BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
2.1.5 Tahap-tahap Pembakaran Biomassa
Untuk dapat mengontrol dan mengoptimasi suatu proses pembakaran, pertama-tama hal yang perlu diketahui adalah kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap pembakaran tersebut. Kondisi-kondisi yang dimaksud di sini adalah terkait dengan setiap tahap yang berlangsung secara terpisah dan kronologis seiring dengan kenaikan suhu dari material yang digunakan sebagai bahan bakar. Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai setiap tahap yang terjadi dalam pembakaran biomassa:
a. Pengeringan
Dalam tahap ini, air yang terkandung dalam biomassa menguap. Seperti diketahui dalam proses pengeringan, keberadaan air dalam suatu bahan bakar padat terdiri dari dua bentuk, yaitu air bebas (air yang terdapat dalam pori-pori pada permukaan luar suatu bahan bakar padat dan jenis air ini mudah untuk menguap) dan air terikat (air yang berada di struktur permukaan dalam atau internal dari bahan bakar padat, memiliki gaya ikat atau adhesi yang cukup kuat dengan partikel bahan bakar padat tersebut, dan lebih sulit untuk menguap sehingga memerlukan energi yang berlebih jika ingin menguapkan jenis air tersebut). Adapun waktu yang dibutuhkan untuk mengubah seluruh air menjadi uap air bergantung pada moisture content yang dimiliki oleh biomassa yang digunakan. Semakin rendah moisture content, semakin singkat waktu pengeringan dan semakin besar energi yang dihasilkan untuk pembakaran.
Menurut www.pellheat.com, target untuk moisture content dalam pelet yang telah menjadi produk jadi sebaiknya di bawah 10%, karena jika lebih dari 10% maka membutuhkan energi yang lebih besar untuk membakarnya. Sedangkan, menurut Roth (2011), moisture content 8-20% adalah yang terbaik untuk pelet, meskipun pada kompor yang menggunakan sistem aliran konveksi paksa (seperti kompor gas-biomassa yang dirancang dalam penelitian ini) masih dapat membakar bahan bakar dengan moisture content hingga 30%. Berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh dari data literatur tersebut, dengan demikian pelet bagas yang digunakan dalam penelitian ini diatur untuk memiliki moisture
content sebesar 10% agar tidak meningkatkan biaya untuk efisiensi pembakaran.
b. Devolatilisasi (Pirolisis)
Jika pengeringan partikel-partikel dalam biomassa telah selesai terjadi, maka suhu akan meningkat. Ketika suhu naik dan panas diabsorpsi oleh partikel biomassa, biomassa terdekomposisi melalui tahapan secara lengkap (dimulai dari hemiselulosa, selulosa, dan lignin). Sebagai akibatnya, biomassa melepaskan
volatile matter dan menyisakan produk padatan (char). Adapun dalam proses
dekomposisi biomassa tersebut, sebenarnya antara pelepasan volatile matter atau produk gas pirolisis dan pembentukan produk padatan (char) terjadi secara terpisah. Bila dipandang dari sisi pelepasan volatile matter dari biomassa, fenomena ini disebut dengan devolatilisasi. Sedangkan, dipandang dari sisi pembentukan char, fenomena ini dikenal dengan nama karbonisasi (Roth, 2011).
Volatile matter sendiri diyakini berasal dari spesi turunan dari putusnya
ikatan -H2, -CH, -CH2, -CH3, dan -OH yang terdapat di sekeliling biomassa, di mana spesi-spesi tersebut memiliki berat molekul yang ringan (Tanto, 2011) Pada saat devolatilisasi terjadi, volatile matter mengalir keluar dari pori-pori partikel biomassa sehingga oksigen dari luar tidak dapat berpenetrasi ke dalam partikel. Oleh karena itu, fenomena devolatilisasi ini sering juga disebut dengan tahap pirolisis (Borman, & Ragland, 1998). Pirolisis merupakan destruksi termal dari material organik tanpa keberadaan oksigen (Demirbas, 2004).
Selanjutnya, produk gas pirolisis akan menyala dan membentuk api yang mengelilingi sekitar partikel sebagai akibat dari oksigen yang berdifusi ke produk
gas pirolisis. Kemudian, api tersebut memberikan panas ke partikel sehingga pelepasan volatile matter dari biomassa terulang kembali dan demikianlah devolatilisasi terjadi terus-menerus hingga volatile matter dalam biomassa tersebut habis dan hanya tertinggal padatan (char) biomassa saja.
Karena adanya energi panas yang dilepaskan seiring dengan pelepasan
volatile matter itulah, semakin banyak kandungan volatile matter, maka semakin
rendah suhu penyalaan yang dibutuhkan (Tanto, 2011). Apalagi, jika volatile
matter dalam jumlah banyak tersebut mengalami devolatilisasi, maka pada saat volatile matter tersebut telah terbakar habis akan mengakibatkan porositas char
yang terbentuk semakin besar dan hal ini berperan dalam pembakaran char yang terjadi selanjutnya. Membesarnya porositas char menyebabkan aliran udara yang melewati partikel char menjadi semakin turbulen sehingga menimbulkan ulakan (eddy) yang mempermudah oksigen berdifusi lebih lanjut ke permukaan internal
char (Singh, et al., 2009). Dengan demikian, pembakaran pun menjadi semakin
sempurna dan efisien. Adapun laju dari devolatilisasi dan produk pirolisis bergantung pada suhu dan jenis bahan bakar (Borman, & Ragland, 1998; Tanto, 2011).
c. Pembakaran Gas
Biomassa mengandung komponen penyusun yang sangat kompleks dimana volatile matter yang ada di dalamnya berbeda untuk setiap jenis biomassanya. Berikut ini merupakan reaksi pembakaran sederhana dari volatile
matter yang seringkali terjadi pada proses pembakaran bahan bakar padat
(Fisafarani, 2010): + → QP = +242 kJ/mol (2.1) + → QP = +283 kJ/mol (2.2) + → + QP = +35,7 kJ/mol (2.3) + → + QP = -206 kJ/mol (2.4) + → + QP = +41,1 kJ/mol (2.5)
Diman QP sama dengan –ΔH (Glassman, 1996). Adapun panas yang dihasilkan oleh reaksi eksotermis sangat penting dalam pelepasan volatile matter dan penyalaan api pada char.
d. Pembakaran Padatan (Char) Biomassa
Tahap akhir dalam proses pembakaran suatu bahan bakar padat adalah pembakaran char. Ketika devolatilisasi selesai terjadi, maka yang tersisa adalah
char dan abu saja. Char merupakan bahan residu yang kaya akan karbon namun
miskin akan oksigen dan hidrogen. Partikelnya memiliki patahan dan lubang yang disebabkan oleh hilangnya gas dan volatile matter sehingga ukurannya membesar dari sebelumnya. Oleh karena itu, pada umumnya char memiliki tingkat porositas yang tinggi. Porositas untuk char yang berasal dari biomassa kayu adalah sekitar 0,9 (90% voids) dengan luas permukaan internalnya sekitar 10.000 m2/g.
Ketika volatile matter keluar dari biomassa dan meninggalkan char, terdapat lubang-lubang yang menyebabkan char memiliki pori yang besar sehingga oksigen dapat berdifusi melalui boundary layer yang terdapat pada sekitar lubang-lubang berpori partikel dan masuk ke dalam partikel char tersebut. Oleh karena itu, laju pembakaran char amat bergantung pada laju reaksi kimia, yakni reaksi heterogen antara karbon dalam char dan oksigen yang terjadi pada permukaan keduanya (gas-solid interface). Produk utama dari reaksi permukaan ini terutama berupa gas CO. Selanjutnya, gas CO tersebut akan bereaksi di luar partikel untuk membentuk CO2. Reaksi pembentukan CO2 tersebut sangat eksotermis sehingga mampu meningkatkan suhu char 100-200oC di atas suhu gas luar. Tahap ini relatif lebih lama dibandingkan devolatilisasi.
Adapun reaktivitas char bergantung pada jenis biomassanya, suhu gas, tekanan, bilangan Reynold, karakteristik char (ukuran, porositas, luas permukaan, dan lain-lain), dan konsentrasi oksigen. Konsentrasi oksigen dan laju difusi oksigen tersebut melewati boundary layer dan masuk ke dalam partikel char juga merupakan faktor penting dalam laju pembakaran char, selain laju reaksi kimia yang telah dijelaskan (Borman, & Ragland, 1998; Tanto, 2011).
2.1.6 Gasifikasi sebagai Konversi Termal Biomassa