HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa hasil perhitungan dimensi, bentuk, dan ukuran kompor gas-biomassa dengan prinsip Top-Lit Up
Draft (T-LUD) Gasifier, serta data-data yang didapatkan dari uji performa
kompor tersebut berupa data emisi gas CO, suhu, dan sebagainya. Adapun pembahasan dan analisis hasil penelitian akan dilakukan secara rinci sesuai dengan metode penelitian yang sudah diuraikan pada BAB III METODE PENELITIAN.
4.1 Tahap Perancangan Kompor
Bentuk kompor gas-biomassa yang dirancang ditetapkan berbentuk silinder berongga. Bentuk tersebut lebih dipilih untuk digunakan bagi kompor gas-biomassa daripada bentuk kubus berongga berdasarkan pertimbangan distribusi udara dan gas pirolisis di dalam rongga bentuk itu sendiri. Dengan bentuk silinder berongga, distribusi udara dan gas pirolisis akan bergerak lebih bebas dan lebih merata dibandingkan kubus karena bentuk tersebut tidak memiliki sudut-sudut yang mampu mempengaruhi arah aliran dari udara dan gas tersebut. Dengan demikian, proses gasifikasi bahan bakar dalam kolom reaktor menjadi seragam (Belonio, 2005).
Adapun berikut ini merupakan uraian perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus dari literatur yang dilakukan untuk mendapatkan dimensi dan ukuran kompor gas-biomassa, terutama diameter dan tinggi reaktor gasifikasi. a. Jumlah daya yang diperlukan oleh kompor diestimasi dari jumlah energi yang
diperlukan untuk memanaskan 1 L air atau setara dengan 1 kg air (Mf) dalam waktu 5 menit. Adapun energi spesifik untuk air pada Tabel 3.1 sebesar 1,0 kkal/kg.oC dikali dengan perubahan suhu yang terjadi sebesar 72oC yakni, selisih suhu air mendidih (100oC) dengan suhu lingkungan (diasumsikan 28oC) sehingga diperoleh Es sebesar 75 kkal/kg. Perhitungan jumlah daya yang diperlukan tersebut dilakukan berdasarkan data dan rumus pada persamaan 3.1 (Belonio, 2005). Dengan demikian, diperoleh:
= × = 1 × 72 ⁄ × ( 60 ⁄ )
5 = 864 ⁄
= 1
Sedangkan, menurut Reed (2000), jumlah daya yang diperlukan oleh kompor gas-biomassa berkisar antara 1-3 kW. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka desain kompor gas-biomassa dalam penelitian menggunakan nilai maksimum dari jumlah daya yang diperlukan, yaitu sebesar 3 kW (sama dengan tiga kali jumlah daya yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg air selama 5 menit). Adapun daya yang lebih besar dipilih dengan tujuan mendesain kompor gas-biomassa yang dapat digunakan dalam waktu operasi yang lebih lama, mengingat sistem kompor gas-biomassa ini beroperasi secara
batch, dimana pengisian bahan bakar akan mengganggu proses gasifikasi yang
sedang berlangsung. Oleh karena itu, dipilih kapasitas maksimum sehingga pengguna tidak perlu direpotkan dengan pengisian bahan bakar yang terlalu sering.
= 3 = 2.581,15 ⁄
b. Untuk menentukan kebutuhan jumlah bahan bakar yang disuplai sesuai dengan kebutuhan energi, data yang digunakan antara lain, jumlah daya yang diperlukan, nilai kalori bahan bakar, dan efisiensi kompor gas-biomassa. Jumlah daya yang diperlukan sebesar 2.581,15 kkal/jam (diperoleh dari perhitungan sebelumnya). Nilai kalori bahan bakar merupakan nilai kalori rata-rata dari dua jenis biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor dalam penelitian ini, di mana kompor gas-biomassa yang dirancang digunakan untuk dua penelitian, yaitu uji performa dengan pelet biomassa dari bagas dan pelet biomassa dari kayu karet. Berdasarkan hasil uji karakterisasi bahan bakar biomassa yang digunakan dalam penelitian oleh Balai Besar Teknologi Energi yang terdapat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, nilai kalori (HHV/High Heating Value) untuk bagas sebesar 3.913 kal/g (16.379 kJ/kg) dan nilai kalori (HHV/High Heating
Value) untuk kayu karet sebesar 3.771 kal/g (15.784,7 kJ/kg). Adapun nilai
kalori yang digunakan dalam perhitungan merupakan LHV atau Low Heating
Value, yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Dengan demikian, didapatkan LHV untuk bagas sebesar 13.139 kJ/kg dan LHV untuk kayu karet sebesar 12.544,7 kJ/kg sehingga LHV rata-rata untuk kedua biomassa tersebut adalah sebesar 12.841,8 kJ/kg (3.069,2 kkal/kg). Kemudian, efisiensi dari kompor gas-biomassa yang dirancang (yang merupakan sebuah reaktor gasifikasi) diasumsikan sebesar 60%, mendekati efisiensi kompor LPG. Maka, dengan menggunakan rumus berikut ini diperoleh:
=
× =
2.581,15 ⁄
3.069,2 ⁄ × 0,6= 1,4 ⁄
c. Selanjutnya, perhitungan yang dilakukan adalah menghitung ukuran reaktor gasifikasi dari kompor, yakni diameter dan tinggi dari reaktor gasifikasi. Untuk menghitung diameter dan tinggi dari reaktor gasifikasi diperlukan data SGR atau Specific Gasification Rate, yaitu jumlah bahan bakar biomassa yang digunakan per satuan waktu per satuan luas penampang reaktor gasifikasi. Nilai SGR untuk bagas dan kayu karet tidak berhasil diperoleh dari studi literatur. Dalam literatur, justru diperoleh SGR untuk sekam padi sebesar 110-210 kg/m2.jam, di mana Belonio’s rice husk stove menggunakan SGR 90 kg/m2.jam dengan FCR sebesar 1,5 kg/jam (Belonio, 2005). Oleh karena itu, nilai rata-rata SGR untuk bagas dan kayu karet diasumsikan sebesar 80 kg/m2.jam dengan FCR sebesar 1,4 kg/jam. Waktu yang diperlukan untuk mengoperasikan reaktor gasifier atau membakar seluruh bahan bakar biomassa, dari bagas atau kayu karet yang digunakan, diasumsikan selama 1,3 jam. Lalu, densitas untuk bagas adalah 122,5 kg/m3 dan densitas untuk kayu karet adalah 290,67 kg/m3 (Fisafarani, 2010) sehingga densitas rata-rata untuk kedua biomassa tersebut sebesar 206,58 kg/m3. Berikut ini merupakan perhitungan diameter dan tinggi kompor berdasarkan rumus yang didapatkan dari literatur: = 1,27 , = 1,27 × 1,4 ⁄ℎ 80 ⁄ . ℎ , = 0,1491 = 14,91 ≈ 15
= × =80 ⁄ . ℎ × 1,3
206,58 ⁄ = 0,5034 = 50,34
≈ 51
d. Perhitungan berikutnya adalah menghitung jumlah udara yang diperlukan untuk proses gasifikasi dari bahan bakar biomassa yang digunakan, yang disebut dengan AFR atau Air Flow Rate. Variabel ini sangat penting karena erat kaitannya dengan penentuan spesifikasi dari blower yang akan digunakan untuk menggasifikasi bahan bakar biomassa. Rasio ekuivalen ( ) yang merupakan perbandingan antara jumlah udara aktual dan jumlah udara stoikiometrik berdasarkan Belonio (2005) sebesar 0,3-0,4. Untuk kompor gas-biomassa yang dirancang ini, perhitungan menggunakan rasio ekuivalen minimum, yaitu sebesar 0,3. Sedangkan, nilai SA atau Stoichiometric Air diperoleh dengan melakukan perhitungan persamaan reaksi terlebih dahulu, di mana uraian perhitungannya untuk masing-masing bagas dan kayu karet dapat dilihat pada LAMPIRAN. Dari hasil perhitungan, diperoleh pendekatan rata-rata SA untuk bagas dan kayu karet sebesar 6,01 kg udara per kg biomassa. Sedangkan, densitas air sebesar 1,25 kg/m3 (Belonio, 2005).
= × ×
=0,3 × 1,4 ⁄ × 7,394 ⁄
1,25 ⁄ = 2,484 ⁄
Kemudian, untuk menghitung superficial velocity ( ), yakni laju alir alir udara dalam unggun bahan bakar, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
=4
( ) =
4 × 2,484 ⁄
(0,15 ) = 114,656 ⁄ = 0,039 ⁄
e. Selanjutnya, menghitung tinggi bagian api dengan menggunakan rumus (Rizqiardihatno, 2008) sebagai berikut, di mana adalah konstanta yang besarnya 75 mm/kW0,4 untuk kompor dengan garangan seperti kompor dalam penelitian ini, dan adalah daya keluaran atau sama dengan , yaitu sebesar 3 kW sehingga:
= × ⁄ = 75 ⁄ , × (3 ) ⁄ = 116,4 = 11,64
f. Menghitung tinggi total ruang pembakaran (jumlah tinggi bagian bahan bakar ditambah dengan tinggi bagian api).
Tinggi unggun bahan bakar dalam reaktor gasifikasi didapatkan melalui persamaan: = × = 4 × × ( ) = 4 × 1,4 ⁄ 122,5 ⁄ × (0,15 ) = 0,647 = 64,7 ≈ 65 = 4 × 1,4 ⁄ 290,67 ⁄ × (0,15 ) = 0,273 = 27,3 ≈ 27
Dengan demikian, tinggi unggun bahan bakar rata-rata adalah sekitar 46 cm, ditambah dengan 12 cm (tinggi bagian api) sehingga tinggi total ruang pembakaran menjadi 58 cm. Adapun reaktor gasifikasi dirancang dengan tinggi 51 cm sehingga desain tinggi tersebut perlu ditambah 7 cm lagi, termasuk penutup bagian atas sebesar 2 cm untuk lubang keluar flue gas.
Selain tinggi total ruang pembakaran, bagian bawah kompor gas-biomassa juga ditambahkan tingginya sebesar 30 cm untuk keperluan penempatan blower, di mana blower untuk udara devolatilisasi (udara primer) diletakkan di bagian atas dari blower untuk udara pembakaran (udara sekunder). Maka, tinggi total kompor adalah 88 cm.
Adapun blower untuk udara devolatilisasi (udara primer) diarahkan langsung ke arah garangan (grate) karena berfungsi sebagai pensuplai udara untuk mengalirkan panas dan volatile matter yang keluar dari biomassa ke bagian atas kompor. Sedangkan, blower untuk udara pembakaran (udara sekunder) berada di bagian bawah, di mana udara mengalir di kedua sisi kompor gas-biomassa melalui anulus dengan diameter 2,5 cm (Belonio, 2005) sehingga total diameter dalam ditambah dengan diameter anulus menghasilkan diameter luar sebesar 20 cm.
Udara pembakaran (udara sekunder) yang melalui kedua sisi kompor tersebut juga berguna sebagai insulator panas untuk menghindari heat loss berlebih. Apalagi, kompor gas-biomassa yang dirancang ini belum begitu berfokus pada efektivitas perpindahan kalor dan penggunaan material insulator yang baik untuk mencegah terjadinya heat loss. Selain itu, udara pembakaran (udara sekunder) yang melalui anulus tersebut juga mengalami pemanasan
(preheating) karena menerima panas dari dinding luar reaktor gasifikasi secara radiasi dan konveksi Hal ini berguna untuk memperoleh suhu api yang tinggi dan efisiensi bahan bakar yang dikonsumsi. Setelah melalui anulus, udara akan masuk ke melalui lubang-lubang di silinder bagian dalam (reaktor gasifikasi) yang terletak di bagian selimut silinder atas untuk bercampur dengan gas pirolisis yang terbentuk dan juga panas yang dibawa mengalir ke atas bersama udara devolatilisasi (udara primer). Dengan demikian, terbentuklah api yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna dari gas pirolisis yang terbentuk. Diameter untuk lubang udara sekunder tersebut adalah sebesar 1,3 cm atau setara dengan 0,5 in (Belonio, 2005).
Kemudian, pada kompor juga dirancang ruang untuk mengumpulkan char dan abu hasil pembakaran yang disebut dengan char chamber. Char chamber tersebut dirancang berada pada kedua sisi kompor dekat dengan garangan (grate), di mana antara garangan (grate) dan char chamber terdapat pintu fleksibel yang terbuat dari plat, yang dapat ditutup dan dibuka untuk mengeluarkan char dan abu tersisa. Adapun char chamber berbentuk kubus dengan ukuran sisi sebesar 15 cm. Garangan (grate) dibuat melengkung seperti berbentuk dome agar char dan abu tidak jatuh ke bawah yang merupakan tempat diletakkannya blower untuk udara devolatilisasi (udara primer), melainkan terdorong ke samping di mana terdapat pintu yang terhubung dengan char chamber sehingga memudahkan pengeluaran limbah char dan abu. Char dan abu dalam jumlah banyak dengan frekuensi waktu yang sering mengenai blower pun tidak baik, apalagi bila char dan abu mengembun pada material blower, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya korosi dan membuat blower tersebut menjadi cepat rusak (Belonio, 2005).
Lalu, bagian atas dibuat fleksibel untuk memudahkan aktivitas memasukkan bahan bakar ke dalam reaktor gasifikasi. Pada bagian atas tersebut, terdapat lubang flue gas yang berjumlah 87 lubang dengan diameter sebesar 0,5 cm atau setara dengan 0,1875 in, di mana menurut Belonio (2005), lubang untuk
flue gas berkisar antara 3/18-1/4 in. Selain itu, dibuat pula pemegang terbuat dari
besi pada bagian atas yang dibuat fleksibel tersebut untuk memudahkan pemasangan dan pembukaannya, serta pertimbangan safety dari paparan panas
(panas berpindah secara konduksi pada material padat seperti logam), terutama setelah kompor beroperasi.
Berdasarkan hasil perhitungan dimensi dan ukuran dari kompor, deskripsi rancangan kompor gas-biomassa secara detail dapat dilihat pada LAMPIRAN A. Walaupun mayoritas rancangan kompor mengadopsi dari Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier, namun hasil rancangan kompor gas-biomassa memiliki beberapa perbedaan desain dibandingkan dengan Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier. Adapun perbedaan desain keduanya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4. 1 Perbedaan antara desain kompor gas-biomassa dan Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier
Perbedaan Kompor Gas-Biomassa Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier
Garangan (grate) Berbentuk melengkung seperti dome
Berbentuk tidak melengkung tetapi diberi sudut kemiringan tertentu dan
bersifat fleksibel
Aliran udara sekunder Konveksi paksa dengan blower melalui anulus
Konveksi alami dari aliran udara di lingkungan sekitar Lubang udara
sekunder
Pada dinding dalam (reaktor
gasifikasi) Pada dinding luar burner
Desain penutup fleksibel di bagian atas
Fleksibel dengan menggunakan plat, pada penutup tidak ada lubang
udara sekunder
Pada penutup terdapat lubang udara sekunder sehingga berfungsi juga
sebagai burner
Jumlah, letak, dan ukuran char chamber
2, di kedua sisi reaktor gasifikasi dengan bentuk kubus berukuran 15 cm x 15
cm x 15 cm
1, di bawah garangan (grate) dengan bentuk balok berukuran 30 cm x 22,4
cm x 16 cm
Jumlah blower yang
dipergunakan 2 blower 1 blower
Ukuran tinggi kompor 95 cm ±106 cm
Material konstruksi kompor
Dominasi mild steel, insulator menggunakan
ceramic fiber dengan dinding terluar di-cover
dengan aluminium. Garangan terbuat dari
stainless steel 314.
Reaktor gasifikasi menggunakan stainless steel, permukaan luar menggunakan lembaran galvanized iron. Insulator yang digunakan adalah abu sekam padi yang dicampur dengan
semen.
(Belonio, 2005; Winata, 2012)
4.2 Tahap Fabrikasi Kompor
Fabrikasi awal dari rancangan kompor gas-biomassa dilakukan oleh pihak luar Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia. Kompor gas-biomassa dibuat dengan material konstruksi yang digunakan adalah dari mild steel, termasuk reaktor gasifikasi di bagian dalam juga terbuat dari mild steel. Pada silinder bagian luar, sekelilingnya dipasang insulator berupa ceramic fiber dan
kemudian ditutup dengan lembaran aluminium. Sedangkan, garangan (grate) kompor terbuat dari stainless steel 314 agar tidak cepat mengalami korosi karena bagian yang akan selalu berkontakan dengan char dan abu hasil pembakaran.
Namun, pada kompor gas-biomassa hasil fabrikasi tahap awal pada Gambar 4.1 masih ada sedikit kekurangan. Ketika dilakukan uji coba (trial), ternyata kedua blower yang digunakan, baik untuk udara devolatilisasi (udara primer) maupun udara pembakaran (udara sekunder), tidak mampu memberikan suplai udara yang cukup terutama untuk melewati unggun bahan bakar dimana laju alir udara yang terukur hampir nol. Dengan demikian, pemilihan alat pendorong udara atau blower termasuk hal yang penting untuk diperhatikan.
Awalnya, kompor gas-biomassa sebelum dimodifikasi menggunakan jenis
axial blower seperti kipas (fan) yang banyak digunakan pada CPU komputer.
Namun, daya dorong blower tersebut kurang mampu untuk melewati hambatan berupa tekanan yang diberikan oleh susunan unggun pelet dan juga porositas kecil dalam reaktor gasifikasi akibat susunan unggun pelet yang rapat sehingga udara sudah cukup sulit untuk melewati unggun pelet tersebut. Oleh karena itu, blower tersebut diganti dengan centrifugal blower yang bertekanan Menurut Belonio (2005) dan Rizqiaradihatno (2009), daya dorong yang dihasilkan oleh jenis
blower tersebut cukup besar untuk dapat melewati hambatan dan mampu
mencegah sebagian aliran terpantul kembali. Centrifugal blower yang digunakan untuk udara devolatilisasi (udara primer) adalah centrifugal blower berdiameter 2 in dengan spesifikasi 220 V dan 1 A, sedangkan untuk udara pembakaran (udara sekunder) adalah centrifugal blower berdiameter 2,5 in dengan spesifikasi 220 V dan 1,6 A. Sebagai akibatnya, beberapa desain dimodifikasi termasuk pemasangan pipa fleksibel, penutupan lubang yang tidak diperlukan, serta penambahan tinggi kompor di bagian bawah sebesar 7 cm sehingga total tinggi kompor menjadi 95 cm. Adapun modifikasi kompor gas-biomassa dilakukan oleh karyawan Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta. Hasil modifikasi dari kompor gas-biomassa dapat dilihat pada Gambar 4.2 sebagai berikut.
Gambar 4. 2 Hasil fabrikasi kompor gas-biomassa setelah modifikasi (dengan centrifugal blower)
Selain hal tersebut, kekurangan lainnya adalah penutup bagian atas kompor dimana terdapat lubang-lubang untuk flue gas, setelah dilakukan beberapa modifikasi, pada akhirnya belum dapat digunakan. Hal ini terkait dengan total luas lubang flue gas tersebut dan total luas lubang untuk udara udara sekunder. Perbandingan kedua total luas tersebut harus dilakukan percobaan secara khusus sehingga dapat memenuhi quenching distance untuk pembakaran dalam kompor gas-biomassa dalam penelitian. Quenching distance adalah jarak atau diameter kritikal untuk api menjadi padam (Turns, 1996). Adapun pada kompor gas-biomassa dalam penelitian total luas lubang flue gas (17,07 cm2) lebih kecil daripada total luas lubang udara sekunder (31,84 cm2) sehingga api tidak dapat keluar melalui lubang-lubang flue gas. Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan secara khusus untuk menentukan diameter lubang yang tepat sehingga diperoleh total luas lubang yang tepat pula. Kekurangan tersebut akan diteliti dan diperbaiki oleh peneliti selanjutnya.
4.3 Tahap Preparasi Bahan Bakar
Pada tahap ini, biomassa yang digunakan, yaitu limbah bagas, dipotong dan dihaluskan hingga seukuran tepung (sekitar 2 mesh) dengan menggunakan mesin penghancur. Setelah dihaluskan, biomassa dimasukkan ke cetakan pelet dan kemudian ditekan dengan menggunakan pressure pelletizer sehingga memiliki bentuk silindris yang kompak. Tujuan dari pembentukan biomassa menjadi pelet adalah untuk reduksi volum dan meningkatkan karakteristik bahan bakar. Pelet biomassa dari limbah bagas yang dicetak dalam penelitian dapat dilihat hasilnya pada Gambar 4.3 berikut ini:
Gambar 4. 3 Pelet bagas yang dibuat dalam penelitian
Adapun dalam tahap preparasi bahan bakar ini, salah satu langkah yang penting untuk dilakukan adalah mengatur moisture content dari biomassa.
Moisture content dalam biomassa yang terlalu tinggi mampu menyebabkan bahan
bakar menjadi sulit terbakar, waktu penyalaan lama, dan efisiensi pembakaran menjadi rendah (Fisafarani, 2010). Adapun moisture content dapat diketahui dengan melakukan pengeringan biomassa pada oven dengan suhu 105oC (W. Agung, et al., 2010; Lubwama, 2010) yang berlangsung dalam selang waktu tertentu. Adapun prosedur pengeringan dapat dicermati pada BAB 3 METODE PENELITIAN Sub Bab 3.3 Tahapan Penelitian. Berikut ini merupakan data yang diperoleh dari hasil pengeringan sampel biomassa bagas sebanyak 10,001 g dan hasil pengolahannya disajikan dalam Tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4. 2 Perhitungan moisture content dari biomassa bagas
t (detik ke-) mwadah (g) mwadah+biomassa (g) mbiomassa (g) Moisture Content (%) 0 14,1754 24,176 10,001 12,414 300 23,234 9,059 1,824 600 23,155 8,980 0,935 900 23,123 8,947 0,571 1200 23,083 8,908 0,126 1500 23,072 8,896 0
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, diperoleh moisture content dalam biomassa bagas yang digunakan dalam penelitian sebesar 12,41%. Padahal, biomassa yang diinginkan untuk dijadikan sebagai bahan bakar pelet bagi kompor gas-biomassa adalah biomassa dengan moisture content sebesar 10%. Oleh karena itu, biomassa bagas tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. Adapun waktu yang diperlukan untuk mengeringkan biomassa bagas tersebut hingga memiliki
moisture content sebesar 10% dapat dihitung dengan melakukan interpolasi data moisture content pada detik ke-0 dan detik ke-300 sehingga diperoleh waktu
pengeringan selama 69 detik.
Sedangkan, menurut hasil uji karakterisasi bahan bakar biomassa yang digunakan dalam penelitian oleh Balai Besar Teknologi Energi yang terdapat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, diperoleh moisture
content sebesar 11,20% (basis persentase massa kering).
4.4 Tahap Pengujian
Dalam tahap ini, performa operasi dari kompor gas-biomassa yang telah dirancang dan difabrikasi akhirnya diuji. Variabel utama yang diuji adalah emisi gas CO, karena kompor gas-biomassa dalam penelitian memang dirancang dengan tujuan untuk mengatasi masalah polusi dalam dapur rumah tangga akibat emisi gas CO yang berlebih dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Emisi gas CO diukur menggunakan Flue Gas Analyzer E-Instrument Type E4400-S yang mampu mengukur gas CO hingga 8000 ppm. Kemudian, variabel yang lain yang diuji adalah suhu api dan efisiensi termal (suhu air digunakan untuk mengukur efisiensi termal dari kompor gas-biomassa). Suhu tersebut diukur menggunakan
termokopel yang dihubungkan dengan Advantech Data Logger Temperature. Adapun tahap pengujian ini dilakukan di Laboratorium Energi Berkelanjutan Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Tahapan pengujian performa kompor ini dimulai dengan menimbang massa bahan bakar pelet biomassa sebanyak 1400 g, kemudian bahan bakar tersebut dimasukkan ke dalam reaktor gasifikasi pada kompor gas-biomassa. Penutup kompor yang digunakan hanya bagian dalam saja, bagian luar tidak dipergunakan karena alasan seperti yang telah diuraikan pada tahap fabrikasi kompor. Selanjutnya, penyalaan awal dilakukan dengan menggunakan potongan-potongan kertas yang telah dicelupkan ke dalam etanol. Potongan-potongan-potongan kertas tersebut dimasukkan ke dalam reaktor gasifikasi dan diletakkan di atas susunan pelet paling atas. Setelah itu, dilakukan penyulutan dengan menggunakan korek api sehingga terbentuk api. Api tersebut perlahan mulai membentuk bara dan membakar susunan pelet paling atas sehingga volatile matter dari susunan pelet biomassa paling atas tersebut mulai keluar. Lalu, blower mulai dinyalakan dan diatur laju alirnya meningkat secara perlahan. Laju alir udara perlu diatur hingga mendapatkan nyala api yang cukup stabil (lidah api yang terbentuk stabil). Adapun waktu yang diperlukan dari penyalaan, gas mulai diproduksi hingga
blower mulai dinyalakan disebut dengan start up time, dimana dalam penelitian
ini start up time berkisar antara 2-5 menit. Sedangkan, waktu yang diperlukan dari sejak blower dinyalakan hingga gas-gas pirolisis dari biomassa habis diproduksi dan api mulai mati disebut dengan operating time. Operating time dalam penelitian berkisar antara 30-50 menit, termasuk waktu yang diperlukan untuk mendapatkan laju alir udara devolatilisasi (udara primer) dan udara pembakaran (udara sekunder) yang mampu membentuk lidah api yang stabil (sekitar 5-10 menit). Dengan demikian, total operating time dapat mencapai 35-55 menit. Kemudian, proses pembakaran dilanjutkan dengan pembakaran char (glowing
combustion) yang berlangsung lebih lama, yakni sekitar 40-60 menit.
Adapun setelah pembakaran char berakhir, char dan abu yang bersisa ditimbang massanya. Data pada Tabel 4.3 berikut ini merupakan hasil perhitungan persentase massa dari char dan abu yang dihasilkan dari pembakaran kompor gas-biomassa dalam penelitian, dimana persentase char dan abu tersebut sangatlah
kecil, yakni berkisar antara 2-6%. Jika dibandingkan dengan Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier yang menghasilkan char dan abu hingga 16,9-35% dan Wood
Gas Turbo Stove 13-50% dengan variasi bahan bakar, nilai persentase tersebut
sangatlah kecil. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan karena kandungan abu (ash content) dan karbon tetap (fixed carbon) yang dimiliki oleh bahan bakar biomassa yang digunakan (bagas) dalam penelitian relatif rendah, yaitu sebesar 1,32% dan 14,33%, sedangkan volatile matter dalam bagas tersebut mencapai 73,16% (basis massa kering) (lihat LAMPIRAN). Dengan demikian, pemilihan karakteristik bahan bakar yang dipergunakan memang merupakan salah satu faktor penting dalam mengoptimasi performa suatu kompor.
Tabel 4. 3 Persentase massa char dan abu terhadap massa bahan bakar
Uji ke- Kapasitas loading Massa bahan bakar (kg) Massa char+abu (%) 1 Penuh 1,4 2,32 2 Penuh 1,4 2,88 3 Penuh 1,4 2,64 4 Penuh 1,4 6,04
4.4.1 Pengujian Emisi Gas CO
Pengambilan data dalam pengujian emisi gas CO dilakukan sebanyak lima