• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kompor Biomassa

2.2.4 Kompor Gas-Biomassa dengan Prinsip T-LUD Gasifier

Udara yang masuk dari bagian bawah garangan (grate) disebut udara primer. Udara primer berperan dalam tahap pertama dari sistem gasifikasi pada kompor yang bertujuan memproduksi gas, yaitu devolatilisasi atau pirolisis. Udara primer mempunyai pengaruh yang besar terhadap panas di dalam reaktor gasifikasi, serta laju dan intensitas dari proses pirolisis. Semakin sedikit udara primer yang tersedia, maka semakin sedikit gas pirolisis yang terbentuk. Sedangkan, udara yang masuk ke bagian atas bahan bakar dan bereaksi dengan

volatile matter disebut udara sekunder. Udara sekunder berperan dalam tahap

kedua dari sistem gasifikasi pada kompor yang bertujuan membakar gas, yaitu pembakaran sempurna gas pirolisis. Bila udara sekunder semakin ditingkatkan, maka gas pirolisis akan terbakar secara sempurna. Adapun dengan adanya udara,

panas dapat berpindah ke sekitar sehingga dapat mempercepat penyalaan pada bahan bakar padat (Roth, 2011; Tanto, 2011).

2.2.4.2 Mekanisme Kerja dari Prinsip T-LUD Gasifier

T-LUD Gasifier (disebut juga dengan Inverted Downdraft Gasifier) merupakan salah satu prinsip gasifier, yang memiliki konsep penyalaan bahan bakar pada bagian atas dari unggun pelet (top-lit). Panas yang dihasilkan penyalaan bahan bakar bermanfaat untuk dekomposisi material organik dari bahan bakar biomassa sehingga melalui pirolisis, biomassa dipisahkan menjadi volatile

matter (gas) dan char (padat). Adapun laju devolatilisasi yang menghasilkan volatile matter tersebut dibantu oleh aliran udara devolatilisasi (udara primer) dari

bawah ke atas yang jumlahnya terbatas. Baik aliran udara primer maupun aliran gas pirolisis, bergerak menuju ke bagian atas gasifier (up draft). Gas pirolisis yang naik tersebut akan bercampur dengan aliran udara pembakaran (udara sekunder) yang laju alirnya lebih besar daripada laju alir udara devolatilisasi (udara primer) di bagian atas sehingga terjadi pembakaran sempurna yang mengakibatkan emisi gas CO yang dicapai menjadi rendah.

Adapun pirolisis biomassa yang terjadi mulai dari susunan unggun pelet paling atas terlebih dahulu menyebabkan terbentuknya lapisan char sehingga di bagian atas terdapat char zone. Sementara itu, di bawah char zone terdapat

flaming pyrolysis zone. Kemudian, diikuti oleh ungasified fuel zone, yakni zona

bahan bakar yang belum mengalami proses konversi ke gas (Panwar, 2010).

Flaming pyrolysis memiliki pengertian bahwa peristiwa devolatilisasi dan

pembakaran gas-gas yang terdevolatilisasi terjadi secara simultan dan berkelanjutan (Erlich, 2005). Menurut www.woodgas.com, kata “flaming” tersebut menunjuk pada flaming combustion yang digunakan untuk mendefinisikan pembakaran dengan visible flame. Flaming combustion tersebut diikuti dengan glowing combustion, di mana pembakaran terjadi pada permukaan

char dari biomassa sehingga char berpijar. Pertama-tama, biomassa mengalami

pirolisis dan gas-gas pirolisis terbakar dalam flaming combustion, kemudian api menghilang dan char yang terbentuk terbakar pada glowing combustion. Jadi, sebenarnya pada prinsip tersebut, pembakaran sempurna gas (CO, H2, dan

lain-lain) yang terjadi lebih dahulu daripada pembakaran char di dalam kompor mengakibatkan produk emisi dari pembakaran tidak sempurna, seperti CO, dapat dikurangi hingga konsentrasi sangat rendah. Emisi CO yang sangat rendah mampu menyebabkan nyala api biru sehingga kompor dengan prinsip ini berpotensial untuk menggantikan kompor LPG (Panwar, 2010).

Wood-Gas Turbo Stove dirancang pada tahun 2000 menggunakan prinsip

T-LUD Gasifier, dimana rancangan dapat diperhatikan pada Gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Wood-Gas Turbo Stove dengan konveksi alami yang terbuat dari 15 cm riser sleeve (kiri) dan Wood-Gas Turbo Stove dengan konveksi paksa 3 W blower yang menghasilkan 3 kW

api (kanan) (Reed, et al., 2000)

Wood-Gas Turbo Stove, kompor ini secara aplikatif telah dapat digunakan untuk

keperluan memasak indoor dan telah mampu meminimasi emisi gas CO hingga 22 ppm (pengukuran 80 cm dari atas kompor). Perancangan kompor tersebut dilatarbelakangi oleh penggunaan bahan bakar gas yang lebih diminati karena lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar padat. Adapun laju produksi gas dan pemanasan dikontrol oleh ketersediaan udara devolatilisasi (udara primer) yang mengalir dari bawah (Reed, et al., 2000). Meskipun begitu, bahan bakar yang telah digunakan untuk uji operasi pada Wood-Gas Turbo Stove masih belum memperhatikan kandungan volatile matter yang tinggi. Bahan bakar yang telah digunakan, antara lain peanut shell pellets, coconut shell, palm nut shell, kayu (wood pellets dan wood chips), dan batubara (coal). Hal tersebut dapat dilihat

pada data operasi dan turunan yang dihasilkan dari pengujian Wood-Gas Turbo

Stove yang disajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Data Operasi dan Turunan untuk Bahan Bakar yang Dipilih dalam Pengujian Wood-Gas Turbo Stove

TEST FUEL PEANUT SHELL PELLETS WOOD PELLETS COCONUT SHELL PALM NUT SHELL WOOD CHIPS COAL Test Date 5/25 5/9 4/22 4/27 4/26 4/28 FUEL DATA Moisture Content 6,4 6,5 6,2 6 7,8 3,1 Fuel Wt. – g 500 500 305 150 180 260 Fuel Density-g/cm3 0,58 0,64 0,48 0,26 0,265 1,69 RUN DATA Volatile burn time-min 30 41 19 13 15 37 Volatiles burned-g 490 410 215 130 150 150 Times to Boil-min 7,2 7,0 13,0 8,0 6,0 10,0 Charcoal yield-g 130,0 90,0 90,0 20,0 30,0 130,0 Water boiled-g 930,0 850,0 220,0 100,0 145,0 850,0 DERIVED DATA Charcoal Yield-% 26,0 18,0 29,0 13,0 17,0 50,0 Boiling Efficiency 31,0 31,8 37,5 33,0 20,0 24,0 Average Intensity 2,1 2,5 2,8 2,5 2,5 2,4 (Reed, et al., 2000)

Batubara (coal) sebagai bahan bakar sebenarnya sangat membuang energi dan menimbulkan polusi yang tinggi akibat kandungan C yang tinggi, sedangkan penggunaan kayu sebagai bahan bakar masih berbenturan dengan masalah deforestasi (Reed, et al., 2000; Achard, 2002). Oleh karena itu, untuk jenis bahan bakar biomassa lainnya, Wood-Gas Turbo Stove masih membutuhkan optimasi dan penyesuaian dengan keperluan penggunaannya. Selain itu, walaupun pembakaran dalam kompor tersebut relatif bersih, namun kualitas pencampuran

gas-udara masih rendah akibat ketidakstabilan api sehingga terkadang api yang timbul berwarna kuning. Selain itu, pada pengujian Wood-Gas Turbo Stove diperoleh char yield 20-25% (basis massa kering), yang berarti bahwa masih ada

char yang terbakar dan hal ini tentunya memerlukan penanganan (Reed, et al.,

2000). Hal tersebut dapat terjadi karena berkaitan dengan reaktivitas dari char yang terbentuk (Erlich, 2005). Pembakaran char yang mengandung C tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya emisi gas CO karena reaksi C menjadi CO berlangsung cepat.

Kemudian, ada pula Anderson’s Juntos “Model B” T-LUD Gasifier yang dibuat pada tahun 2004. Kompor tersebut memanfaatkan konveksi paksa, baik untuk aliran udara primer maupun udara sekunder. Anderson juga merancang kompor gas-biomassa dengan memanfaatkan aliran udara secara konveksi alami, dimana kompor tersebut diberi nama Champion T-LUD ND (Natural Draft) yang dimanufaktur oleh Servals Automation Pvt. Ltd, India. Kompor tersebut berhasil memenangkan penghargaan sebagai kompor dengan pembakaran paling bersih di antara sembilan jenis kompor biomassa lainnya pada Aprovecho Stove Camp 2005, dimana kompor tersebut menghasilkan emisi gas CO sebesar 3,5 g/L dengan bahan bakar pelet dari biomassa kayu. Desain ruang gasifikasi dan pembakaran berhasil diselesaikan pada akhir bulan Agustur tahun 2005 dan kompor tersebut mulai diproduksi secara komersial di India pada tahun 2009.

Champion T-LUD ND (Natural Draft) dapat dilihat pada Gambar 2.11 sebagai

berikut (Roth, 2011).

Gambar 2. 11 Champion T-LUD ND (Natural Draft) (Roth, 2011)

Selanjutnya, Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier yang memanfaatkan aliran konveksi paksa untuk udara primernya dan konveksi alami untuk udara sekundernya. Kompor tersebut merupakan kompor gas-biomassa pertama dengan pembakaran partikel halus limbah biomassa menggunakan prinsip T-LUD

Gasifier yang mampu menghasilkan gasifikasi yang sempurna, menghasilkan

nyala api biru yang konsisten, dan emisi yang rendah, menggunakan biomassa dari sekam padi (Belonio, 2005). Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier telah diproduksi di Filipina dalam jumlah terbatas denganharga US$ 200 per unit. Hasil rancangan secara fisik dari kompor tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12. Pengembangan kompor Belonio tersebut dilakukan secara komersial dengan memproduksi kompor yang serupa dalam tiga jenis ukuran oleh Paul Olivier di Vietnam pada tahun 2008 dengan bahan stainless steel dan diberi nama Belonio’s

Rice Hull T-LUD.

Gambar 2. 12 Belonio’s Rice Husk T-LUD Gasifier (Belonio, 2005)

N. L. Panwar dan N. S. Rathore (2008) awalnya merancang wood-gas

stove dengan 5 kW producer gas stove, dimana emisi gas CO yang dihasilkan

oleh kompor tersebut mencapai 1-3 ppm, namun diukur dengan jarak 1 m dari ketinggian kompor menggunakan Gas Analyzer. Efisiensi termal dan suhu api maksimum yang diperoleh sebesar 26,5% dan 736oC. Lalu, N. L. Panwar (2010)

melakukan evaluasi performa SPRERI Gasifier Stove menggunakan jarak pagar sebagai bahan bakar, dimana kompor tersebut mampu mencapai efisiensi termal sebesar 31,10% dan menekan konsentrasi emisi gas CO hingga 3-6 ppm diukur dengan jarak 1 m dari ketinggian kompor menggunakan Gas Analyzer. Adapun biomassa dari jarak pagar memiliki kandungan abu yang tinggi, yakni 15,23%, dan kandungan abu tersebut melebur pada suhu 750oC sehingga tidak sesuai untuk zona oksidasi pada kompor tersebut yang dapat mencapai suhu 900o-1000oC. Kandungan abu yang tinggi dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena emisi partikulat yang tinggi. Jarak pagar pun sebenarnya masih jarang digunakan di Indonesia sebagai pelet biomassa untuk kompor (Suhartini, 2010) dan lebih umum digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Suhu permukaan terluar kompor tersebut pun masih mencapai suhu tinggi, yaitu sebesar 110oC, yang berarti masih ada peluang untuk meminimasi kehilangan kalor (heat loss) yang terjadi akibat adanya konduksi dan radiasi. Nyala api biru juga hanya muncul ketika lima menit pertama pada penyalaan awal. Adapun Material konstruksi SPRERI Gasifier Stove terbuat dari mild steel (IS 2062) dengan insulator dari

Insulite-7, skema kompor dapat dilihat pada Gambar 2.13. Harga untuk SPRERI Gasifier Stove pun cukup mahal, yaitu sebesar US$ 22 (Panwar, 2010).

Gambar 2. 13 SPRERI Gasifier Stove (Panwar, 2010)

Selain itu, di Indonesia, kompor gas-biomassa yang telah dibuat antara lain kompor gas-biomassa yang juga diadopsi dari Belonio’s Rice Husk T-LUD

Gasifier, namun bahan bakar kompor berupa pelet biomassa dan wood charcoal

Kompor tersebut diberi nama MJ Biomass-Gas Stove, yang dimanufaktur oleh PT Minang Jordanindo Approtech. Kompor tersebut hanya memiliki daya keluaran sebesar 1 kW dengan sistem batch dalam pengisian bahan bakar (Roth, 2011). Mahasiswa dari UNS, W. Agung, et al. (2011) juga mengadopsi kompor yang didesain oleh Belonio tersebut. Di Indonesia sendiri, sebenarnya sudah diproduksi kompor gas-biomassa dengan prinsip T-LUD yang merupakan hasil karya Muhammad Nurhuda dari Departemen Fisika Universitas Brawijaya, Malang, yang terdiri dari dua model, yaitu bernama UB-02 dan UB-03-1 (Roth, 2011). Kompor tersebut berhasil mencapai efisiensi lebih dari 50%. Menurut Nurhuda, kunci keberhasilan dari kompor tersebut adalah pada gerak turbulen atau gerakan mengaduk antara aliran gasifikasi terpanaskan dan aliran udara sekunder yang menyebabkan pembakaran sempurna (www.fisika.ub.ac.id).

Dokumen terkait