pertama. Dengan struktur permodalan yang kuat dan Rasio Kecukupan Modal yang tinggi, Panin Bank bersyukur tidak harus direkapitalisasi oleh Pemerintah pasca krisis ekonomi (1998). Pemegang saham Panin Bank adalah ANZ Banking Group of Australia (37,1%), Panin Life (45,9%) dan publik-domestik & internasional.

Per Juni 2009, Panin Bank tercatat sebagai bank ke-7 terbesar di Indonesia dari segi total aset yang sebesar Rp 71,2 triliun, dengan permodalan mencapai sebesar Rp 9,8 triliun dan CAR 23,9%.

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka Konseptual VAIC™
Tabel 1.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Karekteristik Sampel
Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital  Menurut Beberapa Peneliti
Tabel 2.2 Klasifikasi Intellectual Capital
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Pengaruh Return On Investment (ROI), Investment Oppurtunity Set (IOS), dan Arus Kas Operasi Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa

lain yang saya akui sebagai hasil tulisan saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian. yang dirujuk pada sumbernya dan disebutkan dalam

Penggunaan lahan haruslah memenuhi persyaratan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat berproduksi serta tidak mengalami kerusakan untuk jangka waktu yang tidak

Walaupun penelitian lanjut belum dilakukan, namun senyawa fenolik yang terkandung dalain kulit ranting maupun daun matoa, daun kipahit, dan daun paku

Pemanfaatan Museum Konperensi Asia Afrika sebagai sumber pembelajaran sejarah diharapkan dapat memperkaya pengetahuan sejarah, dan dapat menumbuhkan minat yang besar

 CES atau Cairan Interstisial: cairan yang terdapat pada celah antar sel, terdiri: Plasma CES atau Cairan Interstisial: cairan yang terdapat pada celah antar sel, terdiri:

Dari hasil simulasi pemanenan konstan dan musiman berdasarkan parameter kemampuan tangkap ikan diperoleh nilai yaitu real positif dan negatif yang menunjukkan kestabilan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar minat mahasiswa menjadi entrepreneur, bagaimana pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap keinginan