• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Hewan

Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya terpantau secara berkelanjutan. Sapi yang diterima harus memenuhi standar kriteria yang ditetapkan PT. Elders Indonesia. Peternakan dapat memastikan seluruh hewan yang dikirim adalah hewan yang sehat dan mendapatkan pakan baik yang mengandung konsentrat dan protein yang tinggi. Hal yang sama diungkapkan oleh Lestari et al. (2005) bahwa hewan yang mendapatkan pakan dengan komposisi protein yang cukup akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi.

Sebelum sapi dipotong dilakukan pemeriksaan antemortem terlebih dahulu oleh petugas medis yang dimiliki pihak rumah potong hewan PT. Elders Indonesia. Sapi yang telah diperiksa harus diistirahatkan terlebih dahulu agar mengurangi keadaan stres. Istirahat yang diberikan pada sapi yang akan dipotong sekitar 6-12 jam. Menurut Soeparno (2005) hewan harus diistirahatkan selama 12-18 jam sebelum dipotong, sapi harus dipuasakan agar memperoleh bobot tubuh kosong (karkas optimal), sehingga pengukuran yang dilakukan tepat. Sapi yang sudah mendapatkan prosedur yang tepat harus dibersihkan terlebih dahulu agar mengurangi rasa stres setelah itu dimasukan ke dalam ruang potong. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai hewan yang meliputi jumlah karkas, jeroan, dan lainnya.

Tindakan kedua adalah postmortem (pemeriksaan setelah pemotongan) yaitu pemeriksaan karkas dan alat-alat dalam (viscera), serta produk akhir. Pemeriksaan postmortem yang dilakukan antara lain adalah pemeriksaan karkas, pertama dari kelenjar limfe, pemeriksaan kepala pada bagian mulut, lidah, bibir, dan otot masseter, dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati serta limpa. Jika terdapat kondisi abnormal pada karkas, organ internal atau bagian-bagian karkas lainnya, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Proporsi Karkas dari Bobot Hidup

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena mengetahui tingkat konsumsi pakan. Pertumbuhan dapat diukur dengan menghitung selisih bobot awal dengan bobot akhir setelah proses pemeliharaan lalu dibagi dengan lama pemeliharaan (Soeparno 2005). Bobot potong adalah bobot tubuh hewan sesaat sebelum dipotong (Sugana dan Duldjaman 1983). Meiaro (2008) mengemukakan bahwa bobot potong akan memiliki korelasi positif dengan tubuh kosong (bobot karkas optimal). Peningkatan bobot potong akibat dari pertumbuhan hewan. Bobot tubuh kosong adalah bobot potong setelah dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan dan empedu. Bobot karkas adalah bobot bagian tubuh yang tertinggal setelah darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, usus, kantong urine, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati, dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut) diambil (Lawrie 2003). Data hasil pembelahan karkas sapi Brahman Cross disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pembelahan sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup

Data pada Tabel 1 menunjukkan semakin tinggi bobot potong maka akan semakin tinggi juga bobot karkas yang dihasilkan. Jumlah dan mutu pakan yang baik tidak dapat merubah tubuh hewan yang secara genetis bertubuh kecil, tetapi pemberian pakan dalam jumlah yang rendah tidak akan mampu memberikan pertambahan bobot hidup dan pertumbuhan karkas secara optimal sesuai dengan potensi genetik yang ada pada masing-masing hewan. Kecepatan tumbuh, persentase karkas yang tinggi hanya mungkin dapat terealisasi apabila hewan tersebut dapat memperoleh pakan yang cukup (Padang dan Irmawati 2007).

Parameter Sapi I II III Bobot (rataan) % Bobot (rataan) % Bobot (rataan) % Bobot hidup 497.00 - 527.50 - 582.00 - karkas paruh 1  132.00 26.56 140.75 26.68 153.75 26.42 karkas paruh 2 132.50 26.66 146.00 27.68 153.75 26.42 Bobot total karkas 264.50 53.22 286.75 54.36 307.50 52.84

Bobot Karkas dari Bobot Hidup

Data pada Tabel 1 menunjukkan bobot karkas tertinggi ditunjukkan pada kelas III sebesar 153.75 kg, dan bobot terkecil ditunjukkan pada kelas I. Bobot karkas kelas II berada diantara bobot kelas I dan kelas III. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hewan yang memiliki bobot hidup besar akan memiliki bobot karkas yang besar juga. Bobot sapi kelas III memiliki bobot paling besar dikarenakan bobot hidup yang dimiliki oleh hewan kelas III juga besar. Bobot hewan kelas I memiliki bobot paling kecil dikarenakan bobot hidup hewan kelas I juga merupakan bobot paling kecil diantara kelas II dan kelas III. Penelitian ini memberikan hasil bahwa semakin besar bobot hidup hewan akan menghasilkan bobot potong dalam bentuk karkas yang besar juga.

Pola pertumbuhan tergantung dari sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, dan potensi pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (Hybrid Vigour), pakan dan jenis kelamin (Hasnudi 2005). Konsumsi protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno 2005). Pemberian ransum yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan pertambahan bobot hidup sehingga menghasilkan bobot potong yang tinggi sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi (Lestari et al. 2005).

Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100%. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, dan komposisi kimia karkas (Soeparno 2005). Faktor kimia dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor fisiologis dan nutrisi. Umur, bobot hidup, dan kadar laju pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi karkas. Bobot daging karkas yang semakin meningkat disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga semakin meningkat (Lestari et al. 2005). Konsumsi protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga semakin tinggi. Deposit protein dalam tubuh menentukan produksi dan pertumbuhan hewan, yaitu semakin tinggi deposisi protein maka produksi dan pertumbuhan hewan juga semakin baik. Bertambahnya umur hewan sejalan dengan pertambahan bobot hidupnya, maka

bobot karkas akan bertambah. Data persentase bobot karkas tiap kelas sapi

Brahman Cross disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Persentase bobot karkas pada kelas sapi Brahman Cross.

Persentase bobot karkas tertinggi yang diperoleh dari penelitian ini adalah kelas II sebesar 54.36%, sedangkan persentase terkecil pada kelas III sebesar 52.84%, dan kelas I memiliki persentase sebesar 53.22%. Persentase terbesar tidak dihasilkan dari bobot hewan yang terbesar dari ketiga kelas ini. Persentase terkecil diperoleh dari kelas hewan yang berbobot hidup paling kecil. Menurut Ngadiyono (1995), bobot karkas sapi Brahman Cross optimal dengan persentase sebesar 54% dari berat hidup. Proporsi tulang, otot dan lemak merupakan variabel yang saling berpengaruh. Komposisi kimia karkas yang terutama air, protein, lemak dan abu secara proporsional. Bila proporsi salah satu variabel berubah, maka variabel lainnya akan mengalami perubahan juga. Dalam penelitian ini, hewan kelas III memiliki persentase karkas lebih kecil dari kelas II karena memiliki persentase lemak yang tinggi. Semakin tinggi kandungan lemak dalam tubuh hewan, maka jumlah karkas dalam persentase akan menurun. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hewan yang besar belum tentu memiliki perbandingan karkas terhadap bobot tubuh yang besar juga. Karkas merupakan bagian terpenting dari hewan potong dan mendapat perhatian khusus karena produksi daging dan nilai ekonomis hewan ditentukan oleh komposisi dan produksi karkasnya (Purbowati et al. 2005). Penggunaan pakan yang dapat menghasilkan bobot karkas yang tinggi diharapkan dapat diaplikasikan pada proses feedlot agar dapat memproduksi daging secara optimal.

52.00% 52.50% 53.00% 53.50% 54.00% 54.50%

Kelas I Kelas II Kelas III

Dokumen terkait