• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proporsi Non Karkas dari Bobot Hidup

Hasil potong hewan hidup dibagi menjadi dua yaitu karkas dan non karkas. Hasil potong non karkas terdiri dari kepala, lidah, kaki, kulit, ekor dan lemak. Data hasil potong non karkas sapi Brahman Cross disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil potong non karkas sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup

Data pada Tabel 2 menunjukkan bobot kepala merupakan salah satu organ yang memiliki bobot besar. Bobot kepala diantara ketiga kelas menunjukkan kenaikan menurut tingkatan bobot hidup. Bobot kepala tertinggi sebesar 18.48 kg pada kelas III, sedangkan persentase tertinggi sebesar 3.40% pada kelas I. Bobot tertinggi lidah sebesar 1.28 kg pada kelas I, dan persentase tertinggi sebesar 0.26% pada kelas I. Bobot dan persentase organ lidah tidak menunjukkan perubahan yang positif sesuai dengan pertambahan bobot hidup. Bobot kaki terbesar 10,12 kg pada kelas III, sedangkan persentase tertinggi kaki sebesar 1.89% pada kelas II. Bobot kulit tertinggi sebesar 48.07 kg pada kelas II dan persentase tertinggi sebesar 9.11% pada kelas II. Bobot ekor tertinggi sebesar 1.80 kg pada kelas III, sedangkan persentase tertinggi sebesar 0,33% pada kelas II. Persentase total non karkas tertinggi sebesar 107.17 kg pada kelas III, sedangkan persentase tertinggi sebesar 19.33% pada kelas II.

Lemak merupakan salah satu sumber energi yang member kalori paling tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, pertumbuhan lemak

Sapi

Parameter

Kelas I Kelas II Kelas III Bobot Rataan % Bobot Rataan % Bobot Rataan % Bobot hidup 497.00 - 527.50 - 582.00 - Kepala 16.91 3.40 17.38 3.29 18.48 3.18 Lidah 1.28 0.26 1.20 0.23 1.24 0.21 Kaki 8.09 1.63 9.97 1.89 10.12 1.74 Kulit basah 37.92 7.63 48.07 9.11 46.66 8.02 Ekor 1.33 0.27 1.75 0.33 1.80 0.31 Lemak (perut, jagal, leher) 22.26 4.48 23.63 4.48 28.87 4.96 Bobot total non karkas 87.79 17.67 102.00 19.33 107.17 18.42

sangat lambat, tetapi pada saat fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat (Berg dan Butterfield 1976). Energi dari sebagian besar lemak didalam tubuh hewan tersimpan didalam depot lemak, termasuk depot lemak yang disebut intramuskuler. Depot lemak intramuskular berbeda diantara spesies, umur hewan dan diantara otot. Pada umumnya, penurunan aktivitas otot akan meningkatkan deposisi lemak didalam jaringan otot.

Bobot lemak tertinggi ditunjukkan pada hewan kelas III dengan nilai 28.87 kg, sedangkan bobot lemak terkecil pada kelas I dengan nilai 22.26 kg, dan bobot lemak kelas II adalah 23.63 kg. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah nilai lemak berbanding lurus dengan bobot hidup. Semakin besar bobot hidup hewan akan memiliki jumlah lemak yang besar juga, karena dengan meningkatnya bobot hidup terlihat peningkatan juga pada nilai bobot lemak. Deposisi lemak pada sapi merupakan fungsi linier dari waktu dan umur, misalnya kadar laju deposisi lemak bisa konstan (Koch et al. 1979).

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin besar tubuh hewan akan memiliki lemak yang besar. Pengukuran ketebalan lemak subkutan untuk kualitas hasil berdasarkan United States Departement of Agriculture (USDA), yaitu diukur secara subjektif antara rusuk 12 dan 13 pada permukaan area otot longissimus dorsi (LD), pada posisi pemisahan seperempat depan dan seperempat belakang dari karkas. Pengukurannya dilakukan tegak lurus permukaan lemak, diposisi tiga per empat bagian sumbu panjang otot LD (Swatland 1984). Indikator ketebalan lemak punggung berperan penting sebagai indikator produktivitas karkas, karena memberikan hasil pendugaan yang akurat. Ketebalan lemak punggung, selain digunakan untuk mengestimasi bobot lean dan bobot lemak, juga dapat digunakan untuk estimasi persentase lean dan persentase lemak (Priyanto 1993). Data mengenai persentase bobot lemak sapi Brahman Cross disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase bobot lemak pada tiap sapi Brahman Cross.

Persentase lemak tertinggi ditunjukkan pada kelas III dengan nilai 4.96%, sedangkan persentase lemak terendah pada kelas hewan dua dengan nilai 4.48%, dan persentase terendah pada kelas I dengan nilai 4.48%. Semakin besar bobot tubuh maka akan menghasilkan persentase yang besar pula. Menurut Seebeck dan Tulloh (1968), dengan adanya kenaikan bobot karkas, maka proporsi otot, tulang,

fascia dan tendo menurun sedangkan proporsi lemak meningkat. Meningkatnya jumlah lemak yang ada pada hewan menunjukkan deposit lemak.

Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, kondisi hewan, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, pakan, umur, jenis kelamin, dan pengebirian (Devendra 1983). Perubahan bobot karkas disebabkan oleh perubahan komposisi karkas yang terdiri dari otot, lemak, dan tulang. Karkas hewan akan berubah komposisinya sesuai dengan genetik, kandungan nutrisi pakan, dan pengaruh lingkungan (Aberle et al. 2001). Ransum yang mengandung energi tinggi cenderung meningkatkan komposisi lemak pada karkas dibandingkan dengan ransum yang berenergi rendah. Pembatasan konsumsi energi akan menurunkan perlemakan, walau pertumbuhan tulang dan jaringan urat daging mungkin masih dapat berlangsung (Parakkasi 1999). Hal ini juga berlaku pada hewan domba, babi, dan ayam. Hewan yang diberi pakan berenergi tinggi mengandung lemak lebih banyak daripada yang diberi pakan berenergi rendah (Soeparno 2005).

Proporsi Jeroan dari Bobot Hidup

Jeroan dibedakan menjadi dua bagian yaitu jeroan merah dan jeroan hijau. Jeroan merah meliputi organ bagian dada, paru, jantung, hati, limpa, ginjal dan tenggorokan. Jeroan hijau meliputi organ pencernaan, lambung ( rumen,

4.20% 4.30% 4.40% 4.50% 4.60% 4.70% 4.80% 4.90% 5.00%

Kelas I Kelas III

Persentase bobot lemak 4.48% 4.48% 4.96%

retikulum, abomasum, dan omasum) dan usus. Data proporsi bobot jeroan sapi

Brahman Cross pada tiap kelas bobot hidup disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Proporsi bobot jeroan sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup

Nilai tertinggi jeroan merah terdapat pada organ hati kelas III dengan bobot 5.09 kg sedangkan nilai terendah jeroan merah pada organ ginjal kelas II dengan nilai 0.77 kg. Nilai tertinggi pada jeroan hijau terdapat pada organ lambung dengan nilai 10.49 kg sedangkan nilai terendah jeroan hijau pada organ bool

dengan nilai 0.97 kg.

Bobot Jeroan Hijau

Jeroan hijau terdiri dari lambung, usus dan bool (bagian setelah usus). Lambung kelas I memiliki bobot 8.44 kg, sedangkan kelas II memiliki lambung sebesar 9.44 kg dan kelas III memiliki jumlah bobot lambung tertinggi sebesar 10.49 kg. Persentase bobot lambung kelas III adalah 1.80%. Secara persentase, kelas III juga memiliki persentase yang paling tinggi diantara kelas I dan kelas II. Bobot usus terbesar terdapat pada kelas III sebesar 4.85 kg, sedangkan bobot usus terkecil pada kelas II sebesar 3.95 kg dan bobot usus kelas II sebesar 4.32 kg.

Parameter

Sapi

Kelas I Kelas II Kelas III Bobot (rataan) % Bobot (rataan) % Bobot (rataan) % Jeroan Merah: Paru 2.45 0.49 2.13 0.40 2.57 0.44 Jantung 1.26 0.25 1.25 0.23 1.69 0.29 Hati 4.16 0.83 4.19 0.79 5.09 0.87 Limpa 1.29 0.26 0.77 0.14 0.82 0.14 Ginjal 0.81 0.16 0.77 0.14 0.88 0.15 Tenggorokan 2.10 0.42 1.67 0.31 1.77 0.30 Total Jeroan Merah 12.07 2.41 10.78 2.01 12.82 2.19 Jeroan Hijau:

Lambung 8.44 1.69 9.44 1.79 10.49 1.80 Usus 4.32 0.86 3.95 0.74 4.85 0.83

Bool 1.09 0.21 0.97 0.18 0.96 0.16

Total Jeroan Hijau 13.85 2.76 14.36 2.71 16.30 2.79

Persentase usus terbesar dimiliki oleh kelas III dengan nilai 10.49%. Bobot bool

kelas I sebesaar 1,09 kg, dan bobot bool kelas II sebesar 0.97 kg, sedangkan bobot

bool kelas III sebesar 0.96 kg. Penelitian ini menunjukkan bahwa bobot bool

tidak menunjukkan korelasi positif terhadap bobot hidup.

Bobot Jeroan Merah

Jeroan merah terdiri atas paru, jantung, hati, limpa, ginjal, dan tenggorokan. Bobot paru menunjukkan data yang jelas mengenai perubahan bobot. Bobot paru terbesar ditunjukkan pada kelas III sebesar 2.57 kg dibandingkan dengan kelas I dengan besar 2.45 kg dan kelas II dengan besar 2.13 kg. Bobot paru tidak menunjukkan korelasi positif terhadap persentase paru terhadap bobot keseluruhan. Persentase tertinggi ditunjukkan pada kelas I dengan nilai 0.49%, dibandingkan dengan kelas II sebesar 0.40% dan kelas III sebesar 0.44%. Demikian juga dengan jantung, bobot jantung terbesar ditunjukkan pada kelas III sebesar 1.69 kg, sedangkan kelas I sebesar 1.26 kg dan kelas II sebesar 1.25kg. Bobot dan persentase jantung berbanding terbalik dengan bobot hidup. Persentase jantung menunjukkan korelasi yang positif dengan bobot hidup. Persentase tertinggi ditunjukkan pada kelas III sebesar 0.29%, sedangkan kelas I sebesar 0.25% dan kelas II sebesar 0.23%. Persentase jantung antara kelas I dan dua berbanding lurus terhadap bobot jantung. Bobot hati tertinggi ditunjukkan pada kelas III dengan nilai 5.09 kg sedangkan bobot kelas I sebesar 4.16 kg dan bobot kelas II sebesar 4.19 kg. Persentase bobot hati tertinggi juga ditunjukkan pada kelas III dengan nilai 0.87%, sedangkan kelas I sebesar 0.83% dan kelas II sebesar 0.79%. Bobot hati kelas I berbanding terbalik dengan persentase bobot hati dan bobot hidup. Data persentase bobot jeroan sapi Brahman Cross

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase Bobot Jeroan tiap kelas sapi Brahman Cross.

4.40% 4.60% 4.80% 5.00% 5.20%

Persentase total jeroan 5.17% 4.72% 4.98%

Persentase rata-rata jeroan yang diperoleh adalah 5.17%, 4.72%, dan 4.98%. Dalam penelitian ini data yang diperoleh bahwa bobot saluran pencernaan pada sapi kelas I memiliki persentase paling besar terhadap bobot tubuh, sedangkan pada kelas II memiliki persentase paling kecil terhadap bobot tubuh. Sapi kelas III memiliki persentase diantara kelas I dan kelas II. Data penelitian ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh bobot rata-rata isi pencernaan yang paling optimal adalah pada kelas I.

Tingkat Loss

Tingkat loss (kehilangan) merupakan faktor penting pada perhitungan jumlah karkas. Persentase karkas dipengaruhi oleh tingkat loss. Semakin tinggi nilai loss akan mengurangi proporsi karkas. Faktor yang merupakan komposisi dari loss yaitu darah, kotoran dan tulang. Data mengenai tingkat loss pada sapi

Brahman Cross disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Tingkat loss sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup

Tingkat loss yang diperoleh merupakan sebuah parameter keidealan penyembelihan seekor ternak. Hewan yang ideal untuk disembelih adalah hewan yang memiliki tingkat loss yang rendah. Kelas hewan yang memiliki loss

tertinggi adalah kelas I sebesar 23.90%, sedangkan jumlah loss yang terbesar pada kelas III sebesar 138.75 kg. Jumlah loss tidak menentukan optimalisasi karkas, melainkan persentase tingkat loss. Semakin besar jumlah loss akan mengurangi tingkat persentase karkas. Tingkat loss merupakan faktor yang dapat ditekan.

Parameter

Sapi

Kelas I Kelas II Kelas III Bobot Rataan % Bobot Rataan % Bobot Rataan % Bobot hidup 497.00 100.00 527.50 100.00 582.00 100.00 Total karkas 264.50 53.22 286.75 54.36 307.50 52.84 Total non karkas 87.79 17.67 102.00 19.33 107.17 18.42 Total jeroan 25.92 5.17 25.14 4.72 29.12 4.98 Tingkat loss(kehilangan) 118.76 23.90 113.57 21.52 138.17 23.75

Pemuasaan merupakan salah satu bentuk tindakan untuk mengurangi loss

(kotoran). Hewan yang dipuasakan dengan prosedur yang tepat akan menghasilkan bobot karkas yang optimal, sehingga tindakan antemortem merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan proporsi bobot karkas yang optimal. Hewan yang memiliki bobot loss yang paling rendah belum tentu menunjukkan persentase karkas terendah dan hewan yang memiliki bobot loss

paling tinggi belum tentu menunjukkan persentase karkas yang tinggi. Hewan yang optimal harus memilki bobot loss yang rendah dan persentase yang rendah. Kedua aspek ini akan menentukan optmalisasi bobot karkas.

Perbandingan Hasil Proporsi

Perbandingan proporsi dapat menunjukkan perbedaan yang jelas pada tiap bagiannya. Bagian yang menjadi perbandingan antara lain adalah total karkas,

loss, jeroan, dan lemak. Keempat hal ini yang akan mempengaruhi persentase seekor hewan yang dikatakan optimal. Berikut ini adalah data yang diperoleh secara umum untuk menentukan proporsi yang didapat. Dan data ini dapat menentukan optimalisasi pemotongan. Data rata-rata persentase sapi Brahman Cross per kelas disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata persentase sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup

Parameter

Sapi

Kelas I Kelas II Kelas III

Bobot Rataan (%) Bobot Rataan (%) Bobot Rataan (%) Total Karkas 53.22 54.36 52.84 Jeroan 5.17 4.72 4.98 Lemak 4.48 4.48 4.96 Loss 23.90 21.52 23.75

Dari Tabel 5 total karkas yang diperoleh dengan persentase tertinggi adalah sapi kelas II. Dan hasil loss yang diperoleh juga memiliki persentase terkecil. Kelas II juga memiliki bobot persentase jeroan paling kecil, dan kadar lemak yang rendah dibandingkan kelas lainnya. Faktor yang menyebabkan loss

antara lain darah dan kotoran. Sapi kelas II merupakan ukuran yang paling ideal pada penelitian ini, karena data menjelaskan bahwa loss yang dihasilkan pada sapi dengan bobot hidup II memiliki nilai terkecil sehingga memperkecil kerugian bagi peternak dan pengusaha.

Jeroan dan lemak merupakan bagian yang cenderung memiliki nilai ekonomis yang rendah dibandingkan dengan daging, sehingga dengan data yang diperoleh, sapi kelas II memiliki nilai persentase yang rendah untuk bagian tersebut. Total karkas, tingkat loss, persentase jeroan, dan persentase lemak merupakan faktor yang menentukan optimalisasi hewan potong. Hewan yang optimal memiliki persentase karkas yang tinggi, tingkat loss yang rendah, persentase jeroan yang rendah, dan persentase lemak yang rendah. Hasil pada penelitian ini menyatakan sapi yang memiliki tingkat optimalisai tertinggi untuk dipotong adalah sapi kelas II dengan bobot hidup 501-550 kg.

Dokumen terkait